Anda di halaman 1dari 21

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI


MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS ( STAD)
SISWA KELAS III SDN BANJARSARI SEMESTER I TAHUN
AJARAN 2018/2019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar


matematika materi operasi hitung bilangan bulat melalui model Student Teams
Achievement Divisions (STAD) siswa kelas III SD Negeri Banjarsari semester I
tahun ajaran 2018/2019. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan teman sejawat. Penelitian ini
menggunakan model Kemmis & McTaggart yang terdiri dari 4 tahap yaitu
perenccanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah
guru dan siswa kelas III SD N Banjarsari Windusari Magelang yang berjumlah 20
siswa terdiri dari 10 putra dan 10 putri. Metode pengumpulan data menggunakan
tes objektif dan observasi. Tes objektif digunakan untuk mengukur keterampilan
operasi hitung sedankan lembar observasi digunakan dengan tujuan mengamati
aktivitas siswa dan guru. Validasi instrumen dilakukan melalui expert judgement
dan uji validitas empirik. Data kuantitatif dianalisis secara deskripsi kuantitatif,
sementara data kualitatif dianalisis secara deksriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang
anggota kelompoknya heterogen, mengutamakan kerjasama, sikap tanggung
jawab serta mampu menghargai pendapat teman saat berdiskusi dan mampu
meningkatkan keterampilan operasi hitung. Sehingga dapat ditarik kesimpulan,
model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat siswa kelas III SD
Negeri Banjarsari semester I tahun ajaran 2018/2019.

Kata Kunci: Student Teams Achievement Divisions (STAD), siswa kelas III, SD N
Banjarsari, aktivitas, hasil belajar, operasi hitung, bilangan bulat.

i
A. Latar Belakang

Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,


inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Dengan dasar tersebut maka sudah seharusnya pembelajaran matematika


diselenggarakan supaya dapat mendorong siswa berpartisipasi aktif agar dapat
meningkatkan potensi dirinya. Hal ini sering kurang disadari oleh guru karena
pelaksanaan pembelajaran sering hanya didominasi oleh peran guru dan kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran.

Berdasarkan observasi awal di kelas III SDN Banjarsari, ditemukan beberapa


permasalahan antara lain siswa kurang aktif dalam pembelajaran, pembelajaran IPS
kurang menarik, dan hasil belajar Matematika masih. Kekurangaktifan siswa dalam
pembelajaran bisa dimungkinkan karena proses pembelajaran yang kurang tepat
sehingga kurang menarik bagi siswa. Akibatnya, siswa kurang mampu menyerap
pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar juga menjadi rendah. Aktivitas
mendengarkan masih rendah terlihat ketika beberapa siswa tidak memperhatikan
penjelasan guru. Banyak siswa yang melakukan hal-hal lain saat guru menerangkan,
seperti berbisik-bisik, bergurau bersama temannya,atau mengantuk. Aktivitas
mengajukan pertanyaan juga rendah, meskipun guru sering memberi kesempatan
kepada siswa untuk bertanya tentang hal hal yang belum dimengerti, atau
memberikan tanggapan belum semua siswa menunjukkan peran aktifnya. Keaktifan
siswa dalam mengerjakan soal soal latihan pada proses pembelajaran masih kurang.

Selain itu, bila ditinjau dari hasil belajar berdasarkan nilai ulangan harian kelas
III matematika materi operasi hitung bilangan bulat, masih banyak siswa yang belum
mencapai nilai sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Batas nilai KKM sesuai
yang terdapat di dalam Buku 1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SD
Negeri Banjarsari adalah 70, sedangkan ketuntasan klasikal yang diharapkan adalah
90% siswa mencapai nilai KKM. Kenyataannya, baru terdapat 7 siswa dari 20 siswa
(35%) yang dapat mencapai nilai 70. Hal ini menunjukkan bahwa belum tercapainya

2
ketuntasan klasikal yang seharusnya 18 siswa( 90%) dari 20 siswa Kelas III SDN
Banjarsari yang dapat mencapai nilai 70.

Kendala pertama adalah berasal dari faktor siswa. Aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran matematika pada umumnya masih rendah. Pada saat
pembelajaran, pada umumnya siswa kurang menunjukkan kegiatan belajar yang aktif
seperti mendengarkan dengan seksama, mengajukan pertanyaan, mengerjakan soal
soal, mempelajari materi, maupun menyampaikan materi. Kecenderungan siswa
adalah memberikan kesempatan kepada siswa lainnya apabila diminta untuk bertanya,
atau mengerjakan soal soal.

