Anda di halaman 1dari 11

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Lontar Taru Pramana

Dalam lontar taru pramana dijelaskan bahwa pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan tumbuh-tumbuhan. Berbagai tumbuhan dan bagiannya dapat digunakan dalam
mengobati berbagai macam penyakit. Bagian tumbuhan yag sering digunakan ialah akar,
batang, daun, bunga dan buah. Seluruh bagian tumbuhan tersebut tidak digunakan terpisah
melainkan dibuat dalam bentuk ramuan dimana bagian tumbuhan yang digunakan dapat
berupa campuran antara daun, akar dan batang, selain bagian tumbuhan pada ramuan
tersebut juga ditambahkan bahan lain seperti garam, pamor dan air.

Dalam lontar taru pramana tumbuhan dimanfaatkan untuk pengobatan dan diolah
dalam berbagai bentuk di antaranya; (1) dalam bentuk loloh dengan persentase mencapai
33,8%; (2) boreh mencapai 23,61%; (3) sembar yang mencapai 12,5%; (4) tutuh yang
mencapai 12,04%; (5) tampel atau tempel yang mencapai 7,87%; (6) ses yang mencapai
0,93%. (Arsana, 2019). Loloh berupa cairan sari pati pekat yang diperoleh dengan cara
meremas-remas atau menggiling serta ditambahkan cairan yang telah ditentukan dan dalam
penggunaannya diminum. Boreh yaitu ramuan yang diperoleh dengan cara meghaluskan
campuran bahan-bahan dan dalam penggunaannya dicampur dengan cairan seperti air, cuka,
atau arak. Sembar atau simbuh yaitu berupa ramuan yang diperoleh dengan cara mengunyah
bahan-bahan sampai lumat kemudian disemburkan secara langsung pada bagian badan yang
diobati. Tutuh atau pepeh yaitu ramuan yang diambil dari sari pati dengan cara memeras atau
menggiling bahan-bahannya kemudian disaring untuk mendapatkan sari patinya dan dalam
penggunaannya diteteskan. Tampel atau tempel yaitu ramuan yang diperoleh dengan cara
menghaluskan campuran bahan-bahan dan dalam penggunaannya ditempelkan pada bagian
yang diobati, biasanya di pusat nadi Ses atau cairan pembersih luka yaitu berupa cairan yang
diperoleh dengan cara merebus bahan-bahan dalam air sampai mendidih kemudian
digunakan sebagai cairan pembersih setelah dingin. Loloh dan boreh sangat umum bagi
masyarakat Bali, bahkan loloh telah menjadi minuman herbal yang dikonsumsi secara
ekslusif untuk mencegah dan mengobati berbagai jenis penyakit (Sujarwo et al., 2015).

3.2 Kosmologi
Bersadarkan lontar Taru Pramana penyakit yang disebutkan dapat disebabkan oleh 2 hal,
yaitu penyakit yang disebabkakn oleh hal yang bersifat skala dan niskala. Tanaman yang
digunakan mengobati penyakit sekala misalnya belimbing (Averrhoa billimbi) Penggunaan
belimbing terlihat pada kutipan berikut ”Tityang wit balimbing, angasengan tityang
dumalada, dawun tis, babakan dumalada, akah tis, dados tityang anggen tamba, batuk,
asma, dekah, dawun tityange anggen sembar, sa., isen, kunyit, 3, ihis, babakan tityange
anggen loloh, sa., temu tis, katumbah, 5 batu”. Sementara itu, tanaman untuk mengobati
penyakit niskala di antaranya camara (Casuarina equisetifolia). Penggunaan cemara terlihat
pada kutipan berikut “Tityang wit camara, angsengan tityang panes, dawun panas, akah
dumalada, dados tityang anggen tamba sungkan keni guna jaran guyang, piholas, dawun
tityange anggen tamba, sa., ulig, toyan ipun anggen tutuh”. (Arsana, 2019).
Dalam kosmologi Hindu, persepsi sehat-sakit menurut orang Bali tergantung pada
kesetimbangan unsur-unsur penyusun tubuh manusia sesuai konsep Panca Maha Butha.
Konsep Panca Maha Butha mengajarkan bahwa tubuh manusia dibangun dari lima unsure
utama yaitu; unsur pertiwi atau padat, unsur apah atau unsur cair, unsur teja atau panas,
unsur bayu atau unsur udara, dan unsur akasa (ether) atau unsur jiwa. Pergerakan
kesetimbangan hanya ke unsur teja (panas) misalnya, menyebabkan sakit panas, sedangkan
pergerakan ke unsur apah (air) menyebabkan sakit dingin (nyem), dan kesetimbangan ke
unsur teja dan apah menyebabkan sakit panas-dingin (dumalada). Orang Bali percaya
bahwa Tuhan beserta kekuatan-kekuatan supranatural dapat menimbulkan pengaruh positif
atau negatif terhadap kehidupan manusia. Sehat-sakit dipercaya ada keterkaitan dengan
kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Tumbuhan yang dipakai dalam pengobatan baik
untuk mengobati sakit sekala maupun niskala dengan disertai mantra-mantara tertentu, dan
dalam praktiknya dilaksanakan oleh balian atau pengusada.
3.3 Perbandingan Kegunaan Tanamana Berdasarkakn Usadha Dan Ilmiah
3.3.1 ADAS
a. Nama Tanaman (Indonesia) : Adas
b. Nama Ilmiah : Foeniculum vulgare Mill
c. Nama Usadha : Adas, Puspa Tandah,
d. Nama daerah : dengu-dengu (gorontalo, paapang (manado), adas (jawa,
bali
e. Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Foeniculum
Spesies : Foeniculum vulgare P. Mill.
f. Kandungan Kimia :
Pada buah adas mengandung zat-zat kimia yang berfungsi dalam pengobatan seperti
limonen, minyak lemak, stigmasterol, kamfena, limonen, arginin, umbeliferona, gula,
saponin, flavonoid, polifenol, anetol, fenkon, pinen, dipenten, felandren, metilkavikol,
anisaldehid dan asam anisat (Hutapea. 2001), limonen, estragol, terpinen, senyawa
kumarin berupa bergapten dan xantotoksin, ß-sitosterol, a-amirin, asam klorogenat, dan
kuersetin-3-O-ß-glukoronida (Tengah, dkk., 1995).

g. Kegunaaan adas dalam usadha


Pada lontar usadha bali tanaman adas digunakan dalam mengobati penyakit buh,
penyakit yang menampakkan gejala-gejala pembengkakan pada bagian rongga perut)
yang tanpa diketahui sebabnya. Bahan obatnya adalah adas, bawang dan daun kecubung
yang selanjutnya diproses menjadi obat oles.
Selain itu adas juga dapat digunakan untuk mengobati kaki bengkak dan terasa
panas. Bahan yang dipakai ialah buah adas, daun dadap dan bawang putih, dimana semua
bahan dijadikan satu lalu dikunyah dan disemburkan ke kaki yang bengkak.
Luka akibat gigitan ular, bahan obatnya adalah adas, akar paspasan dan air
basuhan beras. Adas dan akar paspasan digiling, kemudian dicampur dengan air
pembasuh beras dan langsung dioleskan pada luka gigitan (warditiani, dkk. 2017)
h. Efek Farmakologi Berdasarkan Bukti Ilmiah
Pada penelitian yang telah dilakukan pada mencit jantan dan betina, diketahui
bahwa minyak atsiri dari adas pada dosis 0,25 ml/kg bb dan 0,50 ml/kg bb
memberikan efek analgesic yang sama dengan aspirin 150 mg/kg bb pada menit ke-
150 setelah pemberian obat. Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas sebagai
analgesik adalah limonene (Ozbek, dkk., 2006).
Pada penelitian Choi dan Hwang, 2004 ekstrak methanol buah adas yang
diberikan secara oral (200 mg / kg) dilaporkan menunjukkan efek penghambatan
terhadap penyakit inflamasi akut dan subakut dan reaksi alergi tipe IV dan
memberikan efek analgesic, serta meningkatkan dismutase superoksida plasma dan
aktivitas katalase serta meningkatkan densitas kolesterol lipoprotein. Ekstrak
methanol buah adas dapat menurunkan lipid peroksidase secara signifikan dibanding
kelompok kontrol, hasil tersebut menunjukkan bahwa buah adas dapat mengurangi
inflamasi. Selain itu Pemberian secara oral ekstrak kering etanol 80% dari buah adas
yang diberikan secara oral pada dosis 200 mg/kg, menghambat oedem tikus yang
diinduksi oleh carrageenan 69% setelah 3 jam (p<0,05).
Sedangkan pada penelitian lain menunjuukan bahwa ekstrak buah adas dapat
mempercepat penyembuhan luka. Dimana penelitian tersebut membandingkan ekstrak
methanol buah adas dengan povidone iodine dalam meningkatkan reepitelisasi pada
ulkus, hasil tersebut menunjukan bahwa ekstrak methanol buah adas 50 % lebih baik
diobandingkan dengan povidon iodine.
Dari tabel diatas menunjukan adanya perbedaan reepitelialisasi yang signifikan
antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan pemberiaan ekstrak etanol buah
adas konsentrasi 50% (p<0,05).Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan uji komparasi
yang dilakukan di mana rerata reepitelialisasi melalui pengukuran lebar celah epitel
yang tertinggi pada Kelompok Kontrol dengan rerata 2031,06±104,70 μm dan rerata
Kelompok Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
adalah 976.88±97,82 μm. Lebar celah epitel pada Kelompok Perlakuan lebih sempit
dibandingkan Kelompok Kontrol, artinya proses reepitelialisasi pada kelompok
pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% meningkat secara signifikan
dibandingkan Kelompok Kontrol yang diberikan Povidone Iodine (Pertiwi, rena.
2015)
Pada sebuah penelitian yang menguji daya analgetik dari infuse buah adas
menunjukan hasil sebagai berikut
Dari tabel tersebut menunjukan bahwa jumlah geliat mencit semakin menurun
pada peningkatan dosis infuse buah adas yang berturut-turut yaitu 404,44 ; 606, 67;
910 dan 1365 mg/kgBB adalah sebesar 83,33; 66,50; 48,83; dan 39,67. (Dewi,
V.2002)
3.4 Perbandingan penggunaan tanaman obat dalam usada taru pramana pada penduduk
banjar sakah desa pemogan dan banjar kerta desa petang.
Taru Pramana yang berasal dari kata Pramana yang artinya khasiat dan Taru
artinya tumbuhan. Usada Taru Pramana adalah sebuah naskah pengobatan (usada) yang
berbentuk dialog dalam pengungkapan cara pengobatan (Suryadarma, 2005). Lontar Usada
Taru Pramana menyebutkan bagian tanaman, sifat tanaman, cara pengobatan, dan campuran
atau ramuan yang bisa dipakai sebagai obat. Hasil penelusuran jenis-jenis tanaman obat
dalam Usada Taru Pramana menunjukkan terdapat 147 tanaman yang dapat dipakai obat.
Dari 147 tanaman tersebut, disebutkan dalam lontar terkait bagian tanaman, sifat tanaman,
cara pengobatan, dan campuran atau ramuan yang bisa dipakai sebagai obat.
Hasil penelitian di Banjar Sakah, Pemogan.
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian di Banjar Sakah, Pemogan

Tabel 2. Tanaman dalam Usada Taru Pramana yang masih sering digunakan oleh
masyarakat Banjar Kerta, Petang.

Ada 7,48 % tanaman obat dalam Usada Taru Pramana yang masih sering digunakan oleh
masyarakat Banjar Sakah, Pemogan.
a. Hasil penelitian di Banjar Kerta, Petang.
Masyarakat Desa Petang khususnya di Banjar Kerta masih menggunakan
tanaman obat tradisional untuk penyembuhan saat mereka sakit. Hasil penelitian
menunjukkan ada 45 jenis tanaman obat yang disebutkan dalam Usada Taru Pramana
dan masih sering digunakan masyarakat Banjar Kerta. Obat tradisional di Banjar
Kerta, Desa Petang menjadi kebutuhan pokok dalam memenuhi tuntutan kesehatan
disamping obat-obatan kimia. Pengobatan tradisional terhadap suatu penyakit dengan
menggunakan bahan dasar dari tanaman obat yang ada di alam masih banyak diminati
oleh masyarakat, hal ini karena tanaman obat sangat mudah ditemukan di pekarangan
rumah.
Tabel 3. Karakteristik Responden Penelitian di Banjar Kerta, Petang

Ada 30,61 % tanaman obat dalam Usada Taru Pramana yang masih
sering digunakan oleh masyarakat Banjar Kerta, Petang. Rincian tanaman obat yang
masih sering digunakan oleh warga Banjar Kerta disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Tanaman dalam Usada Taru Pramana yang masih sering digunakan
oleh masyarakat Banjar Kerta, Petang.

b. Perbandingan Penggunaan Tanaman Obat antara Masyarakat Banjar Kerta,


Petang dan Masyarakat Banjar Sakah, Pemogan.
Maraknya metode pengobatan modern terhadap penyakit saat ini,
mengakibatkan penurunan penggunaan tanaman obat tradisional karena masyarakat
yang lebih beralih ke obat-obat modern. Keterbatasan penyebaran informasi mengenai
Usada Taru Pramana juga mengakibatkan sedikitnya masyarakat yang mengetahui cara
meracik tanaman obat yang sesuai dengan lontar Usada Taru Pramana.
Penggunaan tanaman obat Usada Taru Pramana dipengaruhi oleh banyak
hal. Suryadharma (2007) menyatakan masyarakat yang melakukan pengobatan dan
bersumber dari Taru Pramana hanya melakukan berdasarkan kebiasaan leluhur saja
tanpa mempertanyakan mengapa dikerjakan. Pernyataan terebut sesuai dengan
kepercayaan ”aja wera”. Dalam kepercayaan tersebut masyarakat umum dilarang
belajar langsung dari lontar yang ada.

Beberapa responden menggunakan tanaman yang disebutkan dalam Usada


Taru Pramana namun melakukan peracikan dengan cara yang berbeda. Diantaranya :
daun dapdap dalam usada ditujukan untuk mengobati bengka (perut kembung) diracik
dengan cara Ambil kulit (babakan) dapdap lalu dicampur dengan ketumbar bolong 11
biji, ditambah garam ireng (garam arang) kemudian dilumatkan/diulet lalu disaring,
dibuat loloh. Beberapa responden meraciknya dengan meremas-remas daunnya
kemudian ditambahkan air dan disaring, dibuat loloh (jamu). Daun pepaya dalam
Usada Taru Pramana digunakan untuk obat akibat gigitan ular dengan cara meremas
daunnya ditambahkan kapur sirih dan ditempelkan di bekas gigitan ular. Namun
beberapa responden meracik daun pepaya untuk dibuat loloh (jamu) dengan direbus
ditambah gula kemudian disaring.
Ada perbedaan yang sangat besar antara tanaman obat yang digunakan
oleh masyarakat Banjar Kerta Desa Petang dan tanaman obat yang digunakan oleh
masyarakat Banjar Sakah Desa Pemogan. Hanya 7,48 % tanaman Usada Taru Pramana
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Banjar Sakah, Pemogan. Sedangkan
masyarakat Banjar Kerta, Petang masih menggunakan 30,61 % dari tanaman Usada
Taru Pramana.

Hasil yang serupa juga dikemukakan oleh Suryadarma (2005).


Pengetahuan masyarakat tentang jenis tumbuhan Usada di tiga pedesaan sampel di
daerah Tabanan berkisar antara 65-96 jenis (tergolong cukup) dan adanya penurunan
pengetahuan antar generasi karena keterbatasan sumber informasi dan kelemahan cara
pewarisan secara lisan.
Ketersediaan tanaman yang cukup banyak di daerah sekitar merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya penggunaan tanaman usada yang
digunakan masyarakat. Kompleksitas kehidupan perkotaan diperkirakan
mempengaruhi perilaku masyarakat. Masyarakat terhambat oleh kelangkaan tanah dan
tanaman obat di sekitar mereka, terutama tanaman yang ada di Lontar Usada Taru
Pramana (Antari dkk., 2017)
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan dari masing-
masing tanaman obat, adapun faktor yang diduga dapat mempengaruhi pemanfaatan
tanaman obat diantaranya:

1. Banyaknya literatur terkait pemanfaatan tanaman obat untuk pengobatan sehari-hari


memberi informasi tanaman obat jenis baru selain tanaman obat yang telah
digunakan turun temurun. Ketersediaan literatur akan berbeda antara masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan

2. Penyebaran informasi terkait tanaman obat baik berupa nama tanaman atau tujuan
penggunaan dari tanaman yang dilakukan secara lisan dan secara turun-temurun
bisa mengalami perubahan sesuai dengan keadaan yang dialami oleh pengguna.
Informasi yang disampaikan juga terkadang bergeser akibat jarangnya tanaman obat
yang tersedia di lingkungan sekitar.
3. Responden dengan usia muda lebih cenderung mendapatkan informasi penggunaan
tanaman obat melalui media elektronik yang kemungkinan bukan bersumber dari
Lontar Usada Taru Pramana. Perbedaan komposisi usia antar responden Banjar
Kerta desa Petang dan responden Banjar Sakah Desa Pemogan juga dapat
mempengaruhi perbedaan tanaman obat yang digunakan.
c. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat 147 tanaman obat yang disebutkan dalam Lontar Usada
Taru Pramana. Sebanyak 45 tanaman (30,61%) yang disebutkan dalam Usada Taru
Pramana masih digunakan oleh masyarakat Banjar Kerta, Petang. Sebanyak 11
tanaman (7,48%) yang disebutkan dalam Usada Taru Pramana masih digunakan oleh
masyarakat Banjar Sakah, Desa Pemogan.

DAFTAR PUSTAKA

Antari, N.P.U., Suwantara, I.P.T. and Cahyaningsih, E., The Correlation of Pemogan Community
Knowledge about Usada Taru Pramana with the Behaviour of Utilization and
Conservation of Herbal Medicine. Majalah Obat Tradisional (Traditional
Medicine Journal), 22(3), pp. 206-210.
Arsana, Nyoman. 2019. Keragaman Tanaman Obat Dalam Lontar “Taru Pramana” Dan

Pemanfaatannya Untuk Pengobatan Tradisional Bali. Universitas Hindu

Indonesia

Dewi, V. 2002. Daya Analgesic Infus Buah Adas (Foeniculum Vulgare Mill.) pada Mencit Putih

Betina. Yogyakarta : Universitas Sanatha Dharma

Ozbek. H., A. Tas, F. Ozgokce, N. Selcuk, S. Alp and S. Karagos. 2006. Evaluation of Median

Lethal Dose and Analgesic Activity of Foeniculum vulgare Miller Essential oil.

International Journal of Pharmacology 2(2): 181-183

Pertiwi, rena. 2015. Pemberian Topikal Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum Vulgare Mill.)

Konsentrasi 50% Lebih Meningkatkan Angiogenesis Dan Reepitelialisasi

Daripada Povidone Iodine Untuk Penyembuhan Ulkus Traumatikus Mukosa

Mulut Tikus Putih Jantan. Denpasar: Universitas udayana

Sujarwo, W., Keimb, A.P., Canevae,G., Tonia, C., Nicoletti, M. 2016. Etnobotanical uses of neem

(Acadiractha indica A. Juss.; Meliaceae) Leaves in Bali (Indonesia) and The

Indian Subcontinent in Relation with Historical Background and Phytochemical

Properties. Journal of Etnopharmacology. 189 (2016):186-193.

http://dx.doi.org/10/1016/j.jep.2016.05.014
Suryadharma, I Gusti Putu, 2005, Analisis Usada Taru Pramana Sebagai Penguatan Pengetahuan

Maysrakat Bali di Kabupaten Tabanan, Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Institut

Pertanian Bogor.

Suryadarma, I.G.P. 2005. “Konsepsi Kosmologi dalam Pengobatan Usada Taru Pramana”.

Journal of Tropical Ethnobiology 2(1): 65-87

Suryadarma, I G. P., 2007, Perbanyakan Satuan Paket Naskah Usadha Taru Pramana Dalam

Alternatif Media Multi Bahasa, Prosiding Seminar Konservasi Tumbuhan Usada

Bali dan Peranannnya dalam Mendukung Ekowisata.

Tengah, I Gusti Putu, I Wayan Arka, Ni Made Sritamin, I. B. Indra Gotama, dan B. Sihombing.

1995. Inventarisasi, Determinasi dan Cara penggunaan Tanaman Obat Pada

Lontar Usada

Warditiani, dkk. 2017. Penggunaan Adas Dan Pule Sebagai Penghilang Rasa Sakit Dalam

Usadha Bali (Usadha Dalem). Denpasar : Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai