Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN NON STERIL

PRAKTIKUM I: TABLET GRANULASI BASAH

Hari, Tanggal Praktikum: Kamis, 10 Oktober 2019


Kelas A2D
Kelompok I
Boren Feren Bernof
NIM 171200236

Dosen Pengampu : I Gusti Ngurah Agung Windra Wartana Putra, S. Farm.,


M. Sc., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN
MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
PRAKTIKUM I

TABLET GRANULASI BASAH

I. Tujuan Praktikum

Untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan tablet.

II. Dasar Teori

A. Definisi Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Cara pembuatan tablet antara lain adalah dengan granulasi basah.
Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa. (Depkes RI, 1994). Dalam membuat tablet diperlukan zat tambahan
berupa :

1. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet.


Biasanya digunakan saccharum lactis, amylum manihot, calci phosphas,
calcii carbonas dan zat yang lain.

2. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilage gummi arabici (10-
20%), solution methylcellulosum 5%.

3. Zat pelicin (liubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan
(matrys). Biasanya yang digunakan adalah taleum 5%, magnesi stearas,
acidum stearicum.

4. Zat penghancur (disintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam


perut. Biasanya yang digunakan adalah amylum manihot, agar-agar,
gelatinum, natrium alginate. (Anief, M. 2006)
Berdasarkan cara pemberian atau fungsinya, sistem penyampaian obat
dan bentuk serta metode pembuatannya, tablet dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Tablet Oral untuk Dimakan Tablet Kempa (Compressed Tablets/ CT)
̶ Tablet Kempa Lapis Ganda (Multiple Compressed/ MCT)
̶ Tablet Berlapis
̶ Tablet Kempa yang Bersalut
̶ Tablet dengan Reaksi Berulang-ulang
̶ Tablet Salut Lapisan Tipis
̶ Tablet Kunyah
2. Tablet yang Digunakan dalam Rongga Mulut
̶ Tablet Buccal
̶ Tablet Sublingual
̶ Troche atau Lozenges
3. Tablet yang Diberikan dengan Rute Lain
̶ Tablet Implantasi
̶ Tablet Vaginal
4. Tablet yang Digunakan untuk Membuat Larutan
̶ Tablet Effervescent
̶ Tablet Hipodermik
̶ Tablet Triturat (tablet yang diremukkan)
B. Keuntungan dan Kerugian Sedian Tablet

Dibandingkan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai


keuntungan antara lain:

1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk


sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan
pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh ( mengandung dosis zat
aktif yang tepat/ teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari
semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas
kandungan yang paling rendah
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang
kecil
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet
Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai
beberapa kerugian, antara lain :

1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet ( dalam keadaan
tidak sadar/ pingsan)
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
 Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat
amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis
 Zat aktif yang sulit terbasahi ( hidrofob), lambat melarut, dosisnya
cukup besar atau tinggi, absorbs optimumnya tinggi melalui saluran
carna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi
( harus diformulasi sedemikian rupa)
 Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak atau bau yang tidak
disenangi, atau zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer dan
kelembaban udara, memerlukan enkapsulasi sebelum dikempa.
Dalam hal ini sediaan kapsul menjadi lebih baik daripada tablet.
C. Metode Pembuatan Tablet

Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui tiga macam metode,


yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Pemilihan
metode pembuatan sediaan tablet ini biasanya disesuaikan dengan
karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan
terhadap panas atau lembab, kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain
sebagainya. Berikut adalah metode yang digunakan:

1. Granulasi Basah
Granulasi basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan
pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang
dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan
terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak
langsung karena sifat aliran dan komprebilitasnya tidak baik.
a. Keuntungan metode granulasi basah:
 Terbentuknya granul memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas, proses
kompaksasi lebih mudah karena pecahnya granul membentuk
permukaan baru yang lebih aktif.
 Obat- obat dosis tinggi yang mempunyai sifat alir dan komprebilitas jelek
maka dengan proses granulasi basah hanya perlu sedikit bahan pengikat
 Untuk bahan dengan dosis rendah dengan pewarna, maka distribusi lebih
baik dan menjamin keseragaman isi zat aktif
 Granulasi basah mencegah segregasi komponen- komponen campuran
yang sudah homogeny
b. Kerugian metode granulasi basah :
 Proses lebih panjang dibanding dengan 2 metode lainnya sehinggs secara
ekonomis lebih mahal
 Peralatan yang digunakan lebih banyak sehingga secara otomatis lebih
banyak pula personel yang diperlukan
 Tidak bisa digunakan untuk obat- obat yang sensitive terhadap
kelembaban dan pemanasan
 Pada tablet berwarna dapat terjadi peristiwa migrasi dan ketidak
homogeni sehingga tablet berbintik- bintik.
2. Granulasi Kering
Granulasi kering adalah proses pembuatan tablet dengan cara
mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan kering, untuk
kemudian dikempa, lalu dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar,
lalu dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi
persyaratan. prinsipnya membuat granul yang baik dengan cara mekanis,
tanpa pengikat dan pelarut. metode ini boleh digunakan apabila zat aktif
memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap
panas dan lembab, kandungan zat aktif dalam tablet tinggi.
a. Keuntungan metode granulasi kering:
 Peralatan lebih sedikit dibanding granulasi basah
 Cocok digunakan pada zat aktif tidak tahan panas dan lembab
 Tahap pengerjaan tidak terlalu lama
 Biaya lebih efisien dibanding granulasi basah
 Mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh karna tidak
menggunakan pengikat
b. Kerugian metode granulasi kering:
 Memerlukan mesin tablet khusus untuk slug
 Tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam
 Proses banyak menghasilkan debu, sehingga rentan terhadap
kontaminasi silang
3. Kempa Langsung
Kempa langsung adalh proses pembuatan tablet dengan cara
pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa
perlakuan awal terlebih dahulu. metode ini digunakan apabila sifat
alirannya baik, dosis kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit, zat aktif
tidak tahan pemanasan dan lembab. beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan
KCl dapat langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat
langsung dikempa, umumnya pengisi yang digunakan adalah avicel.
a. Keuntungan metode kempa langsung :
 Lebih ekonomis
 Lebih singkat prosesnya
 Dapat diterapkan pada zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab
 Waktu hancur dan disolusi lebih baik karna tidak memakai
pengikat

b. Kerugian/kekurangan metode kempa langsung :


 Kurang seragamnya kandungan zat aktif karna kerapatan bulk
antar zat aktif dan pengisi berbeda.
 Zat aktif dengan dosis besar tidak mudah untuk dikempa langsung
 Sulit memilih eksipien, karna harus memiliki sifat mudah mengalir,
memiliki kompresibilitas, kohesifitas dan adhesifitas yang baik.
D. Macam-macam Kerusakan pada Pembuatan Tablet

Berikut adalah masalah dalam pembuatan sedian tablet, yaitu sebagai


berikut:

1. Capping
Tablet terpisah sebagian atau seluruhnya atas dan bawah, yang disebabkan
terlalu banyak tekanan saat pencetakan, adanya udara yang terperangkap
saat granulasi, granulasi terlalu kering, terlalu banyak fines, pemasangan
punch dan dies yang tidak pas.
2. Lamination
Tablet pecah menjadi beberapa lapisan. Pecahnya tablet terjadi segera
setelah kompresi atau beberapa hari kemudian. Penyebabnya dalah udara
yang terjerat dalam granul yang tidak dapat keluar selama kompresi atau
overlubrikasi dengan stearat.
3. Sticking
Keadaan dimana granul menempel pada dinding die sehingga punch bawah
tidak bebas bergerak. Penyebabnya adalah punch kurang bersih, tablet
dikompresi pada kelembaban tinggi.
4. Picking
Perpindahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan
punch. Penyebabnya adalah pengeringan granul belum cukup, jumlah glidan
kurang bahan yang dikompresi berminyak/ lengket.
5. Filming
Adanya kelembaban yang tinggi dan suhu tinggi akan melelehkan bahan
dengan titik lebur rendah seperti lemak/ wax. Bisa juga karena punch
kehilangan pelican. Hal ini dapat diatasi dengan mengencerkan bahan yang
bertitik leleh rendah dengan bahan yang titik lelehnya tinggi sehingga
mengurangi penempelan.
6. Chipping dan Cracking
Pecahnya tablet disebabkan karena alat dan tablet retak di bagian atas karena
tekanan yang berlebih.
7. Binding
Kerusakan tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada dinding
ruang cetakan.
8. Molting
Distribusi za warna yang tidak homogeny. Penyebabnya adalah migrasi zat
warna yang tidak seragam (atas kering duluan yang bawah masih basah).

III. Alat dan Bahan


3.1 Alat
1. Bearker glass 250 ml, 6. Mangkok plastic besar
500ml 7. Nampan aluminium
2. Batang pengaduk 8. Timbangan
3. Gelas Ukur 100 ml 9. Hot plate
4. Ayakan No 6-12 mesh 10. Oven
5. Ayakan No 14-20

3.2 Bahan
1. Paracetamol 5 gram
2. Amylum oryzae 3 gram
3. Laktosa 2 gram
4. Gelatin 2 gram
5. Aquadest 20 ml
IV. Monografi Bahan
1. Paracetamol
 Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.
 Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)
P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9
bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
 Khasiat : Analgetikum dan Antipiretikum.
2. Amylum oryzae
 Pemerian : serbuk sangat halus, putih, tidak berbau dan tidak berasa.
 Kelarutan : keasaman-kebasaan, jasadrenik, susut pengeringan.
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat : zat tambahan.
3. Laktosa
 Pemerian : Berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih
krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis, higroskopik
 Kelarutan : Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
dan dalam eter
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
 Khasiat : zat tambahan (sebagai bahan pengisi)
4. Gelatin
 Pemerian : Serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan
pucat, bau dan rasa lemah
 Kelarutan : larut dalam air panas, eter, etanol, dan CHCl3
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
 Khasiat : zat tambahan

5. Aquadest
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidaak berbau, tidak
mempunyai rasa
 Kelarutan : -
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
 Khasiat : zat tambahan

V. Cara Kerja
5.1 Cara Pembuatan Solution Gelatin

Timbang gelatin sebanyak 2 gram

Larutkan dalam aquadest sampai 20 ml


Panaskan di atas hot plate hingga warna jernih

5.2 Pembuatan Granul

Campurkan amylum dan laktosa hingga homogen. Ayak dengan


ayakkan

Timbang paracetamol 5 gram kemudian campur dengan hasil


ayakkan amylum oryzae dan laktosa.

Tambahkan solution gelatin sedikit demi sedikit sampai terbentuk


massa granul yang baik. Catat volume solution gelatin yang
digunakkan.

Ayak massa graul dengan ayakkan No. 6-12 mesh

Letakkan granul basah diatas nampan aluminium yang telah


dilapisi dengan kertas perkamen dan oven pada suhu 60ºC. Balik
granul apabila telah setengah kering. Catat waktu yang diperlukan
sampai granul kering.

Setelah kering keluarkan granul dari oven, ayak dengan


menggunakan ayakkan No. 14-20 mesh.

Timbang hasil granul kering dan lakukan evaluasi mutu granul

Lakukan pencetakkan tablet dari hasil penggranulan yang


sebelumnya

Jadikan granul menjadi 10 tablet . Lakukan evaluasi tablet

5.3 Uji Kualitas


1. Evaluasi Mutu Granul
Hitung bobot yang hilang “loose weight” dari pembuatan granul
(bobot bahan awal-bobot bahan kering).

5.4 Evaluasi Tablet


1. Uji Keseragaman Bobot/Keseragaman Kandungan

Keseragaman bobot merupakan salah satu tolak ukur untuk


memastikan bahwa tablet mengandung sejumlah obat yang tepat

Menurut FI edisi III untuk tablet yang tidak bersalut adalah


menimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya, kemudian
tablet ditimbang satu per satu lalu dibandingkan dengan bobot
rata-rata tablet

Tablet memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 2 tablet yang


masing-masing obatnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari kolom A dan tidak satupun tablet yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom B.

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %


Bobot rata-rata
A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%

151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

2. Uji Ukuran Tablet


Ketebalan luar tablet tunggal dapat diukur dengan tepat dengan
memakai mikrometer yang dapat memberikan informasi tentang variasi
antar tablet.

Metode ini jauh lebih cepat daripada mengukur dengan mikrometer


dalam memberikan estimasi menyeluruh ketebalan tablet yang
diproduksi, tetapi tidak memberikan informasi mengenai perbedaan
antar tablet, akan tetapi bila peralatan punch dan die telah distandar
dengan baik serta mesin tablet berfungsi dengan baik, metode ini cukup
memuaskan untuk produksi.

Ketebalan tablet harus terkontrol sampai perbedaan kurang lebih 5 %


dari nilai standar.

Tiap perbedaan ketebalan tablet pada lot tertentu atau antar lot tidak
boleh sampai terlihat dengan mata telanjang agar dapat diterima oleh
konsumen (Lachman dkk., 1994).

3. Uji Kekerasan Tablet

Kekerasan tablet ditentukan oleh besarnya tenaga yang diperlukan


untuk memecah tablet dalam uji kompresi diametri.

Menurut FI edisi III untuk tablet yang tidak bersalut adalah


menimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya, kemudian
tablet ditimbang satu per satu lalu dibandingkan dengan bobot
rata-rata tablet

Tablet memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 2 tablet yang


masing-masing obatnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari kolom A dan tidak satupun tablet yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom B.
4. Uji Waktu Hancur Tablet

Untuk tablet parasetamol tidak bersalut pengujian dilakukan


dengan memasukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari
keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan
alat, gunakan air bersuhu 37º ± 2º sebagai media kecuali
dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing masing
monografi.

Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi,


angkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus
hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang
16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.

Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang


tertinggal pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang tidak
mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut atau
cangkang kapsul yang tidak larut.

5. Uji Disolusi Tablet

Uji ini dilakukan yaitu sejumlah volume media disolusi


dimasukkan seperti yang tertera pada masing-masing monografi
ke dalam wadah, pasang alat, biarkan media disolusi hingga suhu
370C± 0,50, dan angkat termometer.

Satu tablet dimasukkan ke dalam alat, hilangkan gelembung udara


dari permukaan sediaan yang di uji dan segera jalankan alat pada
laju kecepatan seperti yang tertera pada masing-masing
monografi.
Dalam interval waktu yang ditetapkan ambil cuplikan pada daerah
pertengahan antara permukan media disolusi dan bagian atas dari
keranjang berputar atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm
dari dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera pada
masing-masing monografi.

Keseluruhan laju disolusi obat dapat digambarkan oleh persamaan


Noyes-Whitney sebagai berikut :
dC/dt = K S ( Cs - Ct )
dengan :
dC/dt = laju disolusi
Cs = konsentrasi larutan jenuh dari zat padat
K = tetapan disolusi
Ct = konsentrasi zat terlarut pada waktu
S = luas permukaan partikel

6. Uji Kerapuhan/Friabilitas

Uji friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan


tablet terhadap gesekan sewaktu pengemasan dan pengiriman.

Prinsip pengukuran dilaukan dengan menetapkan bobot yang


hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama
waktu tertentu.

Alat diputar dengan kecepatan 25 rpm dan waktu 4 menit. Jadi ada
100 putaran. Bobot yang hilang tidak boleh lebih dari 100 %.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Firgiansyah, A. 2016. Perbandingan Kadar Glukosa dalam Darah Menggunakan
Spektrofotometer dan Glukometer (skripsi). Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Hendromartono, Consensus on The Management of Diabetes Mellitus (Perkeni
1998), In Surabaya Diabetes Update VI, Eds Tjokroprawiro A,
Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra H., Pranoto A., Surabaya.
Huda, S. A. (2016). Hubungan antara Kadar Glukosa Darah dengan Tekanan
Darah Manusia. Bioedukasi, 147.
Rizkiany, H.N. 2011. Pendahuluan Spektrofotometer. Bogot: Institut Pertanian
Bogor.
Sabrina A. 2012. Perbandingan metode spektrofotometri UV-Vis dan KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) pada analisis kadar asam benzoat dan
kafein dalam teh kemasan [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Negeri
Malang.
Zulhemi, A., Amalia, A., Rahmatia, D., dkk. 2015. Penentuan Kadar Glukosa
dalam Darah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai