Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) tiap tahun atau dua ibu tiap jam meninggal

oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas(Depkes

RI,Dirjen Binkesmas, 2004). Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat

digolongkan atas faktor-faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan

kesehatan dan sosial- ekonomi. Penyebab komplikasi obstetrik langsung telah

banyak diketahui dan dapat ditangani, meskipun pencegahannyan terbukti

sulit. Perdarahan anterpartum merupakan kasus gawat darurat yang

kejadiannya masih banyak dari semua persalinan, penyebabnya antara lain

plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya

(Chalik TMA, 1997).

Secara sempit, resiko obstetrik diartikan sebagai probabilitas kematian dari

seorang perempuan atau ibu apabila ia hamil. Indikator yang lebih kompleks

adalah resiko seumur hidup (lifetime risk) yang mengukur probabilitas

kematian perempuan atau ibu sebagai akibat kehamilan dan persalinan yang

dialaminya selama hidup. Bila istilah pertama hanya mencantumkan

kehamilan maka yang kedua mempunyai dimensi yang lebih besar yaitu

kemampuan dan jumlah fertilitas.

Tingginya kematian ibu sebagian besar disebabkan oleh timbulnya

penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan

yang lebih mampu. Keterlambatan merujuk disebabkan berbagai faktor

1
seperti masalah keuangan, transportasi dan sebagainya. (Depkes RI, Dirjen

Yanmedik, 2005)

Angka yang ditunjukkan oleh WHO tahun 2008 menyatakan bahwa

perdarahan saat persalinan adalah penyebab ketiga paling umum dari

kematian ibu di negara-negara berpenghasilan rendah (setelah HIV/AIDS dan

TBC), dan tercatat hingga 58.000 kematian.Sekelompok peneliti

menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2003 hingga 2009, perdarahan,

gangguan hipertensi (preeklampsia dan eklampsia), dan sepsis merupakan

penyebab lebih dari setengah kematian ibu di seluruh dunia. Lebih dari

seperempat dari angka kematian disebabkan penyebab tidak langsung, seperti

infeksi pascamelahirkan, komplikasi aborsi, komplikasi persalinan, dan

pembekuan darah.Akumulasi dari sejumlah faktor risiko di atas tercatat

memiliki peran dalam kematian ibu di seluruh dunia hingga 80%.

Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah

persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio

kematian ibu di negara-negaraberkembang merupakan yang tertinggi dengan

450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan

rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran

terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut

merupakan cerminan belum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna di

negara-negara yang angka kematian ibunya rendah.Artinya, negara-negara dengan

angka kematian ibu tinggi belum menunjukkan kemajuanberarti dalam 15

tahun terakhir ini.Perkiraan angka kematian ibu WHO menunjukkan bahwa

2
sementara peningkatan terjadi dinegara dengan pendapatan menengah,

penurunan angka kematian ibu selama periode 1990-2005 di Sub-Sahara

Afrika hanya 0,1 persen per tahun.Data Angka Kematian Ibu Hamil.

Menurut WHO : Selama periode 1990-2005 juga belum ada kawasan

yang mampu mencapai penurunan angka kematian ibu per tahun hingga 5,5 persen.Hanya

Asia Timur yang penurunannya telah mendekati target yakni 4,2 persen per

tahun serta Afrika Utara, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Karibia

mengalami penurunan yang jauh lebih besar dari Sub-Sahara Afrika.Selain itu

disebutkan pula bahwa lebih dari satu setengah kematian ibu (270.000) terjadi

dikawasan Sub-Sahara Afrika dan 188 ribunya di Asia Selatan sehingga jika

digabungkan kontribusi kedua kawasan terhadap angka kematian ibu dunia pada 2005

mencapai 86 persen.

Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun

2012, AKIsebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini meningkat

tajam dari tahun 2007 yang mencapai 228. Angka kematian ibu di indonesia

jauh lebih tinggi dibandingkan negara ASEANseperti Singapura hanya 6 per

100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, dan Filipina

112 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,2015).

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka kematian bayi dan

ibu saat melahirkan di indonesia mengalami penurunan sejak 2015 hingga

semester pertama 2017. Berdasarkan data yang dikutip dari laman resmi

Kementerian Kesehatan, jumlah kasus kematian bayi turun dari 33.278 kasus

pada 2015 menjadi 32.007 kasus pada 2016.

3
Sementara hingga pertengahan tahun atau semester satu 2017 tercatat

sebanyak 10.294 kasus kematian bayi. Demikian pula dengan angka

kematian ibu saat melahirkan turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi 4.912

kasus di tahun 2016. Sementara hingga semester satu di tahun 2017 terjadi

1.712 kasus kematian ibu saat proses persalinan.

Berdasarkan data, tahun 2017 angka kematian ada 134 orang dari

seperseribu dari angka kelahiran, sedangkan tahun lalu 137 orang, meski

turun masih dikatagorkian masih banyak kasus kematian ibu hamil di Aceh

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian syok.

2. Mengetahui apa saja etiologi syok.

3. Mengetahui jenis-jenis syok.

4. Mengetahui derajat syok.

5. Mengetahui bagaimana mekanisme syok.

6. Mengetahui tanda dan gejala syok.

7. Mengetahui komplikasi syok.

8. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan syok berdasarkan jenisnya.

9. Mengetahui prinsip dasar penanganan syok.

10. Mengetahui bagaimana penanganan awal syok.

11. Mengetahui bagaimana penanganan khusus syok.

12. Mengetahui bagaimana terapi obat-obatan.

4
13. Mengetahui bagaimana prinsip dasar dalam merujuk kasus gawat darurat.

C. Manfaat

1. Bagi institusi pendidikan

Bagi Pendidikan Ilmu Kebidanan sebagai bahan bacaan dan

menambah wawasan bagi Mahasiswa Ilmu Kebidanan dalam hal

pemahaman perkembangan dan upaya penatalaksanaan yang berhubungan

dengan syok.

2. Bagi penulis

Untuk memperoleh pengalaman dalam hal mengadakan Karya Tulis

Ilmiah sehingga akan terpacu untuk meningkatkan potensi diri sehubungan

dengan pengetahuan tentang Syok obstetri.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Syok

Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah

kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan

nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme (Nugroho,

Taufan, 2012).

Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan

tindakan segera dan intensif (IBI, 2010).

Penyebab syok dalam kebidanan terbanyak adalah perdarahan, lalu

neurogenik, kardiogenik, endotoksik, anafilaktik dan penyebab syok lain

seperti emboli air ketuban.

Gejala klinis pada umumnya sama yaitu tekanan darah turun, nadi cepat

lemah, pucat keringat dingin, sianosis jari, sesak, penglihatan kabur, gelisah

dan oligouri.

Sifat khas syok dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan, syok dibagi

menjadi 3 tahapan yaitu :

a. Tahap nonprogresif (disebut juga tahap kompensasi). Pada tahap ini

mekanisme kompensasi sirkulasi yang normal pada akhirnya akan

menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.

b. Tahap progresif. Pada tahap ini, tanpa terapi, syok menjadi semakin buruk

sampai timbul kematian.

6
c. Tahap irreversibel. Ketika syok telah jauh berkembang sedemikan rupa

sehingga semua bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong

pasien, meskipun pada saat itu, orang tersebut masih hidup.

B. Etiologi

Syok obstetrik dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah :

a. Perdarahan

b. Infeksi berat

c. Solusio plasenta

d. Luka-luka jalan lahir

e. Emboli air ketuban

f. Inversio uteri

g. Syok postural

h. Kolaps vasomotor post partum

i. Faktor-faktor predisposisi timbulnya syok adalah anemia, malnutrisi,

dehidrasi, partus lama, dan asidosis.

C. Jenis-Jenis Syok

1. Syok Hivopolemik

Syok hipovolemik disebabkan oleh hilangnya volume cairan sirkulasi

yang tidak terkompensasi, seperti pada perdarahan, tetapi dapat juga

terjadi karena muntah yang hebat. Sekitar 10% darah dapat hilang tanpa

menimbulkan efek yang merugikan. Kehilangan akut darah yang melebihi

7
10% dari volume total darah akan menyebabkan penurunan curah jantung

dan tekanan darah. Kehilangan yang melebihi 30% dari volume total darah

biasanya berakibat fatal kecuali jika segera ditangani.

Tubuh bereaksi terhadap hilangnya cairan sirkulasi dalam beberapa

tahapan, yaitu:

1) Tahap awal

Berkurangnya cairan atau darah membuat aliran balik vena ke

jantung menurun, ventrikel jantung menurun. Ventrikel jantung tidak terisi

secara adekuat, menyebabkan berkurangnya isi sekuncup dan curah

jantung. Karena curah jantung dan aliran balik vena menurun, tekanan

darah juga menurun. Turunnya tekanan darah menurunkan suplai oksigen

kejaringan dan fungsi sel juga terpengaruh.

2) Tahap kompensasi

Menurunnya curah jantung menimbulkan respon dari sistem syaraf

simpatis melalui aktivasi reseptor di aorta dan arteri karotis. Darah

didistribusikan ke organ vital. Pembuluh darah di saluran cerna,

ginjal,kulit dan paru mengalami konstriksi. Respon ini terlihat dengan

kulit yang menjadi pucat dan dingin. Peristaltis melambat, urin berkurang,

dan pertukaran gas di paru terganggu karena aliran darah berkurang.

Frekuensi jantung meningkat untuk meningkatkan tekanan darah dan

curah jantung.pupil mata berdilatasi. Kelenjar-kelenjar terstimulasi dan

kulit menjadi basah dan lembab. Adrenalin (epinefrin) dilepaskan dari

medula adrenal dan aldosteron dari korteks adrenal. Hormon antidiuretik

8
(ADH) diseksresi dari lobus posterior pituitari. Efek gabugan keduanya

menyebabkan vasokontriksi, peningkatan curah jantung dan penurunan

pengeluara urin. Aliran balik vena ke jantung akan meningkat, tetapi tidak

akan bertahan, kecuali jika cairan hilang digantikan.

3) Tahap progresif

Tahap ini mengarah pada kegagalan multisistem. Mekanisme

kompensasi mulai gagal, dan organ vital tidak mendapatkan perfusi yang

adekuat. Deplesi volum emenyebabkan semakin rendahnya tekanan darah

dan curah jantung. Arteri koroner mengalami kekurangan suplai darah.

Sirkulasi perifer buruk, dengan nadi yang lemah atau tidak ada.

4) Tahap akhir (irreversibel)

Kegagalan multisistem dan kerusakan sel tidak dapat diperbaiki

dan terjadi kematian.

Penatalaksanaan :

Resusitasi darurat diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi ibu dan

kerusakan yang ireversibel.

Prioritasnya adalah :

1) Panggil bantuan

Syok adalah kondisi yang progresif sehingga keterlambatan

penanganan hipovolemia dapat menyebabkan kematian ibu.

9
2) Pertahankan jalan nafas

Jika ibu mengalami kolaps yang berat, ia harus dimiringkan dan

diberikan oksigen 40% dengan kecepatan 4-6 liter per menit. Jika ibu tidak

sadar, jalan nafas buatan harus dipasang.

3) Ganti cairan

Pasang dua kanula intra vena berdiameter besar agar cairan dan

obat dapat diberikan dengan cepat. Darah harus diambil untuk pencocokan

silang sebelum memulai pemberian cairan intravena. Larutan kristaloid

seperti Hartman atau Laktat Ringer diberikan sampai kondisi ibu

membaik. Tinjauan sistematik terhadap bukti yang ada menunjukkan

bahwa koloid tidak memberikan perbedaan dalam mempertahankan nyawa

pasien dan lebih mahal dari kristaloid (alderson et al 2001). Namun

demikian kristaloid berkaitan dengan hilangnya cairan ke dalam jaringan

sehingga untuk mempertahankan volume intravaskuler, pemberian koloid

dianjurkan setelah pemberian 2 liter kristaloid melalui infus. Pemberian

koloid seperti gelofusine atau haemocell tidak boleh lebih dari 1000-1500

ml harus diberikan dalam 24 jam. Jika tersedia, berikan infus packed red

cell dan fresh frozen plasma setelah kondisi ibu stabil.

4) Jaga agar ibu tetap hangat

Menjaga agar ibu tetap hangat merupakan hal yang sangat penting,

tetapi jangan terlalu panas atau dihangatkan terlalu cepat karena dapat

menyebabkan vasodilatasi perifer dan mengakibatkan hipotensi.

10
5) Hentikan perdarahan

Sumber perdarahan harus diidentifikasi dan dihentikan. Setiap

kondisi yang menyebabkan harus dilatasi dengan tepat.

2. Syok Endotoksik/septik

a. Pengertian

Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh

lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negative.

Sering dijumpai pada abortus septik, korioamnionitis, dan infeksi pasca

persalinan (Sarwono, 2008).

Syok septik adalah keadaan kolapsnya sirkulasi yang disertai dengan

diseminasi intravaskular bakteri atau produknya.

b. Etiologi

Syok septik dapat terjadi karena infeksi bakteri gram positif, virus, atau

jamur. Kebanyakan syok septik karena bakteri gram negative : Escherichia

coli, pseudomonas aeroginos, bacterioid, klebsiella species, dan serratia.

Escherichia coli, pseudomonas aeroginos, bacterioid yang mengeluarkan

endotoksin adalah fosfo-lipo-polisakarida yang lepas dari dinding sel yang

mengalami lisis. Gambaran yang sama juga terjadi karena eksotoksin dari

streptokokus beta hemolitik, anaerob, dan klostridia.

Syok septik dalam obstetric dapat disebabkan oleh hal – hal berikut :

1) Abortus septik

2) Ketuban pecah yang lama / korioamnionitis

11
3) Infeksi pascapersalinan : manipulasi dan instrumentasi

4) Trauma

5) Sisa plasenta

6) Sepsis puerperalis

7) Pielonefritis akuta

c. Patogenesis

Mikroorganisme mengeluarkan endotoksin yang dapat

mengaktifkan system komplemen dan sitoksin, mengawali reaksi

inflamasi. Kejadian ini berhubungan dengan DIC yang ekstensif karena

antiplasmin tidak dapat mengatasinya. Sepsis menyebabkan vasodilatasi,

tahanan perifer pembuluh darah menurun., dan hipotensi. Selanjutnya

distribusi aliran darah kurang / jelek sehingga perfusi darah ke organ tidka

adekuat menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan kematian.

Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan

keluar dari pembuluh darah, khusus pada parenkim paru akan

menyebabkan edema pulmonum.

Selama sepsis produksi surfaktan pneumosit akan terganggu yang

menyebabkan alveolus kolaps dan mengakibatkan hipoksemia berat yang

disebut acute respiratory distreaa syndrome (ARDS).

Endotoksin lepas karena meningkatnya permiabilitas lisosomal dan

sitotoksik. Selanjutnya dalam beberapa menit dapat terjaid stimulasi

medulla adrenal dan saraf simpatis serta kontriksi arteriol dan venul.

Selanjutnya menyebabkan asidosis local yang dpaat menyebabkan dilatasi

12
anteriol, tetapi kontriksi venul jika berlanjut terus mengakibatkan

pembendungan darah kapiler , perdarahan karena pembendungan pada

gaster, hati, ginjal dan paru.

d. Faktor Resiko

Ketuban pecah yang lama, sisa konsepsi yang tidak keluar dan

instrumentasi saluran urogenital merupakan faktor resiko yang lain untuk

terjadinya sepsis. Syok septik akan menunjukkan gejala-gejala seperti

menggigil, hipotensi, gangguan mental, takikardia, takipnea, dan kulit

merah. Bila syok tambah berat, akan terjadi kulit dingin dan basah,

bradikardia dan sianosis.

Penggunaan mifeprison intravaginal pada abortus medicinalis

dapat menyebabkan syok septik yang fulminant dan letal disebabkan

infeksi clostridium sordeli pada endometrium, suatu bakteri gram positif

dan mengeluarkan toksin.

Mifeprison mempengaruhi pengeluaran dan fungsi kortisol dan

sitokin dengan jalan menduduki (blocking) reseptor progesterone dan

glukokortikoid . Kegagalan pengeluaran kortisol dan sitokin akan

menghambat mekanisme pertahanan tubuh yang dibutuhkan untuk

menghambat penyebaran infeksi C sordeli dalam endometrium. Pelepasan

eksotoksin dan endotoksin dari C sordeli akan mempercepat terjadi nya

syok septik yang letal.

13
e. Gejala Klinis

Syok septik (endotoksik) terjadi dalam 2 fase utama yaitu fase

refersibel dan fase irrifersibel, Sedamgkan fase refersibel terdiri atas fase

panas dan fase dingin. Fase panas disertai dengan gejala-gejala hipotensi,

takikardi, pireksia dan menggigil. Kulit kelihatan merah dan panas. Pasien

biasa nya masih sadar dan leukositosis terjadi dalam beberapa jam.

Pada fase dingin dijumpai gejala dan tanda-tanda kulit dingin dan

mengeriput, sianosis, purpura,/jaundice, penurunan kesadaran yang

progresis dan koma

Selanjutnya bila syok berlanjut terus pasien akan jatuh kedalam

fase irrefersibel dimana terjadi hipoksia sel yang berkepanjangan yang

menyebabkan gejala asidosis metabolic, gagal ginjal akut, gagal jantung,

edeme pulmonum, gagal adrenal dan kematian.

3. Syok Hemorargik

Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat

perdarahan pada:

a. Kehamilan muda, misalnya: Abortus, Kehamilan ektopik dan penyakit

trofoblas (mola hidatidosa).

b. Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta,

rupture uteri.

c. Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.

14
Adapun syok hemoragik terbagi ats fase-fase berikut :

1) Fase Syok

Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-

1000 ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi

fisiologik kardiovaskuler dan hematologik selama kehamilan. Jika

perdarahan terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok sebagai berikut.

2) Fase Kompensasi

Rangsangan/refleks simpatis : Respons pertama terhadap kehilangan darah

adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer untuk mempertahankan

pasokan darah ke organ vital.

Gejala klinik : pucat, takikardia, takipnea.

3) Fase Dekompensasi

Perdarahan lebih dari 1000 mlpada pasien normal atau kurang karena

faktor-faktor yang ada.

Gejala klinik : sesuai gejala klinik syok diatas.

Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan dengan

cepat tanpa meninggalkan efek samping.

4) Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian

Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia

jaringan yang lamadan kematian jaringan dengan akibat berikut ini.

1. Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi

karena kekurangan oksigen.

15
2. Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil metabolisme selanjutnya

menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah di kapilar dan keluarnya

cairan ke dalam jaringa ekstravaskular.

3. Koagulasi intravaskular yang luar (DIC) disebabkan lepasnya

tromboplastin dari jaringan yang rusak.

4. Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner.

5. Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak

adekuat lagi dan jika penyembuhan (recovery) dari fase akut terjadi,

sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau hipofise akan

timbul.

4. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik.

Tekanan arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang dibawah 1,8 L/

Menit/ m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering

tampak tidak berdaya, pengeluaran urine kurang dari 20 ml/jam, ekstremitas

dingin dan sianotik.

Penyebab paling sering adalah 40% lebih miokard infark ventrikel kiri,

yang menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan

kegagalan pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan

depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung

yang lama.

16
Bentuk lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta

atau mitral akut, biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat

menyebabkan penurunan yang berat pada curah jantung forward dan

karenanya menyebabkan syok kardiogenik.

5. Syok Neorogenik

Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh

kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps

atau persalinan letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap,

versi dalam yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang

akut, pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada

polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti

pengangkatan tiba-tiba tumor ovarium yang sangat besar.

Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok

distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena

hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, sehingga

terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung

(cappacitance vessel).

Disebabkan oleh gangguan susuna saraf simpatik, yang menyebabkan

dilatasi arteriola. Dan kenaikan kapasitas vaskuler. Tekanan darah sistolik

biasanya akan turun hingga di bawah 80 sampai 90 mmHg walaupun curah

jantung normal atau menigkat. Pingsan yang biasa merupakan contoh syok

neurogenik sementara. Kerusakan medua spinalis servikalis merupakan sebab

tersering syok neurogenik traumatik.

17
Trauma pada otak sendiri hampir tak pernah menyebabkan syok.

Kenyataannya ia hampir selalu menimbulkan kenaikan tekanan darah.

Biasanya trauma kepala parah meningkatkan tekanan intrakranial dan

mengurangi perfusi serebral. Secara reflektorik ia merangsang pusat vasomotor

untuk meningkatkan vasokontraksi perifer dan meningkatkan tekanan darah.

Pada tahap kematian otak yang sangat lanjut, bisa terjadi hipotensi karena

disfungsi pusat vasomotor dalam medula oblongata, tetapi hanya terjadi di

setelah pernapasan spontan berhenti.

6. Syok Anafilaktik

Anafilaksis adalah, respon alergi berpotensi mengancam nyawa serius

yang ditandai dengan pembengkakan, gatal-gatal, menurunkan tekanan darah,

dan pembuluh darah melebar. Dalam kasus yang parah, seseorang akan masuk

ke shock. Jika syok anafilaksis tidak segera diobati, dapat berakibat fatal.

Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh mengembangkan

antibodi spesifik alergen pertempuran (disebut immunoglobulin E atau IgE)

yang mendorong reaksi yang tidak pantas atau berlebihan terhadap suatu zat

yang biasanya tidak berbahaya, seperti makanan. Tubuh Anda mungkin tidak

bereaksi pada paparan awal tetapi dapat menghasilkan antibodi dengan

eksposur nanti. Ketika Anda terkena substansi kemudian, pengikatan antibodi

alergen dapat menyebabkan adanya sejumlah besar protein yang disebut

histamin, yang kemudian dapat menyebabkan gejala yang dijelaskan di atas.

18
a. Pembagian syok anafilaksis

Anafilaksis dapat terjadi sebagai respon terhadap alergen apapun. Penyebab

umum termasuk:

1) Alergi obat

2) Alergi makanan seperti kacang-kacangan, kerang (udang, lobster), produk

susu, putih telur, dan biji wijen

3) Serangga gigitan / sengatan seperti sengatan lebah

b. Gejala syok anafilaktik

Anafilaksis dapat dimulai dengan gatal parah mata atau wajah dan, dalam

beberapa menit, kemajuan gejala yang lebih serius. Gejala ini termasuk

menelan dan bernapas kesulitan, sakit perut, kram, muntah, diare, gatal-gatal,

dan angioedema (pembengkakan mirip dengan gatal-gatal, tapi bengkak itu

adalah di bawah kulit bukan di permukaan).

Gejala berkembang dengan cepat, sering dalam beberapa detik atau menit.

Mereka mungkin termasuk yang berikut: nyeri perut, abnormal (bernada

tinggi) suara pernapasan, kecemasan, dada sesak, batuk, dieare, kesulitan

menelan, pusing, gatal, hidung tersumbat, mual atau muntah, kulit kemerah,

pembengkakan wajah, mata atau lidah, tidak sadar dan desah.

c. Komplikasi syok anafilaktik

Anafilaksis adalah gangguan parah yang bisa mengancam hidup tanpa

pengobatan yang tepat. Namun, gejala biasanya membaik dengan terapi yang

tepat, sehingga sangat penting untuk bertindak segera. Sedangkan komplikasi

dari syok anafilaktik antara lain :

19
Airway penyumbatan, henti jantung (tidak ada detak jantung efektif).

pernapasan (tidak bernapas) dan syok.

EMBOLI AIR KETUBAN

a. Definisi

Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik

yang dapat terjadi dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1 : 8000 - 1 :

30.000 dan sampai saat ini mortalitas maternal dalam waktu 30 menit

mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan

pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian

ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di Negara

Berkembang

b. Etiologi

Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa

terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus

cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk

kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :

1) Kegagalan perfusi secara masif

2) Bronchospasme

3) Renjatan

Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik

akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan

menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.

20
c. Faktor resiko

Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun

sebagian besar terjadi pada saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan

setelah Sectio Caesar (19%)

Faktor resiko :

1. Multipara

2. Solusio plasenta

3. IUFD

4. Partus presipitatus

5. Suction curettahge

6. Terminasi kehamilan

7. Trauma abdomen

8. Versi luar

9. Amniosentesis

d. Gambaran Klinik

Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli

air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba

mengalami kolaps.

Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi,

namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah

persalinan berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk batuk,

sesak, terengah engah dan kadang ‘cardiac arrest’

21
e. Diagnosis

Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skaumosa

janin dalam vaskularisasi paru.

Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel

skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel

kanan.

Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnosa

adalah secara klinis dan per eksklusionum.

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.

Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC. Bila

anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah

keadaan umum ibu stabil. X ray torak memperlihatkan adanya edema paru

dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan.

Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)

Terapi tambahan :

1. Resusitasi cairan

2. Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output

3. Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis

4. Terapi DIC dengan fresh froozen plasma

5. Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin

6. Segera rawat di ICU

22
D. Klasifikasi Perdarahan

Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik

I 15% (Ringan) Tekanaa darah dan nadi normal

Tes Tilt (+)

II 20-25% (sedang) Takikardi-Takipnea

Tekanan nadi < 30 mmHg

Tekanan darah sistolik rendah

Pengisian darah kapiler lambat

III 30-35% (Berat) Kulit dingin, berkerut, pucat

Tekanan darah sangat rendah

Gelisah

Oliguria (<30 ml/jam)

Asidosis metabolic (pH < 7.5)

IV 40-45% (sangat berat) Hipertensi berat

Hanya nadi karotis yang teraba

Syok ireversibel

E. Derajat Syok
Berat ringannya Syok menurut Tambunan Karmel:

1. Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,

otot rangka dan tulang. Kesadaran tidak terganggu, produksi urine normal

atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

23
2. Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun ( hati, usus, ginjal,

dan lainnya ). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih

lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oliguria bisa terjadi dan asidosi

metabolik, akan tetapi kesadaran relative masih baik.

3. Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok

beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital.

Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi disemua pembuluh darah lain.

Terjjadi oliguria dan asidisis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda

hipoksia jantung ( EKG Abnormal, curah jantung menurun ).

F. Mekanisme Terjadinya Syok


1. Syok Hipovolemik
Terjadi karena volume cairan darah intravaskula berkurang dalam

jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab utama

adalah perdarahan akut. 20 % volume darah total.

2. Syok Septik

Sering terjadi pada orang dengan gangguan imunitas dan pada usia

tua. Akibat dari reaksi tubuh melawan infeksi, bakteri mati dan

mengeluarkan endotaksin melalui mekanisme yang belum jelas

mempengaruhi metabolisme sel dan merusak sel jaringan disekitarnya.

Yang dirusak ini mengeluarkan enzim usosom dan histamin. Enzim

usosom masuk kedalam peredaran darah sampai ke jaringan lain dan

24
menyebabkan kerusakan sel lebih banyak lagi serta sebagai pemicu

dikeluarkan bradiknin. Bradiknin dan histamin menyebabkan vasodilasi

pembluh darah tepi secara masif dan meningkatakan permebilitas kapiler.

3. Syok Endotoksik

Mikroorganisme mengularkan endoktoksik yang dapat

mengaktifkan sistem komplemen dan sitokin, mengawali reaksi imflamasi.

Sepsis menyebabkan vasodilatasi, tahanan perifer pembuluh darah

menurun, dan hipotensi. Selanjutnya di distribusi aliran darah kurang

sehingga perfusi darah ke organ tidak adekuat menyebabkan kerusakan

jaringan multi organ dan kematian. Mediator inflamasi meningkatkan

permeabilitas kapilar sehingga cairan keluar dari pembuluh darah, khusus

pada parenkim paru akan menyebabkan odema pulmonum. Selama sepsis

produksi surfaktan pneomosit akan terganggu yang menyebabkan alveolus

kolaps dan menyebabkan hipoksemia berat yang disebut Acute Respiratory

Distress Syndrom (ARDS).

Endotoksik lepas karena meningkatnya permeabilitas lisosomal

dan sitotoksik. Selanjutnya dalam beberapa menit dapat terjadi stimulasi

medula adrenal dan saraf simpatis serta kontriksi arteriol dan venul.

Selanjutnya menyebabkan asidosis lokal yang dapat menyebabkan dilatasi

arteriol, tetapi kontriksi venul dan jika berlanjut terus mengakibatkan

pembendungan darah kapiler, perdarahan karena pembendungan pada

gaster, hati, ginjal, dan paru.

25
G. Diagnosis

Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah

yang melalui tubuh. Ada kegagalan sistem peredaran darah untuk

mempertahankan aliran darah yang memadai sehingga pengiriman oksigen

dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga mengganggu ginjal

sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh (Nomenklatur

Kebidanan).

H. Tanda dan Gejala

1) Nadi cepat dan lemah (110 x/menit atau lebih).

2) Tekanan darah yang rendah (sistolik <90 mmHg).

Tanda dan gejala lain dari syok:

1) Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau

sekitar mulut).

2) Keringat atau kulit terasa dingin dan lembab.

3) Pernapasan yang cepat (30 x/menit atau lebih).

4) Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran.

5) Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml/jam).

I. Komplikasi

Komplikasi akibat dari penanganan yang tidak adekuat dapat

menyebabkan asidosis metabolik akibat metabolisme anaerob yang terjadi

karena kekurangan oksigen. Hipoksia atau iskemia yang lama pada hipofise

26
dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise dan gagal ginjal akut.

Koagulasi intravaskular yang luas disebabkan oleh lepasnya tromboplastin

dari jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah

koroner dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak

adekuat lagi dan jika penyembuhan (recorvery) fase akut terjadi, sisa-sisa

penyembuhan akibat nekrosis ginjal atau hipofise akan timbul.

J. Penatalaksanaan Syok Berdasarkan Jenisnya

1. Syok Hipovolemik

a. Mempertahankan suhu tubuh

Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita

untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan

sekali-kali memanaskan tubuh penderita karna akan sangat berbahaya.

b. Pemberian cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,

mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi

cairan kedalam paru

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau

dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak)

3) Penderita hanya boleh minum bila hanya penderita sadar betul dan

tidak ada kontra indikasi.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk

27
mengembalikan volume intravaskuler, intrastitial, dan intra

sel.pada

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah

pemberian cairan yang berlebihan.

2. Syok Neurogenik

a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah daripada kaki.

b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya

dengan menggunakan masker.

c. Untuk keseimbangan haemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan

resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau RL

sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250 – 500 cc bolus dengan

pengawasan yang cermat.

d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-

obat vasoaktif.

28
3. Syok Anafilaktik

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau

zat kimia, baik peroral maupun parental, maka tindakan yang perlu

dilakukan adalah:

a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras, kaki diangkat lebih

tinggi dari kepala.

b. Penilaian A, B, C dari tahapan jantung paru, yaitu:

1) Airway ( membuka jalan nafas )

2) Breathing Support, segera memberikan bantuan nafas buatan bila

tidak ada tanda-tanda bernafas, baik melalui mulut ke mulut atau

mulut ke hidung.

3) Circulation Support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar

(a. Karotis atau a. Femoralis ) segera lakukan kompresi jantung

luar.

J. Prinsip Dasar Penanganan Syok

1) Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan

khusus untuk:

a. Menstabilkan kondisi pasien,

b. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,

c. Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.

2) Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.

29
K. Penanganan Awal Syok

a. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan

siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat.

b. Lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus

dipastikan bahwa jalan napas bebas.

c. Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh).

d. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan

resiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memastikan jalan

napasnya terbuka.

e. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan teralalu panas karena

hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi alliran

darah ke organ vitalnya.

f. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung.

L. Penanganan Khusus

a. Mulailah infus intravena (lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan

umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas jika

memungkinkan) dengan menggunakan kanul atau jarum terbesar).

Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan

golongan darah dan uji kecocokkan, pemeriksaan hemoglobin, dan

hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk

trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostatis

dan uji pembekuan.

30
b. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi lakukan venous cut-down.

c. Pantau terus tanda-tanda vital setiap 15 menit dan darah yang hilang.

Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan

memberi cairan. Napas pendek dan pipi bengkak merupakan tanda

kemungkinan kelebihan pemberian cairan.

d. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan

jumlah urin yang keluar.

e. Berikan oksigen dengan kecepatan 6–8 liter/menit dengan sungkup atau

kanula hidung.

Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan adalah :

a. Tekanan darah mulai naik , sistolik mencapai 100 mmHg

b. Denyut jantung stabil

c. Kondisi mental pasien membaik , ekspresi ketakutan berkurang

d. Produksi urin bertambah .Diharapkan produksi urin paling sedikit 100

ml/4jam atau 30 ml/jam .

M. Terapi obat-obatan

a. Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan

atau gelisah.

b. Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan-

pelan. Cara kerjanya masih kontroversial, dapat menurunkan resistensi

perifer dan meningkatkan kerja jantung vdan meningkatkan perfusi

jaringan.

31
c. Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis

d. Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi

renal.

Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama

Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% IV

infuse pelan-pelan.

Obat pengurang rasa nyeri :

a. Dalam memilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat harus

dipertimbangkan kondisi pasien pada saat itu, saat dan cara pemberian

obat dan beberapa hal khusus yang harus diperhatikan untuk setiap

jenis obat yang dipilih .

b. Penderita dalam syok atau akan mengalami pembedahan segera, hanya

boleh mendapat obat I.V dan I.M .

c. Hindarilah sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat

menyembunyikan gejala yang penting untuk membuat diagnosis.

d. Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh

sebab itu pasien yang mendapat narkotika harus dalam pengamatan

yang ketat dan cermat.

e. Obat anti radang nonsteroid dan aspirin dapat menganggu pembekuan

darah.

f. Kombinasi obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang seperti

diazepam meningkatkan resiko depresi pernafasan .

32
Obat analgetika yang direkomendasikan adalah :

a. Morfin 10 – 15 mg I.M. atau 15 mg I.V.

b. Petidin 50 – 100 mg I.M .

c. Paracetamol 500 mg / oral

d. Paracetamol dan kodein 30 mg / oral

e. Tramadol oral / I.M 50 mg / Supositoria 100 mg

Terapi Antibiotika :
Regimen Antibiotika Kerja Dosis
Reg .1 Ampisilin atau Gr (+) aerobic dan Gr 500-1000 mg/6
sefalosporin (-) kokus jam
Gentamisin Gr (-) basil 80 mg/8 jam
Metrodinazol Anaerob 500 mg/8 jam
Reg.2 Klindamisin Gr(+) dan Gr(-) aerobic 600 mg/6 jam
Gentamisin Gr(-) aerobic 80 mg/8 jam

N. Prinsip Dasar Dalam Merujuk Kasus Gawat Darurat


Setelah kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok

perdarahan maupun septik harus dilakukan. Jika penyakit yang menjadi dasar

penyebab syok septik tidak dapat ditangani ditempat itu, pasien harus dirujuk

kefasilitas yang lebih mampu menangani.

Hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat :

1. Stabilisasi penderita dengan :

a. Pemberian oksigen,

b. Pemberian cairan invus intravena dan transfuse darah,

33
c. Pemberian obat-obatan (antibiotika, analgetika dan toksoid tetanus )

2. Transportasi

3. Paien harus didampingi oleh tenaga yang terlatih dan keluarga nya

4. Ringkasan kasus harus disertakan

5. Komunikasi dengan keluarga

6. Mortalitas

34
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang

kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Klasifikasi

Syok: Syok hipovolemik, syok sepsis (endatoxin shock), syok

kardiogenik, dan syok neurogenik.

Penanganan syok terbagi dua bagian yaitu:

a. Penanganan Awal

1) Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan

siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.

2) Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus

dipastikan bahwa jalan napas bebas.

3) Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu

tubuh)

4) Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan

risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan

jalan napasnya terbuka.

5) Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena

hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran

darah ke organ vitalnya.

35
6) Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke

jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian

kaki).

b. Penanganan Khusus

Mulailah infus intra vena. Darah diambil sebelum pemberian

cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan

(cross match), pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika

memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit,

ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis, dan uji

pembekuan.

Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari

kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan

mengantisifikasi penyebab syok serta efektifitas dan efesiensi kerja

kita pada saat-saat/ menit-menit pertama penderita mengalami syok.

B. Saran

Makalah merupakan salah satu karya tulis yang dapat membantu

para pembacanya untuk mendapatkan informasi tertentu. Untuk itu, bagi

para pembaca sebaiknya membaca beberapa sumber atau literatur guna

perbandingan.

Saya membuat makalah ini guna untuk mempermudah para

pembaca karena dalam makalah ini telah dirangkum beberapa materi

36
referensi dari beberapa buku. Sehingga mudah untuk mendapatkan point-

point penting untuk dipahami.

37
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika

IBI, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010. Asuhan Kebidanan Patologi, Jakarta: TIM

Sarwono, 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Ruatam, 1998. Sinopsis Obstertri Edisi 2, Jakarta: EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai