wb
Yth. Kepada bpk…….
Yang saya hormati…….
Yang saya banggakan…..
Resistensi saat ini disebut sebagai permasalahan global termasuk di Indonesia. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh pakar ekonomi terkemuka Jim O’Neill, yang mengkaji dampak-
dampak ekonomi di seputar persoalan AMR, diperkirakan bahwa terdapat 700.000 kematian
setiap tahun akibat AMR. Kegagalan dalam menangani AMR akan menyebabkan 10 juta
kematian setiap tahun dan akan diperkirakan menghabiskan biaya hingga US$ 100 Triliun pada
tahun 2050. Tidak seperti obat lain, antibiotic memiliki konsekuensi yang lebih luas.
Ditahun-tahun belakangan ini ancaman lain yang semakin menghantui adalah jenis
penyakit non-infeksi (NCDs), seperti penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan, dan
diabetes. Prevalensi penyakit ini terus meningkat dari waktu ke waktu dan memberikan ancaman
serius terhadap upaya-upaya mewujudkan kehidupan masyarakat yang sehat dan produktif.
Namun disamping itu semua, tantangan lain yang harus mendapatkan perhatian yang sama
seriusnya adalah implikasi atau ekses dari pengobatan itu sendiri, melalui penggunaan antibiotic
tidak sesuai dengan protokol yang tepat, sehingga menimbulkan risistensi antimikroba
(antimicrobial resistence, AMR). Kuman penyebab penyakit yang kebal atau resisten terhadap
antibiotic menjadikan penyakit sulit disembuhkan yang berakibat meningkatnya angka kesakitan,
angka kematian, dengan biaya yang meningkat tajam. Dalam perkembangannya, AMR telah
menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar pada abad ke-21. Sebagai
implementasi lebih jauh dari program pengendalian resistensi antimikroba ini, Kementrian
Kesehatan juga telah menerbitkan Permenkes No.8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit, beserta pedomannya. Permenkes ini merupakan
referensi utama bagi seluruh rumah sakit di Indonesia dalam upaya mengendalikan resistensi
antimikroba di tingkat rumah sakit ini dapat berlangsung secara baku, terukur, dan terpadu.
Tahukah anda di Indonesia pemahaman public tentang manfaat, penggunaan dan juga
dampak dari penggunaan antibiotic masih sangat lemah, selain itu antibiotic tidak hanya
digunakan pada hewan, bukan hanya digunakan sebagai pengobatan akan tetapi digunakan
sebagai pencegahan dan juga sebagai pemicu pertumbuhan. Menurut PP No 78 Tahun 1992
mengatakan bahwa antibiotika digunakan sebagai daya kerja morfologi sehingga tidak akan
berbahaya jika digunakan sesuai dengan dosis dan aturan. Penggunaan antibiotic oleh peternak
saat ini memerlukan perhatian khusus, untuk menghindari kerugian yang lebih besar peternak
menambahkan antibiotic pada pakan dan minuman. Disini sebagai contoh antibiotic banyak
digunakan dalam industri peternakan untuk memicu pertumbuhan, karena antibiotic dengan dosis
yang sangat kecil dapat mempercepat pertumbuhan ternak. Di Indonesia hampir semua pabrik
pakan menggunakan antibiotic kedalam pakan yang diproduksinya agar ternak dapat tumbuh
dengan baik dan optimal. Sungguh sangat memprihatinkan jika daging ternak tersebut dimakan
atau dikonsumsi oleh manusia, maka akan terjadi resistensi antara hewan dan manusi. Antibiotic
yang digunakan untuk melindungi hewan dan manusia justru menjadi ancaman di masa depan.
Diperlukan kesepahaman dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk mendukung resistensi
antibiotic bukan menjadi pembunuh no 1 didunia. Penyakit menular tidak akan diberantas karena
bakteri akan terus berkembang, dan menanggapi untuk mengelola bukan untuk menghilangkan
masalah.