Anda di halaman 1dari 15

Makalah

GENETIKA
(interaksi gen)

Di susun oleh

FITRI AZZAHRA A22117043


THALIA ZALSABILA A22117050
HUSAIN A22117063
HASNA A22117065
DESAK PUTU WIDYA A22117075
AYU LESTARI A22117078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Shalawat serta salam
tak lupa pula kita curahkan kepada Rasulullah SAW dan keluargaNya. Dan tidak lupa
pula penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikiranNya.
Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin
masih memiliki banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Palu, 4 november 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian frekuensi gen


2.2 Hukum Hardy-Weinberg
2.3 Frekuensi gen suatu populasi
2.4 Faktor yang mempengaruhi frekuensi gen

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang mempelajari
variasi genetik dalam suatu populasi. Cabang ilmu genetika ini banyak diaplikasikan
dalam berbagai bidang, khususnya kesehatan, pemuliaan, dan konservasi. Genetika
populasi mengenali arti penting dari sifat kuantitatif, karena cara menentukan
penyebaran alel tersebut dilakukan secara matematis. Salah satu saja frekuensi dari
suatu gen diketahui dapat digunakan untuk memprediksi frekuensi gen yang lain. Hal
tersebut dapat diaplikasikan dalam mendiagnosa penyakit genetic (Arisuryanti &
Daryono, 2007; Campbell dkk.,2003; Sofro, 1994).
Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan
persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup
panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang
dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk
mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin
dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme
semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada
populasi yang ada.
Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika
yang disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara garis besar
oleh beberapa penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu (1) deduksi prinsip-
prinsip Mendel pada tingkat populasi, dan (2) mekanisme pewarisan sifat kuantitatif.
Untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu
difahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi
Mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang
bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di
antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan
memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu
sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu frekuensi gen ?
2. Apa itu hokum Hardy-winberg ?
3. Bagaimana Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotif Dalam Populasi?
4. Apasajakah factor yang dapat mempengaruhi frekuensi gen ?

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apa itu frekuensi gen.
2. Mengetahui apa itu hokum Hardy-Weinberg serta cirinya
3. Mengetahui seperti apakah frekuensi Alel dan frekuensi genotip didalam suatu
populasi.
4. Mengetahui factor apasajakah yang mempengaruhi frekuensi gen.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 pengertian frekuensi gen

Frekuensi gen adalah frekuensi kehadiran suatu gen pada suatu populasi dalam
hubungannya dengan frekuensi semua alelnya. Dalam genetika, populasi berarti
kelompok organisme yang dapat saling kawin dan menghasilkan keturunan yang
fertil. Misalnya dalam suatu populasi terdapat gen dominan (A) dengan alel gen
resesif a. Perkawin anantara induk galur murni AA dengan aa, menghasilkan
keturunan F1 dengan genotip Aa. Pada keturunan F2 menghasilkan perbandingan
genotip atau keseimbangan frekuensi gen dalam populasi (F2) = AA (homozigot
dominan) : Aa (heterozigot) : aa (homozigot resesif) = 25% : 50% : 25% atau 1 : 2 :
1. Pada keturunan berikutnya (F3) ternyata menghasilkan perbandingan genotip
seperti keturunan F2, yaitu AA : Aa : aa = 1 : 2 : 1.

Variasi genetic dalam populasi alamiah sempat membingungkan Darwin. Hal ini
terjadi karena reproduksi sel belum dikenal. Akan tetapi, pada tahun 1908
kebingungan itu terjawab oleh G.H. Hardy seorang matematikawan Inggris dan G.
Weinberg seorang fisikawan Jerman. Hardy dan Wienberg menyatakan bahwa dalam
populasi besar dimana perkawinan terjadi secara random dan tidak adanya kekuatan
yang mengubah perbandingan alel a dalam lokus, perbandingan genotip alami selalu
konstan dari generasi ke generasi. Pernyataan tersebut dikenal dengan hokum
Perbandingan Hardy-Weinberg.

2.2 Hukum Hardy-Weinberg Dalam Frekuensi Gen

Hukum Hardy-Weinberg ditemukan oleh ahli fisika W. Weinberg dan ahli


matematika G.H. Hardy pada tahun 1908. Kedua ahli tersebut berasal dari Inggris
(Noor, 1996). Menurut Campbell (2000), hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa
frekuensi alel dan genotif dalam kumpulan gen suatu populasi tetap konstan selama
beberapa generasi kecuali kalau ada yang bertindak sebagai agen selainan
rekombinasi seksual. Dengan kata lain pergeseran seksual alel akibat miosis dan
fertilisasi acak akan tidak berpengaruh terhadap struktur genetik suatu populasi
(Prasetyo, Agus dan Supratman, 2011).

Menurut Wibawa, B. (2010), Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi


alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada
dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila
terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut.
Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran
populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk
dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu
ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin
terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat
dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.

syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:

 Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama


 Perkawinan terjadi secara acak
 Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar
 Tidak terjadi migrasi
 Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hukum Hardy – Weinberg :

1. Jumlah frekuensi gen dominan dan resesif (p + q) adalah 1


2. Jumlah proporsi dari ketiga macam genotipe (p2 + 2pq + q2) adalah 1
Contoh Penggunaan hukum Hardy-Weinberg ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam suatu populasi mahasiswa Fakultas Peternakan, terdiri dari mahasiswa dari
dalam kota 51% sedangkan mahasiswa dari luar kota (tt) 49%. Hitunglah :

a. Berapa frekuensi gen mahasiswa dari dalam kota (T) dan gen mahasiswa dari
luar kota (t) dalam populasi tersebut?
b. Berapakah rasio genotifnya?

Penyelesaiannya :

a. Gen mahasiswa dari luar kota = tt = 49%


tt = 40% = maka t = = 0,7
T+t=1
T = 1 – 0,7 = 0,3

Frekuensi gen T = 0,3 = 30%

Frekuensi gen t = 0,7 = 70%

b. TT = (0,3)2 = 0,09 = 9%
Tt = 2Tt = 2 x 0,3 x 0,7 = 0,42 =42%
Tt = (0,7) x 2 = 0,49 = 49%

Jadi perbandingan genotipe TT : Tt : tt = 9 : 42 : 49

Dapat disimpulkan hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah,


yaitu :

1) Dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya


2) Dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk
3) Dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan
Secara rinci dijelaskan bahwa ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Misal bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan aa, masing-masing
dengan frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi alel A adalah p, sedang
frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua ini akan dihasilkan dua macam
gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama dengan frekuensi alel A (p). Begitu
juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a (q). Dengan berlangsungnya
kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan a secara acak pula. Oleh karena
itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki frekuensi genotipe sebagai hasil kali
frekuensi gamet yang bergabung. Pada Tabel 15.1 terlihat bahwa tiga macam
genotipe zigot akan terbentuk, yakni AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan
frekuensi p2, 2pq, dan q2.

2.3 frekensi gen suatu populasi

Untuk mempelajari komposisi dan variasi genetik suatu populasi, maka seorang
peneliti Genetika Populasi harus mampu menggambarkan lengkang gen populasi
tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi genotip dan frekuensi
alel populasi tersebut. Jika gamet yang dihasilkan oleh suatu populasi ditetapkan
sebagai suatu campuran unit-unit genetik yang akan menimbulkan generasi
berikutnya, kita mempunyai konsep suatu lengkang gen.

Misalnya dalam lengkang gen :

p adalah frekuensi alel A atau alel dominan

q adalah frekuensi alel a atau alel resesif

Dengan demikian frekuensi genotip yang diharapkan pada generasi berikutnya


adalah:

p2 (AA) + 2pq (Aa) + q2 (aa) = 1 yang berasal dari :

f(AA) = (p x p) = p2

f(Aa) = (p x q) + (p x q) = 2pq
f(aa) = (q x q) = q2

Sedangkan frekuensi alel adalah p(A) + q(a) = 1

Berdasarkan hal di atas, beberapa peneliti genetika populasi ada yang menganggap
bahwa frekuensi alel adalah frekuensi gen atau gamet, sedangkan frekuensi genotip
adalah frekuensi zigot. Penggunaan frekuensi alel memiliki kelebihan bila
dibandingkan dengan frekuensi genotip. Sebagai contoh jika suatu lokus memiliki 3
alel (A1, A2, A3), maka frekuensi genotip yang harus dihitung ada 6 yaitu genotip
A1A1, A1A2, A1A3, A2A2, A2A3, A3A3, sedangkan frekuensi alel yang harus
dihitung hanya 3, yaitu frekuensi A1, A2, dan A3.

2.4 Faktor yang mempengaruhi frekuensi gen

1. Seleksi

Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan – kekuatan untuk


menentukan ternaka mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya.
Kekuaktan – kekuatan itu bisa di kontrol se0penuhnya oleh alam yang disebut seleksi
alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka prosesnya disebut seleksi
buatan kedua macam seleksi itu akan merubah frekuensi gen yang sat relatif terhadap
alelnya. Laju perubahan frekuensi pada seleksi buatan jika dibandingkan dengan
seleksi alam.

Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen, diambil


suatu contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk dan yang
tidak bertanduk. Jika diasunsikan bahwa frekuensi gen yang bertanduk dan yang
tidak bertandu pada populasi tersebut masing – masing 0,5 ( bila terjadi kawin acak)
maka sekitar 75% dari total sapi yang ada tidak bertanduk dan 25% bertanduk. Dari
75% sapi yang tidak bertanduk sebanyak 1/3 bergenotip hemozigot dan 2/3
bergenotip heterozigot
2. Mutasi

Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen. Jika
gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan sedikit
menurun, sedangkan frekuensi alel akan meningkat. Laju mutasi bervariasi dari suatu
kejadian mutasi ke kejadian mutasi lain. Namun, laju relatif rendah ( kira – kira satu
dalam satu juta pengandaan ge) sebagai gambaran, diambil contoh frekuensi gen
merah pada sapi angus, yaitu antara 0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan
dijumpai 25-64 ekor sapi merh dari setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna
merah dan juga tetua yang heterozigot akan dikeluarkan dari peternakan. Secara
teoritis frekuensi gen merah akan menurun mendekati angkan nol, namun kenyataan
frekuensi gen merah tetap anata 0.05-0.08 dari suatu generasi ke generasi berikutnya
hal itu bisa dijalaskan dengan mengunakkan teori mutasi. Diduga bahwa laju mutasi
gen hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi terhadaap gen merah sehingga
tercapai suatu keseimbangan.

3. Pencampuran populasi

Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah frekuensi
gen tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan rataan dari frekuensi gen dari dua
populasi yang bercampur.

Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk dengan =
0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi – sapinya akan bertanduk.
Selanjutnya, jika diasumsikan bahwa ada enam pejatan baru yang diamsukkan ke
peternakan utnuk memperbaiki mutu geneteik terna – ternak yang ada. Dari enam
pejantan dimasukkan terdapat satu ekor yang bertanduk, dua ekor yang tidak
bertanduk heterozigot dan tiga ekor yang tidak bertanduk homozigot. Frekuensi gen
bertanduk pada kelompok pejantan = 1/6 = 0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada
sapi lain yang masuk kedalam peternakan maka frekuensi gen bertanduk pada
populasi itu setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi ( 0.950 + 0.333) / 2 =
0.064

4. Silang dalam (inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding)

Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi secara genetik. Jika suatu populais
terisolasi, silang dalam cenderung terjadi karena adanya keterbatasan pilihan dalam
proses perkawinan. Jika silang dalam terjadi anatara grup ternak yang tidak terisolasi
secara geografis maka pengaruhnya juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam
merupakan suatu isolasi buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi
gen awal pada saat proses silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen
maka perubahan itu disebabkan oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel
acak. Jika silang luar dilakukan pada suatu populasi yang memilik rasio jenis kelamin
yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus yang sama pada kedua jenis
kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat pengaruh langsung silang luar.

5. Genetic drift

Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan


frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di
pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika kelompok ternak
diisolasi dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada
populasi baru dapat berubah. Perubahan frekuensi gen yang mendadak dapat pula
disebabkan oleh bencana alam, misal matinya sebagian besar ternak yang memiliki
gen tertentu.
*Faktor- faktor yang mempengaruhi frekuensi gen dan keanekaragaman
(variabilitas) genetic

Estimasi frekuensi gen yang sebenarnya didalam suatu populasi sering


memerlukan penggunan berbagai pendekatan matematik. Namun pada pembahasan
kita, untuk sebagian besar akan kita pusatkan pada prinsip-prinsip dan konsep-konsep
saja, dan mengabaikan langkah-langkah sebenarnyaa dalam kalkulasi, yang dapat
dicari dalam buku-buku genetika yang terperinci. Kalkulasi ini memperhitungkan
sejumlah faktor yang diketahui mempengaruhi frekuensi gen dalam atau variabbilitas
genetik dari, populasi. Faktor-faktor itu diantaranya adalah mutasi, reproduksi seksual
dan rekombinasi, perkawinan keluarga, migrasi, arus genetik secara acak (“rendom
genetic drift”), seleksi, dan lingkungan.

Mutasi Akhirmya , gen-gen terdapat dalam berbagai bentuk sebagai alela yang
berlainan karena mereka mengalami mutasi. Sebab itu, frekuensi alela-alela pada
lokus didalam suatu populasi di pengaruhi oleh sifat dapat bermutasi dari lokus itu.
Mutasi maju (“forward mutation”) mengurangi frekuensi gen-gen tipe liar; muatsi
surut (“back mutation”) meningkatkan frekuensi gen-gen tipe liar.

Selain dari pada itu, gen-gen dapat mengalami mutasi maju menjadi banyak
bentuk yang berlainan, suatu penomena yang telah kita teliti terdahulu sebagai
alelisma jamak. Adanya banyak alela yang berlainan bagi gen yang sama dikenal
sebagai polimorfisma.Pada tahun-tahun terakhir ini, genetika molekular telah
meningkatkan pengetahuan kita mengenai polimorfisma ekstensif melalui studi
struktur molekular protein-protein (hemoglobin, misalnya) dan deretan AND.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Genetika populasi adalah cabang genetika yang membahas transmisi bahan genetik
pada ranah populasi. Dari objek bahasannya, genetika populasi dapat dikelompokkan
sebagai cabang genetika yang berfokus pada pewarisan genetik.

Genetika populasi membicarakan implikasi hukum pewarisan Mendel apabila


diterapkan pada sekumpulan individu sejenis di suatu tempat. Berbeda dengan
genetika Mendel, yang mengkaji pewarisan sifat untuk perkawinan antara dua
individu (atau dua kelompok individu yang memiliki genotipe yang sama), genetika
populasi menjelaskan implikasi yang terjadi terhadap bahan genetik akibat saling
kawin yang terjadi di dalam satu populasi atau lebih. Genetika populasi didasarkan
pada Hukum Hardy-Weinberg.

Pola pewarisan sifat tertentu adakalanya tidak dapat dipelajari melalui percobaan
persilangan, tetapi harus dilakukan pengamatan langsung pada suatu populasi alam
yang disebut sebagai populasi mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok
individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu
pada waktu yang sama, dan diantara mereka terjadi perkawinan (interbreeding)
sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen
(gene pool).
DAFTAR PUSTAKA

Arisuryanti T dan Daryono BS. 2007. Genetika Populasi. Yogyakarta: Fakultas


Biologi Universitas Gadjah Mada.

Campbell R dan Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Suryo. 1997. Genetik Manusia. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada Press.

Sofro ASM. 1994. Keanekaragaman Genetik.Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai