“Anemia Pernisiosa”
Oleh :
Baiq Isti Hijriani
NPM. 173112620120112
Fakultas Biologi
Prodi Biologi Medik
Universitas Nasional
Jakarta
A. Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah salah satu penyakit kronis berupa berkurangnya
produksi sel darah merah akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Anemia
pernisiosa terjadi ketika tubuh tidak dapat dengan baik menyerap vitamin B12 dari
saluran pencernaan. Anemia pernisiosa juga dikenal sebagai anemia Biermer,'s anemia
Addison atau Biermer anemia Addison adalah salah satu dari banyak jenis keluarga
besar anemia megaloblastik . Hal ini disebabkan oleh hilangnya sel parietal lambung,
dan ketidakmampuan berikutnya untuk menyerap vitamin B12 (Ratih, 2011).
Salah satu penyebab anemia pernisiosa adalah defisiensi absorbsi vitamin B12
di ileum. Defisiensi absorbsi vitamin B12 ini terjadi karena terganggunya faktor
intrinsik yang dihasilkan oleh sel pariental yang disebabkan faktor intrinsik kongenital,
gastrektomi total, gastrektomi parsial, lesi di usus halus dan resesksi ileum. Dan faktor
lain yang menyebabkan defisiensi absorbsi vitamin B12 yaitu faktor ekstrinsik akibat
defisiensi diet vitamin B12, defisiensi asam folat, adanya cacing pita di usus halus dan
pemakaian obat-obat antagonis terhadap purin dan pirimidin (Aini, 2001).
Vitamin B12 diperlukan untuk pengembangan yang tepat dari sel darah merah.
Salah satu fungsi dari vitamin B12 adalah untuk pembentukan sel darah merah di dalam
sumsum tulang menjadi aktif (Ratih, 2011). Vitamin B12 merupakan substansi faktor
pematangan eritrosit (erytrocyt maturating factor) atau pembentukan sel darah
(hematopoitec principle). Bentuk sel darah merah di dalam darah pada penderita
anemia pernisiosa adalah bentuk anemia makrositik dan di salam sumsum tulang adalah
dalam bentuk anemia megaloblastik (Aini, 2001).
Secara umum gambaran klinis dari anemia pernisiosa adalah pasien pucat,
mudah lelah, susah bernafas, mual, muntah, gelisah, temperatur tubuh naik, pasien
kehilangan nafsu makan, adanya gangguan sensasi gerak dan mati rasa dari alat gerak,
pada keadaan yang parah dapat dilihat dari kulit pasien yang berwarna kekuning-
kuningan (Aini, 2001).
B. Etimologi
Anemia pernisiosa terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B12. Selain zat
besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel
darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.
Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan
abnormal (megaloblas). Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12 dan asamfolat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk
menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang
digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil
dan sitarabin). Tubuh memerlukan vitamin B12 untuk membuat sel darah merah dan
menjaga system saraf bekerja normal. Anemia tipe ini sering terjadi pada orang yang
tubuhnya tidak dapat mengabsorbsi vitamin B12 dari makanan karena gangguan
autoimun. Hal tersebut juga dapat terjadi karena terdapat gangguan pada intestinal
penderita. Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan
anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam keadaan
normal telah diserap dibagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar (ilium).
Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu
protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium,
menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin
B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja.
Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik,
sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah
besar vitamin dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan
sejumlah besar vitamin B12, maka anemia biasanya tidak akan muncul sampai sekitar
2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap vitamin B12.
Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan
vitamin B12 adalah:
- Pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan
vitamin B12.
- Penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
- Pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12diserap
- Vegetarian
Metabolisme vitamin B12 dan asam folat akan terganggu akibat adanya
gangguan sintesis DNA yang dapat menimbulkan gangguan maturase. Seseorang juga
dapat terkena anemia pernisiosa jika pada makanan yang dikonsumsinya tidak cukup
mengandung vitamin B12. Anemia pernisiosa berpotensi besar menyerang individu
yang telah berusia lanjut. Hal ini disebabkan karena kemampuan lambung dalam
memproduksi faktor intrinsik berkurang, sehingga tubuh kekurangan vitamin B12 dan
timbul anemia pernisiosa (Maharti, 2012).
E. Patofisiologi
Anemia terjadi akibat gangguan maturasi inti sel akibat gangguan sintesis DNA
sel-sel eritroblas. Defisienasi asam folat akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi
gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel megaloblas. Defesiensi
vitamin B12 yang berguna dalam reaksi metilasi homosisten menjadi metionin dan
reaksi ini berperan dalam mengubah metil THF menjadi DHF yang berperan dalam
sintesis DNA dan akan mengganggu maturasi inti sel dengan akibat terjadinya
megaloblas.
Anemia pernisiosa disebabkan oleh kegagalan sel parietal lambung untuk
menghasilkan cukup vitamin B12. Gangguan lain yang mengganggu penyerapan dan
metabolisme vitamin B-12 dapat menghasilkan cobalamin (CBL) defisiensi, dengan
pengembangan makrositik anemia dan komplikasi neurologis.
Struktur dasar yang dikenal sebagai vitamin B-12 adalah semata-mata disintesis
oleh mikroorganisme, tetapi kebanyakan hewan mampu mengkonversi vitamin B-12 ke
dalam 2 bentuk koenzim, adenosylcobalamin dan methylcobalamin. Yang pertama
diperlukan untuk konversi-methylmalonic asam L untuk suksinil koenzim A (CoA),
dan tindakan terakhir sebagai methyltransferase untuk konversi homocysteine untuk
metionin. Ketika kekurangan folat, fungsi sintasa timidin terganggu. Hal ini
menyebabkan perubahan megaloblastik pada semua sel dengan cepat membagi karena
sintesis DNA berkurang. Dalam prekursor erythroid, macrocytosis dan eritropoiesis
efektif terjadi.
Diet CBL diperoleh sebagian besar dari daging dan susu dan diserap dalam
serangkaian langkah, yang memerlukan pelepasan proteolitik dari makanan dan
mengikat protein lambung. Selanjutnya, pengakuan dari kompleks IF-CBL oleh
reseptor ileum khusus harus terjadi karena transportasi ke dalam sirkulasi portal untuk
terikat oleh transcobalamin II (TC II), yang berfungsi sebagai transporter plasma.
Transcobalamin (TC) adalah terdegradasi dalam sebuah lisozim, dan CBL
dilepaskan ke sitoplasma. Pengurangan enzim-dimediasi kobalt terjadi dengan baik
untuk membentuk methylcobalamin atau adenosylation mitokondria untuk membentuk
adenosylcobalamin. Cacat dari langkah-langkah menghasilkan manifestasi dari
disfungsi CBL. Sebagian besar cacat menjadi nyata pada masa bayi dan anak usia dini
dan mengakibatkan gangguan perkembangan, keterbelakangan mental, dan anemia
makrositik.
Anemia pernisiosa mungkin adalah gangguan autoimun dengan kecenderungan
genetik. Anemia pernisiosa lebih umum daripada yang diharapkan dalam keluarga
pasien dengan anemia pernisiosa, dan penyakit yang berhubungan dengan antigen
leukosit manusia (HLA) tipe A2, A3, dan B7 dan tipe A golongan darah.
Antibodi sel Antiparietal terjadi pada 90% pasien dengan anemia pernisiosa,
tetapi hanya 5% dari orang dewasa yang sehat. Demikian pula, mengikat dan
menghalangi antibody jika ditemukan pada kebanyakan pasien dengan anemia
pernisiosa. Sebuah asosiasi yang lebih besar daripada yang diantisipasi ada antara
anemia pernisiosa dan penyakit autoimun lainnya, yang meliputi gangguan tiroid,
diabetes mellitus tipe I, ulcerative colitis, penyakit Addison, infertilitas, dan
agammaglobulinemia diperoleh. Hubungan antara anemia pernisiosa
dan Helicobacter pylori infeksi telah didalilkan namun tidak jelas terbukti.
Kekurangan CBL bisa dihasilkan dari kekurangan makanan vitamin B-12;
gangguan pada perut, usus kecil, dan pankreas, infeksi tertentu, dan kelainan
transportasi, metabolisme, dan pemanfaatan. Kekurangan dapat diamati pada
vegetarian ketat. Bayi ASI dari ibu vegetarian juga terpengaruh. Terkena dampak parah
bayi dari ibu vegetarian yang tidak memiliki kekurangan terbuka CBL telah dilaporkan.
Daging dan susu merupakan sumber utama CBL diet. Karena tubuh menyimpan CBL
yang biasanya melebihi 1000 mcg dan kebutuhan sehari-hari adalah sekitar 1 mcg,
kepatuhan yang ketat untuk diet vegetarian selama lebih dari 5 tahun biasanya
dibutuhkan untuk menghasilkan temuan kekurangan CBL. Cobalamin (CBL)
dibebaskan dari daging di lingkungan asam lambung di mana ia mengikat faktor R
dalam persaingan dengan faktor intrinsik (IF). CBL dibebaskan dari faktor R dalam
duodenum oleh pencernaan proteolitik faktor R oleh enzim pankreas. CBL kompleks
transit IF-ke ileum mana ia terikat pada reseptor ileum. Jika CBL memasuki sel serap
ileum, dan CBL dilepaskan dan memasuki plasma. Dalam plasma, CBL terikat untuk
transcobalamin II (TC II), yang memberikan kompleks untuk sel nonintestinal.
Pada orang dewasa, anemia pernisiosa dikaitkan dengan atrofi lambung parah
dan achlorhydria, yang ireversibel. Kekurangan zat besi yg hidup bersama adalah
umum karena achlorhydria mencegah solubilisasi besi makanan dari bahan pangan.
Fenomena autoimmune dan penyakit tiroid sering diamati. Pasien dengan anemia
pernisiosa memiliki 2 - untuk insiden meningkat 3 kali lipat dari karsinoma lambung.
Penyebab kekurangan CBL:
a) Asupan makanan yang tidak memadai (yaitu, diet vegetarian)
b) Atrofi atau hilangnya mukosa lambung (misalnya, anemia pernisiosa,
gastrektomi, konsumsi bahan kaustik, hypochlorhydria, histamin [H2] 2
blocker)
c) Proteolitik yang tidak memadai dari CBL diet.
d) Pankreas tidak mencukupi protease (misalnya, pankreatitis kronis,
sindrom Zollinger-Ellison)
e) Bakteri berlebih pada usus (misalnya loop, buta, diverticula)
f) Gangguan mukosa ileum (misalnya, reseksi, ileitis, sariawan, limfoma,
amyloidosis, reseptor IF-Kabel absen, Imerslünd-Grasbeck sindrom,
sindrom Zollinger-Ellison, TCII kekurangan, penggunaan obat-obatan tertentu)
g) Gangguan transportasi plasma cobalamin (misalnya, defisiensi TCII, R
kekurangan bahan pengikat)
h) Disfungsional penyerapan dan penggunaan cobalamin oleh sel (misalnya,
cacat pada deoxyadenosylcobalamin selular [AdoCbl] dan methylcobalamin
[MeCbl] sintesis).
G. Pengobatan
Pengobatan untuk anemia pernisiosa terbagi berdasarkan penyebab kekurangan zat
gizinya, yaitu:
Untuk defisiensi B12
- Diberikan viatamin B12 100-1000 μg/ hari selama 2 minggu selanjutnya 100-
1000 μg / bulan
- Transfusi darah
- Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral (ditelan),
karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap
hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12
dalam darah kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan.
Untuk defisiensi asam folat
- Diberikan asam folat 1-5 mg /hari secara oral selama 1-5 minggu (Maharti, 2012).
H. Pencegahan
1. Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan Anda dengan
makan makanan yang bervariasi yang meliputi daging, susu, keju, ayam, dan telur,
yang merupakan sumber yang baik vitamin B12
2. Juga makan makanan yang mengandung asam folat (folat), jenis lain dari vitamin
B. Termasuk sayuran berdaun hijau, buah jeruk, dan sereal.
3. Hindari minuman beralkohol saat sedang melakukan treatmen atau perawatan
untuk kekurangan vitamin B12, karena alkohol mengganggu kemampuan tubuh
untuk menyerap vitamin B12. Jika tubuh juga mengalami kekurangan zat besi,
Anda mungkin perlu untuk mengkonsumsi suplemen zat besi (Magfirah, 2014).
Daftar Pustaka