Anda di halaman 1dari 32

1

ANALISIS SISTEM PENGUPAHAN DAN STANDAR UPAH BURUH TANI

DI DESA BOIYYA KECAMATAN MAIWA KABUPATEN ENREKANG

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara agraris di mana pembangunan di bidang

pertanian menjadi prioritas utama dan memberikan komitmen tinggi terhadap

pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan

nasional. Hal ini karena lebih dari 55 persen penduduk Indonesia bekerja dan

melakukan kegiatannya di sector pertanian dan tinggal di pedesaan (BPS,

2014).

Indonesia merupakan negara tropis dan kaya akan jenis tanaman palawija,

iklim Indonesia memungkinkan untuk tumbuh suburnya berbagai jenis tanaman,

buah-buahan dan palawija, salah satunya adalah padi. Usaha tani padi di Indonesia

terdiri dari padi sawah organik dan padi sawah anorganik, dimana pengertian dari

padi sawah organik yaitu teknik bercocok tanam dengan menggunakan bahan yang

dapat diuraikan oleh organisme pengurai. Padi sawah anorganik yaitu teknik

bercocok tanam dengan menggunakan bahan-bahan yang telah tercampur oleh kimia.

Di Indonesia munculnya pertanian organik didorong oleh kesadaran manusia untuk

1
2

mengkonsumsi produk pertanian bebas residu pestisida dan untuk menjaga

kelestarian lingkungan.

Hingga saat ini, sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam

perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah penduduk dan

tenaga kerja yang diserap dalam perekonomian mencapai 42,3 juta orang atau

44,5%dari total jumlah tenaga kerja secara nasional. Berhasil tidaknya pembangunan

pertanian akan meningkatkan kesejahteraan hidup petani dan masyarakat pedesaan

yang berarti pula meningkatkan taraf hidup sebahagian golongan masyarakat di

Indonesia. Tujuan pembangunan tidak hanya meningkatkan pendapatan, upaya

meningkatkan pendapatan adalah sangat penting namun tidak berjalan sendiri yang

perlu disertai dengan perombakan berbagai segi kehidupan masyarakat, upaya

pembangunan juga meniadakan ketimpangan, mengurangi ketidakmerataan dan

menghalau kemiskinan petani pada khususnya.

Salah satu sasaran pokok yang harus diusahakan dalam pembangunan di

bidang pertanian adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan buruh tani

dengan cara meningkatkan pendapatan mereka. Kemudahan aksesbilitas dari dan ke

sumber mata pencaharian lebih terjamin, mengingat sebagian masyarakat pedesaan

menggantungkan kehidupannya pada pemanfaatan potensi pertanian yang terdapat

disekitarnya.

Pendapatan petani penggarap pada dasarnya diperoleh dari upah atas

pemakaian tenaganya dalam usaha pertanian. Apabila dalam proses pengolahan

mereka mendapatkan produksi hasil dalam jumlah besar, maka mereka akan
3

mendapatkan bagian yang banyak dari pemilik sawah tersebut. Namun demikian

bagian yang mereka terima juga tergantung dari system upah atau system bagi hasil

yang ditetapkan dalam perjanjian sebelumnya berdasarkan kesepakatan bersama.

Upah adalah segala sesuatu yang diterima karyawan atau buruh

sebagai balas jasa atas kerja yang telah dilakukan. Upah juga bisa dikatakan sebagai

imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja langsung yang hasil kerjanya dapat

diukur dengan satuan tertentu (jumlah fisik barang yang dihasilkan atau masa atas

jasa pekerjaan yang diserahkan).

Keberadaan sektor pertanian tanaman pangan dalam perekonomian di

Indonesia saat ini tidak diprioritaskan karena strategi pembangunan yang dilakukan

lebih memprioritaskan sector perkebunan kelapa sawit disamping disebabkan oleh

faktor-faktor lainnya. Perkebunan kelapa sawit dianggap lebih penting sehingga

pembangunan di sektor pertanian pangan khususnya padi menjadi lambat dan terjadi

penyusutan atau penyempitan luas lahan pertanian padi. Kecendrungan yang terjadi

adalah menyempitnya skala usaha tani. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan petani

yang hanya memiliki tanah sempit terpaksa harus menyewa tanah untuk lahan

pertanian, dan mereka sendiri memilih menjadi buruh tani atau petani penggarap,

yang tentu saja tidak memberi penghasilan yang mencukupi.1

Hubungan kerja antara petani dan buruh tani terdapat hubungan pertukaran di

dalamnya. Buruh tani bekerja dan petani memberikan upah. Buruh tani memberikan

jasanya dan petani memberikan imbalannya berupa upah. Namun, manusia

1
J. Payama Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta: FEUI, 1985), h. 45
4

merupakan makhluk social yang saling membutuhkan satu dengan lainnya. Manusia

tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, karena itu manusia bermasyarakat. Dalam suatu masyarakat pasti tercipta

suatu relasi sosial. Begitu juga relasi petani dan buruh tani yang tidak sebatas pada

hubungan kerja namun meluas pada hubungan sosial atau relasi sosial seperti saling

tolong menolong terhadap sesama dalam menyelesaikan pekerjaan. Tidak jarang

relasi atau hubungan tersebut berkembang menjadi hubungan kerjasama, kekerabatan,

persaudaraan, dan bahkan dalam waktu yang relatif lama relasi tersebut juga

membentuk relasi patronase. Relasi-relasi tersebut sering terjadi pada struktur

masyarakat pertanian. Salah satu di Kecamatan Maiwa yang memiliki struktur

masyarakat pertanian yaitu Desa Boiyya Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengangkat judul Analsis system

pengupahan dan standar upah buruh tani di Desa Boiyya Kecamatan Maiwa

Kabupaten Enrekang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengupahan dan standar upah buruh tani di Desa Boiyya

Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.

2. Bagaimana pandangan hukum islam terhadap system pengupahan dan standar

upah buruh tani di Desa Boiyya Kecamatan Maiwa Kbupaten Enrekang.


5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian dan penulisan karya tulis ini merujuk pada rumusan

masalah di atas sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui system pengupahan dan standar upah buruh tani di Desa

Boiyya Kecamatan Maiwa Kabupatren Enrekang.

2. Untuk mengetahui pandangan hukum islam terhadap system pengupahan dan

standar upah buruh tani di Desa Boiyya Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Upah

Upah dalam bahasa Arab disebut al-ujrah. Dari segi bahasa al-ajru yang

berarti ‘iwa’dụ (ganti), oleh sebab itu al-sawa’b (pahala) dinamai juga al-ajru atau al-

ujrah (upah). Pembalasan atas jasa yang diberikan sebagai imbalan atas manfaat

suatu pekerjaan.2

Upah (ujrah) tidak bisa di pisahkan dari sewa menyewa (ijarah) karena

memang upah merupakan bagian dari sewa menyewa (ijarah), ijarah berlaku umum

atas setiap akad yang berwujud pemberian imbalan atas sesuatu manfaat yang

diambil. Banyak al-Qur’an dan hadist yang dijadikan argumen oleh para ulama’

untuk kebolehan al-ujrah.

Firman Allah dalam sebagai berikut:

  

    

 

 

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang

yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu

2
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia terlengkep, (Surabaya: Pustaka
Progressif , 1994), h . 9.

6
7

ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya .”(Q.S Al-

Qashas: 26)

Hadith yang diriwayatkan dari Ummul Mu’minin Aisyah r.a. “Dari Urwah bin

Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. Istri Nabi SAW berkata: Rasulullah SAW

dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku Bani-Ad-Dayl, penunujuk jalan

yang mahir, dan ia masih memeluk agama orang kafir Quraisy. Nabi dan Abu Bakar

kemudian menyerahkan kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua

menjanjikan kepadanya untuk bertemu di gua tsaur dengan kendaraan mereka setelah

tiga hari pada pagi hari selasa.” (HR. Al-Bukhari).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Nabi

SAW berbekam dan beliau memberikan kepada tukang bekam itu upahnya.” (HR.

Al-Bukhari).

Landasan ijma ‘nya ialah semua umat bersepakat, tidak ada

seorang ulama pun yang menambah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun ada beberapa

orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal ini tidak dianggap.3

1. Rukun Dan Syarat Ujrah

Rukun ujrah adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu

itu terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang membentuknya. Misalnya

rumah, terbentuk karena adanya unsur-unsur yang membentuknya, yaitu pondasi,

3
Suhendri Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grasindo Persada, 2010), h. 166.
8

tiang, lantai, dinding, atap dan seterusnya. Dalam konsep Islam, unsur-unsur yang

membentuk sesuatu itu disebut rukun.4

Ahli-ahli hukum madzab Hanafi, menyatakan bahwa rukun akad hanyalah

ijab dan qabul saja, mereka mengakui bahwa tidak mungkin ada akad tanpa adanya

para pihak yang membuatnya dan tanpa adanya obyek akad. Perbedaan dengan

madzab Syafi’i hanya terletak dalam cara pandang saja, tidak menyangkut substansi

akad.

Syarat ujrah ialah:

a. Mu’jir dan musta’jir yaitu pihak yang melakukan akad ijarah. Mu’jir adalah orang

yang memberikan upah dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang yang

menerima upah untuk melakukan sesuatu.

b. Shighat (akad). Syarat ijab qabul antara ajir dan musta’jir sama dengan ijab qabul

yang dilakukan dalam jual beli.

c. Ujrah (upah). Dasar yang digunakan untuk penetapan upah adalah besarnya

manfaat yang diberikan oleh pekerja (ajiir) tersebut. Bukan didasarkan pada taraf

hidup, kebutuhan fisik minimum ataupun harga barang yang dihasilkan. Upah

yang diterima dari jasa yang haram, menjadi rizki yang haram.

d. Ma’qud alaihi (barang yang menjadi Obyek). Sesuatu yang dikerjakan dalam

upah mengupah, disyaratkan pada pekerjaan yang dikerjakan dengan beberapa

syarat. Adapun salah satu syarat terpenting dalam transaksi ini adalah bahwa jasa

4
Samsul. Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad Dalam Fiqih Muamalat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 95.
9

yang diberikan adalah jasa yang halal. Dilarang memberikan jasa yang haram

seperti keahlian membuat minuman keras atau membuat iklan miras dan

sebagainya. Asal pekerjaan yang dilakukan itu dibolehkan Islam dan aqad atau

transaksinya berjalan sesuai aturan Islam. Bila pekerjaan itu haram, sekalipun

dilakukan oleh orang non muslim juga tetap tidak diperbolehkan.5

2. Pengertian Upah Secara Umum

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, upah adalah uang dan sebagainya yang

dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah

dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.6 Upah adalah suatu penerimaan sebagai

imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang talah

atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang di teteapkan atas

dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undang serta dibayar atas dasar

suatu perjanjian kerja antara perusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik

karyawan itu sendiri maupun untuk kluarga.7

Upah adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan cara kerja

buruh sawit. Seorang pekerja yang mempunyai upah tinggi atau sesuai dengan yang

diharapakan akan memotivasi pekerja lainnya sehinnga dapat tercapainya maksud dan

tujuannya.

Menurut Pasal 1 Ayat 30 Undang-undang ketenaga kerjaan tahun 2003, upah

5
Qomarul. Huda, fiqh muamalah, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2011), h. 80.
6
Ibid., Team, Kamus,...., h. 947
7
Sumarsono Sonny, Teori dn Kebiajakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), h. 181.
10

adalah hak pekerja/buruh yang telah diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari perusahan atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan

perundang-undang, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaa dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.8

3. Prinsip Pemberian Upah Dalam Islam

Prinsip pemberian upah dalam islam terdiri dari dua yaitu: Pertama, Adil

dalam memberi upah. Adil bermakna jelas dan transparan. Perinsip utama keadilan

terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan komitmen melakukannya. Akad dalam

perubahan adalah akad yang terjadi antara pekerja dan pengusaha. Artinya sebelum

pekerja dikerjakan, harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh

pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah.

Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan

pekerjanya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena umat islam

terkaitan dengan syaratsyarat antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang

halal atau menghalalkannya yang haram. Selama ia mendapatkan upah secara penuh

maka kewajibannya juga terus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail

dalam “peraturan kerja” yang menjelaskan masing-masing hakdan kewajiban kedua

belah pihak, keterlambatan membayar upah dikatagorikan sebagai perbuatan zalim

dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang dimusuhi

8
Djumialdji. Perjanjian Kerja, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006), h. 26.
11

oleh Nabi Muhammad saw pada hari kiamat.9 Kedua, Kelayakan dalam Pengupahan.

Kelayakan pemberian upah yang diberikan juga menjadi perhatian dalam islam,

kelayakan tersebut berhubungan dengan besaran yang diterima. Layak terdiri dari:

a. Layak bermakna cukup pangan,sandang dan papan.

Kelayakan upah yang diterima oleh pekerja dilihat dari 3 aspek yaitu: Pangan

(makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal). Bahkan bagi pegawai atau

karyawan yang masih belum menikah, menjadi tugas majikan yang

memperkerjakannya untuk mencarikannya jodohnya. Artinya, hubungan antara

majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi

karyawan sudah dianggap merupakan keluarga majikan. Konsep menganggap

karyawan sebagai keluarga majiakan merupakan konsep Islam yang lebih 14 abad

yang lalu dicetuskan. Konsep ini dipakai oleh pengusaha-pengusaha Arab pada masa

lalu, dimana mereka (pengusaha muslim) sering kali memperhatikan kehidupan

karyawannya diluar lingkungan kerjanya.

b. Layak bermakna sesuai dengan pesanan.

Upah dalam konsep syariah memeiliki dua dimensi, yaitu dimensi dan

dimensi akhirat. Untuk menerapkan upah dalam dimensi dunia, konsep moral

merupakan hal yang sangat penting agar pahala dapat diperoleh sebagai dimensi

akhirat dari upah tersebut. Jika moral diabaikan, dimensi akhirat tidak akan

tercapai. Oleh karena itulah konsep moral diletakkan pada kotak paling luar, yang

9
Ibid., Shilihin, Buku,...., h. 874
12

artinya konsep moral diperlukan untuk menerapkan upah dimensi akhirat dapat

tercapai.10

4. Mekanisme Penetapan Upah Dalam Islam

Pada masa Rasulullah, penetapan upah bagi para pengawainya sesuai dengan

kondisi, tanggung jawab dan jenis pekerjaan. Proses penetapan gaji yang pertama kali

dalam Islam bisa dilihat dari kebijakan Rasulullah untuk memberikan gaji satu

dirham setiap hari kepada Itab bin Usaid yang diangkat Gubenur Mekkah.

Tenaga kerja seperti yang telah disebutkan adalah factor produksi yang sangat

penting, dan imbalannya disebut upah. Istilah upah digunakan dalam penegertian

sempit maupun luas. Berbagai teori dikemukakan oleh para ahli ekonomi modern

mengenai penentuan upah ini. Menurut subsistence theory, upah cendrung mengarah

kesuatu tingkat yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum pekerjan

dan keluarga. Menurut marginal productivity theory, dalam kondisi persaingan

sempurna, setiap pekerja yang memiliki skill dan efisiensi yang sama dalam suatu

kategori akan menerima upah yang sama dengan VMP (value of margainal product)

jenis pekerjaan yang bersangkutan. Artinya tidak ada kesepakatan diantara para ahli

ekonomi mengenai masalah bagaimana upah untuk ditetapkan. 11

Islam menawarkan sebuah solusi yang amat masuk akal mengenai ini,

didasarkan pada keadilan dan jujur serta melindungi kepentingan baik majiakan

10
Rivai Veithzal, Islamic Human Capital Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: Tugu Publisher, 2007), h. 805.
11
Novi Ayu Lestari, Upah Tenaga Kerja Lepas Kebun Sawit Dalam Pandangan Islam Studi Kasus Desa
Pasar Kembang Kab. Indragiri Hilir , hal 105
13

maupun pekerja. Menurut Islam, upah harus ditetapkan dengan cara yang layak,

patut, tanpa merugikan kepentingan pihak yang mana pun, dengan tetap mengingat

ajaran Islam.

Abu Dzar manyatakan bahwa Nabi SAW bersabdah: “mereka (budak atau

pembantumu) adalah saudara-saudara kalaian. Allah telah menempatkan mereka di

bawah kekuasaanmu, berilah mereka makan seperti makananmu, berpakaian seperti

pakaianmu, dan janganlah mereka kalian bebani dengan pekerjaan yang berat”

5. Dasar Penentuan Upah

Upah ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan, ini merupakan asa pemberian

upah sebagai mana ketentuan yang diberikan Allah dalam firmannya:

  

  

   



19. “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka

kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasa) pekerjaan-pekerjaan

yang mereka sedang mereka tidak dirugikan.” (Al-Ahqaf ayat 19)

Untuk itu, upah yang dibayarkan kepada masing-masing pegawai bisa berbeda

berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang dipikulnya. Tanggung jawab

nafkah keluarga bisa menentukan jumlah gaji yang diterima pegawai. Bagi yang

sudah berkeluarga, gajinya 2 kali lebih besar dari pegawai yang masih lajang, karena
14

mereka harus menaggung nafkah orang-orang yang bertanggung jawabnya, agar

mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan dan hidup dengan layak. Rasulullah

Bersabdah:

”Barang siapa mempekerjakan seseorang, sedang ia tidak memiliki rumah, maka ia

harus diberi rumah, dan jika ia tidak memiliki istri, maka nikahkanlah, dan jika ia

tidak memiliki kendaraan, maka berikan lah kendaraan.”

6. Penggolongan Upah Dalam Islam

Ada beberapa pengolongan upah sebagai berikut:

a. Upah Sistem Waktu. Dalam sistem waktu, besarnya upah ditetapkan berdasarkan

standar waktu seperti jam, hari, minggu atau bulan. Besarnya upah sistem waktu

hanya di dasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan dengan prestasi

kerjanya.

b. Upah Sistem Hasil. Dalam sistem hasil, besarnya upah ditetapkan atas kesatuan

unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, dan kologram. Besarnya

upah yang dibayar selalu berdasrkan kepada banyaknya hasilyang dikerjakan

bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.

c. Upah Sistem Borongan. Sistem borongan adalah suatu cara

pengupahan yang meneteapkan besanya jasa dibesarkan atas volume pekerjaan

dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya balasa jasa berdasarkan sistem


15

borongan cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan

untuk menyelesaikannya.

B. Teori Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti

masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya

dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap

aktifitasnya.

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang

mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat

pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi

tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel

dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap

dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus

diterima.12

Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat

yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan

nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang

tentu saja tidak bebas dari nilainilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek

12
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 14.
16

normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam

pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.

a. Muhammad Abdul Manan

Islamic economics is a sosial science which studies the economics problems of

a people imbued with the values of Islam.13 Jadi, menurut Abdul Manan ilmu ekonomi

islam adalah ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi

masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

b. M. Umer Chapra

Islami economics was defined as that branch which helps realize human well-

being through and allocation and distribution of scarce resources that is inconfinnity

with Islamic teaching without unduly curbing Individual fredom or creating

continued macroeconomic and ecological imbalances. Jadi, menurut Chapra ekonomi

Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan

manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam

koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memeberikan kebebasan individu

atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa

ketidakseimbangan lingkungan.14

c. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi

13
Muhammad Abdul Manan, Islamic Economics, Theory and Practice, (India: Idarah Adabiyah,
1980), h. 3.
14
Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 16
17

Ilmu ekonomi Islam, singkatnya merupakan kajian tentang perilaku ekonomi

orang Islam representative dalam masyarakat muslim moderen.15

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah

suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan

akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang

Islami. Menurut Abdul Mannan, ilmu ekonomi Islam tidak hanya mempelajari

individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religius manusia itu sendiri.16

Ilmu Ekonomi Syari‟ah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas atau perilaku

manusia secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi, distribusi, maupun

konsumsi berdasarkan Syari‟at Islam yang bersumber Al-Qur‟an dan As-Sunnah

serta Ijma‟ para ulama dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat.17

1. Dasar Hukum Ekonomi Islam

Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai

sebuah bagian dari konsep pengetahuan. Demikian pula dengan penerapan syariah di

bidang ekonomi bertujuan sebagai transformasi masyarakat yang berbudaya Islami.

Aktifitas ekonomi sering melakukan berbagai bentuk perjanjian. Perjanjian

merupakan pengikat antara individu yang melahirkan hak dan kewajiban. Untuk

15
Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, terj. M. Saiful Anam dan Muhammad
Ufuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 28
16
Muhammad Abdul Mannan, Teori Dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1997), h. 20-22
17
Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syari’ah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group), h. 29
18

mengatur hubungan antara individu yang mengandunng unsur pemenuhan hak dan

kewajiban dalam jangka waktu lama, dalam prinsip syariah diwajibkan untuk dibuat

secara tertulis yanng disebut akad. ekonomi dalam Islam. Ada beberapa hukum yang

menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam. Beberapa

dasar hukum Islam tersebut diantaranya adalah sebagai berikut

a. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an memberikan ketentuan-ketentuan hukum muamalat yang sebagian

besar berbentuk kaidah-kaidah umum; kecuali itu jumlahnya pun sedikit. Misalnya,

dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188 terdapat larangan makan harta dengan cara yang

tidak sah, antara lain melalui suap yaitu sebagai berikut:

  

 

  

  

  

  



188. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian

yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa

(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
19

harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”

(Q.S. Al-Baqarah:188) .

b. Hadits

Hadist memberikan ketentuan-ketentuan hukum muamalat yang lebih

terperinci dari pada Al-Qur‟an, hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah,

Ad-Daruquthni, dan lain – lain dari Sa‟id Al-khudri ra. Bahwa Rasulullah SAW

bersabda:

‫الَ َض َر َر َوالَ ِض َر َ ار‬

Artinya : “Janganlah merugikan diri sendiri dan janganlah merugikan orang lain”.

2. Karakteristik Ekonomi Islam

Tidak banyak yang dikemukakan dalam alquran dan banyak

prinsip-prinsip yang mendasar saja, karena dasar-dasar yag sangat tepat, alquran dan

sunah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin

berprilaku sebagai konsumen produsen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit

system ekonomi. Ekonomi syariah menekankan kepada 4 sifat, antara lain:

a. Kesatuan (unity)

b. Keseimbangan (equilibrium)

c. Kebebasan (free will)

d. Tanggung Jawab (responsibility)

Al-Qur‟an mendorong umat Islam untuk mengusai dan memanfaatkan sektor-

sektor dan kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih luas dan komprehensif, seperti
20

perdagangan, industri, pertanian, keuangan jasa, dan sebagainya, yang ditujukan

untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama.18 Sebagaimana firman Allah :

   

   

  

 

 

    

   

  

   

   

    



7. “ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta

benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul,

kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang dalam

perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara

kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang

18
Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, (Jakarta : Gema Insani, Jakarta, 2003), h. 29
21

dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Dalam melakukan kegiatan ekonomi, Al-Qur‟an melarang Umat Islam

mempergunakan cara-cara yang batil seperti dengan melakukan kegiatan riba,

melakukan penipuan, mempermainkan takaran, dan timbangan, berjudi, melakukan

praktik suap-menyuap, dan cara-cara batil lainnya.

3. Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk:

a. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.

b. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh

makluk hidup dimuka bumi.

c. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang

berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).

Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh

ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu mampu

menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa

meninggalkan sumber teori Ekonomi Islam.


22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moloeng (2007:4) mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati dari fenomena

yang terjadi. Lebih lanjut Moleong (2007:11) mengemukakan bahwa penelitian

deskriptif menekankan pada data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka

yang disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang

dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.


23

Pengambilan sampel atau sumber data pada penelitian ini dilakukan secara purposive

dan untuk ukuran sampel tersebut ditentukan secara snowball, taknik pengumpulan

dengan triangulasi (gabungan), analisa data bersifat kualitatif dan hasil penelitian

menekankan makna generalisasi. Hasil dari penelitian ini hanya mendeskripsikan atau

mengkonstruksikan wawancara-wawancara mendalam terhadap subjek penelitian

sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai system pengupahan dan

standar upah buruh tani di Desa Boiya Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian

terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari

objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat.
22
Dalam penentuan Lokasi penelitian, Moleong (2007:132) menentukan cara terbaik

untuk ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki

lapangan dan mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada dilapangan. Sementara

itu keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan

pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian. Lokasi yang diambil dalam

penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive), yang dilakukan di Desa Boiya

kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yang bertujuan

untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti.

C. Sumber Data Penelitian


24

Arikunto (2006:224) menyatakan bahwa, sumber data adalah subjek darimana

data dapat diperoleh dan untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi sumber

data, peneliti telah menggunakan rumus 3P, yaitu:

a. Person (orang), merupakan tempat dimana peneliti bertanya mengenai variable

yang diteliti.

b. Paper (kertas), adalah tempat peneliti membaca dan mempelajari segala sesuatu

yang berhubungan dengan penelitian, seperti arsip, angka, gambar, dokumen

dokumen, simbol-simbol, dan lain sebagainya.

c. Place (tempat), yaitu tempat berlangsungnya kegiatan yang berhubungan dengan

penelitian.

Menurut Lofland dalam Moleong (2007:165), sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan yang didapat dari informan melalui

wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Untuk

mendapatkan data dan informasi maka informan dalam penelitian ini ditentukan

secara purposive atau sengaja dimana informan telah ditetapkan sebelumnya.

Informan merupakan orang-orang yang terlibat atau mengalami proses pelaksanaan

dan perumusan program dilokasi penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Menurut

Sugiyono (2007:209) bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka

teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, angket dan
25

dokumentasi. Namun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan

oleh peneliti adalah dengan melalui tiga metode, yaitu:

1. Observasi

Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian, sehingga

peneliti dapat memahami kondisi yang sebenarnya. Pengamatan bersifat non

partisipatif, yaitu peneliti berada diluar sistem yang diamati.

2. Wawancara

Esterberg dalam Sugiyono (2007:211), mendefinisikan wawancara sebagai

pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tersebut. Dengan

wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang

informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal

ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti

menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk

diajukan, dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis

jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis wawancara

terstruktur.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang (Sugiyono,

2007:213). Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel kalau

didukung oleh dokumen-dokumen yang bersangkutan.


26

E. Instrument Penelitian

Instrumemnt penelitian adalah suatu alat untuk memperoleh data, yang

diperlukan peneliti sudah melakuakan pengumpulan informasi di lapangan (Sugiono,

2014). Dalam penelitian kualitatif Peneliti sebagai instrument kunci berperan besar

dalam proses pengumpulan data melalui observasi (pengamatan), wawancara, dan

dokumentasi. Peneliti mungkin menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan

data seperti:

1. Alat tulis

2. Alat perekam dan dokumentasi

3. Daftar pertanyaan wawancara

4. Buku, jurnal, dan referensi lainnya

F. Teknik Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dilakukan

untuk mengidentifikasi pemahaman mengenai system pengupahan dan standar upah

buruh tani. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang didasarkan data deskriptif dari

status, keadaan, sikap, hubungan atau sistem pemikiran suatu masalah yang menjadi

objek penelitian. Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini,

maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan

menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan. Untuk

menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, karena data-data

yang diperoleh merupakan kumpulan keterangan-keterangan. Proses analisis data


27

dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu

melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat

wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban dari informan.

Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan,

peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu sehingga datanya

sudah tidak jenuh.

Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif yaitu antara lain:

a. Reduksi Data (Reduction Data) Reduksi data diartikan sebagai peroses pemilihan,

pemisahan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data

kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Laporan atau data

yang diperoleh dilapangan akan dituangkan dalam bentuk uraian yang lengkap

dan terperinci. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya akan cukup banyak,

sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema

dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan

data selanjutya. Data yang diperoleh dari lokasi penelitian dituangkan dalam

uraian laporan lengkap dan terperinci. Laporan lapangan direduksi, dirangkum,

dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal penting kemudian dicari tema atau

polanya.
28

b. Penyajian Data (Data Display) Penyajian data dilakukan dengan tujuan untuk

mempermudah peneliti dalam melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian

tertentu dari penelitian. Penyajian data dilakukan dengan cara mendeskripsikan

hasil wawancara yang dituangkan dalam bentuk uraian dengan teks naratif, dan

didukung oleh dokumen-dokumen, serta foto-foto maupun gambar sejenisnya

untuk diadakanya suatu kesimpulan.

c. Penarikan Kesimpulan (Concluting Drawing) Penarikan Kesimpulan yaitu

melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian

berlangsung, yaitu selama proses pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk

menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering

timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang

tentatif. Dalam penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan dengan

pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan

observasi dan wawancara

Berikut adalah gambar dari analisis data dan model interaktif menurut Miles

dan Huberman dalam Sugiyono (2007:189):

Pengumpulan Penyajian Data


Data (Data Display)

Reduksi Data Penarikan kesimpulan


(Reduction Data) (verification)
29

Sumber: Sugiyono (2017)

Gambar 3.7 Analisis Model Interaktif

Gambar mengenai komponen analisis data model Miles dan Huberman diatas

menjelaskan bahwa, dalam melakukan analisis data kualitatif dapat dilakukan

bersamaan dengan proses pengumpulan data. proses yang bersamaan tersebut

meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

G. Penguji Keabsahan Data Penelitian

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep

kesahihan (validitas) atas kehandalan (reabilitas). Derajat kepercayaan atau kebenaran

suatu penilaian akan ditentukan oleh standar apa yang digunakan. Menurut Moleong

(2007:324), terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan

data, antara lain:

a. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas

internal dan nonkualitatif. Fungsi derajat kepercayaan yaitu, Pertama, penemuannya

dapat dicapai; Kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan

dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan yang sedang diteliti. Kriteria

derajat kepercayaan diperiksa dengan beberapa teknik pemeriksaan, yaitu:

1) Triangulasi
30

Triangulasi berupaya untuk mengecek kebenaran data dan membandingkan

dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan,

pada waktu yang berlainan dan dengan metode yang berlainan. Adapun triangulasi

yang dilakukan dengan tiga macam teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan sumber data, metode, dan teori. Untuk itu, maka peneliti dapat

melakukan dengan cara:

a) Mengajukan berbagai variasi pertanyaan

b) Membandingkan data hasil pengamatan (observasi) dengan wawancara

c) Mengeceknya dengan berbagai sumber data

d) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan data dapat dilakukan.

Berdasarkan hasil triangulasi tersebut, maka akan sampai pada salah satu

kemungkinan yaitu apakah data yang diperoleh ternyata konsisten, tidak konsisten,

atau berlawanan. Selanjutnya mengungkapkan gambaran yang lebih memadai

mengenai gejala yang diteliti.

2) Kecukupan Referensial

Yaitu mengumpulkan berbagai bahan-bahan, catatan-catatan, atau rekaman-

rekaman yang dapat digunakan sebagai referensi dan patokan untuk menguji sewaktu

diadakan analisis dan penafsiran data.

b. Keteralihan (Transferability)

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada pengamatan antara

konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut, seorang

peneliti perlu mencari dan mengumpulkan data kejadian dalam konteks yang sama.
31

c. Kebergantungan (Dependability)

Kebergantungan merupakan subtitusi reabilitas dalam penelitian

nonkualitatif. Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan

melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi,

peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi dapat memberikan data.

peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya. Kalau proses penelitiannya tidak

dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian tersebut tidak dependable. Untuk

mengetahui dan memastikan apakah hasil penelitian ini benar atau salah, peneliti

selalu mendiskusikannya dengan pembimbing secara bertahap mengenai data-data

yang didapat dilapangan mulai dariproses penelitian sampai pada taraf kebenaran data

yang didapat.

d. Kepastian (Confimability)

Dalam penelitian kualitatif, uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan,

sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian berarti

menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian,

jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian yang dimaksud berasal

dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati asil penelitian tidak lagi

subjektif tetapi sudah objektif.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan keteralihan dengan mencari dan

mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama mengenai system

pengupahan dan mengenai standar upah di daerah kabupaten enrekang. Dalam

melakukan keteralihan tersebut, peneliti selalu mendiskusikan hasil dilapangan


32

dengan tim pembimbing mengenai data-data yang didapat dilapangan mulai dari

proses penelitian sampai pada taraf kebenaran data yang didapat. Untuk menjamin

kepastian bahwa penelitian ini objektif, peneliti dalam hal ini melakukan pemeriksaan

secara cermat bersama dengan pembimbing terhadap kepastian asal-usul data, logika

penarikan kesimpulan dari data dan derajat ketelitian serta telaah terhadap kegiatan

peneliti tentang keabsahan data.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Samsul. 2007. Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad Dalam
Fiqih Muamalat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ahmad Ifham, Sholihin. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia
PustakaUtama
Ahmad Warson, Munawwir. 1997. Al-Munawwir: Kamus ArabIndonesia, Surabaya:
Pustaka Progressif.
Chaudhry, Muhammad Sharif. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Djumialdji. 2006. Perjanjian Kerja. Jakarta: Sinar Grafika Offset. Hendi, Suhendi.
2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Grasindo Persada.
Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia prespektip Pembangunan. Jakarta:

Raja Grasindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai