Anda di halaman 1dari 8

Batuk terus menerus

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa oleh orangtuanya ke Poliklinik karena batuk.
Alloanamnesis diketahui batuk sudah berlangsung selama 3 minggu. Apabila pasien batuk, batuk
tidak berjeda / tidak putus-putus seperti anjing menggonggong dan terus menerus disertai dengan
suara whoop, busa, dan muntah. Pasien sampai mengompol dan buang angin secara bersamaan. Batuk
tidak berdahak dan paling sering terjadi pada siang hari. Selain batuk pasien juga mengalami demam
subfebril dan muncul bintik-bintik merah di dahi. Pasien merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara.
Riwayat kelahiran pasien lahir normal di bidan dengan BBL 2900 gram. Ibu pasien lupa riwayat
imunisasi anaknya. Hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter didapatkan BB 18 kg, TB
110 cm, pasien tampak sadar dan aktif, tidak terdapat tanda sesak, denyut nadi 86 x/menit, frekuensi
napas 28 x/menit, dan temperatur 37.6℃, teraba pembesaran kelenjar getah bening leher diameter 1
cm, multiple, konsistensi kenyal, tanpa nyeri tekan. Pemeriksaan fisik paru didapatkan retraksi
suprasternal, palpasi, perkusi dan auskultasi suara dasar vesikuler, tidak terdapat hantaran dan
wheezing. Dokter menjelaskan pasien perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosis.
1. Bagaimana mekanisme batuk?
- Adanya allergen/benda asing  ditangkap carina trakea dan laring  mengaktifkan nervi
afferentes  mengaktifkan nervus vagus  mengirimkan impuls ke medulla oblongata
mengaktifkan nervi efferentes  meningkatkan inspirasi  volume bertambah (2,4-
2,5mL)  menutup epiglottis dan pita suara  diafragma mengangkat  peningkatan
intrapulmonal  membuka tiba tiba epiglottis dan pita suara  tanpa penekanan uvula
sehingga udara keluar lewat mulut
- Terjadi reflek batuk karena adanya benda asing masuk
- Lengkung reflex dalam reflex batuk :
1. Jalur aferen: Serabut saraf sensorik (cabang saraf vagus) yang terletak di epitel bersilia
dari saluran udara bagian atas (paru, auricular, faringeal, laringeal superior, lambung) dan
cabang jantung dan esofagus dari diafragma. Impuls aferen pergi ke medula secara difus.
2. Central Pathway (pusat batuk): daerah pusat koordinasi untuk batuk terletak di batang
otak bagian atas dan pons.
3. Jalur eferen: Impuls dari pusat batuk perjalanan melalui vagus, frenikus, dan saraf
motorik tulang belakang ke diafragma, dinding perut, dan otot. Nukleus retroambigualis,
oleh saraf motorik frenikus dan spinal lainnya, mengirimkan impuls ke otot inspirasi dan
ekspirasi; dan nukleus ambiguus, oleh cabang laring dari vagus ke laring.
Sumber : Anatomy and neuro-pathophysiology of the cough reflex arc oleh Polverino M et al
tahun 2012 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3415124/)

- Dicari yang dimaksud dengan allergen


Alergen adalah zat yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Pada beberapa orang, sistem
kekebalan mengenali alergen sebagai zat asing atau berbahaya. Akibatnya, sistem
kekebalan tubuh bereaksi dengan membuat jenis antibodi yang disebut IgE untuk
bertahan melawan alergen. Reaksi ini mengarah pada gejala alergi.
- Ada dua jenis utama alergen
Jenis pertama meliputi zat non-infeksius yang dapat menginduksi produksi IgE (dengan
demikian 'membuat kepekaan' subjek) sehingga kemudian terpapar kembali zat tersebut
menginduksi reaksi alergi. Sumber alergen yang umum termasuk serbuk sari, rumput dan
pohon, bulu binatang (kulit dan bulu), partikel tinja tungau debu rumah, makanan tertentu
(terutama kacang, kacang pohon, ikan, kerang, susu dan telur), lateks, beberapa obat dan
racun serangga. Dalam beberapa kasus, IgE spesifik alergen yang ditujukan terhadap
antigen asing juga dapat mengenali antigen inang crossreaktif, tetapi signifikansi klinis
dari hal ini tidak jelas.
Tipe kedua adalah zat non-infeksius yang dapat menginduksi respon imun adaptif yang
terkait dengan peradangan lokal tetapi diduga terjadi secara independen tanpa IgE
(misalnya, dermatitis kontak alergi terhadap racun tanaman/poison ivy dan nikel)
Sumber : The development of allergic inflammation oleh Galli SJ et al tahun 2008
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3573758/)

2. Mengapa batuk tidak berjeda dan disertai suara whoop?


- Terjadi pada batuk rejan/pertussis yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis akan
menyerang dari epitel pada saluran pernafasan mengeluarkan trakeal sitotoksin 
pelemahan dari silia menyebabkan reflek batuk
- Suara whoop terjadi karena pergantian udara diparu berlangsung cepat akibat inspirasi
yang dipaksakan sehingga terjadi ledakan kecil pada waktu udara masuk melewati glottis
yang setengah terbuka
- Dibawah 5 bln tidak disertai whoop tetapi disertai henti nafas(sianosis)
- Terjadi sekitar sudah 3 minggu
- Minggu awal sampai minggu kedua batuk dan pilek,suara serak
- Minggu selanjutnya/minggu ketiga terjadi batuk rejan dan whoop bersamaan dengan
berak dan kencing
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

3. Apa saja klasifikasi batuk berdasarkan waktu?


- Batuk akut adalah fase awal batuk dan mudah untuk disembuhkan dengan kurun
waktu kurang dari tiga minggu. Penyebab utamanya adalah infeksi saluran nafas atas,
seperti selesma, sinusitis bakteri akut, eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis,
rhinitis alergi, dan rhinitis karena iritan
- Batuk Sub-akut adalah fase peralihan dari akut menjadi kronis yang terjadi selama 3-8
minggu. Penyebab paling umum adalah batuk paska infeksi, sinusitis bakteri, atau asma
Batuk kronis batuk kronis adalah fase batuk yang sulit untuk disembuhkan
karena terjadi pada kurun waktu yang cukup lama yaitu lebih dari delapan minggu.
Batuk kronis juga bisa digunakan sebagai tanda adanya penyakit lain yang lenih berat
misalkan : pertussis, asma , tuberculosis, penyakit paru obstruktif kronis, gangguan
refluks lambung, dan kanker paru-paru.
Sumber : Recommendations for the management of cough in adults oleh Morice AH et al
tahun 2006 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2080754/)

4. Mengapa saat batuk pasien sampai mengompol dan buang angin bersamaan?
- Batuk terus menerus  kontraksi kuat di abdomen  buang angin
- Batuk terus menerus  penekanan di vesika urinaria  kencing tiba tiba/tanpa disadari
- Bisa terjadi pendarahan subkonjungtiva dan pendarahn epitaksis
- Penyebab lainnya adalah batuk terus menerus menyebabkan melemahnya otot dasar
panggul sehingga menyebabkan inkontinensia uri (BAK spontan saat batuk) dan
inkontinensia alvi (kentut/BAB spontan saat batuk)
Sumber : Cough-Anal Reflex May Be the Expression of a Pre-Programmed Postural Action
oleh Cavallari P et al tahun 2017 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5624195/)

5. Mengapa batuk tersebut terjadi di siang hari?


- Saat siang hari,aktivitas lebih aktif dan paparan allergennya lebih banyak sehingga akan
mempengaruhi batuk tersebut lebih parah saat siang hari
- Tergantung fasenya
- Batuk termasuk hipersensitivas tipe 1
- Mengapa terpapar allergen/debu/tungau saat malam hari tetapi batuk terjadi saat siang
hari?
Pada batuk oleh karena allergen terdapat aktivitas hipersensitivitas tipe I Hipersensitivitas
tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini
adalah sel mast atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh trombosit,
neutrofil, dan eosinofil.Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen,
tetapi terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Inilah yang
menyebabkan allergen pada malam hari dapat menyebabkan batuk pd pagi/ siang harinya.
Sumber : Cough Hypersensitivity Syndrome oleh Song WJ tahun 2017
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5500693/)

6. Bagaimana komplikasi dari batuk terus menerus dan tidak berjeda?


- Pneumonia,tanda menunjukan nafas cepas disertai demam dan batuk
- Kejang disebabkan anoksia dan apneu,enchepalopati
- Gizi kurang
- Perdarahan subkonjungtiva,epitaksis
- Hernia umbilikasi dan inguinalis
- Bronkopneumonia
- Bronkitis
- Kolaps alveoli paru
- Ulkus pada ujung lidah,karena saat batuk lidah bisa tergigit
- Prolapsus rectum/hernia
- Hipoksia
- Gangguan elektrolit
- Pneumomediastinum
- Otitis media,sumbatan dimukus
- sinusitis
- Dapat memparah tbc jika sebelumnya ada tbc
- Kongesti dan edema otak
- Perdarahan otak
- Emasiasi : kurus kering

Komplikasi batuk rejan (Pertussis)


Dapat terjadi pneumonia sekunder atau otitis media. Superimposed pneumonia adalah
penyebab utama kematian pada bayi dan anak kecil, dan dapat disebabkan oleh aspirasi isi
lambung selama paroxysms batuk atau karena penurunan pernafasan pembersihan patogen.
Demam harus mereda selama fase catarrhal, dan kehadirannya selama fase paroxysmal harus
meningkatkan kecurigaan untuk pneumonia. Penyebab paling umum dari pneumonia bakteri
sekunder adalah Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Haemophilus
influenzae, dan Staphylococcus aureus; walaupun infeksi virus dengan virus pernapasan
syncytial, cytomegalovirus, dan superinfect adenovirus juga umum.

Jarang (kurang dari 2% kasus), komplikasi SSP seperti kejang dan ensefalopati dapat terjadi,
kemungkinan sekunder akibat hipoksia, hipoglikemia, toksin, infeksi sekunder, atau
pendarahan otak akibat peningkatan tekanan selama batuk. Peningkatan tekanan intrathoracic
dan intraabdominal yang tiba-tiba juga dapat menyebabkan edema periorbital, pneumotoraks,
pneumomediastinum, emfisema subkutan, ruptur diafragma, hernia umbilikalis dan
inguinalis, dan prolaps rektum.
Racun pertusis juga menyebabkan hipersensitivitas histamin dan peningkatan sekresi insulin.

Bayi sangat rentan terhadap bradikardia, hipotensi, dan henti jantung akibat pertusis.
Perkembangan hipertensi paru telah semakin diakui sebagai faktor yang berkontribusi
terhadap kematian anak, karena dapat menyebabkan memburuknya hipotensi sistemik dan
hipoksia.
Sumber : Pertussis (Whooping Cough) oleh Lauria AM tahun 2014
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519008/)

7. Mengapa terjadi pembesaran KGB?


- Limfadenopati timbul sebagai respon tubuh terhadap infeksi dan inflamasi yaitu dengan
menghasilkan banyak sel imun pada nodus-nodus limfe untuk melawan bakteri tersebut
dan adanya deposisi bakteri yang telah mati pada kelenjar limfe.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima oleh Sudoyo AW dkk tahun 2009.

8. Mengapa timbul demam subfebris dan bintik bintik merah di dahi?


- Demam : timbul karena pyrogen,pyrogen ada 2 : eksogen dan endogen
- Eksogen : produk dari dalam tubuh,endotoksin
- Endogen : IL 1,IL6,IFN
- Ketika ada pyrogenmerangsang hipotalamusprostaglandinmeningkatan titik
thermostat baruhipotalamus mendeteksi bahwa suhu saat ini dibawah
normalmeningkatkan suhu tubuhdemam
- Bintik bintik merah

9. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari scenario?


- Anamnesis : riwayat kontak dengan pertussis dan riwayat imunisasi,gejala sesuai stadium
- Stadium kataralis (1-2 minggu)
Gejala awal meliputi rinore (pilek) cair dan jernih, infeksi pada konjungtiva, lakrimasi,
batuk ringan, dan panas yang tidak begitu tinggi. Gejala mirip common cold biasa.
- Stadium paroksismal/ spasmodik (2-4 minggu)
Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat 5-10 kali batuk kuat selama
ekspirasi yang diikuti usaha inspirasi massif yang mendadak dan menimbulkan bunyi
melengking (whoop). Selama serangan muka merah dan sianosis, mata menonjol, lidah
menjulur, lakrimasi, salivasi, dan distensi vena leher bahkan bias terjadi petekia di wajah.
Muntah kadang bisa terjadi setelah batuk paroksismal tanpa disertai bunyi whoop.
- Stadium konvalesen (1-2 minggu)
Whoop dan atau muntah mulai berkurang intensitasnya kemudian hilang. Serangan batuk
paroksismal berangsur menurun. Batuk akan menetap dan biasanya mulai berangsur
menghilang setelah 2-3 minggu.
- Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin ditemukan leukositosis dengan limfosit absolut
b. Isolasi kuman B pertussis dari secret nasofaring
c. PCR untuk mendeteksi sequens di pertussis, sensitivitas tinggi
d. Serologi peningkatan IgG terhadap toksin pertusis dilakukan 4 minggu stlh batuk
e. Tes gula darah untuk hipoglikemi pada bayi,bayi yang sulit mendapatkan nutrisi
f. Radiografi thorax,untuk melihat corakan infiltrat thorax
- Mengapa terdapat suara vesikuler?
Suara vesikuler adalah suara dasar paru normal
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.
10. Bagaimana pencegahan dan hubungannya dengan imunisasi dari scenario?
- Pencegahan :
- Diberikan vaksin pertussis diberikan Bersama vaksin difteri dan tetanus
- Diberikan imunisasi dpt pada bayi dan bayi pada anak SD
- Pada bayi usia 1 th vaksin dpt 3 kali,penundaan imunisasi sebaiknya tidak lebih dari 1 th
- Diberikan pada usia 2,3,4 bulan dan imunisasi pada usia 18 bulan dan 5 tahun
- Rajin mencuci tangan
- Saat dijalan menggunakan masker
- Ditambahkan booster pada usia 4 th dan 15 th
- Menjauhkan bayi dari orang yang batuk
- Saat merencanakan kehamilan melakukan vaksinasi
- Vaksin dpt diberikan saat 2,4,6 bulan
- Diberi booster saat usia 4-6 th
- Usia <7 th diberi vaksinasi ulang dan diberi obat antimikroba makrolid
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

Pencegahan melalui imunisasi tetap menjadi pertahanan terbaik dalam memerangi pertusis.
Rekomendasi CDC untuk vaksinasi adalah sebagai berikut:
a. Vaksin DTaP: Direkomendasikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan dan pada usia 4-6
tahun; tidak disarankan untuk anak berusia 7 tahun atau lebih.
b. Vaksin Tdap: Direkomendasikan untuk anak berusia 7-10 tahun yang belum divaksinasi
lengkap; sebagai dosis tunggal untuk remaja usia 11-18 tahun; untuk orang dewasa yang
berusia 19 tahun atau lebih; dan untuk wanita hamil terlepas dari riwayat vaksinasi,
termasuk vaksinasi ulang pada kehamilan berikutnya.
Sumber : Pertussis oleh Bocka JJ tahun 2019 (https://emedicine.medscape.com/article/
967268-medication#showall)

11. Diagnosis dan Diagnosis banding dari scenario?


- Diagnosis : Pertusis
- Diagnosis banding :
a. Common cold
b. Bronchiolitis
c. Pneumonia bakterial
d. Sistik fibrosis
e. Tuberculosis
f. Infeksi respiratorius oleh adenovirus, B. parapertussis dan B. bronkiseptica
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

12. Apa saja manifestasi klinis dari scenario?


- Stadium kataral : rinore (pilek) cair dan jernih, infeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk
ringan, dan panas yang tidak begitu tinggi
- Stadium paroksismal : 2-4 minggu, batuk kuat dengan setiap 5-10 ekspirasi disertai
tarikan ispirasi (whoop). Selama serangan muka merah dan sianosis, mata menonjol,
lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, dan distensi vena leher bahkan bias terjadi petekia di
wajah. Muntah kadang bisa terjadi setelah batuk paroksismal tanpa disertai bunyi whoop
- Stadium konvalesens : ditandai perbaikan gejala klinis,batuk menjadi lebih ringan dan
bunyi whoop menghilang perlahan,6-8 minggu dan dapat terjadi berbulan bulan jika
terjadi infeksi di saluran pernafasan
- Apabila semakin parah dapat menjadi pneumonia
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

13. Apa etiologi dari scenario?


- Bakteri B. pertussis termasuk bakteri batang gram negative
- Tidak berspora, berkapsul, aerobic, habitat di epitalium respirasi mamalia, mati jika suhu
55 C tahan pada suhu 0-10C
- Menempel pada sel epitel dengan cara mengeluarkan felamentosa
hemagglutinin,agglutinogen,pertactin membantuk bakteri untuk menempel pada sal
pernafasan mengeluarkan trakeal sitotoksin menyebabkan cedera pada epitel/kelemahan
pada silia
- Bordetella parapertusis,manifestasi ringan dan tidak dilindungi oleh vaksinasi pertussis
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

14. Apa patofisiologi dari scenario?


Bakteri B. pertussis masuk ke saluran nafas mengeluarkan zat-toksin limfositosis
promtinfekto, pertactin melekat pada sel epitel  menyebar ke saluran nafas tidak
invasif  mengalami pertumbuhan dan akan mengeluarkan toksin-toksin mengeluarkan
sub unit b menghasilkan toksin pertusis yang aktif peradangan ringan, hyperplasia jar
limfoid dan peningkatan jumlah mucus  menyebabkan kelemahan dari fungsi silia
menyebabkan reflex batuk terjadi peningkatan intra abdomen menekan saraf-saraf
abdomen nyeri.
Hipersekresi mucus obstruksi saluran nafas iskemik atelectasis peningkatan
frekuensi pernafasan.
Mengapa meskipun Bordetella sudah mati batuk masih berlanjut?

