PENGHASILAN NETO
Norma penghitungan penghasilan neto adalah cara penentuan penghasilan neto bagi wajib
pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang tidak dapat
menentukan penghasilan netonya dikarenakan tidak melakukan pembukuan.
Ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan WP OP yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, yaitu:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran
bruto sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam
1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran
bruto di bawah Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih
menyelenggarakan Pembukuan.
3. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana tersebut di atas yang tidak memilih untuk
menyelenggarakan pembukuan, dapat menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan
bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
SANKSI
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan (peredaran bruto sebesar Rp
4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun)
yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan
netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak
Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.
PENGHITUNGAN
1. Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
2. Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang
pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena
Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto.
Contoh 1:
Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha pembuatan roti di kota
Semarang. Peredaran bruto usahanya selama tahun 2016 sebesar Rp950.000.000. Bapak
Iskandar memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dikarenakan bapak
Iskandar menyelanggarakan pencatatan saja. Norma untuk usaha tersebut adalah 15%. Maka
penghitungan pajak terutang tahun 2010 adalah:
Jumlah Rp.6.925.000
Contoh 2:
Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha pembuatan roti di kota
Semarang. Peredaran bruto usahanya selama tahun 2016 sebesar Rp950.000.000. Bapak
Iskandar memilih melakukan pembukuan. Biaya-biaya untuk mendapatkan, memelihara, dan
menagih penghasilan tersebut sesuai aturan pajak yang berlaku sebesar
Rp390.000.000. Maka penghitungan pajak terutang tahun 2016 adalah:
Contoh 3:
Bapak Asep (K/0) adalah seorang dokter di kota Yogyakarta. Peredaran bruto yang diperoleh
dari praktik dokter selama tahun 2016 sebesar Rp150.000.000. Selain berpraktik sebagai
dokter, Bapak Asep juga mempunyai usaha peternakan ayam potong di kota
Yogyakarta. Peredaran bruto dari usaha ayam potong tahun 2016 sebesar
Rp400.000.000. Bapak Asep hanya melakukan pencatatan. Norma penghitungan di kota
Yogya untuk profesi dokter 45%, untuk peternakan 11%. Penghitungan pajak terutang tahun
2016 adalah:
Dalam hal penghasilan neto yang sebenarnya tidak dapat diketahui, maka Penghasilan Kena
Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan. Khusus bagi Wajib Pajak
orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Contoh :
– Peredaran bruto Rp 600.000.000,00
– Penghasilan neto (menurut
Norma Penghitungan) misalnya 20% Rp 120.000.000,00
– Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00 (+)
– Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 125.000.000,00
– Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 54.000.000,00 (-)
– Penghasilan Kena Pajak Rp 71.000.000,00
Contoh Penghitungan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Yang Terutang Pajak Dalam
Bagian Tahun Pajak.
Apabila kewajiban pajak subyektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di
Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut
menggantikan tahun pajak.
Dapat terjadi orang pribadi menjadi Subyek Pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak
penuh, misalnya orang pribadi yang mulai menjadi Subyek Pajak pada pertengahan tahun
pajak, atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun
pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun
pajak yang menggantikan tahun pajak.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak
dalam suatu bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan penghasilan netto yang
diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan.
Contoh :
Orang pribadi kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri
adalah 3 (tiga) bulan, dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp.
36.000.000,00 maka perhitungan Penghasilan Kena Pajaknya adalah :
Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang
terutang pajak dalam bagian tahun pajak tersebut dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian
tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) kemudian dikalikan dengan pajak
penghasilan yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak. Untuk keperluan penghitungan pajak
penghasilan tersebut, tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
Dari contoh penghitungan diatas diketahui bahwa penghasilan kena pajaknya adalah sebesar
Rp 90.000.000,00. Penghitungan pajak penghasilan yang terutang dilakukan sebagai berikut :
Pajak Penghasilan setahun :
5% X Rp 90.000.000,00 = Rp 4.500.000,00
Contoh penghitungan Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia, cara penghitungan penghasilan kena pajaknya pada dasarnya
sama dengan cara penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak luar negeri tersebut dilaksanakan oleh
Bentuk Usaha Tetapnya di Indonesia. Oleh karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk
menyelenggarakan pembukuan dan penghasilan kena pajaknya dihitung dengan cara
penghitungan biasa, yaitu dihitung dengan cara :
”Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh dan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikurangi dengan pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 9 ayat
(1) huruf d dan huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan”.
Contoh :
– Peredaran bruto Rp. 400.000.000,00
– Biaya untuk menambahkan, menagih
Dan memelihara penghasilan Rp. 275.000.000,00
– Penghasilan bunga Rp. 5.000.000,00
– Penjualan langsung barang oleh kantor
pusat yang sejenis dengan barang yang
dijual bentuk usaha tetap Rp. 200.000.000,00
– Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan Rp. 150.000.000,00 (-)
Rp. 50.000.000,00
– Penghasilan yang diterima atau diperoleh
kantor pusat yang mempunyai hubungan
efektif dengan bentuk usaha tetap Rp. 2.000.000,00 (+)
Rp. 182.000.000,00
– Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp. 7.000.000,00 (-)
– Penghasilan Kena Pajak Rp. 175.000.000,00
Undang-undang Pajak Penghasilan menentukan bahwa bagi Wajib Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan tidak melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia, kewajiban perpajakannya dilaksanakan dengan cara pemotongan oleh pihak yang
wajib melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.
Contoh 1:
Subjek Pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp 100.000.000,00 kepada Wajib
Pajak luar negeri, maka Subjek Pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong
Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp 100.000.000,00.
Contoh 2 :
Seorang atlit dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di
Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang, maka atas hadiah tersebut dikenakan
pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).
Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang
pajak dalam bagian tahun pajak dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak
tersebut dibagi 360 dan dikalikan dengan pajak yang terutang untuk satu tahun pajak. Untuk
keperluan penghitungan pajak, tiap bulan yang penuh dihitung 30 hari. Contoh :
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.54.816.000,00.
Pajak Penghasilan setahun :
5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 4.816.000,00 = Rp. 722.400,00
= Rp. 3.222.400,00
Pajak Penghasilan terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan)
(3 x 30) x Rp.3.222.400,00. = Rp.805.600,00
360