I. Tujuan Praktikum
A. Definisi Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Cara pembuatan tablet antara lain adalah dengan granulasi basah.
Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa. (Depkes RI, 1994). Dalam membuat tablet diperlukan zat tambahan
berupa :
2. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilage gummi arabici (10-
20%), solution methylcellulosum 5%.
3. Zat pelicin (liubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan
(matrys). Biasanya yang digunakan adalah taleum 5%, magnesi stearas,
acidum stearicum.
1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet ( dalam keadaan
tidak sadar/ pingsan)
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat
amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis
Zat aktif yang sulit terbasahi ( hidrofob), lambat melarut, dosisnya
cukup besar atau tinggi, absorbs optimumnya tinggi melalui saluran
carna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi
( harus diformulasi sedemikian rupa)
Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak atau bau yang tidak
disenangi, atau zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer dan
kelembaban udara, memerlukan enkapsulasi sebelum dikempa.
Dalam hal ini sediaan kapsul menjadi lebih baik daripada tablet.
C. Metode Pembuatan Tablet
1. Granulasi Basah
Granulasi basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan
pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang
dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan
terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak
langsung karena sifat aliran dan komprebilitasnya tidak baik.
a. Keuntungan metode granulasi basah:
Terbentuknya granul memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas, proses
kompaksasi lebih mudah karena pecahnya granul membentuk
permukaan baru yang lebih aktif.
Obat- obat dosis tinggi yang mempunyai sifat alir dan komprebilitas jelek
maka dengan proses granulasi basah hanya perlu sedikit bahan pengikat
Untuk bahan dengan dosis rendah dengan pewarna, maka distribusi lebih
baik dan menjamin keseragaman isi zat aktif
Granulasi basah mencegah segregasi komponen- komponen campuran
yang sudah homogeny
b. Kerugian metode granulasi basah :
Proses lebih panjang dibanding dengan 2 metode lainnya sehinggs secara
ekonomis lebih mahal
Peralatan yang digunakan lebih banyak sehingga secara otomatis lebih
banyak pula personel yang diperlukan
Tidak bisa digunakan untuk obat- obat yang sensitive terhadap
kelembaban dan pemanasan
Pada tablet berwarna dapat terjadi peristiwa migrasi dan ketidak
homogeni sehingga tablet berbintik- bintik.
2. Granulasi Kering
Granulasi kering adalah proses pembuatan tablet dengan cara
mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan kering, untuk
kemudian dikempa, lalu dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar,
lalu dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi
persyaratan. prinsipnya membuat granul yang baik dengan cara mekanis,
tanpa pengikat dan pelarut. metode ini boleh digunakan apabila zat aktif
memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap
panas dan lembab, kandungan zat aktif dalam tablet tinggi.
a. Keuntungan metode granulasi kering:
Peralatan lebih sedikit dibanding granulasi basah
Cocok digunakan pada zat aktif tidak tahan panas dan lembab
Tahap pengerjaan tidak terlalu lama
Biaya lebih efisien dibanding granulasi basah
Mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh karna tidak
menggunakan pengikat
b. Kerugian metode granulasi kering:
Memerlukan mesin tablet khusus untuk slug
Tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam
Proses banyak menghasilkan debu, sehingga rentan terhadap
kontaminasi silang
3. Kempa Langsung
Kempa langsung adalh proses pembuatan tablet dengan cara
pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa
perlakuan awal terlebih dahulu. metode ini digunakan apabila sifat
alirannya baik, dosis kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit, zat aktif
tidak tahan pemanasan dan lembab. beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan
KCl dapat langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat
langsung dikempa, umumnya pengisi yang digunakan adalah avicel.
a. Keuntungan metode kempa langsung :
Lebih ekonomis
Lebih singkat prosesnya
Dapat diterapkan pada zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab
Waktu hancur dan disolusi lebih baik karna tidak memakai
pengikat
1. Capping
Tablet terpisah sebagian atau seluruhnya atas dan bawah, yang disebabkan
terlalu banyak tekanan saat pencetakan, adanya udara yang terperangkap
saat granulasi, granulasi terlalu kering, terlalu banyak fines, pemasangan
punch dan dies yang tidak pas.
2. Lamination
Tablet pecah menjadi beberapa lapisan. Pecahnya tablet terjadi segera
setelah kompresi atau beberapa hari kemudian. Penyebabnya dalah udara
yang terjerat dalam granul yang tidak dapat keluar selama kompresi atau
overlubrikasi dengan stearat.
3. Sticking
Keadaan dimana granul menempel pada dinding die sehingga punch bawah
tidak bebas bergerak. Penyebabnya adalah punch kurang bersih, tablet
dikompresi pada kelembaban tinggi.
4. Picking
Perpindahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan
punch. Penyebabnya adalah pengeringan granul belum cukup, jumlah glidan
kurang bahan yang dikompresi berminyak/ lengket.
5. Filming
Adanya kelembaban yang tinggi dan suhu tinggi akan melelehkan bahan
dengan titik lebur rendah seperti lemak/ wax. Bisa juga karena punch
kehilangan pelican. Hal ini dapat diatasi dengan mengencerkan bahan yang
bertitik leleh rendah dengan bahan yang titik lelehnya tinggi sehingga
mengurangi penempelan.
6. Chipping dan Cracking
Pecahnya tablet disebabkan karena alat dan tablet retak di bagian atas karena
tekanan yang berlebih.
7. Binding
Kerusakan tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada dinding
ruang cetakan.
8. Molting
Distribusi za warna yang tidak homogeny. Penyebabnya adalah migrasi zat
warna yang tidak seragam (atas kering duluan yang bawah masih basah).
3.2 Bahan
1. Paracetamol 5 gram
2. Amylum oryzae 3 gram
3. Laktosa 2 gram
4. Gelatin 2 gram
5. Aquadest 20 ml
IV. Monografi Bahan
1. Paracetamol
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)
P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9
bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Khasiat : Analgetikum dan Antipiretikum.
2. Amylum oryzae
Pemerian : serbuk sangat halus, putih, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : keasaman-kebasaan, jasadrenik, susut pengeringan.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : zat tambahan.
3. Laktosa
Pemerian : Berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih
krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis, higroskopik
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
dan dalam eter
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : zat tambahan (sebagai bahan pengisi)
4. Gelatin
Pemerian : Serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan
pucat, bau dan rasa lemah
Kelarutan : larut dalam air panas, eter, etanol, dan CHCl3
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : zat tambahan
5. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidaak berbau, tidak
mempunyai rasa
Kelarutan : -
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : zat tambahan
V. Cara Kerja
5.1 Cara Pembuatan Solution Gelatin
Tiap perbedaan ketebalan tablet pada lot tertentu atau antar lot tidak
boleh sampai terlihat dengan mata telanjang agar dapat diterima oleh
konsumen (Lachman dkk., 1994).
6. Uji Kerapuhan/Friabilitas
Alat diputar dengan kecepatan 25 rpm dan waktu 4 menit. Jadi ada
100 putaran. Bobot yang hilang tidak boleh lebih dari 100 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Firgiansyah, A. 2016. Perbandingan Kadar Glukosa dalam Darah Menggunakan
Spektrofotometer dan Glukometer (skripsi). Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Hendromartono, Consensus on The Management of Diabetes Mellitus (Perkeni
1998), In Surabaya Diabetes Update VI, Eds Tjokroprawiro A,
Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra H., Pranoto A., Surabaya.
Huda, S. A. (2016). Hubungan antara Kadar Glukosa Darah dengan Tekanan
Darah Manusia. Bioedukasi, 147.
Rizkiany, H.N. 2011. Pendahuluan Spektrofotometer. Bogot: Institut Pertanian
Bogor.
Sabrina A. 2012. Perbandingan metode spektrofotometri UV-Vis dan KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) pada analisis kadar asam benzoat dan
kafein dalam teh kemasan [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Negeri
Malang.
Zulhemi, A., Amalia, A., Rahmatia, D., dkk. 2015. Penentuan Kadar Glukosa
dalam Darah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.