Patofisiologi Pertussis
Bordetella pertussis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian melekat
pada silia epitel saluran pemafasan. Mekanisme patogenesis infeksi oleh B. pertussis terjadi
melalui 4 tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu,
kerusakan lokal, dan akhirnya timbul penyakit sistemik.
Filamentous hemaglutinin (FHA), Iymphositosis promoting factor (LPF)/ pertusis toxin (PT)
dan protein 69-Kd berperan dalam perlekatan B. pertussis pada silia. Setelah terjadi
perlekatan B. pertussis, kemudian ber-multiplikasi .dan menyebar ke seluruh permukaan
epitel saluran pemafasan. Proses ini tidak invasif, oleh karena itu pada pertusis tidak terjadi
bakteremia. Selama pertumbuhan B. pertussis, maka akan menghasilkan toksin yang akan
menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough. Toksin terpenting yang
dapat menyebabkan penyakit disebabkan oleh karena pertussis toxin. Toksin pertusis
mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya berikatan dengan
reseptor sel target, kemudian menghasilkan sel unit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim
membran sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi.
Toxin mediated adenosine disphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis protein di
dalam membran sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target
termasuk limfosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamin dan
serotonin, efek memblokir beta adrenergik dan meningkatkan aktivitas insulin, sehingga akan
menurunkan konsentrasi gula darah.
Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hiperplasia jaringan limfoid peri bronkial
dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih
terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder. (tersering oleh Streptococcus
pneumoniae, H. influenzae dan Staphylococcus aureus). Penumpukan mukus akan
menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru. Hipoksemia dan
sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi pada saat ventilasi dan timbulnya
apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kerusakan susunan saraf
pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversibel, pemulihan tampak bila sel mengalami
regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotik terhadap proses
penyakit.
Dermonecrotic toxin adalah heat labile cytoplasmic toxin menyebabkan kontraksi otot polos
pembuluh darah dinding trakea sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis trakea.
Sitotoksin bersifat menghambat sintesis DNA, menyebabkan siliostasis, dan diakhiri dengan
kematian sel. Pertussis lipopolysaccharide (endotoksin) tidak terlalu penting dalam hal
patogenesis penyakit ini. Kadang-kadang B. pertussis hanya menyebabkan infeksi yang
ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

15. Apa factor resiko dari scenario?


- Saat balita tidak diberi vaksin DPT
- Penurunan imun tubuh
- Lingkungan sekitar penderita missal wabah
- Paparan kuman dari orang dewasa
Sumber : Pertussis oleh Bocka JJ tahun 2019 (https://emedicine.medscape.com/article/
967268-overview#showall)

16. Penatalaksanaan dari scenario?


- Rawat jalan
- <6bln dirawat dirumah sakit
- Antibiotic ertritomicyn selama 10 hari
- Subkortif pengencer batuk
- Azithromycin
- Klaritromycin
- TMP-SMZ
- Parasetamol
- Kodein,tidak dianjurkan pada usia <1th
Pemberian antibiotik tidak memperpendek stadium paroksismal. Eritromisin (50mg/
kgBB/hari) atau ampisilin (100 mg/kgBB/ hari) dapat mengeliminasi organisme dari
nasofaring dalam 3-4 hari. Terapi suportif terutama untuk menghindari faktor yang
menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi. Oksigen hendaknya diberikan
pada distres pernafasan yang akut dan kronik. Perlu penghisapan lendir terutama pada bayi
dengan pneumonia dan distres pernafasan. Betamasol dan salbutamol diduga bekerja untuk
mencegah obstruksi bronkus, mengurangi batuk paroksismal dan mengurangi lamanya
whoop. Berdasarkan penelitian Krantz setelah pemberian salbutamol, efeknya tidak bermakna
dibanding dengan plasebo. Eritromisin dapat mengeliminasi pertusis bila diberikan pada
pasien dalam stadium kataral sehingga memperpendek periode penularan. Imunoglobulin
pertusis telah diberikan pada anak di bawah umur 2 tahun (1,25 ml/ 24 jam dalam 3-5 dosis),
penelitian menunjukkan tidak ditemukan adanya kegunaannya dan hal ini tidak
direkomendasikan.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Kedua oleh
Soedarmo SSP dkk tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai