Anda di halaman 1dari 29

Nama : Rosari Cahya Windari

NIM : 20201574

Pengertian Asma

Asma itu sendiri berasal dari kata asma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki
arti sulit bernafas. Penyakit yang dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi
yang disebabkan oleh jalan nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau
pembengkakan saluran udara yang reversibel sehingga menyebabkan produksinya cairan
kental yang berlebihan (Prasetyo, 2010)

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinofil, dan T-limfosit terhadap rangsangan
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas
yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang ( Brunner & Suddarth, 2001).

Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama yang biasa kita
pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan penyakit menular, tetapi
faktor keturunan (genetik) sangat punya peranan besar di sini.

PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka
dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan
meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

PENGKAJIAN

DIAGNOSA

1. Bersihan jalan nafas tida efektif : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalab naps untuk memprtahankan jaan nafas tetap paten. Bd spase jalan nafas

RENCANA TINDAKAN KEP

1. Dx Bersihan jalan nafas bd spase jalan nafas

Intervensi :

Identifikasi kemampuan batuk

Monitor tanda gejala infeksi saluran nafas

Atur posisi semifowler

Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

Kolsboraso pemberian mukolitik

TUJUAN KEP

Batuk efektif meningkat

Produksi sputum menurun

Mengi menurun

Frekuensi nafas membaik

Pola nafas membaik

IMPLEMENTASI

Mengidentifikasi kemampuan batuk


Memonitor tanda gejala infeksi saluran nafas

Mengatur posisi semifowler

Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

Mengkolaborasi pemberian mukolitik

EVALUASI

Masalah Bersihan Jalan nafas teratasi

Daftar pustaka

Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Buku Sdki , buku Siki, buku slki


Pneumonia

A. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena eksudat
yang mengisi alveoli dan bronkiolus (Terry & Sharon, 2013).
Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh karena infeksi atau
iritasi bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat peradangan (Mutaqin, 2008).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2015).
Pneumonia adalah peradangan pada baru yang tidak saja mengenai jaringan paru tapi
dapat juga mengenai jaringan paru tapi dapat juga mengenai bronkioli (Nugroho,
2011).
Berdasarkan data WHO tahun 2015, pneumonia merupakan masalah
kesehatan di dunia karena angka kematian- nya sangat tinggi, tidak saja di Indonesia
dan negara-negara berkembang tetapi juga di Negara maju seperti Amerika, Kanada
dan Negara- Negara Eropa lainya. Di Amerika pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor satu setelah kardiovaskuler dan TBC.

B. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi
karena eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus. Saat saluran nafas bagian bawah
terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan jalan obstruksi nafas
(Terry & Sharon, 2013).
Sebagian besar pneumoni didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti
menghirup bibit penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan
normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau
terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila
suatu partikel dapat mencapai paru-paru , partikel tersebut akan berhadapan dengan
makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan humoral.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.
Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik
mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi
terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi
terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt
dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung
menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia (Nugroho.T,
2011).
C. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara
subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan
data objektif (data hasil pengukuran atau observasi).
Menurut Nurarif (2015), pengkajian yang harus dilakukan adalah :
a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,
b. Riwayat sakit dan kesehatan
1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak napas.
2) Riwayat penyakit sekarang: pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus
purulen kekuning-kuningan, kehijau-hiajuan, kecokelatan atau kemerahan, dan
serring kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri
dada pleuritits, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan nyeri
kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti ISPA, TBC paru, trauma. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya factor predisposisi
4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumoni
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap
beberapa oba, makanan, udara, debu.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: tampak lemas, sesak napas
2) Kesadaran: tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen
3) Tanda-tand vital:
- TD: biasanya normal
- Nadi: takikardi
- RR: takipneu, dipsneu, napas dangkal
- Suhu: hipertermi
4) Kepala: tidak ada kelainan
Mata: konjungtiva nisa anemis
5) Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung
Paru:
- Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada penggunaan otot bantu
napas
- Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada daerah yang terkena.
- Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani
- Auskultasi: bisa terdengar ronchi.
6) Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan
7) Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan
D. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak
dengan masalah pneumonia:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan yang
ditandai dengan jumlah sputum dalam jumlah yang berlebihan, dispnea,sianosis, suara
nafas tambahan (ronchi).
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan yang
ditandai dengan dispena, dispena, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
cuping hidung.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kalpier yang ditandai dengan dispnea saat istirahat, dispneu saat aktifitas ringan,
sianosis.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Asupan diet kurang yang ditandai dengan ketidakmampuan menelan
makanan,membran mukosa pucat, penurunan berat badan selama dalam perawatan.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen yang ditadai dengan Dispnea setelah beraktifitas,keletihan,
ketidaknyamanan setelah beraktifitas
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan yang
ditandai dengan ibu/keluarga mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita
pasien, cara penularan, faktor
resiko, tanda dan gejala, penanganan dan cara pencegahannya

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
(EGC).
Nugroho T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam cetakan 1. Yogyakarta : Penerbit Nuha Medika
Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc ed 1. Jogjakarta : Penerbit
Mediaction
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.
Teery & Sharon. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik ed 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
BRONKITIS

A. PENGERTIAN

Bronkitis adalah peradangan yang terjadi pada saluran utama pernapasan atau bronkus.
Bronkus berfungsi sebagai saluran yang membawa udara dari dan menuju paru-paru.
Seseorang yang menderita bronkitis biasanya ditandai dengan munculnya gejala batuk
yang berlangsung selama satu minggu atau lebih. Secara umum, bronkitis terbagi menjadi
dua tipe, yakni: Bronkitis akut. Kondisi ini umumnya dialami oleh anak berusia di bawah 5
tahun. Bronkitis tipe akut biasanya pulih dengan sendirinya dalam waktu satu minggu hingga
10 hari. Namun, batuk yang dialami dapat berlangsung lebih lama. Bronkitis kronis. Bronkitis
tipe ini biasanya dialami oleh orang dewasa berusia 40 tahun ke atas. Bronkitis kronis dapat
berlangsung hingga 2 bulan, dan merupakan salah satu penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) Dr. Tjin Willy.(2018).

Bronkitis adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronkus (salauran
pernapasan dari trakea hingga saluran napas di dalam paru – paru). Peradangan ini mengakibatkan
permukaan bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit
(Depkes RI, 2015).

B. Patofisiologi Bronkhitis

Bronkhitis akut dikaraterisiroleh adanya infeksi pada cabang trakeobrokhial.Infeksi ini


menyebabkan hiperemia dan edema pada memberan mukosa, yang kemudian menyebabkan
peningkatan sekresi dahak bronchial.Karena adanya perubahan memberan mukosa ini, maka
terjadi kerusakan pada epitelia saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya fungsi
pembersihan mukosilir.Selain itu, peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat menjadi
kental dan liat, makin memperparah gangguan pembersihan mukosilir.Perubahan ini bersifat
permanen, belum diketahui, namun infeksi pernafasan akut yang berulang dapat berkaitan
dengan peningkatan hiper-reaktivitas saluran nafas, atau terlibat dalam fatogenesis asma atau
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Pada umumnya perubahan ini bersifat sementara
dan akan kembali normal jika infeksi sembuh.

C. Diagnosa yang Sering Muncul

Diagnosa Keperawatan Menurut Taylor (2015) diagnosa bronkitis sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
3. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya obstruksi
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
melalui rute fisiologis.
D. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Keluahan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan produktif
dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai ≥ 400C dan
sesak napas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi tingkat
keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk – batuk saja, hingga penyakit
akut dengan manifestasi klinis yang berat.sebagai tanda – tanda terjadinya
toksemia klien dengan bronkitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa
lamah, banyak berkeringat, takikardia, da takipnea.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh pernah
mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada
pernapasan atas. Perawat haru memperhatikan dan mencatatnya baik – baik.
d. Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan klien sering
mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya
keluahan batuk, sesak napas, dan demam merupakan stresor penting yang
menyebabkan klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan
memfasilitasi pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan
informasi mengenai prognosis penyakit dari klien. Kaji pengetahuan klien dan
keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek
samping, dan tanda – tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non
farmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen
atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem pendukung, kemauan dan
tingkat pengetahuan keluarga.
e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda – tanda vital, hasil pemeriksaan tanda – tanda vital pada
klien dengan bronkitis biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih
dari 400 C, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan serta
biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.
- Inspeksi
Klien biasanya mengalami peningkatan usahadan frekuensi pernapasan, biasanya
menggunakan otot bantu pernapasan. Pada kasus bronkitis kronis, sering
didapatkan bentuk dada barrel/tong. Gerakan pernapasan masih simetris, hasil
pengkajian lainnya menunjukan klien juga mengalami batuk yang produktif
dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan
karena bercampur darah.
- Palpasi
Taktil fermitus biasanya normal.
- Perkusi
Hasil pengkajian perkusi menunjukan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang
paruh.
- Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara
napas melemah, jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah adanya
konsuldasi disekitar abses, maka akan terdengar suara napas bronkial dan ronkhi
basah.
f. Pemeriksaan diagnostic
- Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto thoraks posterior – anterior dilakukan untuk menilai derajat
progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif
menahun.
- Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya perubahan pada penngkatan
eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara
makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberculosis paru

E. DAFTAR PUSTAKA
- Dr. Tjin Willy.(2018).Pengertian Bronkitis : aldokter.com/bronchitis
- (Depkes RI, 2015). Profil Kesehatan Indonesia http://www.depkes.go.id. Diakses 25
januari 2018
- Dikutip dari Dr Tjin Willy.(2018).patofisiologis Bronkitis : aldokter.com/bronchitis
- Taylor (2015). Diagnosa Keperawatan
- MR Nuga (2019) Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Anak
DIFTERI

A. PENGERTIAN

Difteri adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal pada
mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang disebabkan bakteri Corynabacterium Diphteria,
ditandai oleh terbentuknya eksudat yang membentuk membran pada tempat infeksi, dan
diikuti oleh gejalagejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi bakteri
tersebut

(Sudoyo Aru,2009)

B. ETIOLOGI

Disebabkan oleh Corynabacterium Diphteria, bakteri gram positif yang bersifat polimorf,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin
(Sudoyo Aru,2009).

Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :

1. Difteri Nasal Anterior

2. Difteri Nasal Posterior

3. Difteri Fausial (Farinks)

4. Difteri Laryngeal

5. Difteri Konjungtiva

6. Difteri Kulit

7. Difteri Vulva / Vagina Menurut tingkat keparahannya (Sudoyo Aru,2009) :

1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mokosa hidung dengan
gejala hanya pilek dan gangguan menelan

2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang sampai faring dan


laringsehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak

. 3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis dan nefritis.
C.TANDA GEJALA DIFTERI

Masa inkubasi dari bakteri Corynabacterium Diphteria umumnya 25 hari. (range 1-10 hari),
pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi primer pada kulit. Tanda gejala pada pasien
dengan difteri:

1. Demam dengan suhu sekitar 38oC

2. Kerongkongan sakit dan suara paru

3. Perasaan tidak enak, mual muntah dan lesu 4. Sakit kepala 5. Rinorea, berlendir dan
kadang-kadang bercampur darah (Sudoyo Aru,2009)

D.. PATOFISIOLOGI

 Imunisasi tidak lengkap


 Faktor lingkungan
 Daerah endemik bakteri Memproduksi toksin
 Resiko infeksi
 Sel mati, respon inflasi lokal
 Psudomembran (eksudat, fibrin, sel radang, eritrosit, nekrosis, sel-sel epitel)
 Menghambat pembentukan protein dalam sel toksin Kuman C
 . Difteriae Berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas
Seluruh tubuh Lokal Jantung
 Masuk melalui mukosa dan kulit Saraf Ginjal
 Nekrosis toksik dan degenarasi hialin
 Miokarditis payah jantung
 Obstruksi saluran pernafasan toksin
 Edema kongesti infiltrasi sel mono nuclear pada serat dan sistem konduksi
 Menyumbat jalan nafas
 Ketidak efektifan pola nafas
 Kelebihan volume cairan penurunan curah jantung
 Paralisis dipalatumole, otot mata, ekstremitas inferior
 Ansietas gangguan menelan
 Tampak perdarahan adrebnal dan nekrosis tubular adekuat
 Inkotinensia urine aliran berlebih
 Hambatan komunikasi verbal
E. PENGKAJIAN
1. Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur tapi sering dijumpai pada anak
(usia 1-10 tahun).
2. Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan bernapas pada
waktu tidur, nyeri pada waktu makan , dan bengkak pada tenggorokan /leher.
3. Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji. a. Pemeriksaan fisik  Pada difteri
tonsil-faring terdapat malise, suhu tubuh > 38,9 C, terdapat pseudomembran pada
tonsil dan dinding faring, serta bullnek. Pada difteri laring terdapat stidor,suara
parau, dan batuk kering, sementara pada obstruksi laring yang besar terdapat retraksi
supra sterna, sub costal, dan supra clavicular. Pada difteri hidung terdapat pilek
ringan,secret hidung yang serosauinus sampai mukopurulen dan membrane putih pada
septum nasi. b. Pemeriksaan Laboratorium Untuk menentukan diagnosis pasti
diperlukan sediaan langsung dengan kultur dan pemeriksaan toksigenitas.

F. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi dari bakteri Corynabacterium Diphteria umumnya 25 hari. (range 1-10
hari), pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi primer pada kulit. Tanda gejala
pada pasien dengan difteri:
1. Demam dengan suhu sekitar 38oC
2. Kerongkongan sakit dan suara paru
3. Perasaan tidak enak, mual muntah dan lesu 4. Sakit kepala 5. Rinorea, berlendir
dan kadang-kadang bercampur darah (Sudoyo Aru,2009)
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi
2. Penurunan curah jantung b.d edema kongesti, perubahan volume sekuncup,
perubahan kontraktilitas jantung
3. Resiko infeksi di tandai oleh proses penyakit
4. Gangguan menelan

H. DAFTAR PUSTAKA
Bulechrck, Goria M., dkk. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) Ed. 6. United Kingdom: Elsevier Hidayat,
A. A. 2006.
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC Moorhead, Sue., dkk. 2013.
Nursing Outcomes Clasification (NOC) Ed.5.
Uniteed Kingdom : Elsevier NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta : EGC. Sudoyo, Aru., dkk. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1,2,3 integritas edisi 4. Jakarta : Internal
Publishing.
A. Pengertian pertusis

Pertusis (batuk rejan/whooping cough) adalah penyakit saluran pernapasan atas akut yang
disebabkan oleh Bordetella pertussis, sebuah bakteri coccobacilus gram negatif dengan host
manusia.[1] Pada tahun 1696, Sydenham menamai Pertusis dari bahasa latin yang artinya
“batuk yang intensif”. Sebelum vaksin ditemukan, penyakit ini sering sekali menyerang anak-
anak di bawah usia 10 tahun.[2]

Manifestasi klinisnya berupa batuk berkepanjangan dengan satu atau lebih gejala klasik
berikut; bunyi melengking saat inspirasi (inspiratory whoop), batuk paroksismal, dan emesis
post tusif. Gejala-gejala klasik ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
pasien dewasa.

Sumber: anonim, PHIL CDC, 1979.

Penatalaksanaan pertusis umumnya bersifat suportif, walaupun antibiotik dapat berguna


dalam membantu meringankan manifestasi dan memperpendek durasi sakit. Prognosis pasien
umumnya baik, dan pasien dapat sembuh total walaupun secara gradual.

B. Patofisiologi

Berbeda dengan patofisiologi penyakit infeksi lainnya, patofisiologi pertusis bukan


disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis sendiri tapi diakibatkan oleh toksin yang
dihasilkan, dicirikan oleh limfositosis dan leukositosis.

Pertussis menular via droplet di udara yang tersebar melalui batuk.[1-3] Gerbang masuk dari
organisme adalah infeksi saluran pernapasan mukosa saluran atas. Setelah terhirup, B.
pertussis kemudian menempel pada sel epitel (sel mukosa superfisial) dan nasofaring dengan
mengeluarkan beberapa macam protein adesin seperti filamentous hemagglutinin (FHA).[2,4]
Di tempat ini bakteri tersebut kemudian akan bermultiplikasi dan memproduksi berbagai
toksin untuk merusak sel-sel lokal.

Toksin Pertusis merupakan toksin tipe AB. Toksin ini merupakan proses utama patogenesis
Pertusis. Toksin B berikatan dengan sel epitel nasofaring kemudian menginjeksikan toksin A
ke dalam sel-sel tersebut.[2] Toksin merupakan sebuah ADP-Ribosyl Transferase yang
menginaktivasikan protein G1, dan sebagai akibatnya meningkatkan kadar adenylate cyclase
dan peningkatan cAMP.[2]

C. Pengkajian
 Data subjektif :
a. Paling banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya usia yang paling
rentan terkena penyakit pertusus adalah anak dibawah usia 5 tahun.
b. Cara penularannya yang sangat cepat
c. Imunisasi dapat pengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh
pertusis
d. Batuk ini disebabkan karena bordetella pertusis
e. Disalah satu negara yang belum melaksanakan prosedur imunisasi rutin masih
banyak terdapat penyakit pertusis
 Data objektif :
a. Anak tiba tiba batuk keras secara terus menerus
b. Batuk yang sukar berhenti
c. Muka menjadi merah
d. Batuk yang sampai keluar air mata
e. Kadang sering muntah disertai keluarnya sedikit darah, karena batuk yang sangat
keras
f. Biasanya terjadi pada malam hari

D.Diagnosa Keperawatan

1.Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi.

2.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

3.Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi


jalannafas)

4.Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia,mual/muntah.

5.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaknyamanan ditandai dengan batuk berlebih


dimalam hari.

6.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrikberlebihan


: muntah.

Daftar Pustaka
dr. Rossyani, Maria. 2017.https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/pertusis.
Diakses pada 6 Oktober 2021

dr. Rossyani, Maria. 2017.https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-


infeksi/pertusis/patofisiologi. Diakses pada 6 Oktober 2021

Khoiriyah. Askep pertusis.https://pdfcoffee.com/askep-pertusis-1-pdf-free.html.Diakses pada


6 Oktober 2021

M Khusna, Tiya. 2013.https://id.scribd.com/doc/188411272/Askep-Pertusis-Pada-Anak-


docx. Diakses pada 6 Oktober 2021
PENGERTIAN

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan (PJB) adalahsekumpulan


malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah adasejak lahir, (Muttaqin,
2009). Penyakit jantung bawaan merupakan defek jantung struktural yang terjadiakibat
perkembangan jantung embriologis yang abnormal, atau presistensibeberapa bagian dari
sirkulasi fetus setelah lahir, (Davey, 2002).

PATOFISIOLOGI

- Atrial Septal Defect (ASD)


1.Septum atrium tetap terbuka sehingga dalam atrium mungkinterdapat campuran antara darah
yang kaya O2 dan kaya CO2
2.Perubahan hemodinamik hanya terjadi bila luas defek septum atriumsebesar 2cm2
3.Tekanan darah pada atrium kiri lebih besar sehingga terjadi alirandarah menuju atrium
kanan
4.Akibatnya tekanan atrium kanan bertambah, menyebabkan matarantai tekanan pada arteri
pulmonalis tinggi, tekanan kapiler parumeningkat
5.Terjadi gangguan pertukaran O2-CO2, PO2 rendah, dekompensasiokordis kanan
6.Bila hipertensi arteri pulmonaris tetap tinggi, akan terjadi aliranbalik menuju atrium kiri
sehingg apada atrium kiri terdapat darahcampuran

- Ventrical Septal Defect (VSD)


1.Septum ventrikel tidak menutup sempurna sehingga terjadi aliranventrikel kiri menuju
ventrikel kanan
2.Defek septal yang terbentuk di bagian atas bersamaan dengan defek septum atrium dan
stenosis arteri pulmonalis
3.Pada ventrikel kanan, dapat terbentuk darah sehingga secaraberantai mudah menimbulkan
peningkatan tekanan arteri pulmonalisdan pelebaran kapiler.
4.Jika keadaan ini terus berlanjut, gagal jantung kanan akan mudahterjadi sehingga tidak
mampu mengalirkan darah menuju arteripulmonaris yang mengakibatkan sianosis
dan dispnea-

 - Koartasio Aorta
1.Terdapat penyempitan lokal aorta antara arteri subdavicuta danduktus arteriosus Bothali
yang dapat mengakibatkan kematianmendadak, endokarditid bakterial, aneurisma yang pecah
dandekompensasio kordis
- Tetralogi Fallot
1.Terdapat 4 bentuk kelainan kongenital yaitu defek septum ventrikel,stenosis pulmonal, over
riding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.
2.Darah dapat mengalir menuju ventrikel kiri, sehingga aortamenerima darah campuran.
3.Hipertrofi ventrikel kanan menyebabkan gangguan aliran darahmenuju paru sehingga dapat
menimbulkan bendungan darah dalamparu, edema paru dan sianosis.
- Patent ductus arteriosus (PDA)
1.Duktus yang menghubungkan arteri pulmonalis menuju aorta belumberkembang
2.Karena tekanan arteri pulmonal rendah, sebagian darah aorta masuk menuju paru.
3.Bila terdapat kelemahan ventrikel kiri, akan terjadi sebaliknyadarah dari arteri pulmonalis
dan dapat menimbulkan hipertensi arteripulmonum, edem aparu dan gangguan pertukaran gas
yangmengakibatkan sianosis.

PENGKAJIAN
 
Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitasterbatas)
- Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi,bunyi jantung
tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai,hepatomegali.
- Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
- Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
-Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
-Pengkajian psikososial: usia, tugas perkembangan, koping yang digunakan,kebiasaan hidup,
respon keluarga terhadap penyakit, koping keluarga danpenyesuaian keluarga terhadap stress.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan Penyakit JantungBawaan antara
lain:
-Pemeriksaan Laboratorium
-Foto Thorax
-Pemeriksaan dengan Doppler berwarna untuk mengetahui aliran darah
-EKG
-Echo Cardiograph
-Kateterisasi Jantung: hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasilECHO atau
Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
-TEE (Trans Esophangeal Echocardiography)G.
 
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 
- Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan pirau darah keventrikel kanan, penurunan
volume sekuncup
-Aktual/ resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengankelainan vaskular
paru obstruktif akibat sekunder dari stenosis pulmoner
-Aktual/resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhanyang berhubungan
dengan intake tidak adekuat akibat sekunder dari adanyasesak nafas, mual dan anoreksia
-Resiko kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadapaturan terapeutik, tidak mau
menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
-Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transportoksigen

DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan GangguanSistem
Kardiovaskular . 2009. Jakarta: Salemba Medika.
2. Davey, Patrick.At a Glance Medicine. 2002. Jakarta: Erlangga
MedicalSeries.Manuaba, dkk.
3. Pengantar Kuliah Obstetri. 2003. Jakarta: EGC.
Pengertian Leukimia :

Leukimia adalah suatu penyakit keganasan yang dikarenakan adanya abnormalitas gen pada
sel hematopoetik sehingga menyebabkan poliferasi klonal dari sel yang tidak terkendali, dan
sekitar 40% leukimia terjadi pada anak (Widagdo, 2012).

Leukemia merupakan penyakit ganas progresif pada jaringan pembentuk darah. Leukemia
terjadi karena adanya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah yaitu sumsum tulang.
Penyakit ini sering terjadi pada anak yang berusia diatas 1 tahun, dan puncaknya antara usia 2
sampai 6 tahun.(Apriany, 2016).

Leukemia memerlukan terapi untuk meningkatkan angka keberhasilanhidup. Salah satu terapi
leukemia pada anak adalah dengan melakukankemoterapi. Tujuan dari kemoterapi adalah
mengobati atau memperlambatpertumbuhan kanker atau mengurangi gejalanya (Apriany,
2016). Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi yaitu fase induksi, fase profilaksis, danfase
konsolidasi (Suriadi, dkk, 2010).

Kemoterapi yang agresif pada kanker di masa kanak – kanak telahmenghasilkan perbaikan
yang dramatis pada angka keberhasilan hidupanak, namum terdapat peningkatan
kekhawatiran mengenai efek lanjutnya(Wong, 2009). Komplikasi yang sering ditemukan
dalam terapi kankerdimasa kanak – kanak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena
neutropenia. Kondisi ini akan meningkatkan risiko infeksi yang beratakibat penurunan fungsi
utama neutrofil sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme asing (Apriany, 2016).

Patofisiologi :

Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel – sel darah putih yang imatur dalam jaringan
tubuh yang membentuk darah. Sel – sel imatur ini tidak sengaja menyerang dan
menghansurkan sel darah normal atau jaringan vaskular (Betz & Sowden , 2009). Walaupun
bukan suatu tumor, sel – sel leukemia memperlihatkan sifat neoplastik yang sama seperti sel
– sel kanker yang solid. Oleh karena itu, keadaan patologi dan menifestasi klinisnya
disebabkan oleh infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel – sel leukemia
nonfungsional. Organ – organ yang terdiri banyak pembuluh darah, seperti limpa dan hati,
merupakan organ yang terkena paling berat (Wong, 2009). Sel – sel leukemia berinfiltrasi
kedalam sum – sum tulang, menggantikan unsur – unsur sel yang normal, sehingga
mengakibatkan timbulnya anemia dan menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang
tidak mencukupi bagi tubuh (Betz & Sowden , 2009). Invasi sel –sel leukemia kedalam sum –
sum tulang secara perlahan akan melemahkan tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur.

Karena sel – sel leukemia menginvasi periosteum, peningkatan tekanan menyebabkan nyeri
yang hebat (Wong, 2009). Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang
bersirkulasi. Infeksi juga lebih sering terjadi karena berkurangnya jumlah leukosit normal.
Invasi sel – sel leukemik kedalam organ – organ vital menimbulkan hepatomegali,
splenomegali, dan limfadenopati (Betz & Sowden , 2009).

Leukemia nonlimfoid akut mencakup beberapa jenis leukemia berikut leukemia mieloblastik
akut, leukemia monoblastik akut, dan leukemia mielositik akut. Timbul disfungsi sum – sum
tulang, yang menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah, neutrofil, dan trombosit. Sel
– sel leukemik menginfiltrasi limfonodus, limpa, hati. Tulang, dan sistem saraf pusat (SSP),
juga organ – organ reproduksi seperti testis. Lokasi invasi yang paling penting adalah SSP
yang terjadi sekunder karena infiltrasi leukemik dapat menyebabkan tekanan intrakranial
(Betz & Sowden , 2009).

Pengkajian :

-Diagnosa

Gangguan integritas kulit b.d efek kemoterapi.

- Perencanaan

Menurut tim pokja SIKI DPP PPNI, (2018) dan tim pokja SLKI DPP PPNI, (2019)
perencanaan Acute Mieloblastik Leukimia (AML) adalah :

-Gangguan intergritas kulit

Tujuan : intergritas kulit dan jaringan

Kriteria hasil : elastisitas meingkat, hidrasi meningkat, kerusakan intergritas kulit menurun,
kerusakan lapisan kulit menurun.

Rencana : Perawatan integritas kulit

a) Observasi

Identifikasi penyebab gangguan intergritas kulit (misal perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).
b) Terapeutik

Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring, lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang jika
perlu, bersihkan perineal dengan air hangat terutama selama periode diare, gunakan produk
berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering, gunakan produk berbahan ringan/ alami
dan hiperoalergik pada kulit sensitif,hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering.

c) Edukasi

Anjurkan menggunakan pelembab (misal lotion,serum), anjurkan minum air yang cukup,
anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur,
anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem, anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah, anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.

-Pelaksanaan

Pelaksanaan menurut Mendri & Agus (2018), yaitu:

-Mencegah kerusakan integritas kulit

a) Mengkaji secara dini tanda – tanda kerusakan integritas kulit

b) Memberikan perawatan kulit khususnya daerah perianal dan mulut

c) Mengganti posisi dengan sering

d) Menganjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat.

-Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menadakan
seberapa jauh diagnoasa keperawatan. Rencana tindakannya dan pelaksanaanya sudah
berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kempuan klien dalam mencapai
tujuan. Evaluasi yang diharapkan mengacu pada SLKI, (2019) pada gangguan integritas
kulit :

1) elastisitas meningkat

2) hidrasi meningkat

3) kerusakan intergritas kulit menurun


-Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan ang dimiliki. Dokumentasi
keperawatan mempunyai 3 prinsip yaitu : Brevity, Legibility dan A ccuracy menurut Setiadi,
(2013)

Menurut Deswani (2011) dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian
diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang yang berwenang, dan merupakan bagian dari
praktik professional. Dokumentasi keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status
dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat (Setiadi, 2013). Tujuan dokumenasi keperawatan menurut Setiadi (2013), tujuan
dari dokumentasi keperawatan yaitu :

1) Sebagai sarana komunikasi

2) Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat

3) Sebagai Informasi Statistik

4) Sebagai Sarana Pendidikan

5) Sebagai Sumber Data Penelitian

6) Sebagai Jaminan Kualitas Pelayanan Kesehatan

7) Sebagai Sumber Data Perencanaan Asuhan Keperawatan Berkelanjutan.

Daftar pustaka :

Pokja Tim SDKI DPP PPNI,2017,Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,Jakarta


Selatan,DPP PPNI.

Pokja Tim SIKI DPP PPNI,2018,Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,Jakarta


Selatan,DPP PPNI.

Pokja Tim SLKI DPP PPNI,2019,Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,Jakarta

Selatan,DPP PPNI.

Buku ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 volume 2. jakarta : egc.


ANEMIA

Pengertian AnemiaKurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel
darah merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya,
organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat dan
mudah lelah.Anemia dapat terjadi sementara atau dalam jangka panjang, dengan tingkat
keparahan yang bisa ringan sampai berat. Anemia merupakan gangguan darah atau kelainan
hematologi yang terjadi ketika kadar hemoglobin (bagian utama dari sel darah merah yang
mengikat oksigen) berada di bawah normal.Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila
kadar hemoglobinnya di bawah 14 gram per desiliter untuk laki-laki, dan di bawah 12 gram
per desiliter untuk wanita. Apabila kadar hemoglobin di bawah 8 gram per desiliter, anemia
sudah tergolong berat dan disebut dengan anemia gravis. Untuk mengatasi anemia tergantung
kepada penyebab yang mendasarinya, mulai dari konsumsi suplemen zat besi, transfusi darah,
sampai operasi.

Patofisiologi

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya
eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia).Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin
(hemoglobinuria).Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar: 1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2) derajat
proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti
yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Pengkajian KeperawatanPengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data


secara subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan
data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data fokus yang
didapatkan dari pasien penderita anemia/keluarga seperti pasien mengatakan lemah, letih dan
lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun, mual dan sering haus. Sementara data
objektif akan ditemukan pasien tampak lemah, berat badan menurun, pasien tidak mau
makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien tampak mual dan muntah, bibir tampak
kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak rewel.Menurut Muscari (2005:284-285) dan
Wijaya (2013:138) penting untuk mengkaji riwayat kesehatan pasien yang meliputi: 1)
keluhan utama/alasan yang menyebabkan pasien pergi mencari pertolongan profesional
kesehatan. Biasanya pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah, pusing, adanya
pendarahan, kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur; 2) Kaji apakah didalam
keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau di dalam keluarga ada
yang menderita penyakit hematologis; 3) Anemia juga bisa disebabkan karena adanya
penggunaan sinar-X yang berlebihan, penggunaan obatobatan maupun pendarahan. Untuk itu
penting dilakukan anamnesa mengenai riwayat penyakit terdahulu.Untuk mendapatkan data
lanjutan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang pada anak
dengan anemia agar dapat mendukung data subjektif yang diberikan dari pasien maupun
keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi secara head to toe sehingga dalam pemeriksaan kepala pada anak dengan anemia
didapatkan hasil rambut tampak kering, tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak
pucat, konjungtiva anemis, biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa
berdengung. Pada pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular venous pressure akan
melemah, pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada kanak-kanak (5-11
tahun) berkisar antara 20-30x per menit. Untuk pemeriksaan abdomen akan ditemukan
perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali. Namun untuk
menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti
pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fungsi sumsum tulang.

Diagnosa KeperawatanMenurut Wijaya (2013) dari hasil pengkajian di atas dapat


disimpulkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:1. Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadekuat
intake makanan3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik5.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan proses penyakit anak6. Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang terpapar dengan informasi.7. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan imunitas tubuh sekunder menurun (penurunan Hb), prosedur invasif.

Daftar pustaka

https://www.alodokter.com/anemia (Diakses pada tanggal 4 Oktober 2021)

Trisnia ndun, Festy.2018 ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT ANEMIA PADA An. A.S DI
RUANG KENANGA RSUD Prof. Dr. W.Z. JOHANNES KUPANG. Diakses pada tanggal 4
Oktober 2021; diunduh dari http://repository.poltekeskupang.ac.id

Anda mungkin juga menyukai