Kendala kedua adalah berasal dari faktor guru. Guru kurang dapat mendorong
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh panca indera
siswa. Di samping itu, guru sering kurang dapat memilih teknik dan model
pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Guru kurang memperhatikan
proses pembelajaran, tetapi lebih berfokus pada hasil pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, maka diperlukan suatu


model pembelajaran yang dapat mengatasi persoalan tersebut. Model pembelajaran
yang baik adalah model yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan, kondisi
siswa, sarana dan prasarana yang tersedia serta tujuan pembelajaran. Untuk itu perlu
diupayakan suatu bentuk pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dan mendorong siswa terlibat dalam proses belajar mengajar sehingga siswa lebih
aktif dalam pembelajaran.

Di antara banyak model pembelajaran, peneliti memiliki dugaan bahwa


pembelajaran dengan model pembelajaran yang bersifat kooperatif dapat digunakan
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu dari model kooperatif
yang diduga tepat adalah model Student teams Achievement Divisions (STAD).
Model STAD didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannnya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain (Fathurrohman,
2015).

Penerapan model STAD dalam proses pembelajaran matematika dapat


memotivasi siswa untuk aktif melalui kegiatan kooperatif. Dengan model STAD,

3
diharapkan guru dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam setiap peristiwa
belajar, sehingga tercapai suasana kelas yang menyenangkan untuk belajar. Suasana
belajar yang menyenangkan dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan
baik dan bersemangat yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pencapaian hasil
belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah melalui model STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar bagi siswa
kelas III SD N Banjarsari?
2. Apakah melalui model STAD dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa kelas
III SD N Banjarsari?
3. Apakah dengan model STAD dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar bagi
siswa kelas III SD N Banjarsari?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri


Banjarsari dengan model pembelajaran yang sesuai.

2. Tujuan Khusus

Untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar matematika materi operasi hitung
bilangan bulat dengan model Student Teams Achievement Divisions ( STAD)
Pada siswa kelas III SD N Banjarsari Tahun pelajaran 2018/2019

D. Kajian Teori

1. Aktivitas Belajar
a. Pengertian Aktivitas Belajar
Belajar merupakan bentuk aktivitas siswa untuk mendapatkan ilmu dan
pengetahuan dengan berbagai cara, jadi dalam kegiatan belajar selalu ada
aktivitas yang menyertainya. Senada dengan itu Sardiman mengatakan bahwa
“tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Peningkatan kualitas pembelajaran
dapat ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan tentang merancang metode
atau strategi pembelajaran yang lebih efektif, efisien, menarik dan bermakna”.
Lebih lanjut Sardiman menegaskan agar dapat memproses dan mengolah hasil
belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual,
dan emosional selanjutnya dijelaskan bahwa aktivitas di sini baik bersifat

4
fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu saling terkait
sehingga akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal. Jadi, dapat
diartikan bahwa aktivitas dalam belajar adalah segala macam kegiatan siswa
yang melibatkan diri siswa baik secara fisik, mental, maupun sikap untuk
mendapatkan sebuah pengalaman belajar. Pengalaman belajar inilah yang
didesain sebagai proses yang dapat mengarahkan siswa pada tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan demikian, semakin aktif siswa
dalam kegiatan pembelajaran semakin banyak pengalaman belajar yang
diperoleh maka semakin besar kemungkinan tercapainya tujuan
pembelajaran.1

2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, baik siswa maupun guru tentu
mengharapkan hasil dari pembelajaran tersebut. Jika pembelajaran bertujuan
memperoleh perubahan pada siswa setelah serangkaian proses pembelajaran,
maka hasil belajar tentunya terlihat dari adanya perubahan yang terdapat pada
siswa. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Suprijono bahwa hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-
sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Jadi tujuan akhir dari kegiatan
pembelajaran adalah adanya hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana
tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran selama kegiatan
pembelajaran.2
Hasil belajar siswa dapat diukur melalui suatu kegiatan yang disebut
penilaian hasil belajar. Hal itu sesuai dengan apa yang dikatan oleh Nana
Sudjana bahwa “penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu”. Penilaian
direncanakan untuk menemukan berapa banyak belajar telah terjadi. Kinerja
siswa dalam penilaian dapat digunakan untuk menjelaskan mereka dalam
beberapa sudut pandang. Penilaian dapat menjelaskan tiga titik perbandingan
utama yaitu; pertama, dapat membandingkan kemajuan siswa dengan hal-hal
yang ia ketahui sebelumnya. Kedua, dapat membandingkannya dengan
kemajuan siswa lain. Dan ketiga, dapat membandingkannya dengan beberapa
kriteria kinerja yang tertentu.3

5
Dari pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terdapat dalam diri
siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar
digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas dan efisiensi kegiatan
pembelajaran yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Penilaian juga berguna
untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, membandingkan hasil yang telah
diperoleh, serta menentukan kriteria keberhasilan.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur hasil belajar penulis
menggunakan acuan penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 yang
tertuang dalam Buku Guru guru dan buku siswa
b. Fungsi Penilaian Hasil Belajar
Nana Sudjana menyebutkan fungsi penilaian sebagai berikut:
1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional.
2) Umpan balik bagi kegiatan proses belajar belajar mengajar. Perbaikan
mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan belajar,
strategi mengajar guru dll.
3) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang
tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan
kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk
nilai-nilai prestasi yang dicapainya.3

Penilaian merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Guru harus


mengadakan penilaian secara berkesinambungan untuk mendapatkan
gambaran kemajuan belajar siswa. Penilaian yang dilakukan juga harus sesuai
dengan tujuan dari penilaian itu sendiri.

3. Model Pembelajaran STAD


Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dipaparkan oleh Agus
Suprijono, diantaranya (1) tipe Jigsaw, (2) tipe Think-Pair-Share, (3) tipe
Numbered Heads Together, (4) tipe StudentTeams Achievement Division
(STAD). Dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif tersebut, dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD). Model Pembelajaran kooperatif tersebut
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru
menggunakan pendekatan kooperatif.2

6
Robert E.Slavin menjelaskan bahwa dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat
orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa belajar dalam tim mereka
untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.
Selanjutnya semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-
sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling
membantu.Model pembelajaran kooperatif tipe STAD membutuhkan persiapan
yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.4

Menurut Trianto persiapan-persiapan tersebut antara lain:5

a. Perangkat Pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu
dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, Lembar Kerja Siswa
(LKS) beserta lembar jawabannya.
b. Membentuk Kelompok Kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agara kemampuan siswa
dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu
kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila
memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama,
jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri
atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan
kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu :
c. Siswa dalam kelas terlebih dahulu di ranking sesuai kepandaian dalam
mata pelajaran Matematika. Tujuannya adalah untuk mengurutkan
siswa sesuai kemampuan Matematika dan digunakan untuk
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok

d. Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas,


kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak
25 % dari seluruh siswa yang diambil dari siswa rangking satu,
kelompok tengah 50 % dari seluruh siswa yang diambil dari urutan
setelah diambil kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25 %
dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok

7
atas dan kelompok menengah. Hal itu dapat tergambar dalam bagan di
bawah ini.

Tabel 1. Langkah Urutan Pembentukan kelompok


Langkah I Langkah II Langkah III
Mengurutkan siswa Membentuk membentuk
berdasarkan kelompok pertama kelompok
kemampuan akademis selanjutnya
1. A
2. B
3. C
4. D
5. E
6. F
7. G
8. H
9. I
10. J
11. K
12. L
13. M
14. N
15. O
Secara umum, kelompok heterogen disukai oleh para guru yang
telah memakai model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) karena beberapa alasan.
Pertama,kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk
saling mengajar(Peer tutoring) dan saling mendukung. Terakhir,
kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena
dengan mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga sampai
orang.Kedua, kelompok inimeningkatkan relasi dan interaksi antar
ras, agama, etnik, dan gender.

e. Menentukan Skor Awal


Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah
nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada
kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan
tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor
awal.
f. Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu diatur
dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan
pembelajaran kooperatif apabila tidak ada menimbulkan kekacauan
yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.

8
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang kelas
adalah: (1) ukuran kelas, (2) jumlah siswa, (3) tingkat kedewasaan
siswa, (4)toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dari
lalu lalangnya siswa, (5) toleransi masing-masing siswa terhadap
kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain, (6) pengalaman guru
dalam melaksanakan modelpembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division(STAD), (7) pengalaman siswa dalam
melaksanakan modelpembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division(STAD). Di bawah ini gambar penataan
bangku siswa menurut Kagan.6

Gambar 1. Penataan bangku siswa


g. Kerja Kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams Achievement Division (STAD), terlebih dahulu
diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk
lebihjauh mengenalkan masing-masing individual dalam kelompok
Agus Suprijono menjelaskan langkah langkah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:2
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara
heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan
lain-lain).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti
dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa.
5) Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan

Fase-fase pembelajaran tipe STAD adalah sebagai berikut:5

9
Tabel 2. Fase-fase adaptasi pembelajaran tipe STAD

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa


Fase I Menyampaikan semua tujuan Siswa mendengarkan penjelasan
Menyampaikan pelajaran yang ingin dicapai pada penjelasan guru mengenai tujuan
tujuan dan pelajaran tersebut dan memotivasi apa yang akan dipelajari
motivasi siswa belajar

Fase 2 Menyajikan informasi dengan jalan Siswa mendengarkan penjelasan


Menyajikan/ mendemonstrasikan atau lewat bahan guru mengenai materi yang
menyampaikan bacaan dipelajari
informasi
Fase 3 Menjelaskan kepada siswa Siswa berkumpul
Mengorganisasikan bagaimana caranya membentuk Dengan kelompok yang sudah
siswa dalam kelompok belajar dan membantu dibagi berdasarkan ranking skor
kelompok setiap kelompok agar melakukan awal
kelompok belajar transisi
Fase 4 Membimbing kelompok- kelompok Siswa mengerjak
Membimbing belajar pada saat mereka
kelompok bekerja mengerjakan tugas mereka
dan belajar
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang - Siswa mempresetasikan hasil
Evaluasi materi yang telah diajarkan atau diskusi kelompok yang sudah
masing masing kelompok mereka kerjakan
memprentasikan hasil kerjanya - Siswa mengerjakan soal
individual untuk mengukur
kemampuan masing masing
Fase 6 Mencari cara-cara untuk menghargai - Siswa bersama guru
Memberikan baik upaya maupun hasil belajar memeriksa hasil pekerjaan
penghargaan individu dan kelompok siswa
- Siswa mendapatkan
penghargaan dari guru
berdasrkan skor perkembangan
kelompok

Sedangkan tahapan pembelajaran model pembelajaran


kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
menurut Nur Asma (2006: 51) terdiri dari beberapa tahap, adalah
sebagai berikut:

1) Tahap pertama: persiapan pembelajaran.


Persiapan pembelajaran meliputi: persiapan materi yang
akan diajarkan dan telah dirancang sedemikian rupa untuk
pembelajaran secara kelompok, menempatkan siswa secara
heterogen, menentukan skor dasar dengan memberikan tes
kemampuan prasyarat atau tes pengetahuan awal, nilai siswa pada
semester sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar.
2) Tahap kedua: penyajian materi
Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-
45 menit. Setiap pembelajaran dengan model ini selalu dimulai

10
dengan penyajian materi oleh guru. Dalam penyajian, kelas dapat
digunakan model ceramah, tanya jawab, diskusi, dan sebagainya,
disesuaikan dengan isi bahan ajar dan kemampuan pembelajar.
3) Tahap ketiga: kegiatan belajar kelompok
Pada awal pelaksanaan kegiatan kelompok dengan model
kooperatif tipe STAD diperlukan adanya diskusi dengan siswa
tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku didalam kelompok
kooperatif. Hal-hal yang perlu dilakukan pembelajar untuk
menunjukkan tanggung jawab terhadap kelompoknya.
4) Tahap keempat: pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok
Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dilakukan
dengan mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas
oleh wakil dari setiap kelompok. Kegiatan ini dilakukan secara
bergantian. Pada tahap ini pula dilakukan pemeriksaan hasil
kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap
kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaaannya serta
memperbaiki jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.
5) Tahap kelima: siswa mengerjakan soal-soal tes secara individual
Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan
kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada
kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes sesuai dengan
kemampuannya. Siswa dalam tahap ini tidak diperkenankan
bekerjasama
6) Tahap keenam: pemeriksaan hasil tes
Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh guru, membuat daftar
skor peningkatan setiap individu, yang kemudian dimasukkan
menjadi skor kelompok. Peningkatan rata-rata skor setiap
individual merupakan sumbangan bagi kinerja pencapaian
kelompok.
7) Tahap ketujuh: penghargaan kelompok

E. Hipotesa Tindakan
Melihat landasan teori dan kerangka berfikir dari penelitian tindakan kelas ini
dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut, Melalui model student Teams
Achievement Division ( STAD) dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar

11
matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada kelas III SD N Banjarsari
Tahun pelajaran 2018/2019.

F. Metode Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan pada semester 1 (satu)


tahun pelajaran 2018/2019. Penelitian berlangsung selama kurang lebih empat
bulan yaitu pada Juli sampai dengan Oktober 2018.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Banjarsar kelas III yang beralamat di


Jalan Lettu Subandi no 21 Gandon Banjarsari Windusari, Kabupaten Magelang
Siswa kelas III

3. Subjek dan objek penelitian

a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa SDN Banjarsari tahun pelajaran
2018/2019. Jumlah siswa kelas ini adalah 20 siswa yang terdiri dari 10 putra
dan 10 putri.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah pada aktivitas siswa, hasil belajar siswa, serta
penerapan model pembelajaran STAD.

4. Tehnik dan alat pengumpulan data

Data hasil belajar matematika materi opersai hitung bilangan bulat diukur
menggunakan tehnik tes setiap siklusnya berupa soal essay alatnya berupa butir
soal, sedangkan data keaktifan belajar siswa diambil dengan menggunakan tehnik
obsrevasi alatnya lembar observasi

5. Analisis Data
Peneliti tidak menggunakan uji statistika. Data hasil belajar berbentuk
kuantitatif. Peneliti menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan
membandingkan nilai tes antar siklus dengan nilai kondisi awal. Tehnik
membandingkan disebut analisis diskriptif komparatif. Setelah dibandingkan
kemudian dilanjutkan refleksi untuk memperoleh simpulan kemudian memberi
ulasan atas simpulan tersebut guna menetukan siklus berikutnya

12
G. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menguraikan proses pengambilan data atau observasi awal
pelaksanaan pembelajaran sebelum diberi tindakan, siklus I dan siklus II, serta
deskripsi dan pembahasan hasil dari masing-masing siklus. Secara garis besar data
hasil penelitian diperoleh dari observasi, wawancara, tes hasil belajar, dan
dokumentasi proses pembelajaran di kelas selama penelitian berlangsung. Adapun
hasil penelitian diuraikan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran sebelum tindakan

a. Observasi proses pembelajaran

Untuk mengetahui kondisi awal sebelum tindakan, perlu diadakan


pengamatan atau observasi terhadap kelas yang akan diberi tindakan.
Observasi terhadap kelas III dilakukan dengan mengamati secara langsung
jalannya proses pembelajaran. Observasi dilaksanakan pada hari Sabtu,
tanggal 28 Juli 2018. Proses pembelajaran pada tanggal 28 Juli 20
dilaksanakan untuk menyampaikan materi “ Operasi hitung bilangan bulat”.
Pembelajaran dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik dengan sintaks
terdiri atas lima langkah yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Pengamatan berlangsungnya
proses pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang
terdapat pada kelas III sehingga perlu diberi tindakan. Adapun uraian
pengamatan pembelajaran sebelum tindakan (pra siklus) adalah sebagai
berikut:

Pada awal pembelajaran, guru memasuki ruangan kelas dan disambut


dengan salam yang dipimpin oleh ketua kelas. Setelah membalas salam, guru
menanyakan ketidakhadiran siswa yang ternyata nihil. Sebelum
menyampaikan pembelajaran guru mengemukakan materi yang akan dibahas
yaitu penjumlahan. Guru kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai dan memberikan apersepsi berupa motivasi dan pemberian
pertanyaan pancingan. Siswa terlihat cukup tenang dan tidak ramai. Hanya
terdapat seorang siswa yang menjawab pertanyaan pancingan.

Proses pembelajaran kemudian dimulai dengan sintaks pada


pendekatan saintifik. Sesuai RPP, pada langkah mengamati guru meminta

13
siswa untuk membuka buku siswa dan membaca materi yang akan dibahas.
Siswa diminta mengamati . Pada saat kegiatan ini siswa terlihat sibuk
membaca, tetapi ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan. Terlihat dua
orang siswa masih sibuk berbisik-bisik, dan ada yang seperti melamun.
Seorang siswa terlihat asyik dengan corat coret di buku.

Setelah sekitar 15 menit, guru kemudian melakukan langkah menanya,


yaitu dengan meminta siswa untuk membuat pertanyaan seputar materi yang
telah dibaca. Siswa kemudian membuat pertanyaan yang akan diajukan. Guru
menunjuk beberapa siswa untuk membaca pertanyaannya dan kemudian
mencatatnya sebagai bahan untuk diskusi. Beberapa siswa yang ditunjuk
masih belum dapat membuat pertanyaan. Suasana kelas terasa kurang hidup
karena siswa yang tidak ditunjuk terlihat apatis.

Untuk melaksanakan langkah mengumpulkan informasi, guru


kemudian membagi siswa dalam tiga kelompok, dan membagikan lembar
kerja. Siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman satu kelompok dalam
menyelesaikan lembar kerja. Ketika kerja kelompok, terlihat beberapa siswa
yang tidak ikut berdiskusi. Ada yang diam saja, ada yang sibuk menulis
sendiri, bahkan ada yang bercanda dengan siswa di luar kelompoknya. Guru
kemudian mengingatkan siswa untuk bekerja sama.

Langkah menalar yang dilaksanakan guru ternyata muncul dalam


bentuk pertanyaan pada lembar kerja yaitu tentang penjumlahan. Pada bagian
tersebut terlihat beberapa siswa belum mengisi jawabannya. Pada langkah
mengkomunikasikan guru meminta salah satu siswa dari setiap kelompok
untuk menyampaikan hasil pekerjaan dari lembar kerja. Satu persatu siswa
menyampaikan hasilnya dan sesekali guru memberi komentar. Beberapa siswa
terlihat bosan dan kurang memperhatikan hasil pekerjaan kelompok lain.

b. Observasi terhadap aktivitas siswa

Secara umum, berdasarkan observasi yang dilakukan pelaksanaan


pembelajaran sudah cukup baik. Akan tetapi guru tidak terlihat menggunakan
model pembelajaran tertentu yang dapat menarik siswa. Aktivitas siswa dalam
kegiatan pembelajaran tidak dapat mencapai keseluruhan siswa. Baik pada
aktivitas mendengarkan presentasi teman atau penjelasan guru, membaca,

14
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan maupun menulis, terlihat
belum maksimal. Beberapa siswa bahkan terlihat cukup bosan dengan bermain
sendiri dan mengganggu temannya. Peran guru dalam membawa pembelajaran
lebih hidup juga belum maksimal

c. Observasi pada hasil belajar pra siklus

Hasil belajar pra siklus kurang memuaskan seperti terlihat pada tabel
berikut:

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian Pra Siklus

Hasil Sebelum
No Uraian
Tindakan
1. Nilai rata - rata ualngan harian 55,5
2. Jumlah peserta didik yang tuntas 7
belajar
3 Prosentase ketuntasan klasikal 35%
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, ditemukan data hasil penelitian
sebagai berikut:

2. Data Hasil Penelitian Pra Siklus


Dari pengamatan pra siklus diperoleh data aktivitas siswa sebagai berikut:

Tabel 4. Aktivitas Belajar Siswa Pra Siklus

Kategori Rentang Nilai Jumlah Rata- rata Nilai


Sangat tinggi 85-100 1 siswa 56,25
Tinggi 65-84 5 siswa
Sedang 45-64 9 siswa
Rendah 25-44 5 siswa
Jumlah 20 siswa
Berdasarkan Tabel terlihat bahwa lebih banyak jumlah siswa dengan
kategori aktivitas belajar siswa yang rendah dan sedang dibandingkan siswa
dengan kategori tinggi dan sangat tinggi. Rata-rata nilai aktivitas belajar juga
hanya 56,25 yang termasuk dalam kategori sedang. Jika ditinjau dari nilai hasil
belajar (lihat Tabel ) rata-rata hasil belajar yang diperoleh adalah 55,5. Dari 20
peserta didik hanya 7 peserta didik yang tuntas belajar dan 13 peserta didik yang
lain masih belum tuntas. Maka, persentase ketuntasan klasikal adalah 35% yang
berarti belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal sebanyak 80% siswa
mencapai nilai KKM.

15
3. Data Hasil Penelitian Siklus 1
Tabel 5. Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

Kategori Rentang Jumlah Jumlah Rata-rata


Nilai pertemuan I Pertemuan II nilai
Sangat tinggi 85-100 2 3
Tinggi 65-84 5 7
Sedang 45-64 10 8 62,12
Rendah 25-44 3 2
Jumlah 20 siswa 20 siswa
Berdasarkan tabel 9 terlihat bahwa semakin banyak jumlah siswa dengan
kategori aktivitas belajar sangat tinggi dan tinggi. Sedangkan jumlah siswa
dengan kategori sedang dan rendah semakin berkurang. Rata-rata nilai aktivitas
belajar juga meningkat menjadi 62,12 yang termasuk dalam kategori sedang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar masih dalam
kategori sedang sehingga belum memenuhi indikator kinerja yang diharapkan.
Rincian data aktivitas siswa dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian Siklus 1

Hasil Hasil
No Uraian
pertemuan I pertemuan II
1 Nilai rata rata ulangan harian 62,5 70
2 Jumlah peserta didik yang
9 13
tuntas belajar
3 Prosentase ketuntasan klasikal 45% 65%
Jika ditinjau dari nilai hasil belajar (Tabel 10) rata-rata hasil belajar pada
pertemuan I yang diperoleh adalah 62,5 . Dari 20 peserta didik terdapat 9 peserta
didik yang tuntas belajar dan 11 peserta didik yang lain masih belum tuntas.
Maka, prosentase ketuntasan klasikal adalah 45%. Rata rata hasil belajar pada
pertemuan II yang diproleh adalah 70. Dari 20 peserta didik terdapat 13 peserta
didik yang tuntas, maka prosentase ketuntasan klasikal adalah 70% berarti belum
memenuhi kriteria ketuntasan klasikal sebanyak 80% siswa mencapai nilai KKM.
Rincian data hasil post test 1 dan post test 2 dapat dilihat pada lampiran.

4. Data Hasil Penelitian Siklus 2


Tabel 7. Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

Rentang Jumlah Jumlah Rata- rata


Kategori
nilai pertemuan I pertemuan II nilai
Sangat tinggi 85-100 3 3
Tinggi 65-84 9 15
Sedang 45-64 8 2 73,25
Rendah 25-44

16
Jumlah 20 siswa 20 siswa
Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa pada siklus 2 semakin banyak jumlah
siswa dengan kategori aktivitas belajar sangat tinggi dan tinggi. Sedangkan
jumlah siswa dengan kategori sedang semakin berkurang, dan tidak ada lagi yang
termasuk kategori rendah. Rata-rata nilai aktivitas belajar juga meningkat menjadi
73,25 yang termasuk dalam kategori tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa rata-rata aktivitas belajar sudah memenuhi indikatorkinerja yang
diharapkan. Rincian data aktivitas siswa siklus 2 dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian Siklus II

Hasil Hasil
No Uraian
Pertemuan I Pertemuan II
1. Nilai Rata -rata ulangan Harian 73 75
2. Jumlah peserta didik yang tuntas
16 19
belajar
3. Prosentase ketuntasan klasikal 80% 95%
Jika ditinjau dari nilai hasil belajar (Tabel ...) rata-rata hasil belajar yang
diperoleh pada pertemuan I adalah 73. Dari 20 peserta didik terdapat 16 peserta
didik yang untas belajar dan 4 peserta didik yang masih belum tuntas.Pada
pertemuan II rata-rata hasil belajar yang diperoleh adalah 75. Dari 20 peserta
didik, terdapat 19 peserta didik yang tuntas dan 1yang masih belum tuntas maka
prosentase ketuntasan klasikal adalah pertemuan I adalah 80% dan petemuan II
95% yang berarti sudah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal sebanyak 80%
siswa mencapai nilai KKM. Rincian data hasil post test 1 dan post test 2 dapat
dilihat pada lampiran.

H. Pembahasan
Dari data hasil penelitian dari pra siklus, siklus 1, atau siklus 2 dapat
dikomparasikan dan dilihat telah menunjukkan adanya peningkatan. Adapun
pembahasannya adalah sebagai berikut:

1. Pembahasan peningkatan aktivitas belajar


Tabel 9. Perbandingan Nilai Aktivitas Belajarswa

No Uraian Pra siklus Siklus I Siklus 2


1. Rata- rata Nilai aktifitas
56,25 62,12 73,25
belajar
2. Jumlah siswa kategori >
6 10 19
Aktifitas tinggi
3. Prosentase siswa kategori > 30% 50% 95%

17
Aktifitas tinggi
Berdasarkan tabel 13, terdapat peningkatan nilai rata-rata aktivitas belajar
siswa dari pra siklus ke siklus 1 yaitu dari 30, naik menjadi 50 atau naik sebesar
20% dan dari siklus 1 ke siklus 2 menjadi 95, atau naik sebesar 45%. Jumlah
siswa yang nilai aktivitas belajarnya dengan kategori tinggi dan sangat tinggi juga
mengalami peningkatan dari 10, menjadi 19.

Dilihat dari prosentase terlihat peningkatan juga dari pra siklus 30%,
meningkat menjadi 50% pada siklus 1, dan menjadi 95% pada siklus 2.
Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar pada siklus 1 masih 50% yang berarti belum mencapai indikator kinerja
yang diharapkan yaitu rata-rata aktivitas belajar siswa mencapai kategori tinggi
atau sangat tinggi yaitu >= 65. Akan tetapi pada siklus 2 rata-rata hasil belajar
siswa sudah mencapai 95% yang berarti sudah dapat memenuhi indikator kinerja.
Dengan demikian, siklus dapat dihentikan pada siklus 2 ini.

2. Pembahasan peningkatan hasil belajar siswa


Tabel 10. Perbandingan Hasil Belajar Siswa

No Uraian Pra Siklus Siklus I Siklus II


1. Nilai Rata- rata ulangan harian 55.5 66,25 74
2. Jumlah peserta didik yang tuntas 7 13 19
belajar
3. Prosentase ketuntasan klasikal 35% 65% 95%
Berdasarkan tabel diatas, terdapat peningkatan nilai rata-rata ulangan harian
dari pra siklus ke siklus 1 yaitu dari 55,5 naik menjadi 66,25 atau naik sebesar
1,1% dan dari siklus 1 ke siklus 2 menjadi 74 atau naik sebesar 0,8%. Jumlah
siswa yang nilai hasil belajarnya mencapai ketuntasan belajar (80) juga
mengalami peningkatan dari 7 pada pra siklus, menjadi 13 pada siklus 1, dan
menjadi 19 siswa pada siklus 2. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan
juga dari pra siklus 35%, meningkat menjadi 657% pada siklus 1, dan meningkat
menjadi 95% pada siklus 2.

Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa


pada siklus 1 hasil belajar siswa belum dapat memenuhi indikator kinerja yang
diharapkan yaitu 80% siswa mencapai ketuntasan belajar. Dan pada siklus sudah
mencapai 95% siswa yang mencapai ketuntasan belajar sehingga dapat

18
dinyatakan bahwa siklus dapat dihentikan karena sudah mencapai indikator
kinerja.

I. Simpulan dan Saran

1. Simpulan Peningkatan Aktivitas Belajar

Penerapan model pembelajaran STAD ternyata dapat digunakan untuk


meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas III SD N Banjarsari, Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil pengamatan pada siklus I ternyata mengalami peningkatan
dibandingkan pada saat pra siklus yaitu dari rata-rata nilai aktivitas pra siklus
sebesar 56,25 menjadi 62,12 pada siklus I. Jika dilihat dari kategorinya maka
aktivitas pembelajaran pada pra siklus maupun siklus I masih termasuk dalam
kategori “Sedang”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada siklus I ini
meskipun sudah terdapat peningkatan sebesar 20%, akan tetapi belum
menunjukkan indikator kinerja aktivitas belajar yang diharapkan yaitu termasuk
kategori “Tinggi” atau “Sangat Tinggi”. Dengan demikian penelitian dilanjutkan
pada siklus berikutnya.

Hasil penelitian pada siklus II menunjukkan peningkatan aktivitas belajar


diperoleh rata-rata nilai sebesar 73,25 yaitu meningkat sebesar 45%
dibandingkan pada siklus I. Nilai tersebut menunjukkan bahwa aktivitas belajar
pada siklus II sudah masuk pada kategori “Tinggi”. Dengan demikian hasil
penelitian tersebut dikatakan sudah memenuhi indikator kinerja yang diharapkan
sehingga penelitian dihentikan pada siklus II ini. Dengan demikian dari data-data
hasil penelitian, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa
model pembelajaran STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar Matematika
siswa kelas III SD N Banjarsari pada materi “Operasi Hitung Bilangan Bulat”
Tahun Pelajaran 2017/2018

2. Simpulan Peningkatan Hasil Belajar

Penerapan model pembelajaran STAD dapat digunakan untuk meningkatkan


hasil belajar siswa kelas III DS N Banjarsari. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil
yang diperoleh melalui nilai ulangan harian pada pra siklus yang dibandingkan
dengan nilai tes yang diperoleh dari siklus I ternyata mengalami peningkatan.
Nilai rata-rata ulangan harian pada pra siklus sebesar 55,5 dan meningkat setelah
dilaksanakan tindakan pada siklus I menjadi 66,25 yaitu terjadi peningkatan

19
sebesar 1,1%. Jika dilihat dari jumlah siswa yang sudah tuntas belajar atau sudah
dapat mencapai nilai KKM 70 juga terdapat peningkatan dari 7siswa yang tuntas
(35%) menjadi 13 siswa yang tuntas (65%). Meskipun sudah terdapat
peningkatan pada siklus I ini akan tetapi belum menunjukkan terpenuhinya
indikator kinerja yang diharapkan yaitu 80% atau lebih siswa yang memperoleh
nilai tuntas (70) atau sebanyak minimal 16 siswa. Dengan demikian tindakan
pembelajaran dilanjutkan pada siklus berikutnya

Hasil belajar pada siklus II sudah mengalami peningkatan yaitu nilai tes
menjadi sebesar 74 atau mengalami peningkatan sebesar 0,8% dibandingkan hasil
tes pada siklus I. Jika dilihat dari jumlah siswa yang sudah tuntas belajar atau
sudah dapat mencapai nilai KKM 70 juga mengalami peningkatan dari 13 siswa
(65%) menjadi 19 siswa (95%). Dengan demikian dapat disimpulkan pada siklus
II ini, hasil belajar sudah memenuhi indikator kinerja 80% siswa memperoleh
KKM 70.

3. Saran

a. Bagi Siswa
1) Model pembelajaran STAD dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar juga
meningkat.
2) Model pembelajaran STAD dapat digunakan sebagai salah satu model
yang dapat digunakan untuk lebih memberikan pemahaman kepada siswa,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Operasi
Hitung Bilangan Bulat.
b. Bagi Guru
1) Sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan
oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar dengan menggunakan
berbagai model pembelajaran khususnya model pembelajaran kooperatif
STAD.
3) Sebagai salah satu referensi bagi guru untuk meningkatkan kompetensi
guru dalam pengelolaan kelas agar lebih variatif dan kondusif bagi
pembelajaran anak sehingga dapat meningkatkan profesionalitas guru
c. Bagi Sekolah
Penelitian tindakan kelas dan hasilnya bisa dijadikan bahan masukan
bagi kepala sekolah dalam mengambil kebijakan bagi guru guru yang

20
memiliki kemampuan untuk meningkatkan kinerja, keprofesionalan guru dan
hasil belajar siswa melalui PTK dengan model pembelajaran kooperatif
STAD.

J. Daftar Pustaka
1. Sardiman A. Interaksi dan Motovasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press; 2011.
2. Suprijono A. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar; 2011.
3. Sudjana N. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdikarya;
2010.
4. Slavin RE. Cooperative Learning Teori, Riser dan Praktik. Bandung: Nusa Media;
2010.
5. Trianto. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat Satun Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara; 2011.
6. Lie A. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia; 2005.

21

Anda mungkin juga menyukai