Anda di halaman 1dari 167

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

DI DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI, DINAS KESEHATAN KABUPATEN


TABANAN, UPTD INSTALASI FARMASI KABUPATEN TABANAN, DAN
UPTD PUSKESMAS SELEMADEG KABUPATEN TABANAN
(5 Agustus 2019 dan 6 Agustus – 2 September 2019)

Disusun Oleh:

Kadek Chintya Sanita Dewi, S. Farm. (1808612017)


I Wayan Suwartawan, S. Farm. (1808612022)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, UPTD Instalasi
Farmasi Kabupaten Tabanan dan UPTD Puskesmas Selemadeg Kabupaten
Tabanan. Tujuan dalam pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai pelaksanaan kegiatan praktik kerja profesi apoteker yang berlangsung
pada tanggal 5 Agustus 2019 sampai dengan tanggal 2 September 2019. Laporan
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar profesi Apoteker pada
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari peran serta, bantuan, dukungan
dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
2. Ibu Luh Putu Febryana Larasanty, S.Farm., M.Sc., Apt., selaku Ketua
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Udayana.
3. Ibu Ni Putu Linda Laksmiani, S,Farm., M.Sc., Apt., selaku pembimbing
PKPA yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
dalam penyelesaian laporan ini.
4. Ibu Dra. Cokorda Istri Kesumawati, Apt. selaku Koordinator Seksi
Kefarmasian Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Bali
bersama staf yang telah memberikan pembekalan awal sebelum mahasiswa
Apoteker memulai PKP Apoteker.
5. Bapak dr. I Nyoman Suratmika, M.Kes., selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Tabanan yang telah memberikan pembekalan awal dan motivasi
sebelum mahasiswa Apoteker memulai PKP Apoteker di Instalasi Farmasi
Kabupatan (IFK) Tabanan dan Puskesmas.

iii
6. Bapak I Made Abdi Gunawan, S.Farm., Apt. selaku Kepala Seksi Farmasi,
Alat Kesehatan dan Perbekalan Farmasi yang dalam hal ini menjadi
Pembimbing Lapangan PKP Apoteker di Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan.
7. Ibu Ni Wayan Balik Agus Astiti, S.Si., Apt. selaku Kepala UPTD Instalasi
Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan.
8. Bapak dr. I Gusti Ngurah Bagus Juniada, M.M selaku Kepala Puskesmas
Selemadeg yang telah mengijinkan PKP Apoteker di UPTD Puskesmas
Selemadeg.
9. Ibu Komang Ayu Paramita W., S. Farm., Apt., selaku Preseptor di UPTD
Puskesmas Selemadeg, serta I Putu Yoga Adi Brata, A,Md., Farm., Kadek
Manik Indrayanti dan Ibu Dewa Ayu Arwidi yang senantiasa membimbing
serta memberikan motivasi kepada mahasiswa Apoteker serta membantu
dalam memecahkan permasalahan yang ditemukan selama kegiatan PKP
Apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg.
10. Seluruh Staf UPTD Puskesmas Selemadeg yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan PKP Apoteker di Puskesmas Selemadeg dan menyusun
laporan ini.
11. Teman-teman mahasiswa Program Profesi Apoteker Angkatan XVIII
Program Studi Apoteker Fakultas MIPA Universitas Udayana terimakasih
atas semangat, dorongan dan persahabatan selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi karya yang lebih baik di masa yang akan datang.

Tabanan, Agustus 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... ..... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan PKP Apoteker di Pemerintahan .......................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum ..................................................................... 4
1.3. Manfaat PKP Apoteker di Pemerintahan ........................................ 4
1.4. Pelaksanaan PKP Apoteker di Pemerintahan ................................. 5
BAB II TINJAUAN MENGENAI DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI,
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TABANAN, UPTD
INSTALASI FARMASI KABUPATEN TABANAN DAN UPTD
PUSKESMAS SELEMADEG ....................................................... 7
2.1. Dinas Kesehatan ............................................................................ 7
2.1.1 Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bali ................................. 7
2.1.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Bali ..................... 8
2.1.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali ........... 8
2.1.4 Jenis dan Jumlah Sarana yang Menjadi Tanggung Jawab Dinas
Kesehatan Provinsi Bali ...................................................... 10
2.1.5 Program dan Kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali ...... 11
2.1.6 Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Bali .............. 12
2.1.7 Pekerjaan Kefarmasian di Dinas Kesehatan Provinsi Bali . 13
2.1.8 Perizinan Sarana dan Tenaga Kefarmasian ........................ 15
2.1.9 Alur Pengadaan ................................................................... 18

v
2.2. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan ............................................ 17
2.2.1 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan ...................... 17
2.2.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan .......... 18
2.2.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan . 19
2.2.4 Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan ............................................................................. . 20
2.2.5 Tata Cara Pengelolaan Obata tau Perbekalan Kesehatan ... 20
2.3. UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Kesehatan ............................ 29
2.3.1 Profil Umum UPTD Instalasi Farmasi Kab. Tabanan ......... 29
2.3.2 Tugas dan Fungsi UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan ............................................................................... 30
2.3.3 Tata Cara Pengelolaan Obata tau Perbekalan Kesehatan di
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan ..................... 32
2.4. Tinjauan Umum di UPTD Puskesmas Selemadeg ... ...................... 49
2.4.1 Tinjauan Puskesmas ............................................................ 49
2.4.2 Profil Umum UPTD Puskesmas Selemadeg ....................... 50
2.4.3 Visi dan Misi UPTD Puskesmas Selemadeg ...................... 52
2.4.4 Sumber Daya Tenaga Kesehatan UPTD Puskesmas
Selemadeg ........................................................................... 52
2.4.5 Struktur Organisasi di UPTD Puskesmas Selemadeg ........ 55
2.4.6 Alur Pelayanan di UPTD Puskesmas Selemadeg ............... 55
2.4.7 Tugas dan Fungsi Apoteker di Puskesmas Selemadeg ........ 56
2.4.8 Program Puskesmas ............................................................ 58
2.4.9 Kompetensi Apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg .... 63
2.4.10 Prasarana dan Sarana di UPTD Puskesmas Selemadeg ..... 64
2.4.11 Pengelolaan Sediaan Farmasi di UPTD
Puskesmas Selemadeg ..... .................................................. 65
2.4.12 Penggunaan Obat Rasional ................................................. 71
BAB III KEGIATAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DAN PEMBAHASAN TABULAR LOG BOOK ........................... 76
3.1. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali . 76

vi
3.1.1 Pembekalan Umum di Dinas Kesehatan Provinsi Bali ........ 76
3.1.2 Pembekalan Tata Cara Memperoleh STRA dan SIPA ....... 77
3.1.3 Alur Distribusi Obat di Provinsi Bali .................................. 80
3.2. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan
Kabupaten Tabanan ......................................................................... 81
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan ........................................... 82
3.3. Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan ........................................................................................... 83
3.3.1 Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan ............................................................ 85
3.4. Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg . 92
3.4.1 Log Book Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Puskesmas Selemadeg ........................................................ 93
3.4.2 Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
di UPTD Puskesmas Selemadeg ......................................... 104
3.4.3 Pengelolaan Obat Program Imunisasi di
UPTD Puskesmas Selemadeg ............................................. 122
3.4.4 Pelayanan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Selemadeg .. 127
3.4.5 Penggunaan Obat Rasional ................................................. 133
3.4.5 Permasalahan dan Pengatasan Masalah di
UPTD Puskesmas Selemadeg ............................................. 142
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 144
4.1.Kesimpulan ............................................................................... 144
4.2.Saran ......................................................................................... 145
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 146
LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali ............... 10


Gambar 2.2 Alur Penyediaan Obat Nasional .............................................. 19
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan .... 19
Gambar 2.4 Peta Wilayah Kecamatan Selemadeg ..................................... 51
Gambar 2.5 Alur Pelayanan Pasien ............................................................. 56
Gambar 2.6 Indikator Penggunaan Obat Rasional Nasional ...................... 75
Gambar 3.1 Siklus Distribusi Obat Provinsi Bali ....................................... 80
Gambar 3.2 Alur Permintaan dan Penerimaan Obat di UPTD Puskesmas
Selemadeg ............................................................................... 104
Gambar 3.3 Contoh LPLO UPTD Puskesmas Selemadeg ......................... 106
Gambar 3.4 Grafik 10 Besar Pemakaian Obat di UPTD Puskesmas
Selemadeg ............................................................................... 108
Gambar 3.5 Contoh Kartu Stok di UPTD Puskesmas Selemadeg .............. 112
Gambar 3.6 Alur Distribusi Obat dan Pelaporan di Gudang Obat UPTD
Puskesmas Selemadeg ............................................................. 114
Gambar 3.7 Emergency Kit di Unit Pelayanan UPTD Puskesmas
Selemadeg ............................................................................... 116
Gambar 3.8 Insenerator di UPTD Puskesmas Selemadeg .......................... 119
Gambar 3.9 Berita Acara Pemusnahan Resep ............................................ 119
Gambar 3.10 Kantong Kontrol Obat Expired Periode Tahun 2019-2020 .... 122
Gambar 3.11 Formulir Buku Amprahan Vaksin ........................................... 123
Gambar 3.12 Buku Pencatatan Stok Vaksin Program Imunisasai ................ 124
Gambar 3.13 Penyimpanan Obat di Cold Chain ........................................... 126
Gambar 3.14 Alur Pelayanan Obat untuk Pasien Rawat Jalan di UPTD Puskesmas
Selemadeg ............................................................................... 128
Gambar 3.15 Alur Pelayanan Obat untuk Pasien UGD di UPTD Puskesmas
Selemadeg ............................................................................... 128

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Sarana Pelayanan Kesehatan di Provinsi Bali Tahun 2018.. ... 10
Tabel 2.2 Sebaran Apoteker di RSUD Kabupaten/Kota di Bali ..................... 11
Tabel 2.3 Sebaran Apoteker di Puskesmas Kabupaten/Kota Bali .................. 11
Tabel 2.4 Jumlah Tenaga Farmasi di Seksi Kefarmasian ............................... 17
Tabel 2.5 Tanda – Tanda Perubahan Mutu Obat ........................................... 42
Tabel 2.6 Sumber Daya Tenaga Kesehatan UPTD Puskesmas Selemadeg ..... 64
Tabel 2.7 Sarana dan Prasarana UPTD Puskesmas Selemadeg ...................... 53
Tabel 3.1. Log book praktek kerja profesi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
Bali .................................................................................................. 76
Tabel 3.2. Log book praktek kerja profesi apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tabanan ........................................................................................... 82
Tabel 3.3. Log book praktek kerja profesi apoteker di Gudang Farmasi Kesehatan
Kabupaten Tabanan ......................................................................... 84
Tabel 3.4 Log book praktek kerja profesi apoteker di Puskesmas UPTD
Puskesmas Selemadeg Kabupaten Tabanan .................................... 93
Tabel 3.5 10 Besar Penyakit dengan Angkat Penderita Tertinggi
Tahun 2019 UPTD Puskesmas Selemadeg .................................... 107
Tabel 3.6 10 Besar Pemakaian Obat di UPTD Puskesmas
Selemadeg ....................................................................................... 108
Tabel 3.7 Daftar Obat Emergency UPTD Puskesmas Selemadeg ................... 115
Tabel 3.8 Keterangan Pengisian Formulir Monitoring
dan Evaluasi POR ........................................................................... 136
Tabel 3.9 Laporan Penggunaan Obar Rasional di UPTD Puskesmas
Selemadeg ....................................................................................... 137
Tabel 3.10 Permasalahan dan Pengatasan Masalah di UPTD Puskesmas
Selemadeg ....................................................................................... 142

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi UPTD Puskesmas Selemadeg ....................149


Lampiran 2. Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan ......................................................................................152
Lampiran 3. Penyimpanan Obat di Gudang UPTD Puskesmas Selemadeg ...153
Lampiran 4. Penyimpanan Obat di Apotek UPTD Puskesmas Selemadeg .....154
Lampiran 5. Kegiatan PKPA di UPTD Puskesmas Selemadeg .....................155
Lampiran 6. Dokumen di Unit Farmasi UPTD Puskesmas Selemadeg .........156

x
DAFTAR SINGKATAN

APBD = Anggaran Pendapatan Belanja Daerah


APBN = Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Askes = Asuransi Kesehatan
BBPOM = Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
BPOM = Badan Pengawasan Obat dan Makanan
DAK = Dana Alokasi Khusus
DOEN = Daftar Obat Esensial Nasional
FIFO = First In First Out
FEFO = First Expired First Out
IAI = Ikatan Apoteker Indonesia
IFK = Instalasi Farmasi Kabupaten
JKN = Jaminan Kesehatan Nasional
KIE = Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
KLB = Kejadian Luar Biasa
LPLPO = Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Menkes = Menteri Kesehatan
NAPZA = Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
PBF = Pedagang Besar Farmasi
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
PKPA = Praktek Kerja Profesi Apoteker
Polindes = Pondok Persalinan Desa
Pustu = Puskesmas Pembantu
SIPA = Surat Izin Praktek Apoteker
STRA = Surat Tanda Register Apoteker
STRTTK = Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
UGD = Unit Gawat Darurat
UPK = Unit Pelayanan Kesehatan

xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kesehatan masyarakat merupakan salah satu upaya
pembangunan nasional untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau serta mendapatkan
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.
Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kesehatan
memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat, sehingga akan terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu
unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia 1945. Dalam pelaksanaannya, upaya kesehatan
diselenggarakan dengan adanya sumber daya kesehatan. Upaya kesehatan
merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegritasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Sumber daya di bidang kesehatan
adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat
kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah,
sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat di bidang kesehatan dilimpahkan

1
kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tanggung jawab
tersebut, pemerintah Provinsi Bali membentuk Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan
Dinas Kesehatan di setiap kota/kabupaten yang terdapat di Provinsi Bali.
Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah sebagai penyelenggara urusan
pemerintah pusat dalam sistem Negara Kesetuan Republik Indonesia, memiliki
tanggung jawab besar salah satunya melakukan upaya peningkatan derajat
kesehatan melalui penyediaan fasilitas-fasilitas kesehatan sebagaimana tertuang
dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang dimaksud adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut meliputi Dinas Kesehatan
Provinsi dan Dinas Kabupatan Kabupaten/Kota dengan dibantu Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) serta Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan (Dinkes) yang
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan upaya kesehatan untuk jenjang
tingkat pertama di daerah yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan
secara nasional memiliki wilayah kerja pada satu kecamatan (Menkes RI, 2014).
Puskesmas sebagai salah satu tempat diadakannya pekerjaan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian yang dilaksanakan di Puskesmas merupakan bagian
integral dari sistem pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2007). Salah satu tenaga
kesehatan yang bertugas melaksanakan pekerjaan kefarmasian di puskesmas adalah
Apoteker.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, Apoteker merupakan profesi yang berwenang dalam melaksanakan
pekerjaan kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Presiden
RI, 2009b). Tuntutan pasien dan masyarakat dalam mutu pelayanan farmasi
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented)

2
ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi pharmaceutical care atau
pelayanan kefarmasian. Hal tersebut menegaskan peran apoteker untuk lebih
berinteraksi dengan pasien, lebih berorientasi terhadap pasien, dan mengubah
orientasi kerja apoteker yang semula hanya berorientasi kepada obat menjadi
profesi yang bersentuhan langsung dan bertanggungjawab terhadap pasien.
Apoteker bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat yang
rasional, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien dengan menerapkan
pengetahuan, keterampilan dalam bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya
(Siregar, 2004). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat
dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Praktik pelayanan kefarmasian
dapat dilakukan di berbagai fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, dan
puskesmas. Pelayanan resep atau penyerahan obat resep dokter di fasilitas
pelayanan kefarmasian di puskesmas harus dilakukan oleh apoteker (PP 51 tahun
2009 pasal 21). Menurut Surat Keputasan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi
Indonesia (APTI) Nomor: 13/APTI/MA/2010 tentang Standar Praktek Kerja
Profesi Apoteker, apoteker dalam rangka praktek kerja profesi di lembaga
pemerintah berperan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam
menentukan kebijakan obat sampai sarana pelayanan terendah, pengawasan, dan
pengaturan obat serta perbekalan farmasi lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam mewujudkan profesonalisme
apoteker dalam menjalankan profesinya dilaksanakan melalui peningkatan sumber
daya manusia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi
calon tenaga kesehatan, seperti diselenggarakannya Praktik Kerja Profesi (PKP)
Apoteker. Kegiatan PKP Apoteker merupakan suatu kegiatan yang penting bagi
mahasiswa calon Apoteker agar dapat ikut serta dalam pelayanan kesehatan dengan
menerapkan ilmu dan keterampilan (Knowlegde dan soft skill) kefarmasian yang
diperoleh di bangku perkuliahan. Dalam rangka Praktek kerja profesi di lembaga
pemerintah tujuan dari pelaksanaan PKPA adalah untuk memberikan gambaran
mengenai peran apoteker dalam penentuan kebijakan obat, baik nasional maupun
regional; pengelolaan, distribusi dan ketersediaan obat sampai sarana pelayanan

3
kesehatan yang terendah; pengawasan dan pengaturan obat serta perbekalan
farmasi lainnya, serta memberikan gambaran tentang peran apoteker dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi dan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta Puskesmas sehingga lulusan apoteker yang
dihasilkan dapat memberikan pelayanan kesehatan (pelayanan kefarmasiaan)
sesuai standar kompetensi apoteker Indonesia.
1.2 Tujuan PKP Apoteker di Pemerintahan
1.2.1 Tujuan Umum PKP Apoteker di Dinas Kesehatan
Tujuan umum PKP Apoteker di Dinas Kesehatan adalah sebagai berikut.
a. Pengenalan Tupoksi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
Kabupaten/Kota, Gudang Farmasi, dan Puskesmas.
b. Pengenalan peran apoteker dalam pengawasan, regulasi, dan pengadaan
perbekalan farmasi oleh pemerintah.
c. Praktek Manajemen sistem pengadaan perbekalan farmasi dari tingkat
Puskesmas, Instalasi Farmasi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Provinsi.
Tujuan khusus PKP Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan, UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
Tabanan, dan Puskesmas Selemadeg adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui secara umum mengenai visi dan misi, struktur organisasi,
program-program Dinas Kesehatan Provinsi Bali, alur pemerintahan dan
distribusi obat serta peranan dan fungsi apoteker di Dinas Kesehatan
Provinsi Bali.
b. Meningkatkan pemahaman Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan, UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
(IFK) Tabanan, dan Puskesmas Selemadeg
c. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Puskesmas.

4
d. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga kerja farmasi yang profesional, dalam kaitan dengan peran, tugas
dan fungsi apoteker dalam bidang kesehatan masyarakat.
e. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-solving)
pekerjaan kefarmasian di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan, UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
(IFK) Tabanan, dan Puskesmas Selemadeg.
1.3 Manfaat PKP Apoteker di Pemerintah
a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
b. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas.
c. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional.
d. Membekali calon apoteker agar memiliki pengetahuan, keterampilan,
sikapperilaku (profesionalisme) serta wawasan dan pengalaman nyata
(reality) untuk melakukan praktek profesi dan pekerjaan kefarmasian di
Instalasi Farmasi Kabupaten dan Puskesmas.
e. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari
strategi dan pengembangan praktek profesi apoteker di Instalasi Farmasi
Kabupaten dan Puskesmas.
f. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-solving) praktek
dan pekerjaan kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten Puskesmas.
1.4 Pelaksanaan PKP Apoteker
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Dinas Kesehatan dan
Puskesmas berlangsung selama 24 hari yaitu dari tanggal 5 Agustus 2019 – 2
September 2019. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan PKP Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali berlangsung
selama 1 hari (5 Agustus 2019).
b. Kegiatan PKP Apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan dan UPTD
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dilaksanakan selama 4 hari (6 Agustus
– 9 Agustus 2019).

5
c. Kegiatan PKP Apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg dilaksanakan
selama 20 hari (10 Agustus – 2 September 2019).

6
BAB II
TINJAUAN MENGENAI DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI,
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TABANAN, UPTD INSTALASI
FARMASI KABUPATEN TABANAN DAN UPTD PUSKESMAS
SELEMADEG

2.1 Dinas Kesehatan


2.1.1 Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bali
Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada awal terbentuknya mengalami beberapa
kali perubahan nama sebelum menjadi Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Dinas Dinas
Kesehatan Provinsi Bali didirikan pada tanggal 28 Januari 1952 dengan nama
Kantor Inspeksi Kesehatan Provinsi Sunda Kecil yang dipimpin oleh dr. M.
Soebardjo Mangoen Soediro. Berlakunya otonomi daerah pada tahun 2001
merupakan saat dimana Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi Bali dan Dinas
Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I Bali digabungkan menjadi satu instansi baru
yaitu dengan nama “Dinas Kesehatan Provinsi Bali”, yang dipimpin oleh dr. Made
Molin Yudiasa, MARS sampai tahun 2004. Dari tahun 2004 sampai 20 Januari
2009 Dinas Kesehatan Provinsi Bali dipimpin oleh dr. Dewa Ketut Oka.
Selanjutnya, tahun 2009-4 April 2012 Dinas Kesehatan Provinsi Bali dipimpin oleh
dr. I Nyoman Sutedja, MPH. Pada tahun 2012 sampai sekarang Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Bali adalah dr. Ketut Suarjaya, MPPM.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali dibentuk dengan tujuan untuk menanggulangi
masalah-masalah kesehatan di seluruh wilayah Provinsi Bali dengan batasan
wilayah kerja yaitu Selat Bali sebagai batas barat, Selat Lombok sebagai batas
timur, Laut Bali sebagai batas utara, dan Samudra Indonesia sebagai batas selatan.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali membawahi 9 Dinas Kesehatan kabupaten/ kota di
Provinsi Bali, diantaranya Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten
Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Karangasem.
Dari 9 wilayah kerja, Dinas Kesehatan Provinsi Bali melakukan tugas pokok dan
fungsinya di sarana-sarana kesehatan yaitu rumah sakit pemerintah, rumah sakit

7
swasta, instalasi farmasi, puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas pembantu
(pustu), pedagang besar farmasi (PBF), pedagang besar bahan baku farmasi
(PBBBF), toko obat, apotek, industri obat tradisional (IOT), usaha mikro obat
tradisional (UKOT), industri kosmetik (IKOS), dan penyalur alat kesehatan (PAK)
(Dinas Kesehatan Bali, 2016).

2.1.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Bali


Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Bali antara lain :
Visi
”Nangun Sat Kerthi Loka Bali”
Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru
Misi
Mengembangkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang Terjangkau, Merata,
Adil dan Berkualitas Serta Didukung Dengan Pengembangan Sistem dan Data
Based Riwayat Kesehatan Krama Bali Berbasis Kecamatan
2.1.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pembentukan
Susunan Perangkat Daerah dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 103 Tahun 2016
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi, Serta Tata Kerja
Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyatakan Dinas Kesehatan Provinsi Bali
merupakan unsur pelaksana pemerintahan. Dinas Kesehatan memiliki tugas
membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan, bidang kesehatan yang
menjadi kewenangan daerah, serta melaksanakan tugas sampai dengan dibentuk
Sekretariat Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat dan melaksanakan sesuai
bidang tugasnya (Pasal 5 Bab III Peraturan Gubernur 103 Tahun 2016).
Susunan organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali, sesuai pasal 3 bab II
Bagian Kedua Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 103 Tahun 2016 adalah
sebagai berikut :

8
1. Sekretariat
2. Bidang
3. Sub Bagian
4. Seksi
5. Kelompok Jabatan Fungsional
6. UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah)
Sekretariat sebagaimana dimaksud di atas dipimpin oleh sekretaris yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas yang terdiri
dari tiga sub bagian, yaitu :
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2. Sub Bagian Penyusunan Program, Evaluasi dan Pelaporan
3. Sub Bagian Keuangan.
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018)
Sub Bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, berada dibawah dan
bertanggung jawab langsung kepada sekretaris. Bidang-bidang di Dinas Kesehatan
Provinsi Bali dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Dinas. Dinas kesehatan terdiri dari beberapa bidang:
1. Bidang Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :
a) Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
b) Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
c) Seksi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja
2. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, terdiri dari :
a) Seksi Survilens dan Imunisasi
b) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
c) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Umum
3. Bidang Pelayanan Kesehatan, terdiri dari :
a) Seksi Pelayanan Kesehatan Primer
b) Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
c) Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional
4. Bidang Sumber Daya Kesehatan, terdiri dari :

9
a) Seksi Kefarmasian
b) Seksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
c) Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Bali mempunyai 4 UPTD yang terdiri dari UPTD
Balai Pelayanan Kesehatan Komunitas, UPTD BPKKTK (Balai Pengembangan
Keterampilan Khusus Tenaga Kesehatan), UPTD Balai Laboratorium Kesehatan,
dan UPTD Akbid di Singaraja. Pemerintah Provinsi Bali juga memiliki 2 RS
Khusus, yaitu Rumah Sakit Indera Provinsi Bali di Denpasar dan Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali di Bangli. Stuktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali terdiri
dari beberapa bidang dan bagian. Bagan struktur organisasi dari Dinas Kesehatan
Provinsi Bali dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.4 Jenis dan Jumlah Sarana Tanggung Jawab Dinas Kesehatan Provinsi
Bali
Tugas Dinas Kesehatan Provinsi Bali yaitu bertanggung jawab atas segala
jenis sarana kesehatan. Berikut ini merupakan jenis dan jumlah sarana yang menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Tabel 2.1 Data Sarana Kesehatan di Provinsi Bali Tahun 2018
No. Sarana Kesehatan Jumlah
1. Industri Kosmetika 38
2. IOT/IEBA 1
3. PBF Pusat 26
4. PBF Cabang 32
5. UKOT/UMOT 16/29
6. Toko Obat 146
7. Apotek 744
8. PAK (Penyalur Alat Kesehatan) Pusat 51
9. PAK Cabang 13

Fasilitas kesehatan milik pemerintah yang melayani pekerjaan kefarmasian


tidak seluruhnya dilakukan oleh seorang Apoteker, hanya terdapat di beberapa
daerah tertentu saja. Berikut ini merupakan data sebaran fasilitas kesehatan milik
pemerintah se-Bali tahun 2019 yang memiliki Apoteker per Juli 2019.

10
Tabel 2.2 Sebaran Apoteker di RSUD
RSUD Tipe RS Jumlah Jumlah Keterangan
Apoteker Ideal
Jembrana C 3 8 5
Buleleng B 10 13 3
Tabanan B 10 13 3
Badung B 10 13 3
Denpasar B 8 13 5
Gianyar B 9 13 4
Bangli B 5 13 8
Klungkung C 9 8 -
Karangasem C 7 8 1

Tabel 2.3 Sebaran Apoteker di Puskesmas


No. Kabupaten Puskesmas Rawat Puskesmas Non Rawat Jumlah Tenaga
Inap Inap Non
Jumlah Apoteker Jumlah Apoteker Kefarmasian
1. Jembrana 5 5 5 5 -
2. Tabanan 4 4 16 6 -
3. Denpasar 3 3 8 8 -
4. Badung 3 3 10 10 -
5. Gianyar 4 - 9 3 -
6. Bangli 5 - 9 2 3
7. Klungkung 3 3 6 3 2
8. Buleleng 4 2 17 - 9
9. Karangasem 6 1 6 6 -
Total 38 21 82 43 15

2.1.5 Program dan Kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali


Beberapa kegiatan dan program yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Bali yaitu:
1. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat
3. Program Pengawasan Obat dan Makanan
4. Program Pengembangan Obat Asli Indonesia
5. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

11
6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
7. Program Pengembangan Lingkungan Sehat
8. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
9. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan
10. Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
11. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan Jaringannya.
12. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/ Rumah Sakit Paru/Rumah Sakit Mata
13. Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit
Jiwa/ Rumah Sakit Paru/Rumah Sakit Mata
14. Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Masyarakat
15. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita
16. Program Peningkatan Pelayanan Kesehaan Lansia
17. Program Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan
18. Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan Anak
19. Program Pendidikan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
20. Program Transisi
(Dinkes Provinsi Bali, 2016).
2.1.6 Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Bali
Sesuai Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 70 Tahun 2011 tentang
Rincian Tugas Pokok Dinas Kesehatan Provinsi Bali memiliki fungsi, antara lain :
1. Perumusan kebijakan teknis dalam bidang kesehatan.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang
kesehatan.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup bidang kesehatan
4. Pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup bidang kesehatan.
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan
fungsi.

12
2.1.7 Pekerjaan Kefarmasian di Dinas Kesehatan Provinsi Bali
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Dinas Kesehatan
Provinsi Bali dilaksanakan oleh Bidang Sumber Daya Kesehatan. Pada Bidang
Sumber Daya Kesehatan terdiri dari 3 seksi, yaitu :
1. Seksi Kefarmasian
2. Seksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing Seksi di Bidang Bina Pelayanan
Kesehatan antara lain:
1. Seksi Kefarmasian
a. Melaksanakan bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan perijinan,
registrasi, akreditasi, sertifikasi di bidang kefarmasian.
b. Melaksanakan bimbingan dan pengendalian kegiatan pengelolaan
pelayanan farmasi pada sarana kesehatan, produsen dan distributor
makanan, kosmetika, obat, obat tradisional, narkotika, psikotropika.
c. Melakukan penyediaan dan pengelolaan obat, buffe stock obat provinsi,
reagensia dan vaksin lainnya.
d. Melakukan proses perizinan/nonperizinan untuk disampaikan
rekomendasi diterima atau ditolaknya perizinnan/nonperizinan kepada
kepala bidang dan diteruskan ke Kepala Dinas melalui Sekretaris.
Pekerjaan kefamasian pada kegiatan APBN dan APBD Seksi Kefarmasian
antara lain:
1. Direktorat Tata Kelola Obat Dan Perbekes
a. Perencanaan Kebutuhan Obat Buffer Stock dan Obat Program
b. Pengadaan Obat Buffer Stock
c. Pelaporan
2. Direktorat Pelayanan Kefarmasian
a. Pembinaan tenaga kesehatan dan kefamasian
b. Pelapoan kegiatan kefarmasian (penggunaan obat rasional dan
pelayanan informasi obat)

13
3. Direktorat Sesdirjen
a. Penyusunan rencana kerja tahunan dari berbagai sumber dana anggaran
b. Pengumpulan data kefarmasian dan alkes
c. Penyusunan Profil Kefarmasian
4. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
a. Perizinan Pedagang Besar Farmasi
b. Perizinan Kosmetik
c. Perizinan Usaha Kecil Obat Tradisional
d. Pembinaan sarana produksi dan distribusi obat, obat tradisional dan
kosmetik
e. Pelaporan terkait narkotika dan psikotopika oleh sarana kefarmasian
5. Direktorat Alkes dan PKRT
a. Perizinan Penyaluran Alat Kesehatan (PAK) pusat dan cabang
b. Perizinan Sertifikat Produksi PKRT
c. Pembinaan Sarana Distribusi Alkes Pengawasan alkes dan PKRT baik
premarket maupun post market (melalui sampling alkes dan PKRT)
Anggota pada bagian seksi Kefarmasian terdiri dari Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) serta terdapat pula tenaga kesehatan non farmasi. Jabaran
jumlah keanggotaan dalam seksi Kefarmasian dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jumlah Tenaga Farmasi di Seksi Kefarmasian
Januari 2018
Apt TTK Kes Lain
4 3 8

2. Seksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Seksi
Sumber Daya Manusia Kesehatan
a. Melaksanakan bimbingan dan pengendalian penelitian, pengkajian
dan pengembangan kesehatan;
b. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pengendalian perencanaan
pendidikan dan latihan sumber daya manusia kesehatan;
c. Menyusun rencana pendidikan dan latihan fungsional dan teknis
tenaga kesehatan;

14
d. Menyelenggarakan registrasi, sertifikasi dan rekomendasi sumber
daya manusia kesehatan;
e. Melakukan bimbingan teknis, pengendalian dan pengawasan sumber
daya manusia kesehatan;
f. Melaksanakan sistem pengendalian intern pemerintah;
g. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang ditugaskan oleh atasan
sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku; dan
h. Melaporkan hasil pelaksanaan kepada Kepala Bidang.
2.1.8 Perizinan Sarana dan Tenaga Kefarmasian
Perizinan terhadap sarana kesehatan seperti apotek, toko obat, sertifikasi
produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT), dan usaha mikro obat
tradisional (UMOT) merupakan tanggung jawab seksi kefarmasian, alat kesehatan,
dan perbekalan farmasi. Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tertangga 1 Juni 2011, perizinan Surat Ijin Praktik
Apoteker (SIPA) atau Surat Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)
dilimpahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi Bali
hanya memberikan surat rekomendasi yang kemudian akan diproses melalui satu
tempat yaitu satu pintu di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (PPTSP). Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu merupakan suatu
sistem yaitu seluruh berkas permohonan perizinan masuk melalui customer service
yang berada di Dinas Penanaman Modal, kemudian akan diteruskan ke seksi atau
bagian yang bersangkutan. Sistem PPTSP ini menjadikan seluruh proses perizinan
terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya proses perizinan.

2.1.10 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi


Penyediaan obat secara nasional melibatkan Dinas Kesehatan di Republik
Indonesia adalah mengikuti alur seperti pada Gambar 2.2

15
Gambar 2.2 Alur Penyediaan Obat Nasional

Keterangan:
1. Dana dari Pemerintah Pusat APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara) dibagi menjadi dua yaitu dana untuk Kementrian Kesehatan,
tepatnya Dirjen Bina Farmasi, dan dana untuk DAK (Dana Alokasi Khusus).
2. Dana untuk Dirjen Bina Farmasi selanjutnya diperuntukkan untuk penyedian
obat di IF (Instalasi Farmasi) Pusat yaitu untuk pengadaan obat untuk bencana
persiapan bila terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa), obat program PP
(Pengendalian Penyakit) dan PL (Penyehatan Lingkungan) serta obat untuk
flu burung. Dana tersebut juga disalurkan ke Embarkasi. Debarkasi Haji yaitu
untuk pengadaan vaksin dan obat-obatan untuk masyarakat Indonesia yang
akan naik haji.
3. Obat-obat yang disediakan oleh IF Pusat lalu disalurkan ke Dinkes Provinsi
untuk didistribusikan ke Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang memerlukan.
4. Selain menerima obat dari IF Pusat, obat-obat yang disediakan oleh IF
Provinsi juga bersumber dari dana APBD I. Obat-obat yang disediakan oleh

16
Dinkes Provinsi adalah obat vaksin, obat program PP dan PL, obat program
gizi dan KIA dan obat untuk bencana atau KLB.
5. Dana untuk DAK akan disalurkan ke Dinkes Kabupaten/Kota. Selanjutnya
DAK akan digunakan untuk penyediaan obat-obat PKD di dinas setempat.
6. Selain dana DAK, Dinkes memiliki dana APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara) II yang digunakan untuk penyediaan obat penunjang yang
tidak terdapat dalam PKD namun diperlukan oleh masyarakat di wilayah
kerja Dinkes Kabupaten/Kota.

2.2 Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan


2.2.1 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan
Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggung
jawab dan berkedudukan di bawah Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan memiliki visi untuk mewujudkan
masyarakat Tabanan Sejahtera, Aman dan Berprestasi (SERASI). Tabanan
SERASI adalah terwujudnya keseimbangan masyarakat Tabanan dalam
membangun individu, keluarga dan komponen masyarakatnya sehingga timbul
keharmonisan dalam meraih kesejahteraan, rasa aman dan prestasi yang setinggi-
tingginya, dengan landasan keselarasan hubungan manusia dengan sesama
manusia, dengan lingkungannya dan dengan Tuhannya.
Kabupaten Tabanan memiliki sejumlah 20 (dua puluh) Puskesmas, di mana
terdapat sejumlah 14 Puskesmas rawat jalan dan 6 Puskesmas rawat inap.
Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap, yaitu Puskesmas Tabanan III,
Puskesmas Penebel I, Puskesmas Baturiti I, UPTD Puskesmas Selemadeg,
Puskesmas Pupuan I, dan Puskesmas Selemadeg Barat. Kabupaten Tabanan tercatat
memiliki Puskesmas Pembantu (Pustu) sebanyak 78 unit. Selain itu, terdapat
sebanyak 20 (dua puluh) unit Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes) sebanyak 106 unit, dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
sebanyak 828 unit.

17
Kabupaten Tabanan pun memiliki sejumlah 7 (tujuh) unit Rumah Sakit (RS),
di mana hanya terdapat 1 (satu) RS milik Pemerintah, yaitu Badan Rumah Sakit
Umum (BRSU) Kabupaten Tabanan dan 6 (enam) unit RS swasta, yaitu RS Wisma
Prasanthi, RS Bhakti Rahayu, RS Kasih Ibu, RS Dharma Keti, RS Semara Ratih,
dan RS Bali Holistic.
2.2.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan
Dalam menjalankan kegiatannya, Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan
menggunakan visi dan misi sebagai berikut:
Visi
“Terwujudnya masyarakat Tabanan sehat melalui suatu sistem pelayanan
kesehatan yang baku, terstandar, dan fleksibel melalui reformasi bidang kesehatan
secara bertahap”.

Misi
a. Merencanakan pembangunan kesehatan dan melaksanakan pengaturan,
pengorganisasian sistem kesehatan di Kabupaten Tabanan.
b. Memberikan perizinan pada sarana kesehatan, kerja/praktek tenaga
kesehatan, dan distribusi obat di Kabupaten Tabanan.
c. Menyelenggarakan sistem pembiayaan kesehatan melalui sistem asuransi,
dengan sasaran seluruh lapisan masyarakat, yang dilaksanakan secara
bertahap dan berkesinambungan.
d. Meningkatkan kualitas dan pendayagunaan tenaga kesehatan secara bertahap
dan berkesinambungan.
e. Menyelenggarakan upaya pelayanan dan promosi kesehatan masyarakat.
f. Menyelenggarakan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit serta
upaya kesehatan lingkungan pada masyarakat di Kabupaten Tabanan.
g. Menyelenggarakan perencanaan, pengadaan, dan pendistribusian obat
pelayanan kesehatan dasar esensial serta melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan napza.
h. Melaksanakan bimbingan, pengendalian dan pengawasan sarana pelayanan
kesehatan di Kabupaten Tabanan.

18
i. Melakukan pengembangan kerjasama lintas sektoral di Kabupaten Tabanan
dan meningkatkan kerjasama antar daerah.
2.2.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan
Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2016, yang terdiri dari:
1. Kepala Dinas Kesehatan
2. Sekretaris
3. Sub-bagian Umum dan Kepegawaian
4. Sub-bagian Keuangan dan Perencanaan
5. Bidang Kesehatan Masyarakat
6. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
7. Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun


2019
Sub-bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub-bagian dan setiap Bidang
dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan. Struktur organisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan telah mengalami perubahan sesuai dengan
Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2019 tentang Pembentukan Unit Pelaksana

19
Teknis Daerah Instalasi Farmasi dan Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium
Kalibrasi Daerah. Hal ini menimbulkan perubahan pada struktur organisasi secara
keseluruhan.
Sebelum pemekaran, seluruh urusan di bidang kefarmasian diselenggarakan
oleh Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan. Setelah
pemekaran, pelaksana urusan kefarmasian dibagi menjadi 2 (dua), masing-masing
diselenggarakan oleh Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan, dan Perbekalan
Kesehatan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Instalasi Farmasi.
2.2.4 Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kefarmasian
Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Farmasi mempunyai
tugas dengan uraian sebagai berikut.
a. Melaksanakan kegiatan Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan, dan Perbekalan
Farmasi,
b. Mengumpulkan data dalam rangka menyiapkan rencana kegiatan
kefarmasian,
c. Menyusun Rencana Kebutuhan Obat dan perbekalan farmasi,
d. Mengajukan usulan pengadaan obat program,
e. Mengklasifikasikan perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan,
f. Merekap data-data dalam rangka pemilihan perbekalan farmasi,
g. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka penghapusan
perbekalan farmasi,
h. Menginterventarisasi permasalahan UPTD Instalasi Farmasi serta
mengupayakan alternatif pemecahannya,
i. Menyusun laporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, dan
j. Melaporkan hasil kegiatan pada atasan sebagai bahan pertanggungjawaban.
2.2.5 Tata Cara Pengelolaan Obat atau Perbekalan Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 58 Tahun 2014 menyatakan
bahwa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang dimulai dari proses
pemilihan, perencanaa kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi yang diperlukan bagi

20
kegiatan pelayanan kefarmasian. Dalam menjalankan tugasnya dalam proses
pengelolaan obat, alat kesehatan dan BMHP, Seksi Kefarmasian di Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan bertanggung jawab dalam fungsi perencanaa dan
pengadaan untuk seluruh sub unit di wilayah Kabupaten Tabanan. Sedangkan untuk
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan,
pemusnahan, dan monitoring dilakukan oleh UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten.
Berikut akan diuraikan proses perencaan dan pengadaan yang dilakukan di Seksi
Kefarmasian, sebagai berikut:
A. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan obat dan BMHP sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien (Permenkes,
2014). Perencanaan dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Perkiraan jenis dan jumlah obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang
mendekati kebutuhan,
2. Meningkatkan Penggunaan Obat yang Rasional (POR), dan
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
(Menkes RI, 2014).
Proses seleksi obat dan BMHP dilakukan dengan mempertimbangkan pola
penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana
pengembangan. Proses seleksi obat dan BMHP harus mengacu pada Formularium
Kabupaten yang tetap berpedoman pada Formularium Nasional (Fornas) dan Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN). Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga
kesehatan yang ada dimasing-masing sub unit seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan
perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan (Menkes RI,
2014).
Proses perencanaan kebutuhan obat pertahun dilakukan secara berjenjang
(bottom-up). Masing-masing sub unit diminta menyediakan data pemakaian obat
dengan menggunakan LPLPO dan mengumpulkan RKO (Rencana Kebutuhan
Obat) ke Seksi Kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan. Selanjutnya,
seksi kefarmasian akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan di

21
masing-masing sub unit di wilayah kerja yang disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih (Menkes RI, 2014). Berikut akan diuraikan setiap proses
mulai tahap pemilihan sampai terbentuk RKO (Rencana Kebutuhan Obat)
Kabupaten Tabanan:
1. Tahap Pemilihan
Pemilihan obat dan perbekalan kesehatan berfungsi untuk menentukan
apakah obat dan perbekalan kesehatan benar-benar diperlukan sesuai dengan
jumlah penduduk dan pola penyakit yang ada di daerah. Untuk mendapatkan
pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi
kebutuhan obat sebagai berikut :
- Obat dan perbekalan kesehatan yang dipilih harus memiliki izin edar dari
Pemerintah Republik Indonesia,
- Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik, dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan risiko efek samping
yang akan ditimbulkan,
- Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis,
- Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih
baik,
- Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi
mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal, dan
- Apabila jenis obat banyak, maka dipilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit dengan prevalensi tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan
masing-masing jenis obat di masing-masing sub unit selama setahun dan data
pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi
pemakaian obat diuraikan sebagai berikut.
- Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing sub unit

22
- Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun
seluruh sub unit
- Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota.
3. Tahap Penghitungan Penggunaan Obat
Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi
semata-mata hanya berdasarkan informasi teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan
koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta
melalui tahapan tersebut, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat
jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Berikut
merupakan metode pendekatan perencanaan kebutuhan.
1. Metode konsumsi adalah metode perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
data pemakian obat pada tahun sebelumnya. Berikut merupakah langkah-
langkap perencanaan menggunaan metode konsumsi.
a. Pengumpulan dan pengolahan data yang diambil dari pencatatan dan
pelaporan informasi baik kartu stok, buku penerimaan, serta catatan
harian penggunaan obat, data penerimaan dan pengeluaran obat
selama satu tahun dan lead time,
b. Analisa untuk mengetahui pola penggunaan obat pada periode
sebelumnya yang digunakan sebagai panduan perencanaan obat pada
tahun berikutnya,
c. Perkiraan penggunaan obat pada periode selanjutnya menggunakan
rumus yang telah ditentukan.
Kelebihan metode konsumsi yaitu metode perhitungannya mudah,
tidak memerlukan data epidemiologi maupun standar pengobatan, apabila
data konsumsi lengkap dan kebutuhan relatif konstan, maka kemungkinan
kekurangan obat sangat kecil. Oleh karena itu, pendataan secara lengkap
konsumsi obat selama satu tahun sebelumnya yang akan mengakomodasi
kondisi yang dipengaruhi oleh musim (seasonal variation). Berikut
merupakan perhitungan perencanaan menggunakan metode konsumsi.
2. Metode morbiditas adalah metode perencanaan perhitungan kebutuhan
obat berdasarkan pola penyakit. Pola penyakit dapat dilihat dari jumlah

23
kasus berdasarkan frekuensi penyakit dan standar atau pedoman
pengobatan yang digunakan..
Perencanaan kebutuhan obat juga diperlukan penyesuaian dengan anggaran
yang tersedia. Perhitungan harga obat yang digunakan hingga tahun 2014 mengacu
pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang harga obat generik yang
diperbaharui setiap tahunnya. Perencanaan obat memerlukan penyesuaian
rancangan belanja obat dengan anggaran obat total yang tersedia di
Kabupaten/Kota. Kegiatan yang dilakukan adalah menyusun prioritas kebutuhan
dan penyesuaian kebutuhan didasarkan atas analisa ABC-VEN. Berikut merupakan
uraian mengenai analisa ABC-VEN.
1. Analisa ABC adalah pengklasifikasian obat berdasarkan jumlah penyerapan
dana, yang terdiri dari hal-hal sebagai berikut.
a) Klasifikasi A menyerap dana sampai 70%
b) Klasifikasi B menyerap dana sampai 20%
c) Klasifikasi C menyerap dana sampai 10%
2. Analisa VEN adalah metode pengklasifikasian obat berdasarkan 3 (tiga)
golongan sebagai berikut.
a) Kelompok V (Vital) adalah obat-obatan yang sangat esensial,
antara lain: obat penyelamat (live saving drug, seperti adrenalin),
Kebutuhan obat = 12 x pemakaian rata-rata per bulan + persentase
kenaikan kunjungan (10%) + stok penyangga (10%) + waktu
tunggu - sisa stok
Kebutuhan obat = 12 x jumlah kasus + persentase kenaikan
kunjungan (10%) + stok penyangga (10%) + waktu tunggu - sisa
stok pelayanan kesehatan pokok (obat-obat antitoksin), dan obat-
obatan untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian
terbesar,
b) Kelompok E (Essensial) adalah obat-obatan yang bekerja kausal,
yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit,
contohnya obat anti-inflamasi, dan

24
c) Kelompok N (Non-Essensial) adalah obat-obat penunjang, yaitu
obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan,
contohnya vitamin.
B. Pengadaan
Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyediaan obat dan BMHP yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Tujuan
pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
kebutuhan pelayanan kesehatan dengan mutu terjamin serta dapat diperoleh pada
saat diperlukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pengadaan adalah
kriteria obat, persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan
obat, serta penerimaan dan pemeriksaan obat (Depkes RI, 2002).
Pengadaan obat dan perbekalan farmasi di Dinas Kesehatan Kabupaten
menggunakan sistem katalog elektronik (e-Catalogue). Pengaturan pengadaan obat
berdasarkan katalog elektronik (e-Catalogue) bertujuan untuk menjamin
transparansi/keterbukaan dan efektivitas dan efisiensi proses pengadaan obat dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan (Menkes RI, 2014). Dengan adanya sistem katalog
elektronik (e-Catalogue) obat, maka seluruh satuan kerja di Bidang Kesehatan
Pusat maupun Daerah dalam pengadaan obat baik untuk program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) maupun program kesehatan lainnya tidak perlu
melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem katalog
elektronik (e-Catalogue) obat dengan prosedur e-Purchasing. E-Purchasing obat
merupakan tata cara pembelian barang sesudah sistem katalog elektronik (e-
Catalogue) terbangun (Menkes RI, 2014).
Pengadaan obat dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan Satuan Kerja
berdasarkan perintah dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja di
Bidang Kesehatan baik Pusat maupun Daerah dengan tahapan sebagai berikut.
1. Satuan Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah menyampaikan
rencana kebutuhan obat (RKO) kepada PPK.

25
2. PPK melihat katalog elektronik (E-Catalogue) obat dalam Portal Pengadaan
Nasional yang memuat nama provinsi, nama obat, nama penyedia, kemasan,
harga satuan terkecil, distributor, dan kontrak payung penyediaan obat.
3. PPK menetapkan Daftar Pengadaan Obat sesuai kebutuhan dan ketersediaan
anggaran yang terdiri atas hal-hal sebagai berikut :
a) Daftar Pengadaan Obat berdasarkan katalog elektronik (e-
Catalogue) obat, yaitu pada formulir daftar kebutuhan obat yang
tercantum dalam sistem katalog elektronik (e-Catalogue) obat yang
ditayangkan di Portal Pengadaan Nasional.
b) Daftar Pengadaan Obat di luar katalog elektronik (e- Catalogue)
obat yaitu pada formulir daftar kebutuhan obat yang tidak terdapat
dalam katalog elektronik (e-Catalogue) obat.
Kedua Daftar Pengadaan Obat tersebut harus ditandatangani oleh PPK.
4. Daftar Pengadaan Obat berdasarkan katalog elektronik (e-Catalogue) obat
sebagaimana contoh formulir yang sudah ditandatangani selanjutnya
diteruskan oleh PPK Pejabat Pengadaan untuk diadakan dengan metode e–
Purchasing.
5. Daftar Pengadaan Obat di luar katalog elektronik (e-Catalogue) obat,
selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada Pejabat Pengadaan untuk diadakan
dengan metode lainnya sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Menkes RI,
2014).
Pembelian obat secara elektronik (e-Purchasing) berdasarkan sistem katalog
elektronik (e-Catalogue) obat dilaksanakan oleh PPK dan Pokja ULP/Pejabat
Pengadaan melalui aplikasi E-Purchasing pada website Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) sesuai Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012 tentang e-Purchasing. Untuk dapat
menggunakan aplikasi e-Purchasing, PPK dan Pokja ULP/Pejabat Pengadaan harus
memiliki kode akses berupa user ID dan password dengan cara melakukan

26
pendaftaran sebagai pengguna kepada LPSE setempat. Tahapan yang dilakukan
dalam pengadaan obat melalui E-Purchasing dijelaskan sebagai berikut.
1. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat dalam
aplikasi e-Purchasing berdasarkan Daftar Pengadaan Obat sebagaimana
tercantum dalam Formulir 2 yang diberikan oleh PPK. Paket pembelian
obat dikelompokkan berdasarkan penyedia.
2. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan
pembelian obat kepada penyedia obat/industri farmasi yang termasuk
dalam kelompok paket pengadaan sesuai angka 1.
3. Penyedia obat/industri farmasi yang telah menerima permintaan
pembelian obat melalui e-Purchasing dari Pokja ULP/Pejabat Pengadaan
memberikan persetujuan atas permintaan pembelian obat dan menunjuk
distributor/PBF. Apabila menyetujui, penyedia obat/industri farmasi
menyampaikan permintaan pembelian kepada distributor/PBF untuk
ditindaklanjuti. Apabila menolak, penyedia obat/industri farmasi harus
menyampaikan alasan penolakan.
4. Persetujuan penyedia obat/industri farmasi kemudian diteruskan oleh
Pokja ULP/Pejabat Pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti. Dalam
hal permintaan pembelian obat mengalami penolakan dari penyedia
obat/industri farmasi, maka ULP melakukan metode pengadaan lainnya
sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.
5. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat
yang telah disetujui dengan distributor/PBF yang ditunjuk oleh penyedia
obat/Industri Farmasi.
6. Distributor/PBF kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai dengan
isi perjanjian/kontrak jual beli.
7. PPK selanjutnya mengirim perjanjian pembelian obat serta melengkapi
riwayat pembayaran dengan cara mengunggah (upload) pada aplikasi e-
Purchasing.

27
8. PPK melaporkan item dan jumlah obat yang ditolak atau tidak dipenuhi
oleh penyedia obat/industri farmasi kepada Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) c.q Direktur Pengembangan
Sistem Katalog, tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan c.q Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
paling lambat 5 (lima) hari kerja (Menkes RI, 2014).
Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam Katalog Elektronik (e-
Catalogue) obat, proses pengadaan dapat mengikuti metode lainnya sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Menkes RI, 2014). Kriteria obat publik dan
perbekalan kesehatan terdiri dari kriteria umum dan kriteria mutu obat. Kriteria
umum yaitu obat termasuk dalam Formularium Nasional (Fornas), Daftar Obat
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), dan Obat Program Kesehatan yang didasarkan
pada obat generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku, obat telah
memiliki izin edar atau nomor registrasi dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, batas kadaluarsa obat pada saat pengadaan minimal 2,5 tahun dan
ditambahkan bahwa 6 (enam) bulan sebelum masa kadaluarsa dapat diganti dengan
obat yang masa kadaluarsanya lebih jauh (Depkes RI, 2002; Menkes RI, 2015).
Kriteria mutu obat yaitu persyaratan mutu obat harus sesuai dengan
persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan
industri farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap mutu obat
melalui pemeriksaan mutu yang dilakukan oleh penanggung jawab mutu industri
farmasi bersangkutan (Depkes RI, 2002). Pemilihan pemasok penting karena dapat
mempengaruhi baik kualitas maupun biaya obat yang dibutuhkan. Hal-hal berikut
perlu diperhatikan pada pemilihan pemasok diuraikan sebagai berikut :
1. Memiliki izin PBF/industri farmasi,
2. Bagi PBF harus mendapat dukungan dari industri farmasi yang memiliki
sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
3. Bagi industri farmasi harus yang telah memiliki sertifikat CPOB,

28
4. PBF/industri farmasi sebagai pemasok harus memiliki reputasi yang baik
dalam bidang pengadaan obat,
5. Pemilik dan atau Apoteker atau TTK PBF, APJ produksi, dan quality
control industri farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan.
Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran
perlu ditetapkan atau diusulkan oleh Instalasi Farmasi kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan analisis data sisa stok, jumlah anggaran
obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, serta frekuensi
pemakaian dan waktu tunggu (Depkes RI, 2002).

2.3 UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan


2.3.1 Profil Umum UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan berada di bawah Bidang
Pelayanan Sumber Daya Kesehatan yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan. UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
terletak di Jalan Hassanudin No. 7 Tabanan. UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan melaksanakan pengelolaan obat untuk kebutuhan Puskesmas dan
kebutuhan obat program tertentu untuk Rumah Sakit se-Kabupaten Tabanan. Obat-
obat yang bersumber dari dana DAK, APBD Provinsi dan kabupaten serta obat-
obat program diterima, disimpan dan disalurkan kembali oleh Gudang Farmasi ke
Puskesmas. Selain itu, Rumah Sakit Swasta dan Pemerintah juga dapat meminta
obat program ke Instalasi Farmasi. Kegiatan pengelolaan obat di Instalasi farmasi
dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian
serta monitoring di Puskesmas.
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dikelola oleh seorang apoteker
penanggung jawab, dua orang apoteker pembantu, dua orang asisten apoteker, satu
orang administrasi. Dalam Gudang Farmasi tidak terdapat sub unit khusus tetapi
telah dilakukan pembagian tugas, yaitu satu orang apoteker yang dibantu satu orang
asisten apoteker bertugas di bagian penerimaan dan pendistribusian dan apoteker
lainnya yang juga dibantu satu orang asisten apoteker bertugas di bagian pencatatan
dan pelaporan.

29
Ketersediaan sarana yang ada di Gudang Farmasi bertujuan untuk
mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang tersedia di Gudang Farmasi
adalah:
1. Gedung
2. Kendaraan
3. Komputer + Printer
4. Telepon & Mesin Fax
5. Lemari Arsip
6. Kursi dan Sofa
7. Sarana penyimpanan yaitu:
a. Rak
b. Pallet
c. Lemari
d. Lemari pendingin
8. Sarana Administrasi Obat dan Perbekalan Kesehatan
a. Kartu Stok
b. Buku Barang Masuk
c. Buku Harian Pengeluaran Barang
d. Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
e. Kartu Rencana Distribusi
2.3.2 Tugas dan Fungsi UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
Tugas pokok dan fungsi UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan adalah
sebagai berikut :
1. Merencanakan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten,
2. Menyimpan obat dan perbekalan kesehatan di Unit Pengelola Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK),
3. Mengawasi mutu sediaan obat dan perbekalan kesehatan yang disimpan di
UPOPPK,
4. Mendistribusikan obat dan perbekalan kesehatan dari UPOPPK sesuai
LPLPO,

30
5. Melakukan monitoring pengelolaan obat di Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK),
6. Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan di
kabupaten,
7. Mengevaluasi LPLPO,
8. Mengevaluasi laporan penggunaan narkotika dan psikotropika di unit
pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta,
9. Melaksanakan tugas lain yang dibebankan oleh atasan.
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dipimpin oleh Kepala Instalasi
Farmasis yaitu seorang apoteker. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
4 Tahun 2005, Kepala Instalasi Farmasi bertugas melaksanakan pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan, memantau penggunaan obat rasional dan
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Rincian tugas Kepala Instalasi Farmasi
yaitu:
1. Melaksanakan kegiatan Seksi Instalasi Farmasi
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan pedoman kerja yang
ditetapkan agar tugas-tugas terbagi habis
3. Memproses perizinan praktik tenaga kesehatan tertentu, PBF Cabang, PBAK
dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)
4. Memberikan petunjuk kepada bawahan agar hasil kerja sesuai dengan yang
diharapkan
5. Membimbing, mengarahkan bawahan dalam pelaksanaan tugas
6. Menilai hasil kerja bawahan sebagai bahan pengembangan karier
7. Menginterventarisasi permasalahan Seksi Instalasi Farmasi serta
mengupayakan alternatif pemecahannya
8. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan
9. Membuat laporan hasil kegiatan kepada atasan sebagai bahan informasi dan
pertanggung jawaban
(Dinkes Tabanan, 2019).

31
2.3.3 Tata Cara Pengelolaan Obat-obatan dan Perbekalan Farmasi di UPTD
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
A. Perencanaan
Perencanaan bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat
dan perbekalan kesehatan yang mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan
obat secara rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Berbagai
kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah :
1. Tahap Pemilihan Obat
Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar
diperlukan sesuai dengan pola penyakit masyarakat Kabupaten Tabanan. Untuk
mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar
seleksi kebutuhan obat yang meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping
yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan
indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka pemilihan berdasarkan
Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih
baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai
efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
(MenKes RI, 2008).
Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit dan pola konsumsi Obat periode sebelumnya,
data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) dan Formularium Nasional (MenKes RI,2014).
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat

32
Perencanaan kebutuhan obat tahunan untuk Puskesmas dipertimbangkan
berdasarkan data mutasi obat. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan
berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara
keseluruhan di Kabupaten/Kota. Data pemakaian obat dilaporkan Puskesmas sub
unit ke kepala Puskesmas secara periodik menggunakan LPLPO sub unit.
Sedangkan data pemakaian obat diajukan kepala Puskesmas kepada kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan LPLPO. Selanjutnya, UPOPPK
akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di
wilayah kerjanya (MenKes RI, 2008).
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan
masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas selama
setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari
kompilasi pemakaian obat adalah:
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Unit Pelayanan
Kesehatan/Puskesmas.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun
seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota
secara periodik.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Pendekatan dalam penentuan kebutuhan obat dapat dilakukan melalui metode
konsumsi dan morbiditas. Metode konsumsi didasarkan atas analisis data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Metode morbiditas adalah perhitungan
kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan
lead time. Langkah-langkah dalam metode ini adalah:
a) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
b) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.
c) Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan.
d) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
e) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. (MenKes RI, 2008)
4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

33
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan
stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu
dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok penyangga.
2. Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang.
Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan
sebagai berikut:

a=b+c+d-e-f

a. = Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang


b. = Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (Januari – Desember)
c. = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang
d. = Rancangan stok akhir
e. = Stok awal periode berjalan/stok per 31 Desember Unit Pengelola
Obat/Instalasi Farmasi Kabupaten dan Unit Pelayanan Kesahatan
f. =Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari –
Desember)
3. Menghitung rencana anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara:
a. Melakukan analisis ABC-VEN
b. Melakukan prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan
anggaran yang tersedia
c. Menyususn prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan berdasar
data 10 penyakit terbesar
4. Pengalokasian kebutuhan obat persumber anggaran, dengan melakukan
kegiatan:
a. Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat per
sumber anggaran
b. Menghitung persentase belanja untuk masing-masing obat terhadap
masing-masing sumber anggaran
c. Menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap total
anggaran dari semua sumber
5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

34
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan
jumlah dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana
pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan
untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Teknik manajemen
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi adalah dengan analisa ABC-VEN
(MenKes RI, 2008).
B. Pengadaan
Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Pengadaan
obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah dan
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuan pengadaan obat
adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan dengan mutu terjamin serta dapat diperoleh pada saat
diperlukan (MenKes RI, 2008).
Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan terdiri dari kriteria umum dan
kriteria mutu obat. Kriteria umum yaitu: obat termasuk dalam Daftar Obat PKD dan
Obat Program Kesehatan yang didasarkan pada Obat Generik yang tercantum
dalam Formluarium Nasional dan DOEN yang masih berlaku, obat telah memiliki
izin edar atau nomor registrasi dari Departemen Kesehatan RI, batas kedaluwarsa
obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun dan khusus untuk vaksin dan preparat
biologis ketentuan masa kedaluwarsa diaturtersendiri (MenKes RI, 2008).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain :
1. Kriteria Obat dan Perbekalan Kesehatan/ Pemilihan Metode Pengadaan
Terdapat beberapa kriteria obat yang diadakan dalam distribusi sediaan
farmasi di UPTD Farmasi Kabupaten/Kota, meliputi :
- Obat termasuk dalam daftar obat Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar
(PKD), Obat Program Kesehatan, obat generik yang tercantum dalam

35
Formularium Nasional serta Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang
masih berlaku.
- Obat dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki Izin Edar atau Nomor
Registrasi dari Kementerian Kesehatan R.I/Badan POM.
- Batas kadaluarsa obat dan perbekalan kesehatan pada saat diterima oleh
panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan.
- Khusus untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur
tersendiri.
- Obat dan perbekalan kesehatan memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang
sesuai dengan nomor batch masing-masing produk.
- Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB untuk
masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan.
2. Persyaratan Pemasok
Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas obat yang akan diadakan. Persyaratan pemasok adalah sebagai
berikut :
- Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi / Industri Farmasi yang masih berlaku.
- Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus ada dukungan dari Industri Farmasi
yang memiliki Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi tiap
bentuk sediaan obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.
- Pedagang Besar Farmasi atau Industri Farmasi harus memiliki reputasi yang
baik dalam bidang pengadaan obat.
- Pemilik dan atau Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi,
Apoteker penanggung jawab produksi dan quality control Industri Farmasi
tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan
profesi kefarmasian.
- Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.
3. Penentuan Waktu Pengadaan dan Kedatangan Obat
Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran
perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisis data:

36
- Sisa stok dengan memperhatikan waktu
- Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran
- Rata-rata pemakaian
- Waktu tunggu / lead time
4. Penerimaan dan Pemeriksaan Obat
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar
obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah serta sesuai dengan dokumen
yang menyertainya.
5. Pemantauan Status Pesanan
Petugas Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota memantau status pesanan secara
berkala. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan
memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat yang diadakan, obat
yang sudah diterima, dan obat yang belum diterima.
Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran
perlu ditetapkan atau diusulkan oleh instalasi farmasi kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan analisis data sisa stok, jumlah anggaran
obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran serta frekuensi
pemakaian dan waktu tunggu (MenKes RI, 2008).
C. Penerimaan
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya.
Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang
diserahkan, mencakup nama obat, jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat,
bentuk obat dan no batch sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani oleh
petugas penerima. Bila tidak memenuhi syarat petugas penerima dapat mengajukan
keberatan. Jika terdapat kekurangan, penerima obat wajib menuliskan jenis yang
kurang (rusak dan jumlah kurang). Setiap penambahan obat-obatan, dicatat dan
dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok. Fungsi pencatatan tersebut
adalah:
1. Sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan obat
2. Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit pelayanan

37
3. Sebagai sumber data untuk mengitung persentase realisasi kontrak
pengadaan obat.
(MenKes RI, 2008).
D. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan
mutunya tetap terjamin (MenKes RI, 2014). Tujuan penyimpanan obat-obatan
yaitu:
1. Memelihara mutu obat
2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3. Menjaga kelangsungan persediaan
4. Memudahkan pencaarian dan pengawasan
(MenKes RI, 2008).
Langkah-langkah Standar Operasional Prosedur serta petunjuk teknis
penyimpanan obat yang dilakukan Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan adalah
sebagai berikut:
1. Menugaskan petugas pengelola instalasi farmasi mempersiapkan tempat
yang akan digunakan untuk penyimpanan obat.
2. Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan kefarmasian harus
memenuhi peraturan perundang-undangan.
3. Penyimpanan obat di Dinas Kabupaten Tabanan berdasarakan volume
dan sumber dana pembelian obat
4. Pengaturan tata ruang
Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan kefarmasian harus
sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi yang
memproduksi bahan obat standar mutu farmasi.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah
sebagai berikut:
1. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut:

38
- Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-
sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan
sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah
gerakan.
- Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem seperti arah garis lurus, arus U maupun
arus L.
2. Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi
udara yang cukup di dalam ruang gudang. Sirkulasi yang baik akan
memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat
AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas.
Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup
maka perlu ventilasi melalui atap.
3. Rak dan pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet dapat meningkatkan
sirkulasi udara dan perputaran stok obat. Penggunaan pallet memberikan
keuntungan meliputi sirkulasi udara dari bawah dan pelindungan terhadap banjir,
peningkatan efisiensi penanganan stok, dapat menampung obat lebih banyak serta
pallet lebih murah daripada rak.
4. Kondisi penyimpanan obat
- Vaksin memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
- Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci.
- Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan
dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah
dari gudang induk.
- Volume pemesanan obat dan/atau bahan kefarmasian harus
memperhitungkan kapasitas sarana penyimpanan obat.

39
- Obat dan/atau bahan kefarmasian harus disimpan terpisah dari produk
selain obat dan/atau bahan kefarmasian dan terlindung dari dampak yang
tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau
faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat
dan/atau bahan kefarmasian yang membutuhkan kondisi penyimpanan
khusus.
- Kontainer obat dan/atau bahan kefarmasian yang diterima harus
dibersihkan sebelum disimpan.
- Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan
kefarmasian harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang
dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai
kategorinya; obat dan/atau bahan kefarmasian dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
- Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai
dengan kadaluwarsa obat dan/atau bahan kefarmasian mengikuti kaidah
FEFO (First Expired First Out).
- Obat dan/atau bahan kefarmasian harus ditangani dan disimpan
sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan
campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan
di lantai.
- Obat dan/atau bahan kefarmasian yang kadaluwarsa harus segera ditarik,
dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara
fisik untuk bahan obat dan/atau bahan kefarmasian yang kadaluwarsa
harus dilakukan secara berkala.
- Untuk menjaga akurasi persedian stok, harus dilakukan stok opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko.
5. Penyusunan stok obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan
pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

40
a. Obat dalam kemasan besar disusun di atas pallet secara rapi dan teratur
sedangkan obat berbentuk sirup dan cairan diletakkan pada rak/lemari
yang paling bawah.
b. Penyimpanan narkotika menggunakan lemari khusus (lemari terkunci).
c. Simpan obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai seperti misalkan vaksin dan
obat yang stabil pada suhu dingin (2-8°C) disimpan dalam lemari
pendingin.
d. Obat disimpan dalam rak dan diberikan nomor kode, pisahkan obat dalam
dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.
e. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam
boks masing-masing, ambil seperlunya.
g. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian perlu dilakukan
rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang sehingga obat
dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis (Dinkes Kabupaten
Tabanan, 2015)
Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu
melakukan pengamatan mutu secara berkala, paling tidak setiap awal bulan.
Secara sederhana pengamatan dilakukan dengan visual, dengan melihat tanda-
tanda yang ditampilkan pada Tabel 2.6

41
Tabel 2.6 Tanda tanda Perubahan Mutu Obat
Bentuk Sediaan Tanda Perubahan Suhu
Tablet a. Terjadi perubahan warna, bau atau rasa serta
lembab.
b. Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing
dan rapuh.
c. Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat
mempengaruhi mutu obat.
d. Untuk tablet salut, di samping informasi di
atas juga. Basah dan lengket satu dan lainnya
serta terjadi perubahan bentuk tablet.
Kapsul a. Cangkang terbuka, kosong, rusak atau melekat
satu dengan lainnya, wadah rusak.
b. Terjadi perubahan warna baik cangkang
ataupun isinya.
Cairan a. Cairan jernih menjadi keruh atau timbul
endapan.
b. Cairan suspensi tidak bisa dikocok.
c. Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur
kembali
Salep a. Konsistensi, warna dan bau berubah.
b. Pot atau tube rusak atau bocor.
Injeksi a. Kebocoran wadah (vial, ampul).
b. Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi.
c. Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh
atau ada endapan.
d. Warna larutan berubah.
e. Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.
(MenKes RI, 2008).
Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah dikumpulkan dan
disimpan terpisah, dikembalikan/diklaim sesuai aturan yang berlaku dan
dihapuskan sesuai aturan yang berlaku. Pengumpulan obat kadaluarsa dari Unit
Pelayanan Kesehatan adalah bulan Juli dan Desempber setiap tahunnya di Instalasi
Farmasi Kabupaten Tabanan (Dinkes Kabupaten Tabanan, 2016).
E. Distribusi
Pendistribusian merupakan proses kegiatan pengeluaran dan penyaluran
material dan peralatan dari gudang untuk diserahkan kepada yang berhak, melalui
suatu proses serah terima yang dapat dipertanggungjawabkan, disertai dengan bukti
serah terima. Hal ini dilakukan berdasarkan permintaan sesuai kebutuhan.
Pendistribusian perbekalan farmasi merupakan kegiatan mendistribusikan

42
perbekalan farmasi ke setiap Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dimana terjadi
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta
tepat jenis dan jumlah dari instalasi farmasi secara merata dan teratur sehingga
dapat diperoleh saat dibutuhkan, terjaminnya ketersediaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Unit-Unit Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten
Tabanan. Kegiatan distribusi terdiri dari :
1. Kegiatan distribusi rutin
Kegiatan distribusi rutin mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan
umum di unit pelayanan kesehatan. Kegiatan distribusi rutin ini diawali dengan:
a. Perumusan Stok Optimum
Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan
memperhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu tunggu
serta ketentuan mengenai stok pengaman. Tujuan dari penetapan
rencana ketersediaan pada akhir atau awal rencana distribusi adalah
untuk memastikan bahwa persediaan obat di IF cukup untuk melayani
kebutuhan obat selama periode distribusi tersebut. Penghitungan stok
optimum dilakukan oleh Instalasi Farmasi Kab/Kota dengan rumus
berikut:
Stok Optimum = Stok Kerja (Rata-rata pemakaian obat dalam
satu periode tertentu) + Stok Pengaman

b. Frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan


ditetapkan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
- Anggaran yang tersedia
- Jarak Unit Pelaksana Kesehatan dari IF
- Fasilitas Instalasi Unit Pelaksana Kesehatan
- Sarana yang ada di IF
- Sarana yang ada di IF
- Jumlah tenaga di IF
- Faktor geografis dan cuaca

43
c. Penyusunan Peta Lokasi, Jalur dan Jumlah Pengiriman
Agar alokasi biaya pengiriman dapat dipergunakan secara efektif dan
efisien maka IF perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya. Hal ini sangat diperlukan terutama
untuk pelaksanaan distribusi aktif dari IFK. Jarak (km) antara IF dengan
setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi. Dengan
mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan fasilitas
yang tersedia, dapat ditetapkan rayonisasi dari wilayah pelayanan
distribusi. Disamping itu dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan
kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat membantu pengangkutan obat ke
UPK. Misalnya kunjungan rutin petugas Kabupaten ke UPK,
pertemuan dokter Puskesmas yang diselenggarakan di Kabupaten/Kota
dan sebagainya. Atas dasar ini dapat ditetapkan jadwal pengiriman
untuk setiap rayon distribusi misalnya ada rayon distribusi yang dapat
dilayani sebulan sekali, ada rayon distribusi yang dapat dilayani
triwulan dan ada yang hanya dapat dilayani tiap enam bulan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
2. Kegiatan Distribusi Khusus
Kegiatan distribusi khusus di IF Kabupaten/Kota dilakukan yaitu :
a. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota menyusun rencana distribusi obat
untuk masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan
kegiatan program yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi atau
Kabupaten/Kota. Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota bekerjasama
dengan penanggung jawab program mengusahakan pendistribusian
obat sebelum pelaksanaan kegiatan masing-masing program.
b. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas permintaan
penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti
malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta
langsung oleh petugas program kepada IF Kabupaten/Kota tanpa

44
melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat
laporan permintaan dan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada
penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta dari Puskesmas yang
membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian
obat, bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang
bersangkutan. Khusus untuk program diare diusahakan ada sejumlah
persediaan obat di Posyandu yang pengadaannya diatur oleh
Puskesmas.

Obat-obatan yang telah diterima dan dikeluarkan harus segera dicatat dan
dibukukan pada buku harian penerimaan obat sedangkan obat yang telah
dikeluarkan dicatat dan dibukukan pada Buku Harian Pengeluaran Obat. Fungsi
pencatatan pada buku harian penerimaan obat yaitu sebagai lembar kerja bagi
pencatatan penerimaan obat, sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan
distribusi ke unit pelayanan dan sebagai sumber data untuk menghitung persentase
realisasi kontrak pengadaan obat. Sedangkan Fungsi pencatatan pada buku harian
pengeluaran obat adalah sebagai dokumen yang memuat semua catatan
pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang menyertai
pengeluaran obat tersebut. Data ini nantinya dapat dipergunakan sebagai sumber
perencanaan dan pelaporan.

F. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan data obat di IF Kabupaten/Kota merupakan
rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang
diterima, disimpan, didistribusikan. Kegiatan pencatatan dan pelaporan bertujuan
untuk tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan,
pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan
mutasi obat. Sebagian dari kegiatan pencatatan dan pelaporan obat ini telah
diuraikan pada masing-masing aspek pengelolaan obat. Berikut ini akan diuraikan

45
secara ringkas kegiatan pencatatan dan pelaporan obat yang perlu dilakukan oleh
IFK.
Sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka IF
memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat yang
dilaksanakan. Laporan yang perlu disusun IF terdiri dari:
1. Laporan mutasi obat
Laporan mutasi obat adalah laporan berkala mengenai mutasi obat yang
dilakukan per periode pendistribusian yang memuat jumlah penerimaan,
pengeluaran dan sisa persediaan di IF, kecuali Narkotika dan Psikotropika yang
dilakukan setiap bulan. Petugas pencatatan, pelaporan dan evaluasi
mempersiapkan/membuat laporan mutasi obat berdasarkan data penerimaan dan
pengeluaran obat. Kegunaan laporan mutasi obat ini adalah:
a. Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat per triwulan.
b. Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir triwulan.
c. Untuk pertanggungjawaban Kepala IF/Bendaharawan Barang sesuai
peraturan perundangan berlaku.
Laporan mutasi obat ini dibuat rangkap 2, laporan asli dikirim kepada atasan
langsung (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) dan satu untuk arsip.
2. Laporan kegiatan distribusi
Laporan kegiatan distribusi berfungsi sebagai laporan Puskesmas atas
mutasi obat dan kunjungan resep per tahun. Laporan ini menggunakan kartu dari
tiap UPK. Informasi yang didapat antara lain: jumlah obat yang tersedia (stok
akhir), jumlah obat yang diterima dan jumlah kunjungan resep. Informasi yang
didapat bermanfaat untuk mengetahui jenis dan jumlah persediaan obat di setiap
UPK, perbandingan sisa stok dengan pemakaian per bulan dan perbandingan
jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian per bulan.
3. Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran
Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat pada setiap
akhir tahun anggaran yang memuat jumlah penerimaan dan pengeluaran selama
1 tahun anggaran dan sisa persediaan pada akhir tahun anggaran yang

46
bersangkutan. Kegunaan Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun
Anggaran adalah:
a. Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat selama 1
tahun anggaran.
b. Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir tahun anggaran.
c. Sebagai pertanggung jawaban dari Kepala IF/Bendaharawan Barang
kepada Dinkes Kabupaten.
d. Laporan tahunan/profil pengelolaan obat di Kabupaten/Kota.
Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran ini dibuat rangkap 2,
laporan asli dikirim kepada atasan langsung (Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota) dan satu untuk arsip.
G. Pemusnahan/Penghapusan
Penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam
rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung jawab
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku tujuan penghapusan
sediaan farmasi adalah sebagai berikut:
1. Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap
sediaan farmasi/obat-obatan yang diurusnya, yang sudah ditetapkan untuk
dihapuskan/dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan
dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara.
3. Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan.
(MenKes RI, 2014).
Kegiatan Penghapusan Sediaan Farmasi terdiri dari:
1. Sediaan farmasi/obat-obatan yang akan dihapuskan dibuatkan daftar beserta
alasan-alasannya.
2. Sediaan farmasi/obat-obatan yang kedaluwarsa/rusak pada tempat tertentu
dipisahkan sampai pelaksanaan pemusnahan.
3. Narkotika dan psikotropika dipisahkan dari obat lainnya.
4. Sediaan farmasi/obat-obatan yang akan dihapuskan dilaporkan kepada
atasan.

47
5. Panitia pemeriksaan sediaan farmasi/obat-obatan dibentuk melalui Surat
Keputusan Bupati/Walikota.
6. Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan farmasi/obat-obatan dibuat oleh
Panitia Pemeriksaan dan Penghapusan sediaan farmasi/obat-obatan.
7. Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada yang berwenang/pemilik obat.
8. Penghapusan dilaksanakan setelah ada keputusan dari yang berwenang
(MenKes RI, 2014).
H. Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaan obat terpadu di Kabupaten/Kota meliputi pengelolaan di bidang
pengadaan, bidang distribusi dan pelayanan di Kabupaten/Kota yang
memperhatikan aspek logistik dan penggunaan obat dengan tujuan untuk
meningkatkan pemanfaatan sumber daya sehingga lebih berdaya guna dan berhasil
guna dalam menunjang tercapainya sasaran-sasaran di bidang kesehatan.
Monitoring bertujuan untuk peningkatan produktivitas para petugas pengelola obat
agar mutu pelayanan obat menjadi optimal. Hal-hal yang menjadi ruang lingkup
monitoring adalah sarana infrastruktur, sistem pengelolaan (perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan,
monitoring dan evaluasi), sumber daya manusia (jumlah dan kualifikasi), quality
assurance dan tersedianya buku-buku pedoman, serta sarana informasi (MenKes
RI, 2014).
Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan
dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program. Hal-hal yang merupakan indikator evaluasi
pengelolaan obat di Kabupaten/Kota adalah:
1. Alokasi dana pengadaan obat
2. Prosentasi alokasi dana pengadaan obat
3. Biaya obat per penduduk
4. Ketersediaan obat sesuai kebutuhan
5. Pengadaan obat esensial
6. Pengadaan obat generik

48
7. Biaya obat per kunjungan kasus penyakit
8. Biaya obat per kunjungan resep
9. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan Formularium Nasional dan
DOEN
10. Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit
11. Tingkat ketersediaan obat
12. Ketepatan perencanaan
13. Persentase dan nilai obat rusak atau kedaluwarsa
14. Ketepatan distribusi obat
15. Persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan
16. Persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan
17. Rata-rata waktu kekosongan obat
18. Persentase penggunaan obat tertentu
19. Polifarmasi
20. Persentase penggunaan obat rasional
21. Persentase Obat yang tidak diresepkan
22. Ketepatan waktu LPLPO
23. Ketersediaan obat di pedesaan
24. Kesesuaian ketersediaan obat program dengan jumlah kebutuhan
25. Kesesuaian permintaan obat Buffer Stock
Dari berbagai indikator tersebut diatas dapat ditentukan berapa besar keberhasilan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah. Salah satu
keberhasilan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah ketersediaan
obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar mencapai 90%
(MenKes RI, 2014).
2.4 Tinjauan Umum di UPTD Puskesmas Selemadeg
2.4.1 Tinjauan Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat. Puskesmas merupakan unit Pelaksana Teknis Dinas

49
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah
kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat satu
atau lebih puskesmas maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan atau
dusun/rukun warga (MenKes RI, 2016).
Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas
terdiri dari upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya
kesehatan wajib merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh
puskesmas di Indonesia. Upaya kesehatan wajib meliputi promosi kesehatan,
kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, serta keluarga berencana, perbaikan
gizi masyarakat, dan pencegahan penyakit menular juga upaya pengobatan. Upaya
kesehatan pengembangan merupakan upaya kesehatan yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat setempat dan disesuaikan
dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan meliputi upaya
kesehatan sekolah, upaya kesehatan olah raga, upaya kesehatan gigi dan mulut,
upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan lanjut usia, upaya kesehatan jiwa, upaya
kesehatan mata, upaya pengobatan tradisional, perawatan kesehatan masyarakat
dan lain sebagainya (MenKes RI, 2016).
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Dimana setiap kegiatan ini
harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana yang
memadai.
2.4.2 Profil Umum UPTD Puskesmas Selemadeg
UPTD Puskesmas Selemadeg adalah salah satu Puskesmas yang terletak di
Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan. Letak geografis wilayah kerja UPTD
Puskesmas Selemadeg adalah membujur dari daerah pantai sampai pegunungan.

50
UPTD Puskesmas Selemadeg terletak di jantung ibu kota kecamatan memiliki luas
wilayah kerja 52,05 Km2. Adapun batas wilayah kerja puskesmas:
Utara : Wilayah Hutan Gunung Batukaru
Selatan : Samudera Hindia
Timur : Desa Megati – Kecamatan Selemadeg Timur
Barat : Desa Antosari – Kecamatan Selemadeg Barat
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg sebanyak 22.584
jiwa (6.818 KK) dengan kepadatan penduduk 434 jiwa/ km2. Desa yang paling
tinggi kepadatan penduduknya adalah Desa Bajera dengan kepadatan 1.455 jiwa/
km2, sedangkan yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah Desa Wanagiri
sebesar 188 jiwa/ km2. Berikut adalah peta wilayah Kecamatan Selemadeg.

Gambar 2.2 Peta Wilayah Kecamatan Selemadeg


Wilayah kerja Puskesmas Selemadeg meliputi 10 desa dan 60 dusun. Semua
wilayah kerja dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun
roda empat. Desa yang terdekat dengan ibu kota kecamatan adalah Desa Bajera,
sedangkan yang paling jauh adalah Desa Wanagiri dan Wanagiri Kauh.

51
2.4.3 Visi dan Misi UPTD Puskesmas Selemadeg
Visi
”Terwujudnya Masyarakat Selemadeg Sehat Melalui Suatu Sistem Pelayanan
Kesehatan Yang Optimal”
Misi
1. Melaksanakan setiap pelayanan kesehatan sesuai dengan standar operasional
prosedur
2. Meningkatkan kualitas SDM secara bertahap dan berkesinambungan
3. Menyelenggarakan promosi, pencegahan, dan pemberantasan penyakit guna
meningkatkan kemandirian untuk hidup sehat bagi masyarakat Selemadeg
4. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan pada masyarakat
5. Meningkatkan kemitraan lintas program dan lintas sektoral di Kecamatan
Selemadeg.
Motto
“Melayani Dengan CERIA”

Tata Nilai
Cepat (Sesuai standar waktu pelayanan)
Empati (Mendengarkan keluhan pasien, tetapi tidak ikut terhanyut)
Ramah (Senyum, salam, sapa, sopan, santun)
Inovatif (Selalu berkreasi)
Akuntabel (Bertanggung jawab terhadap tugas masing-masing)

2.4.4 Sumber Daya Tenaga Kesehatan UPTD Puskesmas Selemadeg


Tenaga kesehatan sebagai salah satu sumber daya kesehatan sangat berperan
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di suatu wilayah. Tenaga kesehatan terdiri
atas berbagai profesi dengan latar belakang pendidikan yang beragam. Tenaga
kesehatan yang ada di Puskesmas Selemadeg tahun 2019 dapat dilihat pada tabel
berikut:

52
Tabel 2.7 Sumber Daya Tenaga Kesehatan di UPTD Puskesmas Selemadeg
No Jenis Tenaga Jumlah
1 Dokter Spesialis 0
2 Dokter Umum 7
3 Dokter Gigi 2
4 Bidan 32
5 Perawat 27
6 Tenaga Kefarmasian 2
7 Tenaga Gizi 1
8 Tenaga Kesmas 2
9 Tenaga Sanitasi 4
10 Tenaga Rekam Medis 2
11 Analis 1
12 Adminkes 2
13 Lain-lain 8
14 Perawat Gigi 2
Total 92

2.4.5 Struktur Organisasi di UPTD Puskesmas Selemadeg


Adapun struktur kerja dan struktur organinasasi dari kepengurusan di UPTD
Puskesmas Selemadeg adalah sebagai berikut.
1. Struktur Kerja
A. UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)
Struktur kerja di unit upaya kesehatan masyarakat (UKM) terdiri dari :
Penanggungjawab UKM
a. Koordinator UKM Essensial termasuk Perkesmas, yang mewadahi beberapa
program di UPTD Puskesmas Selemadeg, yaitu :
1. Pelayanan Promosi Kesehatan dan UKS
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta KB bersifat UKM
4. Pelayanan Perbaikan Gizi Masyarakat bersifat UKM
5. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), terdiri dari :
a. P2P Surveilans c. P2P TB DOTS
b. P2P Diare d. P2P DBD

53
e. P2P Kusta i. P2P HIV/AIDS
f. P2P Malaria j. P2P Kecacingan
g. P2P ISPA k. P2P PTM
h. P2P Imunisasi l. P2P Rabie
6. Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Koordinator UKM Pengembangan
UKM Pengembangan terdiri dari beberapa program, yaitu :
1. Pelayanan Kesehatan Jiwa
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
3. Pelayanan Kesehatan Olahraga
4. Pelayanan Kesehatan Indera
5. Pelayanan Kesehatan Lansia
6. Pelayanan Kesehatan Kerja
B. UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN (UKP), FARMASI DAN
LABORATORIUM
Struktur kerja di unit upaya kesehatan perseorangan (UKP), farmasi, dan
laboratorium, sebagai berikut :
1. Pelayanan Umum
2. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
3. Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, KB, dan Imunisasi bersifat UKP
4. Pelayanan Gawat Darurat (UGD)
5. Pelayanan Gizi bersifat UKP
6. Pelayanan Bersalin
7. Pelayanan Rawat Inap
8. Pelayanan Kefarmasian
9. Pelayanan Laboratorium
C. PENANGGUNGJAWAB JARINGAN PELAYANAN PUSKESMAS
dan JEJARING
Struktur kerja penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring,
sebagai berikut :

54
1. Puskesmas Pembantu (Pustu)
a. Pustu Antap
b. Pustu Pupuansawah
c. Pustu Manikyang
d. Pustu Wanagiri Kauh
2. Puskesmas Keliling
3. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
a. Bidan Desa Antap: Ni Putu Lia Dharmayanti, Amd. Keb
b. Bidan Desa Bajera: Ni Luh Lanny Suartini, Amd. Keb
c. Bidan Desa Bajera Utara: Luh Ayu Adnyani, Amd. Keb
d. Bidan Desa Pupuan Sawah: Luh Gede Erawati, Amd. Keb
e. Bidan Desa Wanagiri Kauh: Ni Nyoman Kompyang Dewi, Amd.
Keb
f. Bidan Desa Wanagiri: Ni Made Warmiati, Amd. Keb
g. Bidan Desa Manikyang: Ni Komang Pariyani, Amd. Keb
h. Bidan Desa Selemadeg: Ni Putu Narmayuni
i. Bidan Desa Serampingan: Ni Wayan Sukariasih, Amd. Keb
j. Bidan Desa Berembeng: Putu Veni Vedastuti Tanaya, Amd. Keb
4. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan

2. Struktur Organisasi
Struktur Organisai di UPTD Puskesmas Selemadeg dapat dilihat pada
lampiran 1.

2.4.6 Alur Pelayanan di UPTD Puskesmas Selemadeg


Alur pelayanan di UPTD Puskesmas Selemadeg yaitu pasien yang datang ke
Puskesmas melakukan administrasi di bagian loket pendaftaran untuk selanjutnya
akan di arahkan ke poliklinik untuk memperoleh perawatan yang sesuai. Alur
pelayanan di UPTD Puskesmas Selemadeg dapat dilihat pada gambar 2.4

55
Gambar 2.4 Alur Pelayanan Pasien di UPTD Puskesmas Selemadeg
Pasien perawatan yang biasanya datang dengan keadaan non emergency
terlebih dahulu mengambil nomor antrian di loket, kemudian menuju ke tempat
pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan pasien antara lain dapat berupa Pemeriksaan
Umum, Poli Gigi, Poli KIA atau Kesehatan Ibu dan Anak, Konseling, ataupun
Akupresure. Kemudan jika diperlukan, pasien juga dapat menuju ke Laboratorium
untuk melakukan pengujian yang diperlukan untuk menilai kondisi pasien.
Kemudian setelah diperiksa atau ditangani oleh dokter, pasien yang mendapatkan
resep akan menuju ke apotek untuk menebus resep.

2.4.7 Tugas dan Fungsi Apoteker di Puskesmas


Puskesmas memiliki tujuan umum yaitu terlaksananya pelayanan
kefarmasian yang bermutu di Puskesmas. Adapun tujuan khusus puskesmas adalah
sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk melaksanakan pelayanan
kefarmasian di puskesmas dan sebagai pedoman bagi dinas kesehatan dalam
pembinaan pelayanan kefarmasian di puskesmas. Puskesmas memiliki tiga fungsi
utama, sebagai berikut:

56
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
a. Berupaya menggerakkan lintas sektoral dan dunia usaha di wilayah
kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan
kesehatan.
b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif
dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta
ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial
budaya masyarakat setempat.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah
rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,

57
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
(Depkes RI, 2014).
2.4.8 Program Puskesmas
1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan suatu kegiatan yang mengutamakan
pemberdayaan masyarakat untuk mendukung tercapainya pembangunan nasional
dalam rangka tercapainya visi Indonesia sehat untuk itu UPTD Puskesmas
Selemadeg melakukan upaya-upaya promosi kesehatan wajib dan pengembangan
sesuai keputusan Menkes RI No 128/Menkes/SK/11/2004 seperti penyuluhan
perseorangan, penyuluhan kelompok, penyuluhan audio visual dalam gedung,
mencakup desa siaga aktif, disamping kegiatan tersebut promosi kesehatan
melakukan pendekatan untuk mencapai tujuan terlaksananya kegiatan antara lain
advokasi tingkat desa, putri dan putra PBHS di lima pakraman.
2. Kesehatan Lingkungan
Kegiatan kesehatan lingkungan lebih diarahkan pada peningkatan kualitas
lingkungan melalui kegiatan yang bersifat promotif dan preventif. Adapun
pelaksanaannya yang dilakukan bersama masyarakat diharapkan mampu
memberikan kontribusi bermakna terhadap kesehatan masyarakat.
3. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Cakupan Program KIA dan KB adalah:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin dengan cakupan kegiatan diantaranya:
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan, cakupan pelayanan nifas.
c. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir dengan cakupan kegiatan
diantaranya: Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; Kunjungan Neonatal,
neonatus dengan komplikasi, kunjungan bayi.
d. Pelayanan Kesehatan Balita dengan cakupan kegiatan diantaranya:
Cakupan pelayanan anak balita dan Cakupan DDTK 2x/thn Anak Balita di
Posyandu.

58
e. Pelayanan Kesehatan pada Usia Pendidikan Dasar dengan cakupan
kegiatan diantaranya: Pelayanan Kesehatan Pada Usia Pendidikan Dasar
dengan pencapaian; Cakupan Anak Prasekolah (6-7 tahun) dilayani
SDIDTK 2x setahun di TK; Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan
setingkat.
f. Pelayanan Usia Produktif
Upaya yang dilakukan UPTD Puskesmas Selemadeg untuk menekan
tingginya angka pertumbuhan penduduk dan mengatur jumlah kelahiran
maka wanita/pasangan usia subur diprioritaskan untuk menggunakan alat
kontrasepsi KB. Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Peserta
KB baru merupakan peserta yang baru pertama kali menggunakan KB,
sedangkan peserta KB aktif merupakan peserta yang sudah pernah
menggunakan KB sebelumnya, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) yang biasa diberikan adalah IUD, MOW, MOP, dan Implan.
Sedangkan jenis non MKJP adalah suntik, pil, dan kondom.
4. Pelayanan Gizi
Adapun beberapa cakupan kegiatan pelayanan gizi meliputi: Cakupan
pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin;
Persentase Balita Gizi Buruk; Cakupan Balita Gizi buruk mendapatkan
perawatan; Persentase Balita Gizi kurang; Cakupan N/D; Cakupan D/S; Cakupan
K/S; Balita BGM; Cakupan Kapsul Vit A Bufas; Cakupan Bayi (6-11 bln) dapat
Vit A 100.000 IU; Cakupan Balita (12-59 bln) dapat Vit A 200.000 IU; Cakupan
FE 1; Cakupan FE 3; Anemia Ibu Hamil; KEK Ibu Hamil; BBLR; Desa
Melakukan UPGK.
Kegiatan UPTD Puskesmas Selemadeg dalam usaha perbaikan gizi
masyarakat sangat beragam. Selain pemberian vitamin A dan tablet Fe kegiatan
lainnya yaitu ASI ekslusif, pemberian makanan pendamping ASI , penimbangan
balita, dan perawatan balita gizi buruk. Indikator kegiatan ini adalah terlaksananya
pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi dan balita dari keluarga miskin.
Kegiatan penimbangan balita merupakan salah satu kegiatan rutin program
gizi. Tujuan dari penimbangan adalah memantau pertumbuhan balita sehingga

59
balita yang mengalami masalah dapat terdeteksi secara dini untuk kemudian
diberikan penanganan. Kegiatan penimbangan ini juga dijadikan indikator peran
serta masyarakat dalam upaya kesehatan khususnya posyandu yang dilihat dari
jumlah balita yang datang. Cakupan penanganan balita dengan gizi buruk
bertujuan untuk membantu balita dengan gizi buruk bertujuan untuk segera pulih
dan meningkatkan status gizinya. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil, dimana
pada ibu hamil kebutuhan zat gizi mengalami peningkatan seiring dengan
perkembangan bayinya. Kekurangan zat gizi yang sering terjadi adalah
kekurangan zat besi (Fe) yang mengakibatkan anemia pada ibu hamil. Untuk
menanggulangi hal tersebut pemerintah telah menetapkan program pemberian
tablet Fe pada ibu hamil.
Pemberian Vitamin A pada bayi, balita,dan ibu nifas, Vitamin A adalah salah
satu zat gizi yang diperlukan tubuh dan berguna untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan kesehatan mata. Sasaran pemberian vitamin A adalah bayi berusia 6 –
11 bulan dan balita 1-5 tahun sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan
Agustus) serta ibu nifas sekali.
5. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Program – program P2M antara lain imunisasi (BCG, HbO, Polio I, DPT-HB
1, Polio 2, DPT-HB II, Polio III, DPT-HB III, Polio IV, Campak, TT4 bumil, TT5
bumil, TT4 WUS , TT5 WUS) serta pengamatan epidemiologi dan surveilance
penyakit diare, ISPA, DBD, Malaria, PMS, HIV/AIDS, kust, TBC dan Rabies.
Adapun beberapa kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit diantaranya:
a. Pelayanan Kesehatan Orang dengan TB dengan cakupan kegiatan meliputi:
Penemuan dan penanganan penderita Penyakit TBC dan Persentase angka
keberhasilan pengobatan TB (Succssess Rate) minimal 85%.
b. Pelayanan Kesehatan Orang dengan Resiko Teinfeksi HIV dengan cakupan
kegiatan meliputi: Pelayanan Kesehatan orang dengan resiko terinfeksi HIV
dan Persentase angka kasus HIV yang diobati.
c. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dengan cakupan kegiatan meliputi:
Penemuan penderita Pneumonia Balita dan Pemeriksaan dan tatalaksana
pneumonia.

60
d. Diare dengan cakupan kegiatan yaitu penemuan penderita diare.
e. Kusta dengan presentasi penemuan kasus baru kusta tanpa cacat sebagai
cakupan kegiatan.
f. AFP dengan cakupan kegiatan Acute Placid Paralysis (AFP) rate per 100.00
penduduk < 15 tahun
g. DBD dengan cakupan kegiatan yaitu Persentase anak usia 0-11 bulan yang
mendapat imunisasi dasar lengkap; Cakupan desa kelurahan UCI; Cakupan
DPT HB/HIB Balita; Cakupan Campak Balita ; Cakupan TT II Bumil.
h. Pelayanan Imunisasi. Imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan
dan pemutusan mata rantai penularan penyakit – penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Kegiatan imunisasi dibedakan menjadi 2 yaitu kegiatan
imunisasi rutin dan tambahan atau Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
untuk anak SD kelas1 yaitu DTdan Campak, untuk kelas 2 -3 yaitu Td serta
imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil yaitu Tetanus Toksoid (TT) yang
diberikan sebanyak 2 kali pada ibu hamil yang biasanya TT1 dan TT2, TT3
(Boster) adalah imunisasi TT yang diberikan pada ibu hamil yang mengalami
hamil kedua namun jarak kehamilan lebih dari 5 tahun. TT4 (Boster)
diberikan pada ibu bersamaan dengan pemberian imunisasi BCG pada
bayinya dan pemberian imunisasi campak setelah bayi berumur 9 bulan.
i. Posbindu dengan cakupan kegiatan meliputi: Pelayanan Kesehatan penderita
Hipertensi dan Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus.
6. Upaya Kesehatan Pengembangan
Adapun beberapa cakupan kegiatan untuk upayan kesehatan pengembangan
meliputi: Cakupan Pelayanan Pra Lansia (45-59 tahun); Cakupan Pelayanan
Lansia (60-69); Cakupan Pelayanan Lansia (>70 tahun); Terlaksananya Pelayanan
kesehatan khususnya : indera; Terlaksananya Pelayanan kesehatan khususnya :
jiwa; dan Pelayanan prolanis.
7. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Tugas utama kegiatan UKS adalah pembinaan kesehatan pada sekolah dasar,
penyuluhan pada murid SD dan penjaringan anak SD untuk kegiatan UKS di
sekolah serta melakukan penyuluhan PHBS, rutin PKKR di sekolah-sekolah.

61
a. Kesehatan Olahraga
Melakukan pembinaan terhadap klub olahraga perbanjar dilingkungan UPTD
Puskesmas Selemadeg. Kegiatan olahraga yang dibina salah satunya adalah
volley dengan mengajarkan cara pemanasan. Selain itu, puskesmas akan
menyediakan tim P3K saat ada pertandingan - pertandingan olahraga.
b. Kesehatan Jiwa
Dalam pemberian pelayanan kesehatan pengobatan UPTD Puskesmas
Selemadeg juga melayani pasien dengan gangguan jiwa. Program yang
dilakukan puskesmas untuk pasien dengan gangguan jiwa yaitu dengan
melakukan kunjungan ke rumah pasien dan menginformasikan kepada
keluarga agar pasien tidak dipasung/bebas pasung karena dapat memperburuk
keadaan pasien.
c. Kesehatan Usia Lanjut (Usila)
Pelayanan kesehatan para usila adalah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas
yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan baik di puskesmas, posyandu lansia, yang dilakukan setiap
1 bulan sekali, dan senam lansia. Dengan pelayanan ini diharapkan agar
pasien usila dapat melakukan kegiatannya sehari – sehari sendiri tanpa
bantuan keluarga atau orang lain.
d. Kesehatan Indera
Program yang dilakukan yaitu dengan melakukan skrining katarak bagi
pasien di lingkungan kerja UPTD Puskesmas Selemadeg yang memrlukan
operasi katarak. Program ini dilakukan dengan bekerja sama bersama Rumah
Sakit Indera untuk melaksanakan operasi katarak yang dibiayai secara gratis.
8. Kesehatan Penunjang Puskesmas
a. Laboratorium Sederhana
UPTD Puskesmas Selemadeg telah memiliki laboratorium.
Laboratorium di UPTD Puskesmas Selemadeg sudah memiliki beberapa
macam pelayanan laboratorium diantaranya: pemeriksaan gula darah,
golongan darah, darah lengkap, hemoglobin, feses lengkap, urin lengkap,
pemeriksaan kehamilan, kolesterol, trigliserida, asam urat dan widal.

62
b. Upaya pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Upaya pencatatan dan pelaporan UPTD Puskesmas Selemadeg dilakukan
setiap tahun untuk melaporkan segala kegiatan, program yang telah
dijalankan selama setahun laporan kunjungan puskesmas, laporan kesakitan,
dan rekapan semua program serta kendala yang dihadapi. Pencatatan dan
pelaporan ini akan berguna sebagai acuan untuk rencana kegiatan di tahun
berikutnya serta hal – hal yang harus ditingkatkan dan diperbaiki untuk
meningkatkan kualitas puskesmas khususnya dalam hal pelayanan terhadap
masyarakat.
c. Farmasi (Gudang Obat dan Apotek)
UPTD Puskesmas Selemadeg memilki gudang obat dan apotek yang
berlokasi di dalam puskesmas. Gudang obat dipimpin oleh seorang apoteker
sebagai penanggung jawab Gudang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
dan satu orang perawat. Gudang obat akan mendapatkan obat dari Instalasi
Farmasi Kabupaten Tabanan dengan menyerahkan LPLPO, kemudian
gudang obat akan mendistribusikan obatnya ke apotek puskesmas, puskesmas
keliling, dan puskesmas pembantu di sekitar wilayah kerja UPTD Puskesmas
Selemadeg.
d. Rekam Medik
Rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien (MenKes RI, 2008). Rekam medik harus dibuat
secara tertulis, lengkap, dan jelas, atau secara elektronik.
2.4.9 Kompetensi Apoteker di Puskesmas
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama atau puskesmas adalah apoteker. Kompetensi
apoteker Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik.
2. Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan farmasi
3. Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.

63
4. Mampu memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan
sesuai standar yang berlaku.
5. Mempunyai keterampilan dalam pemberian informasi sediaan farmasi dan
alat kesehatan
6. Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan
masyarakat
7. Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar
yang berlaku
8. Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan
interpersonal dalam melakukan praktik kefarmasian
9. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berhubungan dengan kefarmasian
2.4.10 Sarana dan Prasaran di Puskesmas
Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di Puskesmas diperlukan
prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan dengan memperhatikan luas
cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan dan
kepuasan pasien. Prasarana dan sarana yang perlu dimiliki Puskesmas untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.8 Sarana dan Prasarana pada UPTD Puskesmas Selemadeg
No. Sarana dan Prasarana No Sarana dan Prasarana
1. Loket Pendaftaran 12. Poli Lansia
2. Laboratorium 13. Poli Ibu dan KB
3. Klinik Gizi dan Promkes 14. Poli Anak dan Imunisasi
4. Poli Umum 15. Ruang Rekam Medik
5. Poli Gigi 16. Ruang Rawat Inap
6. Apotek 17. UGD
7. Ruang Gudang Obat Farmasi 18. Ruang VK
8. Akupresure 19. Ruang Jaga
9. Ruang Tata Usaha 20. Ruang Kepala Puskesmas
10. Ruang Gudang Vaksin 21. Mobil Ambulans
11. Gudang Logistik 22. Mobil Puskesmas Keliling

64
2.4.11 Pengolahan Sediaan Farmasi di Puskesmas
Menurut PerMenkes RI No 72 Tahun 2016 Pengelolaan sediaan obat dan
BMHP (Bahan Medis Habis Pakai) secara keseluruhan mencakup perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi dan BMHP yang efisien, efektif
dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian,
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan. Kegiatan pengolahan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan BMHP
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan:
a. Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang mendekati kebutuhan;
b. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional; dan
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
dengan mempertimbangkan pola penyakit dan pola konsumsi Sediaan Farmasi
periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan.
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter,
dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan (Menkes RI, 2016). Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi
per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) (Menkes RI, 2016). Selanjutnya UPTD
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa

65
terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih (Menkes RI,
2016).
2. Permintaan Sediaan Farmasi dan BMHP
Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan
diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat
(Menkes RI, 2016). Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, yang
diperkenankan untuk melakukan penyediaan obat adalah tenaga Apoteker (UU
RI, 2009). Permintaan obat di masing-masing Puskesmas diajukan oleh Apoteker
atas persetujuan Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan
dari sub unit ke Apoteker puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan
LPLPO sub unit. Bagi puskesmas yang tidak memiliki apoteker, permintaan obat
diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO. Kegiatan permintaan obat
oleh Puskesmas diantaranya:
a. Permintaan rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas.
b. Permintaan khusus, dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila
kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan, penanganan KLB, obat
rusak dan kedaluarsa.
c. Permintaan obat dilakukan dengan menggunakan formulir LPLPO.
d. Permintaan obat ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan selanjutnya diproses oleh UPTD Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota.
Data yang diperlukan untuk menentukan jumlah permintaan obat diantaranya:
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya

66
b. Jumlah kunjungan resep
c. Data penyakit
d. Frekuensi distribusi obat oleh UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
(DepKes RI, 2004)
3. Penerimaan Sediaan Farmasi dan BMHP
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri
sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan
Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu (Menkes RI, 2016). Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan
bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang
menyertainya (Menkes RI, 2016).Tenaga Kefarmasian wajib melakukan
pengecekan terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi,
bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi dokumen LPLPO, ditandatangani oleh
Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi
syarat, maka Tenaga Kefarmasian dapat mengajukan keberatan (Menkes RI,
2016). Masa kedaluarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan
dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan (Menkes RI,
2016).
4. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan BMHP
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu
Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan (Menkes RI, 2016). Proses penyimpanan obat
meliputi pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan stok obat, dan

67
pengamatan mutu obat. Penyusunan stok obat dikelompokkan berdasarkan bentuk
sediaan, dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Penyusunan
dapat dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) yaitu obat yang pertama
kali datang harus dikeluarkan terlebih dahulu dari obat yang datang kemudian atau
dapat pula menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang
lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan terlebih dahulu dari obat yang kadaluarsa
kemudian. Penyusuna obat dalam kemasan besar dilakukan di atas pallet secara
rapi dan teratur. Untuk menyimpan narkotika dan psikotropika harus
menggunakan lemari khusus. Untuk menjaga mutu obat diperlukan kondisi
tempat penyimpanan obat dengan memperhatikan kelembaban ruangan, suhu
tempat penyimpanan dan obat-obatan yang disimpan harus disimpan ditempat
yang terhindar dari sinar matahari langsung, kerusakan fisik, kontaminasi bakteri
dan pengotor (DepKes RI, 2007).
5. Pendistribusian Sediaan Farmasi dan BMHP
Pendistribusian/penyaluran adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta
tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur guna memenuhi
kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Pendistribusian ini bertujuan dalam
menjamin kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di subunit pelayanan
kesehatan, yang meliputi sub unit pelayanan puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, posyandu dan poskesdes yang telah melakukan permintaan
sesuai dengan LPLPO dari unit bersangkutan ke Puskesmas Induk (MenKes RI,
2016). Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor
stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi,
sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara
penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock) (MenKes RI, 2016).
6. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dilakukan bila obat tidak memenuhi persyaratan mutu, telah
kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan, dan dicabut izin edarnya.

68
Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundangundangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
dengan tetap memberikan laporan kepada BPOM (Menkes RI, 2016). Semua obat
dan perbekalan kesehatan yang tidak memiliki izin edar, kadaluarsa maupun tidak
memenuhi syarat di pustu/puskemas akan ditarik ke dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti. Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai terdiri dari (Menkes RI, 2016):
a. Membuat daftar obat dan alat medis yang akan dimusnahkan.
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait.
d. Menyiapkan tempat pemusnahan.
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
7. Pengendalian
Pengendalian obat merupakan suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan. Berdasarkan Depkes RI (2007), kegiatan yang dilakukan
dalam proses pengendalian antara lain sebagai berikut :
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu di
puskesmas dan seluruh unit pelayanan.
b. Menentukan stok optimum yaitu jumlah stok obat yang diserahkan kepada
unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan
c. Menentukan stok pengaman yaitu jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya suatu hal yang tidak terduga, misalnya karena
keterlambatan pengiriman.
d. Menentukan waktu tunggu (lead time), yaitu waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima. Sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan, perlu diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya ada pada

69
waktu kedatangan obat atau kalau dimungkinkan memesan, maka dapat
dihitung jumlah obat yang akan dipesan (Q) dengan rumus berikut:

Keterangan:
Q : jumlah obat yang dipesan
SK : stok kerja
SP : stok pengaman
WT : waktu tunggu (lead time)
SS : sisa stok
D : pemakaian rata-rata perminggu/perbulan
Tujuan pengendalian penggunaan obat adalah untuk menjaga kualitas
pelayanan obat dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat. Pengendalian
penggunaan meliputi:
a. Persentase penggunaan antibiotik
b. Persentase penggunaan injeksi
c. Persentase rata-rata jumlah resep
d. Persentase penggunaan obat generik
e. Kesesuaian dengan pedoman.
8. Pencatatan/ Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di UPTD Puskesmas merupakan
rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik
obat obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di UPTD
Puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Pencatatan dan pelaporan bertujuan
sebagai bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan, sebagai sumber data untuk
melakukan pengaturan pengendalian, serta sebagai sumber data untuk pembuatan
laporan. UPTD Puskesmas bertanggung jawab dalam terlaksananya pencatatan
dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung
pelaksanaan seluruh pengelolaan obat. Sarana yang digunakan untuk pencatatan

70
dan pelaporan obat di UPTD Puskesmas adalah LPLPO dan kartu stok. Setiap
obat yang diterima dan yang dikeluarkan dicatat di dalam kartu stok. Sedangkan
pembuatan LPLPO berdasarkan pada kartu stok obat dan catatan harian
penggunaan obat. Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit
dan Puskesmas (DepKes RI, 2007). LPLPO disampaikan oleh puskesmas ke
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten. Petugas pencatatan dan evaluasi melakukan
evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari instalasi farmasi
lalu dikirimkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota untuk mendapatkan
persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. LPLPO dibuat tiga
rangkap, diberikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota melalui UPTD Instalasi
Farmasi Kabupaten, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani
oleh kepala dinas kesehatan, satu rangkap diberikan untuk kepala dinas kesehatan,
satu rangkap untuk UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten dan satu rangkap
dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh UPTD Instalasi
Farmasi Kabupaten paling lambat tanggal 10 setiap bulannya (Menkes RI, 2016).
2.4.12 Penggunaan Obat Rasional
Penggunaan obat rasional menurut WHO adalah bila pasien menerima obat
yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan
harga yang terjangkau untuk pasien dan masyarakat. Secara praktis penggunaan
obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat.
Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan
terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang
diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
2. Tepat indikasi
Berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat diberikan pada kasus
tertentu dan disesuaikan dengan indikasi medis pasien.

71
3. Tepat pemilihan obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek
terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
4. Tepat dosis
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan
rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar
terapi yang diharapkan.
5. Tepat cara pemberian
Cara pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Contoh
pemberian obat yang tepat misalnya obat antasida seharusnya dikunyah dulu
baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu
karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi
sehingga menurunkan efektifitasnya.
6. Tepat interval waktu pemberian
Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat
yang harus diminum 3x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus
diminum dengan interval setiap 8 jam.
7. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.
Misalnya untuk tuberkulosis dan kusta paling singkat 6 bulan. Pemberian
obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan
berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
8. Waspada efek samping obat
Pemberian obat memiliki potensi menimbulkan efek samping, yaitu efek
tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,
misalnya muka merah setelah pemberian atropin adalah bukan alergi, tetapi
efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian

72
tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena
menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh.
9. Tepat penilaian kondisi pasien
Berkaitan dengan pemilihan obat yang sesuai untuk kondisi spesifik pasien,
serta memperhatikan pasien dengan populasi khusus yaitu pasien pediatri,
geriatri, wanita hamil dan menyusui, obesitas, pasien dengan gangguan
ginjal dan hati Respon individu terhadap efek obat sangat beragam.
10. Tepat Informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan
pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan
pengobatan. Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan
memberikan informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk
menunjang penggunaan obat yang rasional dalam rangka mencapai
keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan
pakai, lama pemakaian, efek samping yang ditimbulkan oleh obat tertentu,
dan interaksi obat tertentu dengan makanan.
11. Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat
dan pasien sendiri sebagai konsumen. Proses penyiapan dan penyerahan
harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana
harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan
informasi yang tepat kepada pasien.
12. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, Ketidaktaatan
minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:
a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
c. Jenis sediaan obat terlalu beragam
d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup
mengenai cara minum/menggunakan obat

73
f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung),
atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin)
tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu.
(Kemenkes RI, 2011).
Kebijakan penggunaan obat rasional merupakan salah satu upaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Penggunaan obat yang rasional
sangat diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi belanja obat,
mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau,
mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat membahayakan
pasien dan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien terhadap mutu
pelayanan kesehatan).
Penggunaan obat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medis
(medically inappropriate) baik menyangkut ketepatan jenis, dosis, dan cara
pemberian obat merupakan penggunaan obat yang tidak rasional. Untuk mencegah
dan mengatasi pengobatan yang tidak rasional maka dilakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap penggunaan obat. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat
berfungsi sebagai salah satu alat pengawasan dan pengendalian dalam manajemen
pengelolaan obat dan pelayanan farmasi. Hasil dari pemantauan dan evaluasi
penggunaan obat digunakan sebagai dasar pembinaan dan bimbingan pelaksana
pengobatan dalam rangka penggunaan obat yang rasional. Pemantauan dan evaluasi
terhadap penggunaan antibiotik di Puskesmas sangat bermanfaat untuk mengukur
tingkat keberhasilan POR di daerah.
Langkah-langkah pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yaitu
melakukan identifikasi dan pengukuran indikator, merefleksikan upaya perbaikan
yang telah dilakukan, melakukan pemecahan masalah dan menentukan target
perbaikan. Tahap persiapan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional
meliputi: Mengidentifikasi masalah spesifik dalam penggunaan obat; Menentukan
prioritas masalah yang akan diatasi; Menentukan indicator dan sumber datanya;
Mengidentifikasi sasaran spesifik kegiatan/target intervensi.
Indikator penggunaan obat yang rasional (POR) menurut WHO terdiri dari
indikator peresepan, pelayanan dan fasilitas. Indikator peresepan meliputi rerata

74
jumlah item obat, peresepan dengan nama generik, peresepan antibiotik, peresepan
suntikan, dan peresepan yang sesuai Formularium Nasional dan DOEN; indikator
pelayanan meliputi rerata waktu konsultasi, rerata waktu penyerahan obat, obat
yang sesungguhnya diserahkan, dan obat yg dilabel secara adekuat; indikator
fasilitas meliputi pengetahuan pasien tentang dosis yang benar, ketersediaan daftar
obat esensial, dan ketersediaan obat-obat esensial (Kementerian Kesehatan RI,
2011).

Gambar 2.5 Indikator Penggunaan Obat Rasional Nasional

75
BAB III
KEGIATAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DAN PEMBAHASAN TABULAR LOG BOOK

3.1 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali


Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Dinas Kesehatan Provinsi Bali
dilaksanakan selama 1 hari pada hari Senin tanggal 5 Agustus 2019. Pada kegiatan
PKPA di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, peserta PKPA diberikan gambaran umum
mengenai profil umum Dinas Kesehatan Provinsi Bali, visi dan misi, stuktur
organisasi, program-program Dinas Kesehatan Provinsi Bali, alur pemerintahan
dan distribusi obat serta peranan dan fungsi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
Bali. Dalam kegiatan PKPA ini, materi diberikan oleh ibu Dra, Cokorda Istri
Kusumawati, Apt selaku soordinator Seksi Kefarmasian Bidang Kesehatan
Masyarakat. Log book praktek kerja profesi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
Bali dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Log book PKPA di Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Bidang Aspek Umum Kesehatan dan Pekerjaan Kefarmasian.
Pembekalan umum di Dinkes Provinsi Bali.
Profil umum Dinkes Provinsi Bali, visi dan misi,
struktur organisasi, program-program Dinas
Materi
Kesehatan Provinsi Bali, alur pemerinahan dan
distribusi obat serta peranan dan fungsi apoteker di
Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
- Penjelasan mengenai profil umum, visi dan misi,
struktur organisasi, dan program-program Dinkes.
Prov. Bali.
Uraian Kegiatan PKPA
- Gambaran umum mengenai pekerjaan kefarmasian
di dinas kesehatan Provinsi Bali terkait regulasi dan
pedoman pendukung untuk pelayanan kefarmasian.

76
- Penjelasan mengenai cara perizinan STRA,
STRTTK, dan SIPA.
- Penjelasan mengenai peran apoteker dalam
pelayanan kefarmasian
- Penjabaran mengenai alur pengelolaan obat di
Instalasi Prov. Bali mulai dari perencanaan hingga
pemusnahan.
- Diskusi
Alokasi Waktu 8 jam

3.1.1 Pembekalan Umum Tentang Dinas Kesehatan Provinsi Bali


Peraturan Gubernur Bali No. 70 tahun 2011 menyatakan tentang Rincian
Tugas Pokok Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Dalam peraturan Gubernur tersebut
peran apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali berada di Bidang Sumber Daya
Kesehatan yaitu Seksi Kefarmasian. Tenaga Farmasi Seksi Kefarmasian di Dinkes
Provinsi Bali tahun 2019 berjumlah 12 orang yang terdiri dari Apoteker (3 orang);
Tenaga Teknis Kefarmasian (1 orang) dan Tenaga Kesehatan Lain (8 orang). Materi
yang disampaikan pada saat pembekalan PKPA di Dinas Kesehatan Provinsi Bali
berupa profil umum, gambaran umum pekerjaan kefarmasian dan peran apoteker di
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, tata cara memperoleh STRA (Surat Tanda
Registrasi Apoteker), SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker), dan SIKA (Surat Izin
kerja Apoteker) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
alur pengelolaan obat di Instalasi Provinsi Bali. Profil umum, visi dan misi, struktur
organisasi, dan program-program di Dinas Kesehatan Provinsi Bali telah dijelaskan
pada bab II.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, “Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien”.
Tugas apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali khususnya di bidang pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut.

77
a. Melaksanakan pengelolaan obat publik yang meliputi perencanaan kebutuhan
obat buffer stok (stok persediaan) dan obat program, pengadaan obat buffer
stok, dan pelaporan.
b. Melakukan pengelolaan gudang farmasi yang meliputi penyimpanan obat,
distribusi obat, pelaporan dan pemusnahan obat.
c. Memberikan perizinan, pembinaan dan pengawasan alat kesehatan (Alkes) dan
pembekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Adapun perizinan berupa
perizinan penyalur alat kesehatan (PAK) pusat dan cabang, perizinan sertifikat
produksi PKRT, pembinaan sarana distribusi Alkes, dan pengawasan alkes dan
PKRT baik pre-market maupun post market (melalui sampling alkes dan
PKRT).
d. Memberikan perizinan dan pembinaan sarana produksi dan distribusi obat, obat
tradisional dan kosmetika, yang berupa perizinan pedagang besar farmasi (PBF)
pusat dan cabang, perizinan industri kosmetika, perizinan usaha obat tradisional
(Industri Obat Tradisional/IOT dan usaha kecil obat obat tradisional/UKOT),
pembinaan sarana produksi dan distribusi obat, obat tradisional dan kosmetika,
serta pelaporan terkait penggunaan obat narkotika dan psikotropika oleh sarana
kefarmasian.
e. Melakukan peningkatan pelayanan kefarmasian yang berupa pembinaan sarana
dan tenaga kesehatan dan kefarmasian, pelaporan kegiatan kefarmasian
(penggunaan obat rasional/POR dan pelayanan informasi obat/PIO).
f. Melakukan pembinaan dan pengawasan makanan yang berupa pembinaan
terkait keamanan makanan dan jajanan anak sekolah, pengawasan makanan
melalui uji bahan berbahaya pada makanan (formalin, boraks, pengawet dan
pewarna).
g. Memberikan perizinan sarana dan tenaga kesehatan, yaitu perizinan
laboratorium dan penerbitan rekomendasi surat tugas dokter spesialis.
h. Melakukan administrasi (perencanaan, pelaporan dan evaluasi hasil kegiatan)
yang meliputi penyusunan rencana kerja tahunan dari berbagai sumber dana
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/APBN, dan Dana Alokasi Khusus/DAK), Pelaporan SAI (SAK

78
dan SIMAK-BMN), pelaporan dan evaluasi hasil kegiatan APBN dan APBD,
pengumpulan data kefarmasiandan alat kesehatan, dan penyusunan profil
kefarmasian dan Alkes.
i. Melakukan pertanggungjawaban keuangan yaitu melaksanakan proses
penyelesaian pertanggungjawaban keuangan dari masing-masing kegiatan serta
pelaporan.
(Dinkes Bali, 2015).
3.1.2 Pembekalan Tentang Tata Cara Memperoleh STRA dan SIPA/SIKA
Surat izin STRA, SIPA/SIKA wajib dimiliki oleh apoteker untuk
menjalankan kewajibannya dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian. Surat izin
tersebut perlu diperpanjang setelah lewat dari batas waktu pakai selama 5 tahun.
Surat izin praktik apoteker (SIPA) adalah surat izin yang digunakan oleh apoteker
untuk bertugas di Apotek, Puskesmas dan Rumah sakit. SIKA digunakan untuk
pelayanan kesehatan di luar apotek, puskesmas, dan rumah sakit. Surat izin kerja
(SIK) wajib dimiliki oleh Tenaga Teknis Kefarmasian untuk melakukan pelayanan
kefarmasian. Selain itu disosialisasikan pula mengenai Peraturan Menteri
Kesehatan No. 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian. Perubahan dilakukan pada pasal 17 dimana setiap tenaga
kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja, yang berupa :
a. SIPA bagi Apoteker
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
Perubahan dilakukan pula pada pasal 18 Peraturan Menteri Kesehatan No. 31
Tahun 2016 yang menyatakan bahwa:
1. SIPA apoteker di Fasilitas Kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) SIPA
bagi apoteker di fasilitas Pelayanan Kefarmasian (Apotek, Rumah Sakit,
Puskesmas) dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian.

79
3. Dalam hal apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka apoteker yang
bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
4. SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
kefarmasian
Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tertangga 1 Juni 2011, perizinan Surat Ijin Praktik
Apoteker (SIPA) atau Surat Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)
dilimpahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi Bali
hanya memberikan surat rekomendasi yang kemudian akan diproses melalui satu
tempat yaitu satu pintu di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (PPTSP). Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu merupakan suatu
sistem yaitu seluruh berkas permohonan perizinan masuk melalui customer service
yang berada di Dinas Penanaman Modal, kemudian akan diteruskan ke seksi atau
bagian yang bersangkutan. Sistem PPTSP ini menjadikan seluruh proses perizinan
terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya proses perizinan.

3.1.3 Alur Distribusi Obat di Provinsi Bali


Alur distribusi obat ditampilkan obat di Provinsi Bali telah dijelaskan pada
bab II. Berikut ini merupakan siklus distribusi obat di Provinsi Bali

Gambar 3.1 Siklus Distribusi Obat Provinsi


(Dinkes Provinsi Bali, 2016)

80
Keterangan:
a. Garis 1: Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan bertugas
menyalurkan obat dan alat kesehatan ke Dinas Kesehatan Provinsi
b. Garis 2: Dinas Kesehatan Provinsi selanjutnya bertugas menyalurkan obat
dan alat kesehatan ke Instalasi Farmasi Provinsi.
c. Garis 1a: Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan juga
bekerja sama dengan tim program pusat dalam pengadaan dan penyaluran
obat program.
d. Garis 2a: Tim Program Pusat selanjutnya bertugas mendistribusikan obat
program kepada pemegang program di Dinas Kesehatan Provinsi.
e. Garis 3a: Pemegang program di Dinas Kesehatan Provinsi selanjutnya
bertugas mendistribusikan obat program ke pemegang program Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
f. Garis 1b, 2b: Pemegang program di Dinas Kesehatan Provinsi juga dapat
melaporkan obat program yang diterima untuk selanjutnya disimpan di
Instalasi Farmasi Provinsi.
g. Garis 3b: Instalasi Farmasi Provinsi selanjutnya dapat menyalurkan obat
program ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dengan tembusan ke
pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
h. Garis 1c, 2c: Pemegang program Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga
harus melaporkan obat-obat program yang diterima ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk selanjutnya didistribusikan ke Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota.
i. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota selanjutnya bertugas mendistribusikan
obat program ke pelayanan kesehatan masyarakat yaitu puskesmas

3.2 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten


Tabanan
PKPA dilaksanakan selama 1 hari pada hari Selasa tanggal 6 Agustus 2019
dengan rangkaian acara berupa sambutan dan penyampaian materi oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, dr. I Nyoman Suratmika, M.Kes., dan

81
Kepala Seksi Kefarmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Farmasi yaitu Bapak I
Made Abdi Gunawan, S.Farm., Apt. Kegiatan selama PKPA di Dinas Kesehatan
Kabupaten Tabanan ditampilkan pada Table 3.2.
Tabel 3.2 Log book PKPA di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan.
Bidang Aspek Umum Kesehatan dan Pekerjaan Kefarmasian
Pembekalan umum di Dinkes Kabupaten/Kota.
Profil umum Dinkes Kabupaten/Kota, visi dan misi Dinas
Materi
Kesehatan Kabupaten/Kota serta peranan pekerjaan
kefarmasian di pemerintahan Kapubaten/Kota.
- Penerimaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Tabanan
- Penjelasan tentang profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Uraian Tabanan
Kegiatan PKPA - Penjelasan tentang visi dan misi
- Pembagian tempat PKPA di Puskesmas Tabanan
- Pembagian tugas selama di Dinkes Tabanan
- Penjelasan tentang tata tertib selama PKPA
Alokasi Waktu 8 Jam

3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten


Tabanan
Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan
dibagi menjadi dua jabatan yaitu sebagai Kepala Seksi Instalasi Farmasi dan
sebagai Staff Seksi Instalasi Farmasi. Tugas pokok jabatan fungsional umum pada
Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan adalah sebagai berikut.
a. Kepala Seksi Instalasi Farmasi
1. Melaksanakan kegiatan seksi instalasi farmasi.
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan pedoman kerja yang
ditetapkan agar tugas-tugas terbagi habis.
3. Memproses perijinan praktek tenaga kesehatan tertentu, PDF cabang,
PBAK dan industri kecil obat tradisional (IKOT).

82
4. Memberikan petunjuk kepada bawahan agar hasil kerja sesuai dengan yang
diharapkan.
5. Membimbing, mengarahkan bawahan dalam melaksanakan tugas.
6. Menilai hasil kerja bawahan sebagai bahan pengembangan kerier.
7. Menginterventarisasi permasalahan seksi instalasi farmasi serta
mengupayakan alternative pemecahannya
8. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan, dan
9. Membuat laporan hasil kegiatan kepada atasan sebagai bahan informasi dan
pertanggungjawaban
b. Staff Seksi Instalasi Farmasi
1. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan
farmasi
2. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka penghapusan
perbekalan farmasi
3. Mendokumentasikan datadalam rangka pemantauan penggunaan obat
4. Mengumpulkan dan menganalisa data dalam rangka evaluasi penggunaan
obat
5. Mendokumentasikan hasil evaluasi dalam rangka evaluasi penggunaan obat
6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke seluruh unit pelayanan kesehatan
(semua puskesmas 40 s/d 50 kali frekuensi pendistribusian per bulan baik
yang terjadwal ataupun insidentil)
7. Mencatat setiap mutasi perbekalan farmasi di kartu stok barang dan dalam
buku mutasi
8. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan
9. Melaporkan hasil kegiatan pada atasan sebagai bahan pertanggungjawaban

3.3 Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten


Tabanan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di UPTD Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan dilaksanakan selama 3 hari pada hari Rabu tanggal 7 Agustus
2019 sampai dengan hari Jumat tanggal 9 Agustus 2019. Pada kegiatan PKPA di

83
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan, peserta PKPA diberikan gambaran
umum mengenai profil umum, struktur organisasi, tata ruang, serta pengelolaan
obat di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan. Dalam kegiatan PKPA ini,
materi diberikan oleh Kepala Seksi Instalasi Farmasi Ni Wayan Balik Agus Astiti,
S. Si., Apt. Kegiatan selama PKPA di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
ditampilkan pada Table 3.3.
Tabel 3.3 Log book PKPA di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan.
Bidang Aspek Umum Kesehatan dan Pekerjaan Kefarmasian
Materi Kunjungan ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Mendapatkan informasi mengenai pengelolaan obat di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Uraian Kegiatan - Melakukan kunjungan ke UPTD Instalasi Farmasi
PKPA Kabupaten Tabanan
- Penjelasan tentang pengelolaan obat di UPTD
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan.
- Penjelasan tentang contoh Formularium Kabupaten
- Pengarahan terkait dengan cara perencanaan obat
- Berkeliling melihat tempat penyimpanan obat serta
penjelasan pada masing-masing tempat.
- Membantu proses stok opname.
- Membantu dalam pengecekan pada kartu stok, barang
nyata, dan data pada komputer.
- Membantu dalam pengecekan jumlah obat pada buku
penerimaan dan buku pengeluaran dicocokkan
dengan hasil stok opname.
- Pembuatan pelaporan pengelompokkan jenis obat
yang terdapat pada UPTD Instalasi Kabupaten
Tabanan berdasarkan kelas terapinya.
Alokasi Waktu 24 Jam

84
UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan terdiri dari 1 lantai. Struktur
organisasi berada di bawah Kabid Penunjang Sumber Daya Kesehatan dibawah
Seksi Instalasi Farmasi. UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dikelola oleh
seorang apoteker penanggung jawab, dua orang apoteker fungsional, dua orang
asisten apoteker, satu orang administrasi dan satu orang cleaning service. Dalam
Gudang Farmasi tidak terdapat sub unit khusus tetapi telah dilakukan pembagian
tugas, yaitu satu orang apoteker yang dibantu satu orang asisten apoteker bertugas
di bagian penerimaan dan pendistribusian dan apoteker lainnya yang juga dibantu
satu orang asisten apoteker bertugas di bagian pencatatan dan pelaporan. Ruangan
pada Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan terdiri dari:
a. Ruangan 1 (depan): ruang kepala gudang, ruang penerima tamu, meja
administrasi
b. Ruangan 2: terdiri dari 4 kamar obat untuk obat-obat dengan volume besar
c. Ruangan 3: tempat bahan medis habis pakai, pada bagian sudut merupakan
tempat obat rusak dan yang sudah kadaluarsa
3.3.1 Pengelolaan Obat di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
Tata cara pengelolaan obat atau perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan dilaksanakan mulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, serta pemusnahan obat.
1. Perencanaan
Pada tahap awal dari perencanan dilakukan pembentukan tim perencanaan
obat terpadu Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan dan Perbekalan Farmasi
Kabupaten Tabanan, dan penanggung jawab apotek dan gudang farmasi di seluruh
Puskesmas Kabupaten Tabanan. Kemudian dilakukan pengumpulan data yang
meliputi data pemakaian obat sebelumnya yang diperoleh dari pengumpulan
LPLPO di seluruh Puskemas yang berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten
Tabanan, data sisa stok obat yang tersimpan di Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan, dan juga mengacu pada data 10 besar penyakit serta 10 besar penggunaan
obat per tahun dari seluruh Puskemas di Kabupaten Tabanan. Tahap selanjutnya
akan dilakukan perhitungan kebutuhan obat, proyeksi kebutuhan obat, penyesuaian

85
rancangan belanja obat dengan anggaran, dan pengalokasian kebutuhan obat
persumber anggaran.
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan melakukan perencanaan yang terbagi
dalam beberapa sumber anggaran yaitu DAK (Dana Alokasi Khusus), APBD dan
kapitasi JKN (dana BMHP). Kapitasi JKN langsung dikelola oleh puskesmas,
sedangkan DAK dan APBD dikelola oleh Dinas Kesehatan. Dalam hal ini, untuk
dana dari DAK, Dinas Kesehatan membelikan obat PKD (Pelayanan Kesehatan
Dasar) dan dana dari APBD dibelikan obat PPKD (Penunjang Pelayanan Kesehatan
Dasar). Berikut yang termasuk obat-obat PKD antara lain Acyclovir krim dan tablet
400 mg, Allopurinol tab 100 mg, Ambroxol tab 30 mg dan syr 15 mg/5 mL,
Aminofilin inj 24 mg/mL dan tab 200 mg, Amoksisilin kaps 500 mg dan syr kering
125 mg/5 mL, Antasida DOEN, As. Askorbat (Vitamin C) tab 50 mg, Antalgin
(metampiron) tab 500 mg, Anti bakteri DOEN kombinasi basitrasin-polimixin,
Ciprofloksasin tab 500 mg, Deksametason inj 5 mg/mL dan tab 0,5 mg,
Dekstrometorfan HBr tab 15 mg dan syr 10 mg/mL, Diazepam inj 5 mg/mL,
Erytromisin 500 mg dan syr, Fenobarbital tab 30 mg dan inj, dan sebagainya.
Obat yang termasuk PPKD yaitu Diaform tab, Molexflu (Kombinasi CTM,
fenilpropanolamin, parasetamol), jelly, etanol 70%, Aleterol TM, bufacomb in oral
base (Fluosinolon Asetonid), Buscopan inj, Daryantulle, Dormi, H2O2, hypavix,
kertas perkamen, klip plastik obat, Mikrolac rectal, Myloxan, Proris Supp,
Selviplex tab, Stesolid 5 mg rectal, Dulcolax tab dan supp anak, Lytamin syr,
Vitamin kombinasi (Fe Fumarat, Ca Fosfat, Vit A, Vit B1, B2, B6, B12, Vit C, Vit
D3, Vit E, nikotinamid, Ca pantotenat, K Iodin, Cu, Mn, Zn, dan Asam folat),
Burnazin cr, oksigen gas dalam tabung 3 dan 6m3, Ventolin, Ultrafik, dan
Ulcron/Ulsidex (sukralfat 500 mg).
Proses perencanaan yang dilakukan oleh apoteker yang bertugas di Instalasi
Farmasi Kabupaten Tabanan dilakukan menggunakan metode konsumsi periode
sebelumnya, sedangkan untuk obat-obat program digunakan metode epidemiologi.
Dalam menyusun suatu perencanaan, apoteker harus membuat Rencana Kebutuhan
Obat (RKO) setiap tahunnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut

86
RKO (dalam setahun) = rata-rata penggunaan obat per bulan x 18 –
sisa stok akhir tahun

Rencana tersebut selanjutnya diajukan oleh kepala Instalasi Farmasi


Kabupaten kepada kepala dinas kesehatan kabupaten tabanan yang selanjutnya
pengajuan anggaran tersebut ditembuskan ke dinas provinsi untuk memperoleh
persetujuan. Persetujuan terhadap perencanaan kebutuhan obat dipertimbangkan
berdasarkan anggaran dana yang tersedia. Pengadaan obat generik berasal dari dana
PKD yang pengadaaannya mulai dilakukan pada triwulan ke-1, untuk obat-obat
penunjang diluar obak PKD diadakan dengan dana PPKD.
Perencanaan yang dilakukan setiap tahunnya oleh Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan sudah dapat dilakukan dengan baik. Namun terdapat beberapa
kendala-kendala yakni perencanaan harus dibuat sesuai dengan anggaran dana yang
di angarkan setiap tahunnya, sedangkan banyak kebutuhan obat, yang bukan
tergolong obat generik yang perlu pula dilakukan perencanaan untuk pengadaan.
2. Permintaan
Permintaan obat-obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dilakukan
setahun sekali berdasarkan RKO yang telah disusun. Jika dalam suatu periode
berjalan terjadi kekurangan stok obat dikarenakan permintaan obat membengkak
dari yang telah direncanakan sebelumnya, maka apoteker yang bertugas di Instalasi
farmasi Kabupaten Tabanan dapat meminta obat buffer stok di Dinas Kesehatan
Provinsi Bali atau memanfaatkan dana JKN untuk memenuhi kebutuhan obat
tersebut sesuai dengan jumlah peserta JKN yang tercatat di wilayah Kabupaten
Tabanan. Selain itu, apabila suatu Puskesmas melakukan permintaan obat dan
terjadi kekosongan obat di gudang, maka Instalasi Farmasi akan berkoordinasi
dengan Puskesmas lainnya mengenai ketersediaan obat tersebut. Apabila di
Puskesmas lain stok obat yang tersedia masih banyak, maka pihak Instalasi Farmasi
akan merekomendasikan Puskesmas tersebut untuk mengembalikan obat, yang
kemudian akan didistribusikan ke Puskesmas yang memerlukan obat tersebut.
3. Penerimaan
Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat

87
yang diserahkan, mencangkup jumlah kemasan, jenis, nomor batch dan jumlah
obat, tanggal kadaluarsa, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen dan ditanda
tangani oleh petugas penerima. Pengiriman barang dilakukan oleh distributor secara
berkala, sehingga pemeriksaan barang dapat langsung dilakukan saat penerimaan
barang dan jika ditemui adanya barang yang rusak atau tidak sesuai atau mendekati
kadaluarsa akan dapat langsung dikonfirmasikan kepada pihak distributor untuk
diganti. Setelah dilakukan pengecekan maka barang dicatat dalam buku harian
penerimaan obat dan dilakukan pencatatan pada kartu kontrol dan kartu visit
masing-masing barang sebelum akhirnya disimpan pada ruang penyimpanan
Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
berlangsung dalam beberapa periode. Setiap penambahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan wajib dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan
kartu stok.
4. Penyimpanan
Sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan disimpan berdasarkan sumber anggaran dan volume sediaan untuk
mempermudah pemeriksaan oleh BPK, inspektorat daerah, maupun inspektorat
provinsi. Sediaan dengan volume kecil diutamakan untuk disimpan pada rak yang
tersedia, sedangkan sediaan dengan volume besar disimpan dengan menggunakan
bantuan pallet. Obat yang tersedia di Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
dibedakan berdasarkan sumber anggaran barang (PKD, PPKD, dan Obat Program).
Penyimpanan barang juga dilakukan menurut stabilitas sediaan dan ketentuan
khusus penyimpanan barang/sediaan farmasi. Obat yang stabilitasnya dapat
dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri disimpan pada
tempat yang sesuai. Di Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan tidak tersedia sediaan
narkotika dan hanya tersedia sediaan psikotropika. Untuk obat golongan
psikotropika, sediaan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan pada rak kaca yang
tersedia di kamar obat I secara khusus. Penyimpanan sediaan farmasi dan
perbekalan farmasi dilakukan tidak menggunakan prinsip First Expired date First
Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) tetapi diletakkan sesuai berdasarkan
jumlah dari masing-masing sediaan farmasi.

88
Sarana prasarana penyimpanan yang terdapat di Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan dilengkapi dengan pallet plastik untuk mencegah kontak langsung box
obat dengan lantai, Air Conditioner (AC) sebagai pengatur suhu, thermometer
(pengukur suhu), hygrometer sebagai pengukur kelembaban, cool chain (untuk
penyimpanan obat-obat tertentu seperti supositoria), lemari psikotropika, lemari 2
pintu untuk penyimpanan narkotika, serta terdapat alarm, cctv (Closed Circuit
Television) dan tabung pemadaman api untuk menghindari risiko kebakaran di
gudang. Berdasarkan Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang
Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar (Depkes RI,
2015) sarana dan prasana penyimpanan obat di IFK terdapat kekurangan terkait pest
control sehingga memungkinkan terjadinya gangguan hama dan hewan serta tidak
adanya pintu ganda (besi dan non besi)
Penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan secara garis besar
seperti pengaturan tata ruang serta penyusunan dan pencatatan stock obat telah
sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan. Namun salah satu kekurangan dalam penyimpanan
obat di Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan adalah tidak dilakukan pengaturan
penyimpanan obat berdasarkan farmakologi obat dan/atau secara alphabetis.
Penyimpanan obat berdasarkan golongan farmakologi dan/atau secara alphabetis
dapat mempermudah pengambilan obat dan menghindari kejadian salah ambil obat,
sehingga pada akhirnya dapat memberi kenyamanan bagi karyawan.
5. Pendistribusian
Pendistribusian obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dilakukan
dengan cara:
a. Distribusi sesuai dengan LPLPO
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan melaksanakan distribusi obat ke
Puskesmas di wilayah kerjanya sebulan sekali sesuai dengan LPLPO
Puskesmas yang telah diajukan sebelumnya.
b. Distribusi oleh puskesmas ke puskesmas pembantu dan Unit-Unit Pelayanan
Kesehatan

89
c. Tata cara pendistribusian obat ke Puskesmas dilakukan dengan cara
pengambilan sendiri obat oleh petugas gudang puskesmas dari Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan. Tetapi, sewaktu-waktu obat akan didistribusikan langsung
ke Puskesmas oleh pihak Instalasi Farmasi.
d. Obat-obatan yang akan diserahkan ke puskesmas harus disertai dengan LPLPO
sebagai tanda bukti penerimaan obat.
e. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obat yang akan dikirim, maka perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap jenis dan jumlah obat, kualitas atau kondisi
obat, isi kemasan dan kekuatan sediaan, kelengkapan dan kebenaran dokumen
pengiriman obat.
f. Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan harus segera
dicatat pada kartu stok dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran
Obat.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan bertujuan untuk menyediakan data mengenai jenis
dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/ penggunaan dan data mengenai
waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.Pencatatan untuk obat yang
rusak dan kadaluarsa dilakukan di masing-masing puskesmas, baik untuk obat-obat
yang dilaporkan dari pustu maupun unit-unit pelayanan kehatan lain. Dari
puskesmas dilakukan pelaporan ke gudang obat untuk nantinya dilakukan
pencatatan dan akhirnya akan diajukan permohonan pemusnahan ke inspektorat.
Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh bagian Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan meliputi:
a. Kartu Stok
Kartu Stok Obat berfungsi untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran
masingmasing obat dalam upaya pengendalian stok obat yang tersedia. Kartu
stok obat diletakkan berdekatan atau diatas box masing-masing obat untuk
memudahkan dalam pencatatan. Pencatatan pada kartu stok obat dilakukan
untuk setiap proses mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/kadaluwarsa).
b. Laporan Pemakaian Narkotika dan Psikotropika

90
Pelaporan pemakaian narkotika dan psikotropika tidak dilakukan secara
manual, akan tetapi dilakukan melalui jaringan internet menggunakan Sistem
Pelaporan online ini disebut Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP). SIPNAP terdiri dari software tingkat Unit Pelayanan (Apotek,
Puskesmas dan Rumah sakit); Software tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota
dan Pelaporan ke Provinsi dan Pusat yang digunakan untuk melakukan
pelaporan melalui sistem Online dengan memanfaatkan jaringan internet.
c. Pencatatan dan Pelaporan Rutin lainnya
Adapun bentuk pencatatatan dan pelaporan lainnya yang rutin dilakukan di
Instalasi Farmasi Kabupaten meliputi Buku Catatan Harian Penerimaan
Barang Masuk, Buku Catatan Harian Pengeluaran Barang, Buku Pencatatan
Obat Kadaluwarsa, Buku Pencatatan Obat Habis. Laporan Mutasi Obat
Bulanan
7. Pemusnahan Obat
Pemusnahan obat merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat-obatan
yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, ataupun mutunya sudah tidak
memenuhi standar. Obat-obat yang telah rusak atau kadaluarsa di Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan dilakukan pemusnahan di UPT RS Nyitdah Tabanan dengan
membuat berita acara pemusnahan obat dan disaksikan oleh perwakilan dari
Kementrian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.
Adapun tahapan dari kegiatan pemusnahan diawali dengan pembuatan
daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan di hapuskan beserta alasan-
alasannya oleh petugas di gudang farmasi. Selanjutnya dilakukan pelaporan ke
bagian inspektorat Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan agar dilakukan
pemeriksaan. Tim Inspektorat kemudian melakukan pemeriksaan terhadap obat
yang rusak dan kadaluarsa. Tim ini juga sekaligus menjadi saksi dari kegiatan
pemusnahan dan menandatangi berita acara Pemeriksaan Sediaan Farmasi/obat-
obatan Rusak dan Kadaluarsa.
Metode pemusnahan yang digunakan didasarkan pada bentuk sediaan,

91
dimana sediaan obat psikotropika dan narkotika dipisahkan terlebih dahulu dengan
sediaan non-psikotropika. Sediaan padat seperti tablet dan kapsul dilepaskan dari
kemasan primernya dan kemudian dimusnahkan dengan menggunakan
insinerator. Sediaan cair seperti sirup dan sediaan injeksi dimusnahkan dengan
menggunakan insinerator. Adapun saksi-yang terlibat dalam kegiatan pemusnahan
sediaan farmasi di antaranya Kepala Inspektorat, Kepala Bagian Keuangan
Pemerintah Daerah, Kepala Bagian Perlengkapan Pemda, dan Dinas Kebersihan
dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Tabanan. Setelah pemusnahan, dilakukan
pembuatan berita acara pemusnahan yang tembusannya ditujukan ke pihak BPOM
dan Pemda. Untuk obat narkotika dan psikotropika, tembusan ditujukan ke
BPOM, sedangkan untuk obat non narkotik dan non psikotropik, tembusan
ditujukan ke BPOM dan Pemda. Proses penghapusan di Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan mengalami beberapa kendala, misalnya belum tersedianya
ruangan khusus penyimpanan obat-obat yang akan dimusnahkan, selain itu
pendanaan proses pemusnahan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Maka dari
itu, banyak obat yang akan dihapus di Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
terlihat menumpuk dan belum mendapat penanganan sesuai prosedur.

3.4 Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg


Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg
dilaksanakan selama 20 hari mulai dari tanggal 10 Agustus 2019 sampai pada
tanggal 2 September 2019. Pada awal kegiatan PKPA di UPTD Puskesmas
Selemadeg, peserta PKPA diberikan gambaran umum mengenai profil umum
puskesmas, fungsi puskesmas, visi dan misi puskesmas, dan gambaran mengenai
kegiatan pelayanan di apotek puskesmas. Selama 20 hari PKPA di UPTD
Puskesmas Selemadeg, peserta PKPA melakukan beberapa kegiatan yang dibagi
menjadi dua aspek yaitu pada Pengelolaan Obat dan Pelayanan Kefarmasian serta
tambahan informasi terkait Program-program yang dijalankan UPTD Puskesmas
Selemadeg. Pada bagian Gudang Farmasi Puskesmas mahasiswa PKPA mencari
informasi mengenai standar operasional prosedur kegiatan gudang obat beserta

92
tugas dan fungsi gudang obat di puskesmas, tatacara pengelolaan obat di gudang
farmasi.
Sedangkan kegiatan pelayanan farmasi klinik lebih banyak dipelajari oleh
mahasiswa PKPA pada kegiatan pelayanan Apotek Puskesmas, pada kegiatan
puskesmas keliling. Mahasiswa apoteker mempelajari mengenai proses pelayanan
resep di apotek puskesmas, skrinning resep, penyiapan obat, peracikan puyer, dan
penyerahan obat yang disertai KIE kepada pasien, pelaporan pelayanan
kefarmasian, serta mengikuti kegiatan puskesmas keliling. Uraian singkat
mengenai kegiatan praktek kerja profesi apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg
dapat dilihat pada tabel 3.1
3.4.1 Log Book Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPTD Puskesmas
Selemadeg
Tabel 3.4. Log book praktek kerja profesi apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg
Bidang Aspek Umum Kesehatan dan Pekerjaan
Kefarmasian
Materi Pembekalan umum di puskesmas:
- Profil umum puskesmas, fungsi puskesmas,
visi dan misi puskesmas, kompetensi
apoteker di puskesmas, tugas pokok dan
fungsi apotek di puskesmas.
- Pencarian informasi mengenai standar
kegiatan gudang obat (tugas dan fungsi
gudang obat di puskesmas): perencanaan
kebutuhan obat, permintaan obat, sistem
penyimpanan obat, pendistribusian obat,
administrasi kegiatan di gudang obat
puskesmas, dan proses pelaporan obat.
- Pencarian informasi dan pemahaman
mengenai proses pelayanan resep di apotek
puskesmas.

93
- Keterlibatan dalam kegiatan pelayanan resep
di apotek puskesmas, penyiapan, peracikan,
dan penyerahan obat yang disertai dengan
KIE kepada pasien.
- Tugas-tugas dari apoteker setempat: analisis
rasionalitas pengobatan penyakit-penyakit
endemi.
- Pengelolaan Obat Expired dan Pendataan
- Pengelolaan Vaksin di UPTD Puskesmas
Selemadeg
Hari Tanggal/Alokasi Sabtu, 10 Agustus 2019
Waktu - Penerimaan mahasiswa PKPA oleh UPTD
Uraian Kegiatan PKPA Puskesmas Selemadeg.
- Pengenalam staf di instalasi farmasi di
puskesmas.
- Pemaparan mengenai profil umum, serta visi
dan misi UPTD Puskesmas Selemadeg.
- Pengenalan lingkungan di UPTD Puskesmas
Selemadeg
- Tugas dan fungsi apoteker dibagian gudang
puskesmas mulai dari perencanaan hingga
distribusi obat.
Senin, 12 Agustus 2019
- Pemaparan mengenai kegiatan di gudang obat
- Pemaparan alur perencanaan kebutuhan obat,
dan cara permintaan obat dengan
menggunakan form LPLPO
- Pemaparan mengenai penyimpanan obat
digudang berdasarkan anggaran APBD dan
Dana JKN

94
- Penjelasan mengenai pendistribusian obat di
ruang lingkup UPTD Puskesmas Selemadeg
Selasa, 13 Agustus 2019
Kegiatan di dalam apotek puskesmas
- Penjelasan mengenai kegiatan pelayanan
resep di apotek UPTD Puskesmas Selemadeg
- Penjelasan mengenai alur pasien datang dari
poli hingga melakukan pelayanan di apotek
- Melakukan pelayanan kefarmasian di apotek
puskesmas meliputi skrining resep,
pengambilan obat, pembuatan etiket serta
melakukan penyerahan dan pemberian KIE
kepada pasien
Kegiatan diluar apotek puskesmas
- Ikut serta dalam kegiatan PUSLING
(Puskesmas Keliling) UPTD Puskesmas
Selemadeg di desa Pupuan Sawah
Rabu, 14 Agustus 2019
Kegiatan di dalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/ stok opname
obat untuk register harian apotek
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek meliputi penyiapan, peracikan, dan
penyerahan obat disertai dengan pemberian
KIE kepada pasien di puskesmas
Kegiatan di luar apotek puskesmas
- Ikut serta dalam kegiatan PUSLING
(Puskesmas Keliling) UPTD Puskesmas
Selemadeg
Kamis, 15 Agustus 2019

95
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek meliputi penyiapan, peracikan, dan
penyerahan obat disertai dengan pemberian
KIE kepada pasien di puskesmas

Kegiatan diluar apotek puskesmas


- Ikut serta dalam kegiatan PUSLING
(Puskesmas Keliling) Puskesmas Keliling di
Desa Wanagiri
Jum’at, 16 Agustus 2019
Kegiatan di dalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registersi harian apotek
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek meliputi penyiapan, peracikan,
penyerahan serta pemberian KIE kepada
pasien di apotek
Kegiatan diluar apotek puskesmas
- Melakukan pencatatan pemasukan obat di
gudang obat puskesmas pada buku
penerimaan obat gudang
- Melakukan pencatatan obat di kartu stok
Gudang
Senin, 19 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas

96
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Ikut serta dalam PUSLING (Puskesmas
Keliling) UPTD Puskesmas Selemadeg

Selasa, 20 Agustus 2019


Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Ikut serta dalam PUSLING (Puskesmas
Keliling) UPTD Puskesmas Selemadeg di
Desa Serampingan Kecamatan Selemadeg
- Pencarian informasi mengenai kegiatan
digudang, seperti bagaimana cara pembuatan
registrasi obat harian dan bulanan, pembuatan
LPLPO di masing-masing sub unit yang ada
di puskesmas dan puskesmas pembantu
- Melakukan visite mandiri ke kamar rawat
inap pasien, pemberian obat disertai dengan
KIE kepada keluarga pasien di dampingi oleh
petugas kefarmasian di UPTD Puskesmas
Selemadeg

97
Rabu, 21 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukanpengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
- Melakukan penyiapan obat-obat yang
dibutuhkan di unit UGD UPTD Puskesmas
Selemadeg
- Memasukan barang ke kartu stok obat dari
permintaan apotek ke gudang
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
-

Kamis, 22 Agustus 2019


Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukanpengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
- Menyiapkan obat untuk pasien rawat inap di
UPTD Puskesmas Selemadeg
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
-
Jum’at, 23 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas

98
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
-
Sabtu, 24 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
- Pengisian kartu stok sesuai dengan
pengeluaran obat di UGD dan resep
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Membantu dalam kegiatan PSPK di
lingkungan Bajera Kaja
Senin, 26 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek

99
- Melakukan analisis rasionalitas pengobatan
penyakit endemic, yaitu Myalgia, Diare non
spesifik, dan ISPA non pneumonia, kemudian
dicatat pada formulir pelaporan indicator
untuk ke tiga penyakit tersebut
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Melakukan visite ke kamar rawat inap pasien,
pemberian obat disertai dengan KIE kepada
keluarga pasien di dampingi oleh petugas
kefarmasian di UPTD Puskesmas Selemadeg.
Pembagian obat untuk rawat inap pasie di
UPTD Puskesmas berdasarkan UDD.
Selasa, 27 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
- Pendataan dan pengisian obat di UGD
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Melakukan pengecekan terhadap persediaan
emergency kit di maing-masing sub unit di
UPTD UPTD Puskesmas Selemadeg
- Menyiapkan kebutuhan obat untuk apotek
dan Pustu Desa Antap digudang obat
Rabu, 28 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas

100
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
- Melakukan analisis rasionalitas pengobatan
penyakit endemic, yaitu Myalgia, Diare non
spesifik, dan ISPA non pneumonia, kemudian
dicatat pada formulir pelaporan indicator
untuk ke tiga penyakit tersebut
- Melakukan pencatatan 15 resep untuk didata
pada PIO
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
-
Kamis, 29 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek
- Melakukan pengecekan expire date item obat
di apotek
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
item barang yang didanai oleh JKN
- Diskusi mengenai alur pengdaan vaksin di
UPTD Puskesmas Selemadeg bersama kepala

101
unit vaksinasi antara lain cara amprahan atau
permintaan vaksin ke Dinkes Tabanan
Jum’at, 30 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek. Memberikan
edukasi dan cara pakai obat tetes mata yang
baik dan benar kepada pasien
- Diskusi dengan Apoteker mengenai
pemusnahan resep serta sarana dan prasarana
yang belum tersedia di apotek puskesmas
menurut peraturan perundang-undangan
- Membuat catatan berupa tgl, tahun, dan nama
obat yang akan mendekati expired periode
2019-2020 dan dimasukkan ke dalam kantong
kontrol obat expired
Sabtu, 31 Agustus 2019
Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan pengecekan stok/stok opname
obat untuk registrasi harian apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek.
Kegiatan diluar apotek Puskesmas

102
- Melakukan stok opname untuk obat dan
BMHP di Apotek dan Gudang Puskemas
- Membantu pendataan obat dan alkes retur
dari sub unit yang telah expired
- Pencatatan dan rekapan daftar permintaan
obat
- Diskusi Bersama TTK di Puskesmas
mengenai cara merekap permintaan sedian
farmasi dari sub unit dan membuat LPLPO
yang akan di serahkan ke IFK

Senin, 1 Agustus 2019


Kegiatan didalam apotek puskesmas
- Melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
di apotek puskesmas meliputi penyiapan,
peracikan, penyerahan serta pemberian KIE
kepada pasien di apotek.
- Membantu melakukan pencatatan dan
penyiapan obat dam BMHP untuk di UGD
Puskesmas
- Membantu pencatatan formulir POR dan PIO
- Memasukkan obat yang dating dari Gudang
Obat Puskesmas dan mencatat di kartu stok di
Apotek Puskesmas
- Bimbingan terkait revisi laporan dengan
Apoteker
Kegiatan diluar apotek Puskesmas
- Membantu menyiapkan kebutuhan untuk
persediaan obat Apotek di Gudang Obat
Puskesmas

103
Total Alokasi Waktu 160 jam
Nama dan Paraf Komang Ayu Paramita W., S. Farm., Apt.
Preseptor

Pekerjaan kefarmasian di UPTD Puskesmas Selemadeg meliputi pengelolaan


obat dan pelayanan farmasi. Pekerjaan kefarmasian atau kegiatan pengelolaan obat
di gudang obat UPTD Puskesmas Selemadeg Kabupaten Tabanan dan kegiatan
pelayanan resep di Apotek dilakukan oleh seorang apoteker yaitu Ibu Komang Ayu
Paramita W., S.Farm., Apt. Dalam hal ini untuk membantu memaksimalkan kinerja
pengelolaan dan pelayanan, Apoteker dibantu oleh seorang tenaga teknis
kefarmasian sebagai koordinator gudang yaitu Bapak I Putu Yoga Adi Brata, Amd.
Farm. bersama 2 orang perawat. Tenaga teknis kefarmasian diberikan kewenangan
oleh apoteker untuk melakukan pelayanan resep melalui sebuah surat pendelegasian
yang telah disetujui oleh Kepala Puskemas Selemadeg.
3.4.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di UPTD Puskesmas Selemadeg
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuan dari dilaksanakannya pengelolaan
obat BMHP adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, serta
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem
informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Pengelolaan perbekalan sediaan farmasi di puskesmas meliputi tahap perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, serta pencatatan dan pelaporan.
Adapun alur secara umum pengelolaan obat di UPTD Puskesmas Selemadeg
dapat dilihat pada Gambar 3.2

104
Gambar 3.2 Alur Permintaan dan Penerimaan di UPTD Puskesmas Selemadeg.
Standar kegiatan gudang obat (tugas dan fungsi gudang obat Puskesmas) yang
ada di UPTD Puskesmas Selemadeg telah sesuai dengan tinjauan pada BAB II.
Perencanaan kebutuhan obat, permintaan obat, sistem penyimpanan obat,
pendistribusian obat, administrasi kegiatan di gudang obat Puskesmas dan proses
pelaporan obat akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Seleksi obat di UPTD Puskesmas Selemadeg didasarkan pada Obat Generik
terutama yang tercantum dalam Formularium Indonesia dan Daftar Obat Esential
Nasional (DOEN) yang masih berlaku, Formularium Puskemas Selemadeg dan
Formularium Kabupaten Tabanan. Proses seleksi jenis obat tersebut dilakukan oleh
penanggung jawab di gudang obat UPTD Puskesmas Selemadeg yaitu Apoteker.
Metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi merupakan sistem perencanaan
kebutuhan obat di UPTD Puskesmas Selemadeg. Metode konsumsi yaitu
berdasarkan penggunaan data penggunaan obat bulan lalu dan dikombinasikan
dengan metode epidemiologi yaitu berdasarkan periode penyakit dan frekuensi
penyakit yang kejadiannya tinggi pada wilayah UPTD Puskesmas Selemadeg.
Perencanaan kebutuhan obat di UPTD Puskesmas Selemadeg menggunakan data
pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO untuk selanjutkan diserahkan ke
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dan dilakukan permintaan obat.LPLPO
dibuat rangkap 2 (dua):
1. Asli untuk Gudang Obat Puskesmas
2. Tembusan 1 dikirim untuk Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan

105
Berdasarkan pada Standar Operasional Prosedur yang dimiliki, Perencanaan
kebutuhan obat dan Bahan Medis Habis Pakai di UPTD Puskesmas Selemadeg
dilakukan melalui proses seleksi mengacu pada data pemakaian obat pada bulan
sebelumnya. Adapun tahapan yang dilakukan antara lain, Petugas gudang farmasi
mengumpulkan usulan kebutuhan dari masing-masing sub unit dan pemegang
program. Kemudian petugas merekap usulan kebutuhan yang masuk, petugas juga
membuat rekapan pemakaian obat dan BMHP tahun sebelumnya dan menghitung
rata-rata pemakaian per bulannya. Petugas selanjutnya membuat rancangan usulan
perencanaan satu (1) tahun dengan menggunakan rumus:
Usulan = SK (Stok Kerja) + SWK (Stok Waktu Kosong) + SWT (Stok Waktu
Tunggu) + SP (Stok Penyangga)
Dengan diasumsikan Waktu Tunggu selama 6 bulan, dan stok penyangga
sebesar 50% serta nilai SWK tidak diperhitungkan. Petugas Farmasi menganalisa,
membandingkan usulan kebutuhan yang masuk dengan perhitungan rancangan
usulan perencanaan (1) tahun diatas melalui pertemuan khusus dengan penanggung
jawab pada masing-masing sub unit. Petugas Farmasi menyusun perencanaan
sediaan farmasi dalam satu tahun sesuai dengan hasil monitoring dan analisa yang
dilakukan. Berikut adalah contoh LPLPO di UPTD Puskesmas Selemadeg.

Gambar 3.3 Contoh LPLPO UPTD Puskesmas Selemadeg

106
Untuk menentukan jumlah permintaan obat data yang diperlukan antara lain
data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah kunjungan resep, data penyakit
dan frekuensi distribusi obat yang dapat diketahui melalui LPLPO. Perhitungan
kebutuhan obat, jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan
pemakaian pada periode sebelumnya. Selain itu pada LPLPO dilengkapi dengan
jumlah stok optimum obat. Dengan adanya jumlah stok optimum ditujukan agar
kekosongan stok obat di puskesmas dapat dihindari. Sebelumnya di UPTD
Puskesmas Selemadeg melakukan perencanaan untuk 1 bulan dengan rumus stok
optimum yang digunakan adalah 2 x jumlah rata-rata pemakaian setiap bulan, akan
tetapi dikarenakan jumlah stok pada akhir bulan sering kali kurang atau banyak obat
yang akhirnya kosong maka perencanaan permintaan obat setiap bulannya
dilakukan dengan perhitungan stok optimum 3 x jumlah rata-rata pemakaian setiap
bulan. Adapun data 10 penyakit terbanyak ditampilkan pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Sepuluh Besar Penyakit dengan Angka Penderita Tertinggi di Tahun
2019.
No. Jenis Penyakit Jumlah
1 Dispepsia 99
2 ISPA Non Pneumonia 98
3 Demam 91
4 Arthritis lainnya 80
5 Cepalgia + Sakit Kepala 75
6 Myalgia 57
7 Common Cold 55
8 Faringitis 50
9 Penutupan Luka Pasca Oprasi 38
10 Dermatitis 38
TOTAL 681
Karakteristik jenis penyakit yang termasuk dalam 10 besar penyakit selama 1
tahun di UPTD Puskesmas Selemadeg berkorelasi dengan jumlah pemakaian obat.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan data pemakaian obat yang diresepkan oleh dokter.

107
Data sepuluh besar pemakaian obat di UPTD Puskesmas Selemadeg selama tahun
2017 dapat dilihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Sepuluh Besar Pemakaian Obat di UPTD Puskesmas Selemadeg pada
Bulan Juli 2019.
No Nama Obat Jumlah Obat
1 Paracetamol Tablet 500 Mg 5992
2 Besi (II) Sulfat Tablet Salut Kombinasi 3705
3 Amoxicillin Kapsul 500 Mg 3267
4 Natrium Diclofenak 50 Mg (Nadipen/Prostanac) 3054
5 Ranitidin Tablet 150 Mg 2909
6 Dexamethason Tablet 0,5 Mg 2834
7 Antasida Doen Tblet Kombinasi 2760
8 Metformin Tablet 500 Mg 1485
9 Ambroxol Tablet 30 Mg/Promukus 1367
10 Zink Tablet 1097
TOTAL 28410

Grafik Pendataan Sepuluh Besar Pemakaian Obat di UPTD Puskesmas


Selemadeg pada bulan Juli 2019 dapat pula dilihat pada gambar .

Gambar 3.4 Grafik Sepuluh Besar Penggunaan Obat Terbanyak di Puskesmas


Selemadeg pada bulan Juli 2019

108
2. Pengadaan atau Permintaan
Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat sebelumnya.
Pengadaan obat dan BMHP di UPTD Puskesmas Selemadeg diadakan melalui 2
cara yaitu dari Instalasi Farmasi Kabupaten dan Pembelian menggunakan dana
kapitasi JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Permintaan obat dilakukan secara
langsung oleh Apoteker yang sekaligus sebagai Kepala Gudang Obat di UPTD
Puskesmas Selemadeg, dengan menggunakan format LPLPO (Laporan pemakaian
dan lembar permintaan obat) yang dilakukan secara periodik (setiap 1 bulan).
LPLPO tersebut selanjutnya akan diproses di Dinas Kesehatan Tabanan melalui
bagian Seksi Instalasi Farmasi (Gudang Farmasi) Kabupaten Tabanan. Jenis
pengadaan dapat dibagi menjadi pengadaan rutin dan pengadaan khusus yang
dilakukan secara periodik (setiap satu bulan) dan pengadaan khusus yang dilakukan
apabila kebutuhan akan obat tertentu meningkat, menghindari kekosongan stok
obat dan penanganan kejadian luar biasa (KLB), obat rusak dan kadaluarsa. LPLPO
paling lambat diserahkan ke dinas kesehatan pada tanggal 5 setiap bulannya.
Permintaan rutin dari puskesmas dilakukan setiap 1 bulan sekali
menggunakan format LPLPO yang pengambilannya dilakukan langsung ke
Instalasi Farmasi Kabupaten oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
Puskesmas. Sedangkan, permintaan khusus dilakukan dengan melampirkan SBBK
(Surat Bukti Barang Keluar) yang diusulkan oleh Apoteker atau petugas gudang
atas persetujuan Kepala Puskesmas Selemadeg kemudian surat tersebut diantarkan
langsung kepada Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan. Permintaan khusus
dilakukan apabila terjadi kekurangan stok akibat kebutuhan obat yang meningkat
atau terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Untuk obat-obat yang habis sebelum
waktunya (1 bulan) dan diperlukan segera (cito) Puskesmas dapat menyerahkan
Surat Bukti Mutasi Obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan. Pada tahun ini,
obat diantarkan langsung oleh petugas Instalasi Farmasi Kabupaten ke Puskesmas,
namun obat dapat juga diambil langsung ke Instalasi Farmasi Kabupaten oleh
Apoteker ataupun petugas gudang obat Puskesmas sesuai dengan kondisi. Selain

109
dari permintaan obat rutin yang dilakukan ke Instalasi Farmasi Kabupaten melalui
LPLPO setiap bulannya, Apoteker UPTD Puskesmas Selemadeg juga mengadakan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) secara mandiri menggunakan dana Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN melalui sistem e-catalouge. Untuk sub unit
puskesmas pembantu, permintaan obat dari Gudang Puskesmas Induk dilakukan
dengan menyerahkan lembar LPLPO sub unit kepada Gudang Puskesmas.
Permintaan yang diajukan sudah termasuk kebutuhan program dan
puskesmas pembantu di wilayah kerjanya (Pustu Antap, Pustu Pupuan Sawah,
Pustu Wanagiri Kauh, dan Pustu Manikyang).
3. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan BMHP adalah suatu kegiatan dalam
menerima Sediaan Farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten atau hasil
pengadaan Puskesmas secara mandiri. Penerimaan di UPTD Puskesmas Selemadeg
biasanya dilakukan pada awal bulan. Selama proses penerimaan, petugas gudang
UPTD Puskesmas Selemadeg melakukan pemeriksaan terhadap obat tersebut yang
meliputi nama obat, jumlah dan jenis obat yang diterima, bentuk sediaan, tanggal
kadaluarsa, nomer batch, spesifikasi teknis dari obat dan kondisi fisik obat.
Setelah barang yang datang diperiksa kesesuaiannya, obat dan alat kesehatan
yang diterima dicatat pada buku laporan barang masuk, kartu stok masing-masing
obat dan dimasukkan pula dalam bentuk data elektronik di komputer. Setelah
dicatat, obat dan alat kesehatan disimpan sesuai dengan alfabetis dan bentuk
sediaan berdasarkan FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
Untuk penerimaan obat dari IFK ke Gudang obat UPTD Puskesmas Selemadeg
berdasarkan pendanaan yaitu obat APBD dan JKN. Disamping hal-hal yang
disebutkan diatas, pada saat proses penerimaan Apoteker ataupun tenaga
kefarmasian atau petugas yang bertanggung jawab wajib memperhatikan masa
kedaluarsa atau expired date dari Sediaan Farmasi ataupun BMHP yang diterima.
Masa kedaluarsa minimal dari Sediaan Farmasi dan BMHP yang diterima
disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan. Namun
dalam keadaan tertentu bila ada Sediaan Farmasi ataupun BMHP dengan masa
kadaluarsa yang dekat, agar dapat segera ditanggapi oleh Apoteker atau petugas

110
dengan memanajemen penggunaannya melalui program puskesmas ataupun segera
didistribusikan ke sub unit.
4. Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi pengaturan tata ruang, penyusunan stok
obat, pencatatan stok obat dan pengamatan mutu obat. Obat-obatan dan perbekalan
kesehatan yang telah diterima disimpan dengan sistem FIFO (First In First Out)
atau FEFO (First Expired First Out) untuk kemudian dikeluarkan secara bertahap
guna keperluan pelayanan berdasarkan obat yang memiliki waktu kadaluwarsa
yang paling awal. Cara penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan di Apotek
Puskemas diklasifikasikan berdasarkan golongan obat dan bentuk sediaan,
sedangkan untuk di Gudang Obat Puskesmas berdasarkan pendanaan yaitu APBD
dan JKN. Obat yang telah diklasifikasikan tersebut kemudian ditata secara alfabetis.
Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat terdiri dari obat
narkotika/psikotropika dan obat umum. Obat yang termasuk golongan
narkotika/psikotropika disimpan pada lemari khusus yang dilengkapi dengan 2
pintu dan 2 kunci. Masing-masing kunci dipegang oleh oleh orang yang berbeda.
Namun di UPTD Puskesmas Selemadeg sendiri, tidak diadakan obat narkotika
sehingga yang tersedia hanya obat yang termasuk dalam golongan psikotropika
(obat keras tertentu) yang disimpan sesuai pada lemari khusus 2 pintu dengan 2
kunci.
Penyimpanan obat di apotek berdasarkan bentuk sediaan, sediaan obat
generik, injeksi dan krim/salep diletakkan dalam satu lemari dan dipisahkan atau
berbeda lemari penyimpanan dengan obat sirup, obat-obat tertentu dan obat
prekursor. Selain itu di gudang obat untuk sediaan yang memiliki stabilitas pada
suhu dingin, disimpan di lemari pendingin dan untuk sediaan vaksin dikelola
berbeda dan disimpan dalam suatu cool chain.
Gudang Farmasi di UPTD Puskesmas Selemadeg memiliki penanggung
jawab seorang tenaga teknis kefarmasian dan seorang perawat, dibawah
pengawasan Apoteker. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA yang berkaitan
dengan proses penyimpanan di gudang obat UPTD Puskesmas Selemadeg adalah
mendata dan memberikan tanda obat-obatan yang termasuk golongan obat yang

111
diadakan berdasarkan APBD dan JKN, mencari literatur yang berisikan aturan
penyimpanan obat-obat LASA, serta mencatat jumlah obat yang baru masuk dan
keluar pada kartu stok. Dimana berikut adalah contoh kartu stok di Gudang Obat
UPTD Puskesmas Selemadeg.

Gambar 3.5. Contoh Kartu Stok di Gudang Obat UPTD Puskesmas Selemadeg.
Untuk ruangan penyimpanan di gudang obat Puskesmas Selemadeg memiliki
suhu kurang dari 25°C. Selain itu, gudang obat telah memiliki ventilasi yang cukup
serta pelindung ventilasi agar paparan sinar matahari tidak langsung masuk ke
dalam ruangan. Selain itu, ruang penyimpanan sudah dilengkapi dengan pendingin
ruangan (AC). Kontrol untuk pemeriksaan kondisi ruangan seperti suhu dan
kelembaban dievaluasi dengan menggunakan lembar monitoring suhu. Untuk suhu
ruangan dikontrol agar tetap berada pada rentang 20-25oC dan kelembaban adalah
RH 60%. Kontrol suhu dilakukan melalui pencatatan tiap harinya dalam lembar
monitoring suhu. Sedangkan untuk lemari pendingin juga dilakukan kontrol suhu.
Obat yang membutuhkan suhu rendah seperti suppositoria dan sediaan injeksi
tertentu tertentu disimpan pada lemari es dengan suhu 8-15ºC.
Penyimpan vaksin di UPTD Puskesmas Selemadeg terpisah dari gudang
penyimpanan obat, pengelolaannya pun terpisah yang dilakukan oleh Program
Vaksinasi sendiri. Proses pengadaannya juga dilakukan secara langsung dari
Program Vaksinasi Puskesmas Selemadeg ke Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan. Vaksin disimpan dalam Cold Chain dengan suhu yang telah tetapkan

112
sebelumnya yaitu 2-8ºC. Petugas yang bertugas di gudang vaksin akan memeriksa
suhu pada Cold Chain secara berkala setiap hari. Hal ini karena apabila terjadi
perubahan suhu, akan menyebabkan akumulasi paparan panas yang mengakibatkan
pergeseran suhu dan mempengaruhi lifetime dari vaksin-vaksin tersebut.
Pengelolan vaksin terpisah dari pengelolaan perbekalan farmasi yang lainnya di
Puskesmas Selemadeg.
5. Distribusi Obat
Distribusi obat di UPTD Puskesmas Selemadeg dilakukan dari Gudang Obat
UPTD Puskesmas ke Puskesmas Pembantu, Poskesdes, Laboratorium dan Apotek
Puskesmas, untuk selanjutnya didistribusikan kepada masyarakat. Adapun tahap-
tahap kegiatan pendistribusian obat, bahan medis habis pakai dan alat kesehatan
dari gudang obat Puskesmas ke masing-masing sub-unit meliputi:
1. Pemesanan obat dari masing-masing Sub Unit ke Gudang Obat Puskesmas
Selemadeg dilaksanakan setiap 1 bulan sekali menggunakan LPLPO.
2. Pendistribusian ke apotek Puskesmas, Poskesdes dan Puskesmas pembantu
dilakukan 1 bulan sekali dengan ketentuan pendistribusian sebagai berikut:
a. Petugas gudang obat melakukan pengecekan dan pemeriksaan
permintaan obat dan alat kesehatan terkait dengan jenis, bentuk sediaan,
tanggal kadaluarsa dan jumlah obat dan alat kesehatan pada LPPO yang
diterima.
b. Petugas gudang obat selanjutnya menyesuaikan jumlah permintaan
yang telah dicek sebelumnya dengan ketersediaan obat di gudang obat.
c. Pengeluaran obat dicatat pada kartu stok dan Apoteker gudang obat
mengisi formulir pemberian obat pada LPLPO.
d. Petugas gudang obat menyediakan obat dan alat kesehatan yang diminta
oleh sub unit pelayanan.
e. Masing-masing sub unit mengambil langsung ke gudang obat di
Puskesmas Selemadeg.
f. Sebelum didistribusikan, Apoteker gudang obat akan mengecek ulang
terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat yang akan didistribusikan
dengan yang tercatat di buku pengeluaran obat.

113
g. Pengeluaran obat selanjutnya dicatat pada kartu stok dan buku laporan
obat keluar. Sebelum didistribusikan, petugas gudang akan mengecek
ulang terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat yang akan
didistribusikan dengan yang tercatat di buku pengeluaran obat.
h. Kemudian, pengeluaran obat dicatat dalam bentuk data elektronik pada
komputer.
Alur distribusi obat dan pelaporan di gudang obat ditampilkan sesuai bagan pada
Gambar 3.6

Gambar 3.6 Alur Distribusi Obat dan pelaporan di Gudang Obat UPTD
Puskesmas Selemadeg
UPTD Puskesmas Selemadeg merupakan puskesmas rawat inap melakukan
distribusi obat dari apotek dalam bentuk Emergency Kit ke beberapa unit yaitu
UGD, Ruang VK, Ruang KIA, Ruang Imunisasi, Ruang Poli Gigi, Laboratorium
dan Ambulance. Dimana obat-obat emergency ini dapat digunakan dalam keadaan
genting. Pada tabel 3.4 adalah data obat-obat emergency pada masing-masing unit.

114
Tabel 3.7 Daftar Obat Emergency pada masing-masing Unit di UPTD Puskesmas
Selemadeg
No. Nama Obat dan BMHP Ruangan
UGD VK KIA Imunisasi Poli Gigi Lab
1. Atropin Sulfat Injeksi
2. Epineprin Injeksi 1 1 1 1 1 1
3. Asam Tranexanat 1
4. Ondansentron 0
5. Ranitidin Injeksi 1
6. Dextrose 40% 1
7. Dextrose 10%
8. Stesolid Supp 1
9. Diazepam Injksi 1
10. Ketorplac Injeksi
11. Dexmethason Injeksi 1 1 1 1 1 1
12. ABU Injeksi
13. Dyphenydramin Injeksi 1
14. Aminophylin Injeksi 1
15. Ventolin Nebul 1
16. Infus RL 2
17. Infus NaCL 2
18. Dextrose 8% 2
19. Pehacain Injeksi 2
20. Phenobarbital Injeksi
21. Buskopan Injeksi 1
22. Oksigen Canula 1
23. Masker Oksigen Dewasa 1
24. Masker Oksigen Anak 1
25. Infus Set Makro 2
26. Infus Set Mikro 2
27. Blood Set 2
28. Abocate 24 2
29. Abocate 22 2
30. Abocate 20 2
31. Abocate 18 2
32. Abocate 16
33. Wing Nidle 1
34. Spuit 2.5 cc 5 2 2 2 2 2
35. Spuit 5 cc

115
36. Spuit 10 cc
37 Phenobarbital Tab 30 mg 10

Berikut adalah contoh emergency kit yang terdapat di salah satu sub unit di UPTD
Puskesmas Selemadeg.

Gambar 3.7 Emergency Kit di Salah satu Ruangan Pelayanan di UPTD


Puskesmas Selemadeg.

6. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan data obat dan BMHP merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima,
disimpan, didistribusikan. Pencatatan obat dan BMHP dilakukan secara rutin dari
hari ke hari. Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok, penerimaan dan
pengeluaran dijumlahkan pada setiap pencatatan. Berdasarkan pencatatan yang
dilakukan akan memberikan informasi berupa jumlah obat yang tersedia (sisa stok),
jumlah obat yang diterima, jumlah obat yang keluar, jumlah obat yang
hilang/rusak/kadaluwarsa, dan jangka waktu kekosongan obat. Kegiatan pencatatan
dan pelaporan di UPTD Puskesmas Selemadeg dilakukan pada saat obat tersebut

116
masuk atau keluar. Obat yang masuk atau keluar dari Gudang Obat UPTD
Puskesmas Selemadeg dicatat pada buku penerimaan dan pengeluaran obat Gudang
Obat serta pada kartu stok. Adapun buku – buku yang menunjang kegiatan
pencatatan dan pelaporan yaitu : Buku Penerimaan, Buku Pengeluaran, Buku Retur,
Buku Obat Habis, Buku Obat Kosong dan Buku Review.
Administrasi yang harus dibuat oleh petugas gudang farmasi Puskesmas
Selemadeg meliputi:
1. Laporan neraca gudang dibuat setiap 6 bulan sekali dimana laporan neraca
tersebut diserahkan kepada Dinas Kabupaten Tabanan dan oleh Dinas
Kabupaten Tabanan akan melaporkan laporan tersebut ke Pemerintah Daerah.
2. Laporan Stok Opname di gudang UPTD Puskesmas Selemadeg di laporkan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan setiap bulan juli dan januari.
3. Mengisi Form pemantauan Indikator Ketersediaan Obat dan Vaksin di
Gudang Obat UPTD Puskesmas Selemadeg.
4. Pemantauan obat yang menjelang kadaluarsa.
5. Pembuatan laporan stok opname gudang farmasi.
6. Mengolah dan merekap LPLPO sub unit baik yang berasal dari dana APBD
dan Program JKN menjadi LPLPO puskesmas setiap bulan untuk dilaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten tabanan.
7. Mencatat setiap mutasi obat dalam kartu stok dan buku induk gudang. Stok
opname di gudang obat dilakukan setiap akhir bulan atas keseluruhan
persediaan obat dan bahan habis pakai yang ada.
8. Merekap LPLPO sub unit, mencatat stok awal obat, penerimaan dari gudang,
pengeluaran obat, sisa stok serta permintaan ke gudang obat Puskesmas
Selemadeg
9. Membuat laporan obat kadaluarsa setiap 6 bulan.
Sedangkan pencatatan dan pelaporan yang harus dibuat oleh penanggung
jawab di apotek UPTD Puskesmas Selemadeg serta petugas puskesmas yang
bertanggung jawab di masing-masing puskesmas pembantu antara lain:
1. Mencatat setiap mutasi obat dalam kartu stok.

117
2. Mencatat jenis dan banyaknya obat yang keluar setiap harinya dalam buku
register obat
3. Membuat laporan stok opname. Stok opname dilakukan sebagai mekanisme
kontrol terhadap arus masuk dan keluar obat, dimana dalam proses ini akan
dilakukan perhitungan stok secara fisik untuk dicocokkan dengan stok yang
tercatat di dalam kartu stok dan laporan persediaan obat.
4. Membuat rekapan resep tiap bulan.
5. Membuat LPLPO sub unit, mencatat stok awal obat, penerimaan dari
gudang, pengeluaran obat, dan sisa stok di sub unit.
6. Membuat Laporan Penggunaan Obat yang Rasional, formulir kompilasi
data peresepan antibiotik pada ISPA non pneumonia dan diare non spesifik,
serta peresepan injeksi pada myalgia.
7. Membuat Laporan waktu pelayanan resep obat racikan dan obat jadi yang
pendataannya dilakukan setiap hari Selasa.
8. Merekap pengeluaran Obat Program dan ruangan
9. Membuat laporan stok opname atau sisa stok di serahkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan setiap 6 bulan.
10. Laporan neraca gudang dibuat setiap 6 bulan sekali dimana laporan neraca
tersebut diserahkan kepada Dinas Kabupaten Tabanan dan oleh Dinas
Kabupaten Tabanan akan melaporkan laporan tersebut ke Pemerintah
Daerah.
11. Mencatat semua resep yang tidak bisa dilayani di Apotek Puskesmas.

Sistem pencatatan penggunaan obat di UPTD Puskesmas Selemadeg


dilakukan secara manual dan komputerisasi dengan menggunakan kartu stok dan
pencatatan atau register di komputer. Stok opname dilakukan setiap akhir bulan
pada tanggal terakhir di bulan tersebut atau menyesuaikan. Pelaporan stok opname
di UPTD Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten dilakukan setiap bulan Juli
dan Januari setiap tahunnya. Obat-obatan yang rusak atau sudah kadaluarsa
disimpan terpisah dengan obat dengan kondisi baik dan diberi tanda, kemudian
dibuatkan berita acara penyerahan obat untuk selanjutnya diserahkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan pada setiap bulan Juli dan Januari setiap tahunnya

118
untuk dimusnahkan. Obat-obatan kadaluarsa yang terdapat di sub-unit akan
dikembalikan terlebih dahulu ke Gudang Obat Puskesmas sebelum akhirnya diretur
bersamaan ke Instalasi Farmasi Kabupaten.
7. Pemusnahan
UPTD Puskesmas Selemadeg tidak melaksanakan pemusnahan obat dan alat
kesehatan secara langsung untuk obat yang didapatkan dari UPTD Instalasi Farmasi
Kabupaten Tabanan. Obat yang kadaluarsa maupun rusak dipisahkan terlebih
dahulu untuk dikembalikan ke UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan dan
dibuatkan surat oleh Apoteker UPTD Puskesmas Selemadeg yang ditandatangani
oleh Kepala Puskesmas Selemadeg, petugas UPTD Puskesmas Selemadeg dan
petugas UPT Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan. Namun untuk Bahan Medis
Habis Pakai yang pengadaannya dari dana JKN dan mengalami kadaluarsa
puskesmas dapat melakukan pemusnahan sendiri dengan berita acara yang sesuai.

Gambar 3.8 Insenerator di UPTD Puskesmas Selemadeg.


UPTD Puskesmas Selemadeg pernah melaksanakan pemusnahan resep untuk
Resep yang telah disimpan dari tahun 2011 sampai 2013. Berikut adalah berita
acara pemusnahan resep tersebut.

119
Gambar 3.9 Berita Acara Pemusnahan Resep yang pernah dilakukan di UPTD
Puskesmas Selemadeg.
8. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi di Puskesmas Selemadeg dilakukan secara
rutin oleh Apoteker, dimana beberapa kegiatan monitoring yang dilakukan
diantaranya Pemantauan atau Monitoring Obat Menjelang Kadaluarsa, Monitoring
Efek Samping Obat, Monitoring Penyediaan Obat Emergency, Monitoring
Penyusunan Kebutuhan Sediaan Farmasi, Monitoring Penyimpanan dan
Pendistribusian Obat terutama di Sub Unit. Sedangkan untuk kegiatan evaluasi
yang dilakukan antara lain Evaluadi ketersediaan obat terhadap formularium,
Evaluasi kesesuaian peresepan dengan formularium dan Evaluasi untuk
penanganan obat hilang, obat rusak, dan obat kadaluarsa.
Apoteker melakukan monitoring penyimpanan dan pendistribusian obat di
sub unit seperti Apotek, Puskemas Pembantu dan Bidan Desa. Monitoring ini
dilakukan untuk memastikan agar sediaan farmasi di sub unit terkelola dengan baik
sehingga dapat menunjang pelayanan kesehatan ke masyarakat. Monitoring
penyimpanan dan pendistribusian obat di sub-unit dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :

120
1. Petugas Farmasi mengusulkan rencana kegiatan monitoring dan evaluasi
(Monev) penyimpanan dan pendistribusian sediaan farmasi di sub unit
pelayanan.
2. Jika disetujui oleh sub unit, Petugas Farmasi menyusun jadwal kegiatan
Monev.
3. Petugas Farmasi mengirimkan surat pemberitahuan jadwal pelaksanaan
Monev ke sub unit.
4. Petugas Farmasi yang ditunjuk melaksanakan kegiatan Monev ke sub unit.
5. Adapun beberapa hal yang perlu dimonitoring terkait:
a. Kelengkapan Administrasi (meliputi Buku Register harian obat,
Register bulanan, Kartu Stok, Arsip laporan LPLPO, laporan stok
opname, Neraca dan SOP, serta kelengkapan kitir resep).
b. Kondisi Penyimpanan obat meliputi kesesuaian penyimpanan obat
dengan SOP Penyimpanan, Adanya obat yang kadaluarsa ataupun
melihat kesesuaian stok obat dengan kartu stok obat.
c. Membahas permasalahan yang dialami di sub unit.
6. Petugas Farmasi mengisi blanko Monev dan melaporkan hasil Monev.
Pemantauan atau monitoring obat menjelang kadaluarsa juga dilakukan oleh
Apoteker dan Staff Farmasi UPTD Puskesmas Selemadeg dengan menggunakan
kantong kontrol Expired Date Obat yang kemudian direkap hasilnya setiap bulan
dalam bentuk pemberitahuan sebagai berikut.

121
Gambar 3.10 Kantong Kontrol Obat Expired pada Periode tahun 2019-2020.

3.4.3 Pengelolaan Obat Program Imunisasi di UPTD Puskesmas Selemadeg


Pengelolaan obat program imunisasi yaitu obat berupa vaksin terpisah dengan
pengelolaan obat di Gudang Farmasi UPTD Puskesmas Selemadeg. Pengelolaan
vaksin dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan pada bagian imunisasi, Ni Made
Liya Agus Setiasih, S.Kep. dimana beliau memiliki kewajiban mulai dari
melakukan permintaan vaksin ke UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan
hingga pelaporan penggunaanya setiap bulannya.
A. Permintaan
Permintaan dilakukan oleh petugas penanggung jawab gudang vaksin dengan
menggunakan Formulir Buku Amprahan Vaksin atau SBBK (Surat Bukti Barang
Keluar) yang formatnya telah diberikan oleh pihak Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan. Jumlah vaksin yang diminta setiap jenisnya untuk keperluan 1 bulan
dihitung dengan persamaan berikut :

Jumlah permintaan = (5/4 x jumlah vaksin yang digunakan pada bulan


sebelumnya) - sisa stok.

122
Petugas selanjutnya akan membawa SBBK ke Instalasi Farmasi Kabupaten
Tabanan, kemudian setelah sampai di Instalasi Farmasi akan diperiksa jumlah stok
yang diminta dan ketersediaan vaksin di Instalasi Farmasi. Apabila persediaan
vaksin di Instalasi Farmasi mencukupi, maka permintaan dapat dipenuhi.

Gambar 3.11 Formulir Buku Amprahan Vaksin


B. Penerimaan
Vaksin sebelum diterima, dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap
nilai VVM dan nilai expired date-nya. NIlai VVM merupakan indikator yang
digunakan untuk menilai mutu vaksin. Apabila VVM berada pada rentang nilai A
dan B maka vaksin masih dapat digunakan, namun bila berada pada rentang C dan
D, maka vaksin dikatakan rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Vaksin yang sesuai
kemudian diterima dan dimasukkan ke dalam cold chain. Vaksin ydang tidak
sesuai, dapat dikembalikan langsung ke Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan.
Vaksin yang diterima kemudian dicatat di buku Pencatatan Stok Vaksin.

123
Gambar 3.12 Buku Pencatatan Stok Vaksin Program Imunisasi
C. Penyimpanan
Penyimpanan vaksin di lakukan didalam cold chain dan dijaga suhunya 2 -
80C. Pemantauan suhu cold chain dilakukan setiap hari, sebanyak 2 kali sehari pada
pagi hari dan siang hari. Vaksin disimpan dibedakan untuk vaksin yang sensitif
dingin dijauhkan dari cold pack, sedangkan vaksin yang sensitif panas atau yang
memerlukan suhu lebih rendah untuk penyimpanan seperti vaksin BCG atau Folio
dapat ditempatkan dekat dengan cold pack. Penyimpanan Vaksin dapat dilihat pada
Gambar 3.14

124
A B

C
Gambar 3.13 A) Cold chain untuk penyimpanan vaksin yang baru datang dari
UPTD IFK Tabanan; B) Cold chain untuk penyimpanan vaksin yang akan di
distribusikan; C) Cold chain untuk penyimpanan vaksin lainnya.

D. Pendistribusian
Pendistribusian vaksin dilakukan ke Pustu, Poskesdes atau Praktek Dokter
Anak atau Bidan ataupun digunakan sendiri untuk program Imunisasi di UPTD
Puskesmas Selemadeg. Saat pendistribusian, digunakan cold box untuk tetap
menjaga stabilitas vaksin. Seringkali vaksin dibawa keluar ruangan untuk beberapa
kegiatan pelayanan, adapun beberapa langkah pendistribusian vaksin ke pelayanan
luar gedung adalah sebagai berikut :
1. Petugas vaksin menyimpan pelarut yang akan digunakan dalam lemari es satu
hari sebelum akan digunakan.

125
2. Petugas vaksin menyiapkan vaksin dan pelarutnya sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan sasaran dan jadwal pelayanan
3. Petugas memastikan kondisi VVM vaksin A atau B, dan belum melewati
masa kadaluarsa
4. Petugas mencatat vaksin dan pelarut tersebut di dalam buku stok vaksin
sebagai pengeluaran
5. Petugas meletakkan coolpack pada setiap sisi vaksin carrier
6. Petugas memasukkan vaksin dan pelarut ke dalam vaksin carrier
7. Petugas meletakkan vaksin pada vaksin carrier sesuai dengan sensitifitasnya,
dimana yang sensitif panas ditempatkkan pada bagian pinggir menempel pada
coolpack sedangkan vaksin sensitive beku serta pelarut ditempatkan pada
bagian tengah vaksin carrier
8. Petugas meletakkan 1 buah alat pemantau paparan suhu beku diantara vaksin
sensitif beku
9. Petugas meletakkan spon pada bagian atas vaksin carier
10. Petugas menutup rapat vaksin carrier
11. Petugas sebaiknya menghindari vaksin carrier dari paparan sinar matahari
langsung selama perjalanan ke tempat pelayanan
12. Petugas memeriksa kembali kondisi VVM dan alat pemantau paparan suhu
beku setelah sampai di tempat pelayanan.
13. Petugas sebaiknya tidak menggunakan coldpack (kotak dingin beku atau batu
es) di dalam vaksin carrier
E. Pemusnahan
Sampah vaksin dimasukkan ke dalam safety box dan dibakar pada
insenerator.
F. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan penggunaan vaksin tidak dilakukan menggunakan kartu stok,
melainkan menggunakan buku pencatatan stok vaksin yang mana dicatat vaksin
yang keluar dan vaksin yang masuk ke dalam stok Program Imunisasi atau
Vaksinasi.

126
3.4.4 Pelayanan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Selemadeg
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Menurut PerMenKes No. 74 Tahun 2016 tentang Standar pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas, Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
c. Konseling
d. Ronde/Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
g. Evaluasi Penggunaan Obat
Pelayanan kefarmasian di UPTD Puskesmas Selemadeg dilakukan oleh
tenaga kefarmasian yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker yang
bertugas lebih berfokus pada pelayanan kefarmasian di apotek puskesmas dibantu
oleh 1 orang perawat. Sedangkan pengelolaan obat di Gudang Obat Puskesmas
dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian dan dibantu oleh 1 orang perawat
dibawah pengawasan Apoteker. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas, Puskesmas minimal harus memiliki 1 Apoteker sebagai penanggung
jawab, penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian dapat dilakukan secara terbatas
oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain dan berada di bawah
pembinaan dan pengawasan Apoteker.
Pelayanan kefarmasian yang ada di UPTD Puskesmas Selemadeg adalah
pengkajian resep, penyiapan obat, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat
(KIE). Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik dilaksanakan sesuai dengan SOP
atau prosedur yang sudah tersedia. UPTD Puskesmas Selemadeg melayani pasien
rawat jalan, rujukan, dan pasien Unit Gawat Darurat (UGD) dan rawat inap. Apabila
dalam proses penyiapan obat terdapat obat-obatan yang tidak tersedia di Apotek
atau ada penggantian obat, maka Apoteker akan melakukan konsultasi kepada

127
Dokter penulis resep untuk mendapatkan solusi dari permasalahan tersebut,
kemudian hasil konsultasi akan dicatat pada sebuah Buku Konsultasi Dokter
(Lampiran 6). Adapun alur pelayanan obat untuk pasien rawat jalan di UPTD
Puskesmas Selemadeg ditampilkan pada gambar 3.14

Gambar 3.14 Alur Pelayanan Obat untuk Pasien Rawat Jalan di UPTD
Puskesmas Selemadeg
Pasien yang berobat di UPTD Puskesmas Selemadeg harus melakukan
registrasi terlebih dahulu di loket pendaftaran, dimana saat di loket pasien di data
meliputi nama, usia, alamat, dan jenis tanggungan (JKN dan umum). Saat ini UPTD
Puskesmas Selemadeg melayani dua jenis tanggungan, berdasarkan sumber
pendanaan yaitu pasien JKN dan pasien umum. Setelah pasien melakukan registrasi
di loket, pasien menuju poli sesuai dengan kondisi pasien, kemudian dilakukan
pemeriksaan oleh Dokter/Dokter gigi/Bidan. Pasien mendapatkan lembar resep
yang ditulis oleh Dokter. Bila pasien tidak dapat ditangani di Puskesmas, pasien
akan dirujuk ke Rumah Sakit. Bila pasien dapat ditangani, lembar resep diserahkan

128
kepada dokter untuk ditulis obat yang diperlukan oleh pasien. Resep dibawa ke
apotek oleh pasien untuk mendapatkan obat. Petugas apotek akan melakukan
pelayanan terhadap resep yang dibawa oleh pasien.
Sedangkan alur pelayanan obat untuk pasien UGD di UPTD Puskesmas Selemadeg
ditampilkan pada gambar 3.15

Gambar 3.15 Alur Pelayanan Obat untuk Pasien UGD di UPTD Puskesmas
Selemadeg
Langkah-langkah kegiatan pelayanan resep di Apotek UPTD Puskesmas
Selemadeg :
1. Dokter pada Poli Umum, Poli Gigi, Poli KIA/KB atau UGD meresepkan obat
kepada pasien.
2. Pasien membawa lembar resep ke apotek
3. Apoteker atau Asisten Apoteker menerima resep, kemudian membaca dan
meneliti kelengkapan dan kerasionalan resep.

129
4. Apoteker atau Asisten Apoteker dapat menanyakan kembali kepada dokter
penulis resep apabila resep yang diterima kurang jelas atau obat yang diminta
tidak tersedia.
5. Apabila resep sudah jelas dan rasional, obat diambil atau diracik oleh Asisten
Apoteker sesuai resep, kemudian masing-masing obat diberi etiket yang
sesuai. Etiket berisi tanggal, nama dan dosis.
6. Pengambilan obat sesuai dengan resep dan dilakukan pengecekan ulang obat
dengan resep.
7. Kemudian Apoteker atau Asisten Apoteker menyerahkan obat kepada pasien,
disertai dengan KIE (nama obat, bentuk sediaan, dosis, aturan pakai, efek
samping obat, dan cara penyimpanan).
8. Pasien pulang
Selain pelayanan resep di Apotek UPTD Puskesmas Selemadeg, pelayanan
kefarmasian juga dijalankan pada program Puskesmas Keliling (Pusling). Pusling
rutin diadakan sebanyak 10 kali tiap satu bulan. Jumlah pelaksanaan pusling
tersebut didasarkan pada jumlah Pustu dan Poskesdes yang berada dibawah UPTD
Puskesmas Selemadeg. Program Pusling dilakukan bersama dengan Posyandu.
Pelayanan kefarmasian di Pusling hampir sama dengan di apotek yaitu berupa
pelayanan resep.
Pelayanan kesehatan di UPTD Puskesmas Selemadeg memiliki standar
prosedur operasional pelayanan (SOP) obat yang telah dijalankan dengan baik.
Protap menjadi pedoman bagi petugas yang bekerja di apotek dalam memberikan
pelayanan resep pada pasien. Berdasarkan protap, pelayanan resep di UPTD
Puskesmas Selemadeg meliputi skrining resep, compounding dan dispensing yang
disertai dengan pemberian KIE terkait penggunaan obat pada pasien. Berikut ini
merupakan tahapan dalam pelayanan resep di UPTD Puskesmas Selemadeg :
a. Skrining Resep
Pengkajian resep dan pelayanan obat di Apotek dilakukan oleh Apoteker
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian serta petugas lainnya dibawah
pengawasan Apoteker setiap hari selama jam kerja, sedangkan untuk
pelayanan sore dan malam dilaksanakan oleh paramedis untuk memberikan

130
pelayanan obat menyesuaikan pelayanan UGD 24 jam. Skrining resep
merupakan tahap pertama yang dilaksanakan saat penerimaan resep di apotek.
Skrining resep terdiri dari skrining administrasi (nama pasien, umur, jenis
kelamin dan berat badan pasien, nama dokter dan paraf dokter, tanggal resep,
ruangan/unit asal resep), skrining farmasetis (bentuk dan kekuatan sediaan,
dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan dan, dan skrining
klinis. cara penggunaan, inkompatibilitas), skrining klinis (ketepatan indikasi,
dosis dan waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan
efek samping obat, dan kontraindikasi (Menkes RI, 2016).
b. Compounding dan dispensing
Kegiatan compounding dan dispensing obat merupakan kegiatan pelayanan
obat mulai dari pengambilan, menyiapkan/meracik obat, memberikan
label/etiket, hingga menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai dengan pendokumentasian (Menkes RI, 2014). Proses
compounding dan dispensing untuk setiap sediaan berbeda-beda, diantaranya:
- Compounding dan dispensing sediaan tablet, kapsul, dan kaplet
Setelah dilakukan skrining terhadap resep yang terima, petugas apotek
kemudian mengambil obat sesuai dengan permintaan yang tertulis pada
resep. Etiket obat kemudian diisi dengan nomor resep, tanggal terima
resep, nama pasien dan signa yang sesuai dengan permintaan dokter serta
aturan pakai sebelum atau sesudah makan. Sediaan tablet, kapsul
ataukaplet di apotek UPTD Puskesmas Selemadeg dikemas dalam
kemasan strip, blister dan botol. Pengambilan tablet dalam kemasan botol
seperti vitamin B6 atau Asam Folat dilakukan dengan cara memasukkan
ujung botol ke dalam plastic klip, hal ini dapat menyebabkan kesalahan
dalam perhitungan pengambilan obat karena tidak menggunakan spatula
atau penjepit khusus untuk mengambil tablet tersebut.
- Compounding dan dispensing sediaan pulveres
Proses compounding dan dispensing sediaan pulveres dilakukan dengan
bantuan mortir dan stamper. Obat yang tertera dalam resep diambil
sejumlah yang tertulis dalam resep kemudian dimasukkan ke dalam

131
mortir. Obat kemudian digerus menggunakan stamper hingga tercampur
secara homogen. Obat kemudian dikemas dalam kertas pembungkus
sesuai dengan jumlah puyer yang dibutuhkan dengan bantuan selling
machine dan dimasukan ke dalam klip obat yang telah diisi tanggal, nama
pasien, dan aturan pakai obat. Petugas dalam proses peracikan dan
pengambilan obat untuk racikan belum menggunakan sarung tangan dan
masker.
- Compounding dan dispensing sediaan sirup kering
Proses compounding dan dispensing sediaan sirup kering dilakukan
dengan menggunakan gelas ukur. Botol obat dibuka dan dilakukan
rekonstitusi dengan cara menambahkan air layak minum yang ditakar
dengan gelas ukur sesuai dengan takaran yang tertulis pada kemasan.
Setelah direkonstitusi, obat diberikan etiket putih diisi dengan nomor
resep, tanggal terima resep, nama pasien dan signa yang sesuai dengan
permintaan dokter serta aturan pakai sebelum atau setelah makan.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Konseling
Pelayanan informasi obat (PIO) adalah pemberian informasi baik kepada
pasien/dokter/perawat yang berkaitan dengan obat, baik mengenai indikasi,
dosis, aturan pakai, waktu penggunaan, efek samping, cara penggunaan,
interaksi, kontraindikasi, stabilitas. PIO dilaksanakan secaralangsung saat
menyerahkan obat ke pasien terutama pasien rawat jalan. PIO dapat
dilaksanakan seacar tidak langsung melalui telepon, brosur, leaflet, poster,
banner, dan visualisasi video. Konseling merupakan kegiatan untuk menggali
lebih dalam permasalahan pasien berkaitan dengan penggunaan obat. Kriteria
pasien yang dapat diberikan konseling yaitu pasien rujukan dokter, pasien
pediatri, pasien geriatri, pasien dengan indeks terapi sempit dan polifarmasi,
serta pasien dengan penyakit kronis. Konseling diberikan oleh Apoteker atau
tenaga teknis kefarmasian apabila Apoteker sedang tidak ada di tempat atau
berhalangan hadir. Adapun informasi yang umumnya diberikan kepada pasien
pada saat penyerahan obat, antara lain :

132
a) Nama obat, jumlah dan indikasi/kegunaan masing-masing obat
b) Aturan pakai obat seperti waktu minum obat, kocok terlebih dahulu
untuk sediaan sirup, penggunaan antasida yang berupa tablet kunyah,
aturan pakai salep mata, salep kulit, tetes telinga, cara meminum
sediaan puyer yang perlu dilarutkan dengan air terlebih dahulu.
c) Lama pakai obat seperti obat antibiotik harus diminum hingga habis,
obat-obat simptomatis dapat dihentikan jika gejala hilang, dan obatobat
penyakit kronik harus diminum teratur hingga habis.
d) Efek samping obat misalnya pemberian CTM yang menyebabkan
kantuk dapat diinformasikan kepada pasien untuk meminimalkan
penggunaan kendaraan untuk menghindari kecelakaan akibat kantuk
e) Informasi mengenai kapan perlu dilakukan kontrol kembali.
Informasi ini penting untuk memaksimalkan pengobatan yang dilakukan
pasien. Kontrol kembali biasanya dilakukan setelah 3 hari atau setelah obat
habis. Apabila sebelum obat habis (kecuali antibiotik) pasien tidak kunjung
sembuh maka pasien wajib kontrol kembali ke puskesmas untuk memperoleh
pengobatan lanjutan atau rujukan ke Rumah Sakit Umum terdekat.

3.4.4 Penggunaan Obat Rasional di UPTD Puskesmas Selemadeg


Pelayanan kefarmasian penanggulangan penyakit dilakukan dengan memberikan
pelayanan berdasarkan penggunaan obat rasional (POR). Prinsip POR adalah
pemberian obat yang efektif dan aman dengan mutu terjamin serta tersedia setiap
saat dengan harga terjangkau. Pemberian tersebut didasari oleh kondisi klinik
pasien sehingga pasien dapat menerima pengobatan yang optimal dengan biaya
yang juga optimal. Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien
menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang
adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat
(Kemenkes RI, 2011). Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat
beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya.
Dampak negatif ini dapat dialami oleh pasien yaitu berupa efek samping, dan biaya
yang mahal, maupun oleh populasi yang lebih luas berupa resistensi kuman

133
terhadap antibiotik tertentu dan mutu pelayanan pengobatan secara umum. Untuk
mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan beberapa upaya
perbaikan dan intervensi, baik di tingkat provider yaitu peresep (prescriber) dan
penyerah obat (dispenser) serta pasien/masyarakat (consumer) hingga sistem
kebijakan obat nasional (Kemenkes RI, 2011).
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, maka fasilitas pelayanan
kesehatan perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penggunaan obat
untuk mencegah dan mengatasi pengobatan yang tidak rasional.
Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat berfungsi sebagai salah satu alat
pengawasan dan pengendalian dalam manajemen pengelolaan obat dan pelayanan
farmasi. Hal tersebut terkait dengan penerapan konsep POR untuk
perencanaankebutuhan obat dengan mengacu pada DOEN dan Pedoman
Pengobatan/Tatalaksana Penyakit. Perencanaan dengan metode ini dapat
meningkatkan cost efectiveness, sehingga akan dapat meningkatkan jaminan
pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat di failitas pelayanan kesehatan
(Kemenkes RI, 2010).
Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional di puskesmas meliputi
penggunaan injeksi pada myalgia, penggusnaan antibiotik pada diare non
spesifikdan penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia. Dasar pemilihan
ketiga diagnosis adalah:
1) Termasuk 10 penyakit terbanyak;
2) Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan
penunjang;
3) Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas;
4) Tidak memerlukan antibiotika/injeksi;
5) Berpotensi tinggi untuk diterapi secara tidak rasional.
Terdapat empat parameter utama yang dinilai dalam monitoring dan evaluasi
penggunaan obat yang rasional yaitu:
1. Penggunaan standar pengobatan
2. Proses pengobatan (Penerapan Standard Operating Procedure)
3. Ketepatan diagnosis

134
4. Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan
Selanjutnya, keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indikator penggunaan
obat yang terdiri dari:
1) Rata-rata jumlah obat per pasien
2) Persentase penggunaan antibiotik
3) Persentase penggunaan injeksi
4) Persentase penggunaan obat generik
Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional di UPTD Puskesmas
Selemadeg dilakukan langsung oleh petugas kefarmasian. Hal pertama yang
dilakukan yaitu sampling resep penggunaan obat rasional dengan mengambil data
pengobatan sebelumnya yang tercatat pada buku registrasi puskesmas. Sampling
dilakukan dengan mengisi lembar POR untuk mencatat pemakaian obat di
puskesmas selama 1 bulan. Tata cara pengumpulan data untuk menentukan
indikator kinerja Penggunaan Obat Rasional nasional meliputi :
1. Dilakukan setiap hari oleh petugas Puskesmas atau petugas apotek
2. Sampel pasien diambil dari resep/register harian, 1 pasien/hari untuk setiap
diagnosis (minimal 25 pasien dari tiap diagnosis per bulan).
3. Apabila hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut diisi dengan
pasien hari berikutnya dan seterusnya.
4. Bila pasien dengan diagnosis tersebut lebih dari 1, diambil pasien dengan
urutan pertama.
5. Obat racikan dituliskan rincian obatnya.
6. Jenis obat termasuk obat luar, obat minum dan injeksi.
7. Injeksi tidak termasuk imunisasi
8. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi
oleh pembina pada saat kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan
secara acak untuk diskusi).
Data yang diperoleh tersebut dicatat dalam formulir monitoring dan evaluasi
POR. Cara pengisian formulir tersebut dapat dilihat pada table 3.8

135
Tabel 3.8 Keterangan dalam pengisian formulir monitoring dan evaluasi POR
KOLOM KETERANGAN
1. Tanggal-bulan-tahun yang tertulis pada resep
2. Nomor urut data resep
3. Nama pasien
4. Umur pasien dalam tahun atau bulan (untuk bayi)
5. Jumlah zat aktif obat yang tercantum pada setiap resep
6. YA/TIDAK untuk menyatakan penggunaan antibiotik
7. Nama obat yang tertulis dlm setiap lembar resep
8. Dosis pemakaian yg tercantum pada lembar resep
9. Lama pemakaian yg tercantum dlm lembar resep / hari
10. Kesesuaiian pedoman (Diisi oleh petugas supervisor pada saat
kunjungan supervisi dengan mengacu pada standar pengobatan)

Gambar 3.16 Contoh Pendataan Analisis Penggunaan Obat yang Rasional dari
Resep Setiap Harinya.
Pengolahan/penyajian data dilakukan satu bulan sekali selanjutnya data
dikompilasi dalam bentuk diagram batang/garis. Data peresepan digunakan sebagai
alat untuk Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Data peresepan di Puskesmas
menjadi data indikator POR di tingkat Nasional dengan cara data yang telah
dikompilasi di Puskesmas dilaporkan ke Dinkes Kab/Kota selanjutnya data yang

136
telah dikompilasi di Kab/Kota dilaporkan ke Dinkes Propinsi dan data yang
dikompilasi di Dinkes Provinsi dilaporkan ke Kementerian Kesehatan.
Perhitungan persentase indikator penggunaan injeksi pada myalgia, antibiotik pada
diare non spesifik dan ISPA non pneumonia serta rerata jumlah item obat/resep
pada masing-masing penggunaan injeksi maupun antibiotik tersebut dilakukan
dengan rumus sebagai berikut :

% Penggunaan Injeksi/ Antibiotik = B/N x 100%

Keterangan :
B = Jumlah pemakaian injeksi/ antibiotik
N = Jumlah resep total yang digunakan sebagai sampel selama 1 bulan

Rerata Jumlah Item Obat/Resep = A/N

Keterangan :
A = Total item obat
N = Jumlah resep total yang digunakan sebagai sampel selama 1 bulan.
Berikut merupakan Laporan Penggunaan Obat Rasional di UPTD Puskesmas
Selemadeg. Tabel 3.9 Laporan Penggunaan Obat Rasional di UPTD Puskesmas
Selemadeg periode Januari 2019 – Juli 2019.
Tabel 3.9 Laporan Penggunaan Obat Rasional di UPTD Puskesmas Selemadeg
periode Januari 2019 – Juli 2019.
Retata Item/Lembar Resep
Bulan A B C ISPA Diare Myalgia
(Item) (Item) (Item)
Januari 0% 0% 0% 2,4 3,1 2,2
Februari 0% 0% 2,08 3,16 2,46
Maret 10,5% 0% 0% 2,0 2,5 2,3
April 15,38% 0% 0% 2,76 2,6 2,67
Mei 9,5% 47,05% 0% 2,76 3,1 2,61
Juni 33,3% 20% 0% 3 3,4 2,57

137
Juli 19,04% 22,22% 0% 2,9 3,5 2,3

Keterangan :
A : % Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non- Pheumonia
B : % Penggunaan Antibiotik pada Diare Non- Spesifik
C : % Penggunaan Injeksi pada Myalgia
Data laporan indikator peresepan yang diperoleh kemudian dinilai apakah
memenuhi batas toleransi masing-masing indikator peresepan sesuai dengan
kebijakan indikator POR Nasional. Batas toleransi peresentase penggunaan
antibiotik pada ISPA non pneumonia adalah 20% dan 8% pada diare non spesifik.
Batas toleransi penggunaan injeksi pada myalgia adalah 1%. Sementara itu, batas
toleransi rerata jumlah item obat tiap resep adalah 2,6 (Kemenkes RI, 2011). Dari
rekapan data analisis Penggunaan Obat Rasional (POR) pada 5 bulan terakhir
diatas, dapat dilihat bahwa masih banyak nilai pengobatan rasional yang
menyimpang atau melebihi dari batas toleransi yang ditetapkan, terutama pada
penggunaan obat bulan Mei-Juli 2019, dimana seluruh kriteria indikator POR
melebihi dari presentase batas toleransi yang ditetapkan.
Untuk dapat mengatasi penggunaan obat yang tidak rasional di UPTD
Puskemas Selemadeg diperlukan suatu pertemuan bulanan atau dalam waktu
tertentu untuk membahas pola-pola peresepan yang rasional khususnya penggunaan
antibiotika yang tidak rasional, melakukan pembahasan kasus-kasus tertentu
mengenai pemberian obat atau antibiotika dan membahas secara bersama-sama
apakah penggunaan obat tersebut sudah tepat atau belum, tenaga kesehatan
puskesmas diharapkan untuk mengikuti pedoman pengobatan yang rasional,
pencatatan setiap gejala dan diagnosis pada kartu status dilakukan dengan benar
dan lengkap sehingga dapat diidentifikasi mengenai kebenaran pemberian obat dan
berguna untuk mendokumentasikan perjalanan penyakit pasien. Selain itu,
penggunaan antibiotik harus dikontrol keberadaannya oleh tenaga kefarmasian
khususnya apoteker. Apoteker diharapkan berperan dalam pemberian edukasi
mengenai penggunaan antibiotik pada masyarakat dan bila perlu disertai dengan
monitoring penggunaan antibiotik pada pasien. Komunikasi antara apoteker dengan
praktisi kesehatan lainnya sangat penting dalam pelaksanaan penggunaan obat yang

138
rasional. Apoteker diharapkan dapat berkomunikasi dengan baik dalam
menyampaikan informasi kepada tenaga kesehatan maupun pasien sehingga dapat
mencegah resistensi antibiotik akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional.

A. Analisis POR pada ISPA non Pneumonia


Infeksi Saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan
atas atau bawah, biasanya menular yang dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, umumnya terjadi dalam bentuk epidemik yang
disebabkan oleh berbagai macam virus seperti Rhinovirus, Corona virus,
Adenovirus, virus Influenza A dan B. ISPA non pneumonia yang dimaksud adalah
ISPA Atas (acute upper respiratory tract infection) yang merupakan infeksi saluran
pernapasan ringan seperti batuk pilek (common cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis,
atau penyakit non pneumonia lain yang dapat sembuh dengan sendirinya (self
limiting disease) dalam waktu 3-5 hari (Depkes RI, 2007; WHO, 2007).
Berdasarkan pedoman, terapi untuk kasus ISPA non pneumonia adalah
pemberian obat-obatan simptomatis yang diindikasikan untuk pasien yang
mengalami gejala yakni pemberian parasetamol untuk meringankan demam dan
nyeri, pemberian bronkodilator untuk mengatasi wheezing serta pemberian
ekspektoran atau mukolitik yang digunakan untuk mengatasi keluhan batuk dari
pasien. Selain itu, pasien juga diberikan edukasi untuk meningkatkan konsumsi air
putih dan makanan bergizi seimbang serta beristirahat dengan baik untuk dapat
membantu proses pemulihan sistem imun dan mempercepat penyembuhan penyakit
(Kemenkes RI, 2011). Pemberian antibiotika pada kasus ISPA non pneumonia
dipertimbangkan dengan baik apabila terdapat indikasi bahwa faktor penyebab
infeksi adalah bakteri ataupun gabungan virus-bakteri (WHO, 2007).
Namun pada praktik nyata di puskesmas, pasien yang datang dengan
membawa resep dan di diagnosa dengan ISPA non pneumonia selalu mendapat obat
antibiotika amoksisilin walaupun belum terbukti adanya infeksi sekunder. Melalui
penggalian informasi yang dilakukan, data subjektif yang didapatkan sebagian
besar pasien menyatakan baru mengalami demam atau flu kurang dari 3 hari.

139
Dampak dari peresepan yang tidak sesuai dengan kondisi klinis yang sebenarnya
dapat meningkatkan resistensi bakteri maupun peningkatan efek samping yang
tidak diinginkan (Depkes RI, 2005). Data resep yang diambil dalam penentuan
indikator penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia adalah jika ditulis ISPA
(diagnosa dokter tidak spesifik), pilek (common cold), batuk–pilek, otitis media,
sinusitis, viral infection/ non bacterial inflammation.
B. Analisis POR pada Diare Non- Spesifik
Diare merupakan keadaan dimana pasien sering mengalami buang air dengan
banyak cairan dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan
lain. Diare non-spesifik adalah diare yang bukan disebabkan oleh kuman khusus
maupun parasit, melainkan disebabkan oleh adanya virus, makanan yang
merangsang atau yang tercemar toksin, gangguan pencernaan dan penyebab
lainnya.. Sedangkan diare spesifik yang merupakan diare dengan penyebab infeksi
bakteri atau parasit umumnya disertai dengan gejala rasa mual, muntah, penurunan
nafsu makan, kejang perut, nyeri otot, demam tinggi dan feses yang disertai lendir
ataupun darah (Depkes RI, 2007; Kemenkes RI, 2011). Pada pengobatan diare non
spesifik, terapi pemberian antibiotik tidak dibutuhkan karena tidak tidak adanya
infeksi, akan tetapi terapi diproritaskan dalam proses rehidrasi cairan tubuh pasien
untuk mencegah kondisi dehidrasi. Sedangkan pada diare spesifik, terapi dilakukan
dengan pemberian rehidrasi oral yang disertai dengan antibiotik untuk mengatasi
infeksi yang terjadi (Kemenkes RI, 2011). Sampel resep yang diambil dalam
penentuan indikator penggunaan antibiotik diare non spesifik jika ditulis diare,
mencret-mencret, atau sejenisnya. Data persentase peresepan antibiotik pada kasus
diare non spesifik di UPTD Puskesmas Selemadeg pada periode bulan februari, mei
-juli tahun 2019 menunjukan bahwa dalam periode tersebut peresepan antibiotik
adalah diatas 8% sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi batas toleransi sesuai
dengan indikator POR nasional. Pada beberapa kasus diare yang tidak menunjukan
adanya tanda-tanda infeksi antibiotik tetap diresepkan berdasarkan pertimbangan
dokter.
Penggunaan obat yang tidak rasional tersebut dapat menjadi masalah penting
yang menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan seperti

140
peningkatan resistensi akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada diare
non spesifik dan ISPA non pneumonia. Peresepan antibiotik yang berlebihan pada
diare non spesifik dan infeksi saluran nafas khususnya infeksi saluran nafas akut
muncul akibat harapan yang berlebihan para klinisi terhadap antibiotik terutama
untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Kurangnya
pengetahuan dan pelatihan, model peresepan yang tidak tepat, kurangnya informasi
yang objektif tentang obat, mengeneralkan pengalaman pribadi yang tidak terbukti
secara ilmiah, kepercayaan yang salah tentang kemanjuran obat dapat menjadi
faktor penyebab penggunaan obat yang tidak rasional.
C. Analisis POR pada Myalgia
Myalgia merupakan nyeri otot yang disebabkan oleh karena kelebihan beban
otot, defisiensi vitamin, atau karena gaya hidup yang kurang aktif. Penatalaksanaan
terapi untuk nyeri pada myalgia adalah dengan menggunakan obat analgesik oral,
dengan tujuan terapi untuk meminimalkan nyeri dan memberikan kenyamanan pada
pasien. Analgesik oral yang menjadi pilihan pertama adalah parasetamol dan
golongan NSAID (DiPiro et al., 2008). Pemberian injeksi untuk myalgia tentu tidak
rasional, karena tidak memenuhi salah satu kaidah farmakologi, dimana secara
farmakologi pemberian obat per injeksi dimaksudkan untuk beberapa tujuan antara
lain untuk kondisi kegawardaruratan yang tidak memungkinkan pemberian obat
secara oral dan memerlukan efek yang cepat serta jika oabat tidak dapat diabsorpsi
pada pemberian per oral. Terapi simptomatis untuk myalgia cukup diberikan per
oral yang relatif lebih aman (Dwiprahasto,2006). Data yang diambil pada peresepan
myalgia jika ditulis nyeri otot, pegal–pegal, sakit pinggang, atau sejenisnya dan
tidak membutuhkan injeksi. Data persentase penggunaan injeksi pada kasus
myalgia di UPTD Puskesmas Selemadeg pada tahun 2019 menunjukan bahwa
dalam periode tersebut peresepan injeksi tiap bulan adalah 0% sehingga dapat
dikatakan sudah memenuhi batas toleransi sesuai dengan indikator POR nasional.
Data rasionalitas terapi myalgia di UPTD Puskesmas Selemadeg menunjukan
kecenderungan bahwa terapi myalgia telah memenuhi indikator peresepan dalam
pemantauan dan evaluasi POR. Sedangkan data pada kasus ISPA non pneumonia
dan diare non spesifik cenderung menunjukan bahwa peresepan pada pasien dengan

141
diagnose penyakit tersebut tidak rasional terutama dalam hal peresepan antibiotik
dan terapi yang berlebihan dan sebenarnya tidak diperlukan pasien.

3.4.5 Permasalahan dan Pengatasan Masalah di UPTD Puskesmas Selemadeg


Tabel 3.10 Permasalahan dan Pengatasan Masalah Pelayanan Kefarmasian di
UPTD Puskesmas Selemadeg
No. Permasalahan Saran Permasalahan
1. Penulisan resep masih sulit untuk Apoteker di Puskesmas
dibaca, serta dalam resep mendiskusikan secara langsung ke
kekuatan dan cara pemakaian pada Dokter penulis resep .
obat dalam resep sering kali
tidak di cantumkan. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya
medication error
2. Penggunaan Obat Rasional - Diperlukan suatu pertemuan
(POR) di UPTD Puskesmas bulanan atau dalam waktu
Selemadeg terutama antibiotik tertentu untuk membahas
belum terlaksana secara pola-pola peresepan yang
maksimal rasional khususnya
penggunaan antibiotika yang
tidak rasional, melakukan
pembahasan kasus-kasus
tertentu mengenai pemberian
obat atau antibiotika dan
membahas secara bersama-
sama apakah penggunaan obat
tersebut sudah tepat atau
belum, tenaga kesehatan
puskesmas diharapkan untuk
mengikuti pedoman
pengobatan yang rasional.

142
- Diperlukan adanya peran
tenaga kefarmasian khususnya
Apoteker dalam pemberian
pelayanan informasi obat serta
edukasi mengenai penggunaan
antibiotik pada tenaga medis
dan masyarakat. Komunikasi
antara tenaga kefarmasian
dengan praktisi kesehatan
lainnya sangat penting dalam
tercapainya penggunaan obat
yang rasional dalam pelayanan
kesehatan yang diterima oleh
pasien/masyarakat.
3. Fasilitas pada gudang obat Perlu pengadaan hygrometer
UPTD Puskesmas Selemadeg di UPTD Puskesmas
tidak terdapat hygrometer Selemadeg sebagai pengukur
sebagai pengukur kelembaban, kelembaban untuk menjaga
penyimpanan obat-obat tertentu stabilitas obat.
4. Belum diberlakukannya Perlu dilakukan pembuatan
penandaan pada obat-obatan label untuk obat LASA atau
high alert dan obat LASA di dapat dilakukan penyimpanan
Apotek UPTD Puskesmas dengan cara meletakkan obat
Selemadeg, hal tersebut dapat tersebut terpisah dengan satu
menyebabkan terjadinya selat obat lainnya. Untuk obat
medication error dalam kategori high alert sebaiknya
penyiapan obat. dibuatkan suatu kotak obat
terpisah agar tidak terjadi
kesalahan dalam penyiapan
obat.

143
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Mahasiswa Apoteker setelah menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, UPTD
Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan, dan UPTD Puskesmas Selemadeg dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Tupoksi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali memiliki peranan yaitu
pada Seksi Sertifikasi, Perizinan, dan Perbekalan Kesehatan (SPPK).
Regulasi terkait administrasi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Bali yaitu
terkait Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Tenaga Kefarmasian. Tugas pokok
dan fungsi yaitu bimbingan dan pengendalian kegiatan registrasi, akreditasi,
sertifikasi tenaga kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, sarana produksi dan
distribusi alkes, PKRT; memberikan rekomendasi izin tenaga kesehatan asing
dan sarana kesehatan; bimbingan dan pengendalian kegiatan pengelolaan dan
pelayanan farmasi pada sarana kesehatan, produsen dan distributor makanan,
kosmetika, obat, obat tradisional, narkotika, psikotropika, alat kesehatan dan
PKRT; serta penyediaan dan pengelolaan buffer stock obat provinsi, alkes,
reagensia dan vaksin.
2. Peran apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan yaitu melakukan
perencanaan terhadap kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di
kabupaten, mengawasi mutu sediaan obat dan perbekalan kesehatan yang ada
di Instalasi Farmasi, mengajukan usulan pengadaan obat program. Memantau
persediaan dan penggunaan obat di puskesmas serta melakukan perencanaan
terhadap kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten, melakukan
distribusi obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan LPLPO, monitoring
dan evaluasi ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten,
mengevaluasi LPLPO dan mengevaluasi laporan penggunaan narkotika dan
psikotropika di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta.

144
3. Peran apoteker di UPTD Puskesmas Selemadeg khususnya pada bagian
gudang obat puskesmas adalah membuat standar prosedur operasional
seluruh kegiatan di Gudang Farmasi Puskesmas pengelolaan obat dan BMHP
mulai dari perencanaan hingga pelaporan. Pada bagian pelayanan farmasi
klinik, apoteker bertanggung jawab membuat dan melaksanakan standar
prosedur operasional seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian terhadap pasien
yang meliputi pelayanan resep racikan non racikan, penilaian kerasionalan
resep, pemberian KIE, konseling, dan informasi obat di Apotek puskesmas.
Selain itu, Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di UPTD Puskesmas
Selemadeg yaitu dalam pengawasan perbekalan farmasi oleh pemerintah
yaitu dengan melakukan supervisi dan evaluasi.
4.2 Saran
Adanya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi
Apoteker di lingkungan pemerintahan khususnya di Puskesmas, maka diperlukan
beberapa saran untuk meningkatkan kualitas pelayanan di UPTD Puskesmas
Selemadeg, diantaranya :
1. Perlu dilakukan pelatihan dan penyuluhan secara berkesinambungan terkait
pekerjaan kefarmasian dan penggunaan obat rasional kepada petugas non
farmasi yang melakukan pekerjaan kefarmasian serta paramedis penulis resep
untuk menjamin keamanan pengobatan yang rasional untuk pasien serta
kesesuaian obat pada resep dengan obat yang tersedia pada apotek
puskesmas.
2. Kinerja tenaga kesehatan di UPTD Puskesmas Selemadeg harus
dipertahankan dan ditingkatkan agar tetap dapat memenuhi pelayanan yang
diharapkan pasien.

145
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan
Di Daerah Kepulauan. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I Direktorat Bina
Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.

Dinkes Provinsi Bali. 2015. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
(Serial online). (Cited 23 Agustus 2019). Available at:
http://diskes.baliprov. go.id/id/Struktur-Organisasi12

Dinkes Provinsi Bali. 2016. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun
2015. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Dinkes Provinsi Bali. 2016. Buku Sarana Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015.
Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dinkes Provinsi Bali.

Dinkes Kabupaten Tabanan. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015.
Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Menteri Kesehatan RI. 2008. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Menteri Kesehatan RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Menteri Kesehatan RI. 2016. Permenkes RI No. 74 Standar Pelayanan Kefarmasian


di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Menteri Kesehatan RI. 2014b . Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia

Presiden RI. 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun


2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Jakarta: Negara Republik Indonesia

Presiden RI. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang


Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Negara Republik Indonesia.

Presiden RI. 2014. Undang- undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
tentang Kesehatan. Jakarta: Negara Republik Indonesia.

146
World Health Organization. 2007. Progress in Rational of Use Medicine. Geneva:
World Health Organization

147
LAMPIRAN

148
Lampiran 1. Struktur Organisasi UPTD Puskesmas Selemadeg
Kepala Puskesmas

Kepala Tata Usaha

Sistem Informasi Puskesmas Kepegawaian Rumah Tangga Keuangan

Penanggung Jawab UKM esensial dan Penanggung Jawab UKP, Farmasi, dan Penanggung Jawab UKP, Farmasi, dan
Penanggung Jawab UKM Pengambangan
Keperawatan Kesmas LAB LAB

Pelayanan Promkes Termasuk Pelayanan Umum


Pelayanan Kesehatan Jiwa Pustu Antap
UKS
Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Pustu P. Sawah
Pelayanan Kesehatan Mulut
Pelayanan Kesehatan
Lingkungan Pustu W. Kauh
Tradisional Komplementer
Pelayanan KIA/KB Bersifat
Pustu Manikyang
UKP
Pelayanan KIA/KB Bersifat
Pelayanan Kesehatan Olahraga Pusling
UKM Pelayanan UGD

Pelayanan Gizi Bersifat Umum Bidan Desa Antap


Pelayanan Kesehatan Indera Pelayanan Gizi Bersifat UKP
Bidan Desa Bajera

Pelayanan Pencegahan dan Pelayanan Promkes Termasuk Pelayanan Bersalin Bidan Desa B. Utara
Pegendalian Penyakit UKS
Pelayanan Rawat Inap Bidan Desa P. Sawah
Pelayanan Promkes Termasuk
Pelayanan Keperawatan Bidan Desa W. Kauh
UKP Pelayanan Kefarmasian
Kesehatan Masyarakat
Bidan Desa Wanagiri
Pelayanan Laboratorium
Bidan Desa Manikyang

Jejaring Fasilitas Pelayanan Bidan Desa Selemadeg


149 Kesehatan
Bidan Desa Serampingan

Bidan Desa Berembeng


Gambar 1. Struktur Organisasi Unit Kefarmasian UPTD Puskesmas Selemadeg

150
Gambar 2. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

151
Lampiran 2. Penyimpanan Obat di UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten Tabanan

Gambar 1. Penyimpanan Obat di Gambar 2. Penyimpanan Obat ED


Rak Obat

Gambar 3. Penyimpanan Obat di Gambar 4. Lemari Narkotika dan


Lemari Pendingin Psikotropika

152
Lampiran 3. Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi UPTD Puskesmas Selemadeg

Gambar 1. Penyimpanan Obat Dana JKN dan APBD di Gudang UPTD


Puskesmas Selemadeg

Gambar 2. Penyimpanan Obat yang harus Gambar 3. Penyimpanan Obat Psikotropika


disimpan pada suhu tertentu

153
Lampiran 4. Penyimpanan Obat di Apotek UPTD Puskesmas Selemadeg

Gambar 1. Penyimpanan Obat dan BMHP di Apotek

Gambar 2. Penyimpanan Obat


Psikotropika/Narkotika

154
Lampiran 5. Kegiatan PKPA di UPTD Puskesmas Selemadeg

Gambar 1. Pelayanan Resep di Apotek


Puskesmas

Gambar 2. Konsultasi Masalah Obat


dengan Dokter Penulis Resep

Gambar 3. Melakukan Visite pada Pasien


Gambar 4. Kegiatan Puskesmas Keliling
Rawat Inap

155
Lampiran 6. Dokumen di Unit Farmasi UPTD Puskesmas Selemadeg

Gambar 1. Buku Konsultasi Dokter

Gambar 2. Buku Amprahan Vaksin Gambar 3. Buku Pencatatan Stok Vaksin

Gambar 4. Buku Pengeluaran Gudang

156

Anda mungkin juga menyukai