Anda di halaman 1dari 25

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SINDROM STEVENS JOHNSON

Oleh:
Anggreyni Arafah
111 2019 1006

Pembimbing
dr. Solecha Setiawati Sp.KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Anggreyni Arafah
Stambuk : 111 2019 1006
Judul : Sindrom Stevens Johnson

Telah menyelesaikan dan mempresentasikan tugas Referat dalam rangka tugas kepaniteraan
klinik pada Bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran, Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 1 November 2019


Pembimbing,

(dr. Solecha Setiawati, Sp.KK, M.Kes)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
ABSTRAK ...................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 6
BAB II STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP .......................................... 8
BAB III DISKUSI .......................................................................................... 17
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

3
Sindrom Steven Johnson
Anggreyni Arafah. Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Bagian Kulit dan
Kelamin. RSUD Salewangang Maros

Abstrak
Sindrom Stevens-Johnson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan
ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput
lendir serta mukosa kelopak mata. . Insidensi kejadian SJS sangat jarang, di Indonesia sekitar 12
kasus per tahun. Penyebab pasti dari Sindrom Stevens Johnson saat ini belum diketahui namun
ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens Johnson seperti obat-obatan
atau infeksi virus. Mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens Johnson adalah reaksi
hipersensitif terhadap zat yang memicunya .
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun masuk ke RSUD Salewangang Maros dibawa oleh
ibunya dengan keluhan timbul gelembung – gelembung yang berisi cairan hampir diseluruh
tubuh kecuali didaerah genital disertai dengan bercak kemerahan selain itu tampak kulit kering
melepuh seperti luka bakar dan terkelupas disertai rasa gatal di seluruh tubuh, hal tersebut sudah
dialami pasien sejak ± 4 bulan yang lalu . Terdapat gejala batuk, demam dan badan terasa lemas
pada pasien, dan sebelum masuk kerumah sakit pasien mempunyai riwayat sering
mengonsumsi obat penurun demam yang diberikan oleh ibunya. Sebelumnya pasien sudah
pernah mengalami hal serupa saat berumur 1 bulan dan sekarang merupakan kali ke 4 pasien
mengalami hal tersebut dan baru kali ini ibu pasien membawa anaknya berobat kerumah sakit .
Pasien dalam kasus ini diberikan terapi kortikosteroid topikal dan sistemik , antibiotik topikal,
antijamur topikal, Lotion seramide dan moisten baby liquid . Setelah diberikan terapi, keadaan
pasien perlahan membaik.
Kata kunci: Sindrom Steven Johnson Syndrome (SSJ), Kortikosteroid, Lotion seramide

4
Abstract

Stevens-Johnson syndrome is a collection of symptoms (syndromes) in the form of


abnormalities characterized by erythema, vesicles, bullae, purpura on the skin at the mouth of
the body cavity that has mucous membranes and eyelid mucosa. . The incidence of SJS is very
rare, in Indonesia around 12 cases per year. The exact cause of Stevens Johnson Syndrome is
currently unknown but several things have been found to trigger the emergence of Stevens
Johnson Syndrome such as drugs or viral infections. The mechanism of the syndrome in Stevens
Johnson Syndrome is a hypersensitive reaction to the substance that triggers it.
A 6-year-old boy entered the Salewangang Maros District Hospital brought by his
mother with complaints of fluid-filled bubbles almost all over the body except in the genital area
accompanied by reddish spots other than that it appeared blistered dry skin like burns and
peeling accompanied by itching in the whole body, this has been experienced by patients since ±
4 months ago. There are symptoms of cough, fever and the body feels weak to the patient, and
before entering the hospital the patient has a history of often taking fever-lowering drugs given
by his mother. Previously the patient had experienced the same thing at the age of 1 month and
now is the 4th time the patient has experienced this and only this time the patient's mother took
her child to go to the hospital for treatment. Patients in this case were given topical and systemic
corticosteroid therapy, topical antibiotics, topical antifungals, ceramide lotions and baby liquid
moisten. After being given therapy, the patient's condition slowly improves.

Keywords: Steven Johnson Syndrome Syndrome (SSJ), Corticosteroids, Seramide Lotion

5
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Stevens-Johnson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan

ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput

lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari Sindrom Stevens Johnson saat ini belum

diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens Johnson

seperti obat-obatan atau infeksi virus. Mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens

Johnson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya.2 Stevens Johnson Syndrome

muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang

ditimbulkan kadang tidak berhubungan langsung dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh

reaksi tubuh pasien.

Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit

sebelumnya dan itu kadang tidak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat yang seperti syok

anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala sisa, namun jika Stevens

Johnson Syndrome akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera

menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik.s Oleh karena itu, beberapa kalangan disebut

sebagai eritema multiforme mayor tetapi terjadi ketika setujuan dalam literatur. Sebagian besar

penulis dan ahli berpendapat bahwa Stevens Johnson Syndrome dan nekrolisis epidermal toksik

(NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda. Dengan alasan

tersebut, banyak yang Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019 menyebutkan Stevens Johnson

Syndrome /Nekrolisis Epidermal Toksik. Stevens Johnson Syndrome secara khas mengenai kulit

6
dan membran mukosa.2 Di Indonesia sendiri tidak terdapat data pasti mengenai morbiditas

terjadinya Stevens Johnson Syndrome. Namun, berdasarkan data oleh Djuanda beberapa obat

yang sering menyebabkan SJS di Indonesia adalah obat golongan analgetik/antipiretik (45%),

karbamazepin (20%), jamu (13.3%) dan sisanya merupakan golongan obat lain seperti

amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, dan seftriakson.

7
BAB II
STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. AS
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Camba
Pekerjaan : –
Suku Bangsa : Bugis
Agama : Islam
No RM : 0573xxx
Tanggal periksa : 1 September 2019

2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Kulit melepuh di seluruh tubuh

b.Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak laki-laki usia 6 tahun masuk ke RSUD Salewangang Maros dibawa oleh
ibunya dengan keluhan timbul gelembung – gelembung yang berisi cairan hampir diseluruh
tubuh kecuali didaerah genital disertai dengan bercak kemerahan selain itu tampak kulit kering
melepuh seperti luka bakar dan terkelupas disertai rasa gatal di seluruh tubuh, hal tersebut sudah
dialami pasien sejak ± 4 bulan yang lalu . Terdapat gejala batuk, demam dan badan terasa lemas
pada pasien, dan sebelum masuk kerumah sakit pasien mempunyai riwayat sering
mengonsumsi obat penurun demam yang diberikan oleh. Sebelumnya pasien sudah pernah
mengalami hal serupa saat berumur 1 bulan dan sekarang merupakan kali ke 4 pasien mengalami
hal tersebut dan baru kali ini ibu pasien membawa anaknya berobat kerumah sakit . Ibu pasien
mengaku bahwa tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama .

8
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi dan asma disangkal

d. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah dibawa oleh ibunya berobat ke dokter dan diberikan
methylprednisolon

e. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Generalis
Pada Tanggal 1 September 2019
• Keadaan umum:
o Pasien sadar/compos mentis, tampak sakit berat.
• Tanda vital:
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Denyut nadi : 80x/menit
o Laju pernafasan : 22x/menit
o Suhu aksila : 37,8 C
• Kepala/leher:
o Konjungtiva anemis : +
o Sklera ikterik : –
o Palpebra edema : –
o Perdarahan subkonjungtiva : –
o Konjungtivitis : +/+
o Sekret pada mata : +/+
o JVP : 0 cm H2O\
• Toraks : dada simetris, retraksi (-), deformitas (-), jaringan parut (-)

9
o Jantung : bunyi jantung S1 dan S2 normal reguler, murmur (-),
gallop (-)
o Paru : gerak nafas simetris pada kedua dinding dada, retraksi (-)
 Suara nafas : vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler
vesikuler vesikuler
 Rhonki : – –
 Wheezing : – –
• Abdomen:
o Inspeksi : perut papan (-), benjolan (-), dilatasi vena (-), dermatosis (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)
o Perkusi : meteorismus (-), shifting dullnes (-)
o Palpasi : turgor baik (kembali cepat kurang dari 2 detik)
o Hepar : tidak teraba
o Lien : tidak teraba

• Ekstremitas:
Extremitas Atas Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Anemis – – – –
Ikterik – – – –
Sianosis – – – –
Edema – – – –
CRT < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik

2.3.2 Status Lokalis

Gambar 2.1 Lokasi Ruam


Lokasi : Seluruh tubuh
Distribusi : Universal

10
Ruam : Vesikel eritematosa (+), Bulla eritematosa (+), Plak eritematosa (+), Erosi (+),
Krusta (+), Purpura (+), hemorragic crust (+) pada bibir, sekret pus pada mata (+)

Gambar 1.1 Lesi di Daerah Muka

Lokasi :Regio scalp


Efflorosensi : Tampak makula eritem disertai krusta dan skuama tebal

Lokasi :Regio facialis


Efflorosensi : Tampak makula eritem disertai krusta dan skuama halus

11
Gambar 1.2 Lesi di Daerah Leher, Dada Dan Kedua Tangan

Gambar A Gambar B

Gambar A
Lokasi : Regio regio cervical
Efflorosensi : Tampak makula eritem disertai krusta dan skuama tebal
Gambar B
Lokasi : Regio thoraks anterior posterior, abdomen dan kstremitas
superior
Efflorosensi : Tampak makula eritem disertai krusta dan skuama halus

Gambar 1.3 Lesi di Daerah Kedua Kaki

12
Gambar A Gambar B

Gambar A
Lokasi : Regio ektremitas inferior
Efflorosensi : Tampak makula eritem disertai krusta dan skuama halus
Gambar B
Lokasi : Regio plantar pedis
Efflorosensi : Tampak makula eritem disertai krusta dan skuama tebal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Nilai Satuan Nilai Normal
Leukosit 5,1 103/uL 4,8-10,8
Sel darah merah 4,15 106/uL M: 4,0-5,4
F: 4,2-5,4
Hemoglobin 8,1 g/dl M: 14-18
F: 12-16
Hematokrit 26,6 % M: 35-49 (L)
F: 37-47
MCV 64,3 fL 80,0-100

13
MCH 19,5 Pg 27,0-34,0
MCHC 30,4 g/dL 31,0-37,0
Trombosit 286 103 150-450

Differential Nilai Satuan Nilai Normal


Eosinofil % 0 % 2-4
Basofil % 0 % 0-1
Neutrofil % 77,4 % 50-70
Limfosit % 21,3 % 25-40
Monosit % 1,3 % 2-8

Parameter Nilai Satuan Nilai Normal


Bil. Total -
SGOT 36 u/l <37
SGPT 22 u/l <37
GDS 61 mg/dl 70-110 mg/dl
Kreatinin 0,2 mg/dl <1,1
Asam urat 3,8 g/dl 2,6-

2.5 Diagnosis Banding


Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Generalized Bullous Fixed Drug Eruption
Paparan bahan iritan yang poten pada kulit.

14
2.6 Diagnosa
Stevens-Johnson Syndrom

2.7 Penatalaksanaan
• IVD RL 20 tts/menit
• Dexametason ½ amp / 12 jam/ IV
• Gentamicin ½
• Cetrizin syp /5ml/ 24jam/ oral/
• Paracetamol syp /5ml/ 6 jam/ oral
• Ranitidin ½ amp / 12 jam/ IV sebelum makan
• Nacl 0,9% kompres tiap 15 menit wajah dam seluruh badan
• Mometazole salep oles + fuson pagi dam sore Untuk wajah leher dan kepala
• AS 3% Despxymetason + Miconazole + Fuson + Vaselin Album 20gr oles pagi sore

Follow Up
Minggu I ( September 2019)
S : Kulit merah terkelupas diseluruh tubuh dialami sejak ± 4 bulan lalu . Riwayat diobati sendiri
tidak pernah mandi. Awalnya gatal, merah dan kulit terkelupas diwajah saja makin lama makin
meluas sampai keseluruh tubuh. Sulit menggerakkan kedua kaki dan tangan, pasien tidak bisa
duduk, . Demam ada, muntah tidak ada
O : Keadaan umum Lemah, Regio Generalisata
L : Di seluruh tubuh
D : Universal
R : Eritema (+) , skuama tebal, (+),krusta (+),erosi ekskoriasi (+)

Minggu II ( September 2019)


9- 16 September 2019
S : Kulit sudah lebih baik, kulit yang kemerahan berkurang, kulit masih terkelupas (+), Tidak
ada Lesi baru , pasien sudah bisa menggerakkan kedua tangannya , mata kanan dan mata kiri
O : keadaan umum masih lemah
L : di seluruh tubuh
D : universal

15
R : dasar eritema (+) , skuama tebal didaerah kepala, lutut, sela jari tangan dan kaki, (+),krusta
(+)

Minggu III ( Oktober 2019)


S : Gatal berkurang , kulit terkelupas seluruh tubuh (+), Tidak ada Lesi baru , Anggota tubuh
sudah mulai digerakkan , anak sudah mulai aktif dan berbicara.
O : Keadaan umum sudah mulai membaik
L : Di seluruh tubuh
D : Universal
R : Dasar eritema (+) , skuama tebal didaerah kepala, lutut, sela jari tangan dan kaki

Minggu IV (Oktober 2019)


S : Bintil merah muncul diwajah hanya satu atau dua ruam, Kulit terkelupas pada telapak kaki.
Nyeri (-),kulit berkeringat (-), anak sudah aktif dan anggota badan dapat digerakkan.
O : Keadaan umum sudah membaik
L : di seluruh tubuh
D : universal
R :papul eritema (+) , Vesikel skuama .

16
BAB III

DISKUSI

SSJ adalah kumpulan gejala yang mengenai kulit, mukosa, dan selaput lendir orifisium,

disertai gejala sistemik dengan patogenesis belum jelas, dipercaya akibat reaksi hipersensitivitas

sel limfosit T sitotoksik yang pada akhirnya mengakibatkan apoptosis keratinosit. SSJ dan NET

jarang terjadi, namun bermakna karena tingginya mortalitas dan komplikasinya. 2,3

SSJ sering dijumpai pada kelompok usia 10-40 tahun. SSJ akibat obat merupakan salah

satu bentuk paling sering dijumpai dan paling sering disebabkan antibiotik (37,27%), diikuti anti-

konvulsan (35,73%) dan anti-inflamasi non-steroid/NSAIDs (15,93%).9 Faktor genetik alel HLA

dilaporkan berhubungan dengan reaksi hipersentivitas karena obat, yaitu adanya relasi kuat alel

HLA-B*1502 terhadap obat, pada kasus ini adalah fenitoin. Pada fase awal SSJ, epidermis

diinfiltrasi oleh sel limfosit T CD8 dan makrofag, sedangkan pada lapisan dermis dominan sel

CD4. Sel - sel limfosit mengeluarkan sitokin yang mencetuskan inflamasi dan apoptosis sel.

Mekanisme reaksi hipersensitivitas ini akan menyebabkan defisiensi atau abnormalitas enzim

hidroksilase epoksida yang berfungsi mendetoksifikasi metabolit amino aromatik obat

antikonvulsan. Oleh karena itu, metabolit antikonvulsan dapat terakumulasi dan langsung

mengakibatkan kematian sel, atau sebagai prohapten yang akan bersatu dengan sel T dan

kemudian memicu reaksi imun.3,1,9

Sebelum dibawa oleh ibunya ke RSUD Salewangang Maros pasien memiliki riwayat

sering mengkonsumsi obat penurun demam yang dibeli sendiri oleh ibunya . Gejala prodromal

SSJ antara lain demam, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri kepala, dan sensasi terbakar. Pada kasus

17
ini terjadi pada anak berusia 6 tahun dengan gejala prodromal berupa demam, batuk dan badan

terasa lemas. 6

Lesi awal pada SSJ terdistribusi secara simetris pada wajah, badan bagian atas, dan

bagian proksimal dari anggota gerak. Lesi kulit awal ditandai dengan eritematosa, merah

kehitaman, makula purpura, bentuk tidak teratur, yang semakin menyatu. Lesi target atipikal

dengan pusat hitam sering dilihat. Pertemuan lesi yang nekrosis menyebabkan eritema yang luas

dan difus. Nikolsky sign/ epidermolisis akibat tekanan positif pada daerah eritematosa. Dan pada

kulit pasien sudah tidak dijumpai lesi makulopapular eritema, vesikel, dan bulla dan yang

terlihat hanya krusta dan erosi di seluruh tubuh termasuk wajah. Luas permukaan tubuh yang

terkena mencapai 90%, dan Tes Nikolsky positif (-). Pada mukosa oral dijumpai krusta, mukosa

genital dalam batas normal dan didapatkan kelainan sekret berupa pus pada mata.1

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada SSJ yaitu pemeriksaan Laboratorium

seperti pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan elektrolit serum, pemeriksaan fungsi ginjal, tes

fungsi hati, dan pada pasien ini didapatkan kadar HB rendah yaitu 8,1 dan kadar SGOT SGPT

yang meningkat . Selain itu pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan

histopatologi.4

Pada SSJ komplikasi yang dapat terjadi antara lain dehidrasi, malnutrisi akut,

bronkopneumonia, gagal napas, gagal ginjal, kebutaan, sepsis, bahkan kematian. Prognosis SSJ

ataupun NET dapat diprediksi dengan skala SCORTEN yang dikembangkan oleh Bastuji-Garin,

et al, sekaligus untuk menilai tingkat mortalitas berdasarkan 7 faktor risiko (Tabel). Skala

Scorten pasien ini bernilai 1, yaitu luas permukaan tubuh >10% dengan tingkat mortalitas

sebesar 3,2%.5,8

18
Tabel. Skala SCORTEN

Faktor Prognosis Point

a. Usia >40 Tahun 1

b. Nadi >120x/menit 1

c. Keganasan 1

d. Luas Permukaan Tubuh >10% 1

e. Serum Urea >10mM 1

f. Serum Bicarbonat <20mM 1

g. Serum Glukosa >14mM 1

Tabel 3. Angka Kematian SSJ berdasarkan nilai SCORTEN8

Nilai SCORTEN Angka Kematian(%)

0-1 3,2

2 12,1

3 35,8

4 58,3

5 90

19
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah menghentikan pengobatan yang diduga sebagai

penyebab, edukasi kepada ibu pasien untuk tidak membiarkan anak menggaruk lesi karena

bisa menimbulkan infeksi sekunder, keseimbangan cairan dan elektrolit perawatan suportif

bertujuan mempertahankan keseimbangan hemodinamik dan mencegah komplikasi yang

dapat menyebabkan kematian. Pada pasien ini terjadi kehilangan cairan melalui erosi yang

dapat mengakibatkan hipovolemia dan gangguan keseimbangan elektrolit. Untuk mengoreksi

kehilangan cairan serta gangguan keseimbangan elektrolit tersebut dipasang intravenous line

IVFD RL 20 tpm ditujukan untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit .4

Kompres NaCl 0,9 % ditujukan untuk membuat pasien lebih nyaman karena

mendinginkan kulit.. Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah onset

untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, dapat diberikan selama 3-5 hari diikuti

penurunan secara bertahap (tapering off). Dosis yang dapat diberikan adalah 30-40 mg

sehari. Dapat digunakan deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg

sehari. Tapering off hendaknya cepat dilakukan karena pada umumnya penyebab SSJ/NET

adalah eksogen (alergi). Pada SSJ/NET, kortikosteroid berperan sebagai anti inflamasi,

imunosupresif dan anti apoptosis dan pada pasien diberi injeksi kortikosteroid yaitu

dexametasone ½ amp/ 12 jam/ IV namun sebelum pemberian kortikosteroid injeksi pasien

diberikan Ranitidine ½ amp sebelum makan untuk menghindari perdarahan gastro-intestinal

.Pasien juga diberikan antibiotik spektrum luas, yaitu gentamisin 5mg/kgBB/hari

intramuskuler untuk pengobatan infeksi sekunder pada kulit pasien dan dilanjutkan

pemberian antibiotik topikal. Untuk menghindari sepsis akibat pengelupasan kulit dan gatal

diberikan paracetamol syrup dan cetirizin syrup . 12,13

20
Mometasone salep oles + Miconazole + Fusidic acid dioles pada daerah wajah leher dan

kepala. Mometason memiliki fungsi antipruritic, antiinflamasi, dan vasokonstriktif ,

Mikonazol krim merupakan derivat imidazol fenetil sintetik yang bekerja dengan cara

menghambat pembentukan ergosterol membran sel jamur dan asam fusidat bekerja

menghambat sintesis protein bakteri antibiotik ini memiliki aktivitas penetrasi perkutan yang

lebih kuat dibanding pemberian melaui sistemik. 11,14

Asam salisilat 3% + Desoxymetason + Miconazole + Fusidic acid + Vaselin Album

20gr dioles pagi dan sore seluruh badan dan Moisten baby Liquid untuk mandi. Asam

salisilat merupakan zat keratolitik yang berfungsi mengurangi proliferasi epitel dan

menormalisasi keratinisasi yang terganggu dimana konsentrasi 3-20% bersifat keratolitik .

Desoxymetason merupakan steroid potensi kuat dan dapat diberikan untuk mengobati

kelainan kulit dengan lesi yang luas dan tebal diseluruh badan kecuali wajah dan leher.

Salap mengandung vaselin, parafin, propilen glikol, atau minyak mineral. Bahan-bahan

tersebut akan membentuk sawar oklusif yang mencegah penguapan, sehingga membantu

hidrasi stratum korneum yang akan meningkatkan penetrasi bahan aktif. Dan untuk mandi

pasien diberikan moisten baby liquid dan lotion yang mengandung seramide dan Glycerin

sesudah mandi . Moisten baby liquid mengandung bahan - bahan yang membantu dalam

memlembabkan kulit seperti Water, Lauric Acid, Myristic Acid, Propylene Glycol,

Glycerin, Potassium Hydroxide, Cocamide DEA, Disodium EDTA, Fragrance, Citric Acid,

Bisabolol, Aloe Barbadensis Leaf Juice, Sodium Chloride, Cocamidopropyl Betaine,

DMDM Hydantoin dan lo. Glycerid dan seramide yang terkandung dalam sabun mandi dan

lotion berfungsi untuk melembabkan kulit. Gliserin digunakan sebagai emollient dan

humectant dalam sediaan topikal dengan rentan konsentrasi 0,2-65,7% dan dalam sabun

21
yang mengandung gliserin, gliserin berfungsi sebagai humektan. Humektan adalah suatu

bahan yang digunakan untuk mengontrol perubahan kelembaban suatu sediaan dalam wadah

atau kemasannya dan mengontrol kelembaban kulit ketika sediaan tersebut diaplikasikan

dan seramide merupakan komponen lipid epidermal yang secara alami terdapat didalam

kulit disekitar stratum korneum yang memiliki efek sebagai menjaga kelembaban

kulit dengan cara mengikat, menyeimbangkan dan memiliki kemampuan untuk

menahan air dikulit dan pemberian asupan seramide dapat mengatasi kekeringan kulit

melalui perbaikan fungsi sawar kulit. 11,15,16

22
BAB IV

KESIMPULAN

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan reaksi mukokutan akut yang mengancam

nyawa, ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas. SSJ Dan NET

diklasifikasikan Menjadi 3 berdasarkan luasnya kerusakan epidermal, SSJ yakni, SSJ overlap

NET, Dan NET. Pada SSJ luas kerusakan epidermal kurang dari 10%, SSJ overlap NET luasnya

kerusakan epidermal antara 10-30 %, dan NET luas kerusakan epidermal Lebih Dari 30%.

Gejala awal mungkin menyerupai sindrom virus dengan ruam, tetapi dalam beberapa

hari, kulit dan erupsi mukosa menyebabkan penurunan cepat kondisi klinis dan ICU atau unit

rawat inap diperlukan. Paling sering sindrom Stevens-Johnson atau nekrolisis epidermal toksik

disebabkan oleh obat. Namun, Mycoplasma pneumoniae dan HSV telah diidentifikasi dalam

kasus tanpa paparan obat.

Pemeriksan histopatologi menunjukkan epidermis nekrotik yang melibatkan semua

lapisan kulit untuk mempertegas diagnosis. Erythema multiforme, Staphylococcal scalded skin

syndrome pada bayi, kelainan autoimun, dan reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik

perlu disingkirkan.

Tujuan pengobatan adalah untuk melindungi kulit dari iritasi dan infeksi, mengontrol

rasa sakit menggunakan obat-obatan, dan untuk mempehatikan elektrolit dan nutrisi yang

diperlukan dalam pengobatan suportif. Komplikasi dapat timbul pada beberapa sistem organ,

termasuk permukaan kulit dan mukosa (terutama genital), mata, sistem pernapasan, dan saluran

pencernaan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Valeyrie Allanore L, Roujeau JC. Epidermal Necrolysis (Stevens Johnsosns Syndrome and
Toxic Epidermal Necrolysis). Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller

AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:
Mc Graw; 2008; 349-355.

2. Rahmawati, Y. W., & Indramaya, D. M. (2016). Studi Retrospektif : Epidermal Toksik


Sindrom dan Nekrolisis ( A Retrospective Study : Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis ). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 28(2), 68–76.

3. Jean L. Bolognia MD, Julie V. Schaffer MD, Lorenzo Cerroni MD. Erythema Multiforme,
Stevens-Johnson Syndrome, dan Nekrolisis Epidermal Beracun. Dalam: Wolfram

Hötzenecker Christina Prins, Lars E., editors. Dermatology. 4th ed. Elsevier ; 2018 ; 337-345

4. Langley, A., Worley, B., J, P. P., Beecker, J., Ramsay, T., & Saavedra, A. (2018). Systemic
interventions for treatment of Stevens-Johnson syndrome ( SJS ), toxic epidermal
necrolysis ( TEN ), and SJS / TEN overlap syndrome ( Protocol ). (9).

5. Stern, R. S., & Divito, S. J. (2017). Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis: Associations, Outcomes, and Pathobiology—Thirty Years of Progress but Still
Much to Be Done. Journal of Investigative Dermatology, 137(5), 1004–1008.

6. Valeyrie-Allanore, L., Ingen-Housz-Oro, S., Chosidow, O., & Wolkenstein, P. (2013).


French referral center management of Stevens-Johnson syndrome/toxic epidermal necrolysis.
Dermatologica Sinica, 31(4), 191–195.

7. Roujeau, J. C. (2013). Epidermal necrolysis (Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal


necrolysis): Historical considerations. Dermatologica Sinica, 31(4), 169–174.

8. Wang, Y. H., Chen, C. B., Tassaneeyakul, W., Saito, Y., Aihara, M., Choon, S. E., … Chung,
W. H. (2019). The Medication Risk of Stevens–Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis in Asians: The Major Drug Causality and Comparison With the US FDA Label.
Clinical Pharmacology and Therapeutics, 105(1), 112–120.

24
9. Indrastiti, R., Novitasari, A., & Arum, C. (2016). Faktor Prediktor Sindrom Stevens-Johnson
dan Nekrolisis Epidermal Toksik Predictor Factors of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis. Jurnal FK Universitas Muhammadiyah Semarang, (2), 1–6.

10. Menaldi, SL, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ke-7. Dalam : Sindroma Stevens-
Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksin. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2017; 199-200.

11. Wahyunita Desi Ratnaningtyas, Marsudi Hutomo .Pengobatan Topikal pada Pasien
Dermatitis Atopik Wahyunita Desi Ratnaningtyas, Marsudi Hutomo Departemen/Staf Medik
Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya.2016.

12. Sri Ramayanti .Manifestasi oral dan penatalaksanaan pada penderita sindrom steven johnson
Sri Ramayanti Kedokteran Andalas No.2. Vol.35. Juli-Desember 2011

13. Yuli Wahyu Rahmawati, Diah Mira Indramaya Studi Retrospektif: Sindrom Stevens-
Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik. 2016.

14. Mometasone Furoate: A Well-Established Topical Corticosteroid now with Improved


Galenic Formulations Molin S1, Abeck D2, Guilabert A3, and Bellosta. 2013.

15. Formulasi Solid Lipid Nanoparticle Ceramide Garnadi Jafar, Sasanti Tarini Darijanto,
Rachmat Mauludin Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, Institut Teknologi Bandung, Jurnal
Pharmascience, Vol 2, No. 2, Oktober 2015, hal: 80 – 87.

16. Verysa, Budianto, Optimasi formula sabun transparan dengan humectant gliserin dan
surfaktan betaine. Fakultas farmasi universiras sanata dharma Yogyakarta 2010. Hal 9

25

Anda mungkin juga menyukai