Anda di halaman 1dari 20

BAB III

AMENOREA SEKUNDER

Definisi

Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3


bulan berturut-turut.

Amenorea terbagi menjadi amenorea fisiologik dan patologik. Amenorea


fisiologik yaitu terdapat dalam masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa
laktasi, dan sesudah menopause. Amenorea patologik yaitu amneorea yang
terjadi karena sebab tertentu diluar amenorea fisiologik.

Amenorea dapat dibagi menjadi amenorea primer dan amenorea


sekunder.

1. Amenorea primer adalah apabila seorang wanita berumur 18


tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi. Amenorea primer terjadi
pada 0.1 – 2.5% wanita usia reproduksi. Amenorea primer umumnya mempunyai
sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit diketahui, seperti kelainan
kongenital dan kelainan genetik.

2. Amenorea sekunder adalah penderita pernah mendapatkan


menstruasi, tetapi kemudian tidak mendapatkan lagi atau 6 siklus setelah
sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar
antara 1 – 5%. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab
yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor, penyakit infeksi dan lain-lain.
Frekuensi

Amerika Serikat

Setiap tahun, sekitar 5-7% wanita mengalami amenore sekunder selama 3


bulan.

Internasional

Tidak ada bukti menunjukkan bahwa prevalensi amenore bervariasi menurut


asal-usul kebangsaan atau kelompok etnis. Namun, faktor lingkungan setempat
yang berhubungan dengan gizi dan prevalensi penyakit kronis diragukan
berpengaruh. Misalnya, usia menstruasi pertama (menarche) bervariasi
tergantung lokasi geografis, seperti yang ditunjukkan oleh sebuah studi
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang membandingkan 11 negara,
melaporkan rata-rata usia menarche dari 13-16 tahun.

Data terbaru adanya peningkatan tingkat obesitas di seluruh dunia juga


berkontribusi untuk onset menarche yang lebih awal dan meningkatan prevalensi
gangguan menstruasi terkait obesitas, terutama di daerah di mana obesitas lebih
dominan. Paparan racun lingkungan, yaitu hormonally active endocrine
disruptors dapat juga meningkatkan gangguan haid dan gangguan reproduksi di
daerah endemik.

Klasifikasi amenorea patologik


Seperti dikatakan di atas, amenorea primer dan amenorea sekunder masing-
masing mempunyai sebab-sebab sendiri; pada amenorea primer kelainan gonad
memegang peranan penting. Akan penting, banyak sebab ditemukan pada
kedua jenis amenorea; oleh karena itu, klasifikasi di bawah ini mencakup sebab-
sebab pada amenorea primer dan amenorea sekunder.

1. gangguan organik pusat


sebab organik, tumor, radang, destruksi
2. gangguan kejiwaan
a. syok emosional
b. psikosis
c. anoreksia nervosa
d. pseudosiesis

3. gangguan axis hypothalamus-hipofisis


a. sindrom amenorea-galaktorea
b. sindrom Stein-Leventhal
c. amenorea hipotalamik

4. ganguan hipofisis
a. sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. tumor
1). Adenoma basofil (penyakit Cushing)
2). Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme)
3). Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright)

5. gangguan gonad
a. kelainan congenital
1. disgenesis ovarii (sindrom Turner)
2. sindrom testicular feminization
b. menopause premature
c. the insensitive ovary
d. penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan
sebagainya.
e. tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.

6. gangguan glandula suprarenalis


a. sindrom adrenogenital
b. sindrom Cushing
c. penyakit Addison
7. gangguan glandula tiroidea
Hipotireoidi, hipertiroidi, kretinisme.

8. gangguan pancreas
Diabetes mellitus.

9. gangguan uterus, vagina


a. aplasia dan hipoplasia uteri
b. sindrom Asherman
c. endometritis tuberkulosis
d. histerektomi
e. aplasia vaginae

10. penyakit-penyakit umum


a. penyakit umum
b. gangguan gizi
c. obesitas.

Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat digolongkan


menurut kompartemen badan yang ikut berperan dala terjadinya proses haid dan
yang menjadi tempat dari kelainan yang menyebabkan amenorea.

Melalui klasifikasi di atas, etiologi amenorea primer dan sekunder seringkali


saling tumpang tindih.

Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:


 Pubertas terlambat
 Kegagalan dari fungsi indung telur
 Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
 Gangguan pada susunan saraf pusat
 Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah
menstruasi dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina
normal.

Penyebab amenore sekunder:


1. Kehamilan
2. Kecemasan akan kehamilan
3. Penurunan berat badan yang drastis
4. Olah raga yang berlebihan
5. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
6. Mengkonsumsi hormon tambahan
7. Obesitas
8. Stres emosional
9. Menopause
10. Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan
sejumlah besar hormon kortisol oleh kelenjar adrenal)
11.Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB,
fenotiazid)
12. Prosedur dilatasi dan kuretase
13. Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta)
dan sindrom Asherman (pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim
akibat infeksi atau pembedahan).

Tanda dan gejala


Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16
tahun, dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan
payudara, perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut
tidak mendapatkan menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan
menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya
amenorea.
Perkembangan pubertas pada wanita normal digambarkan melalui Stadium
Tanner yaitu :

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore:


 Sakit kepala
 Galaktore (pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak
sedang menyusui)
 Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa)
 Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
 Vagina yang kering
 Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola
pria), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.

Patofisiologi

Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi


hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal
sebagai axis HPO, dengan regulasi hormon dan reaksi umpan balik, seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah.

Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan
progesteron dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari
hipotalamus dan hipofisis. estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan
endometrium. Progesteron yang diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi
merubah endometrium proliferasi menjadi endometrium sekretori. Jika kehamilan
tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama periode menstruasi.
Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional,
yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormonal dan
reaksi umpan balik.

Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-


releasing hormone (GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di
mana ia mengikat reseptor GnRH untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai
respon terhadap rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan gonadotropin
follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Selanjutnya,
hormon ini merangsang ovarium untuk mensintesis dan mengeluarkan hormon
steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO) hipotalamus-hipofisis-ovarium
diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada gonadotropin di hipofisis
anterior dan inhibisi langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi
negatif melengkapi jalur antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap
gangguan axis ini dapat mengakibatkan amenorea.

Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan


patofisiologi amenore.

Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan


stimulasi gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai
dan atau terjadi kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi
progesteron. Amenorrhea juga dapat terjadi jika ovarium gagal menghasilkan
jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin normal oleh
hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenore dapat terjadi karena
kelainan uterus seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada
serviks, septum uteri, dan hymen imperforata.

Rencana pemeriksaan
Dari klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai
pada penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan yang bermacam-macam.
Sudah jelas bahwa untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan
etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka
ragam, rumit dan mahal harganya.
Dalam kebanyakan kasus, variabel klinis saja tidak cukup untuk
menentukan mekanisme patofisiologis mengganggu siklus haid. Semua wanita
yang hadir dengan 3 bulan amenore sekunder harus memiliki penilaian
diagnostik dimulai pada kunjungan pertama.
Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting.
1. apakah amenorea itu primer atau sekunder;
2. apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang
dapat menimbulkan gangguan emosional;
3. apakah ada kemungkinan kehamilan;
4. riwayat menstruasi sebelumnya, usia saat pertama kali menstruasi,
lama menstruasi, banyaknya perdarahan, periode menstruasi
terakhir;
5. apakah ada riwayat infeksi rongga panggul, riwayat trauma,
operasi, pengobatan;
6. apakah anggota keluarga lain (ibu atau saudara wanita) ada yang
mendapatkan menstruasi berselang 1 tahun;
7. apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun;
8. apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik;
9. kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, olahraga, diet,
situasi di rumah, ada tidaknya kelainan psikis;
10. apakah terdapat gejala-gejala klinis seperti gejala vasomotor,
panas badan, galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan,
pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan, dan lain-
lain.

Mengambil sejarah pasien sangat penting untuk menguraikan etiologi potensial


amenore sekunder. Sering kali, keterbatasan waktu tidak mengizinkan praktisi
untuk memperoleh riwayat menyeluruh dan review gejala pada kunjungan
pertama. Penjadwalan kunjungan ulang terhadap evaluasi yang lebih
menyeluruh mungkin diperlukan.

Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama.


1. keadaan umum :
a. BB/ TB (IMT)
b. Anoreksia-cacheksia
2. apakah ciri-ciri kelamin sekunder tumbuh dan berkembang dengan baik
atau tidak
3. apakah ada tanda hirsutisme

pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui :


1. adanya aplasia vaginae,
2. keadaan klitoris,
3. aplasia uteri,
4. adanya tumor,
5. keadaan ovarium, dan sebagainya.

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik, banyak


kasus amenorea dapat diketahui sebabnya.

Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab
amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
1. pemeriksaan foto roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum,
dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella
tersebut. Dengan pemeriksaan foto roentgen dari sella tursika dapat
ditentukan ada tidaknya tumor hipofisis.
2. pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang
dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.
3. tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya
lapangan visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk
mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
6. pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan
T3, dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:


1. Biopsi endometrium
2. Progestin withdrawal
3. Kadar prolaktin
Kadar prolaktin lebih dari 200 ng / mL tidak diamati, kecuali dalam kasus
adenoma hipofisis prolaktin-mensekresi (prolaktinoma). Secara umum, kadar
prolaktin serum berkorelasi dengan ukuran tumor.
4. Kadar hormon (misalnya testosteron)
Testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfat: Mendapatkan tes-tes ini tidak
diperlukan pada wanita dengan tidak ada bukti kelebihan androgen.
5. Tes fungsi tiroid
6. Tes kehamilan
7. Kadar FSH (follicle stimulating hormone) < LH (luteinizing hormone),
TSH (thyroid stimulating hormone)
Tingkat FSH dalam kisaran menopause merupakan indikasi dari
ketidakcukupan ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur. Periksa
rentang referensi untuk laboratorium dimana tes dilakukan.
Kemungkinan kecil, kadar FSH yang sangat tinggi adalah karena adenoma,
hipofisis fungsional FSH-mensekresi.Jika hal ini terjadi, kadar estradiol serum
akan ditinggikan (bukan menurun, seperti yang terlihat pada insufisiensi ovarium
primer atau kegagalan ovarium prematur) dan hiperstimulasi ovarium dengan
pembesaran, ovarium kistik mungkin ada.
LH meningkat pada defisiensi 17-20-lyase, defisiensi 17-hydroxylase, dan
kegagalan ovarium premature.
8. Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
9. CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).

Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :


1. laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri
yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium
polikistik (sindrom Stein-Leventhal) dan sebagainya.
2. pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara
genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti
bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal
oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pada gambaran kromosom
44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau
XXYY.
3. pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-
ihwal kromosom, antara lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan
genotipe.
4. pemeriksaan kadar hormon.
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi
glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen,
prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi
fungsi hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium
umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada hiperfungsi
glandula suprarenalis kadar 17-kelosteroid meningkat.

Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan
seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi
(ovarium, uterus, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG,
histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas
sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah
kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat
dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar
hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain
itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Dilakukan pula tes
progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila hasil positif pada kadar
prolaktin dan tiroid yang normal maka amenore yang terjadi disebabkan karena
siklus anovulasi. Bila kadar prolaktin tinggi diagnosisnya hiperprolaktinemia, bila
TSH tinggi maka diagnosisnya adalah hipotiroidisme. Bila hasil tes progesterone
negatif dan diagnosis belum jelas dilakukan tes estrogen dan progesterone (yaitu
minum obat hormone estrogen selama 21 hari) dan hormone progesterone 10
hari terakhir ) bila setelah obat habis timbul haid lanjutkan pemeriksaan hormone
FSH. Jika FSH tinggi dan pasien berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk
pemeriksaan kromosom. Jika didapati mosaik dengan kromosom Y, peluang 25%
tumor ganas ovarium. Jika FSH normal atau rendah lakukan CT-Scan kepala
adalah tumor hipofisis. Bila tidak timbul haid, permasalahan pada rahim. Sindrom
asherman adalah yang paling mungkin. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin
normal, maka Estrogen atau Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk
melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim.
Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang
dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah
terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang
berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan
penyebab saluran reproduksi, penyebab ovarium, dan penyebab susunan saraf
pusat.

A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim
estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki
lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan
insisi atau eksisi (operasi kecil)

3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita


yang memiliki ovarium normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau
memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau
ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan
berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat
seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru
menggunakan skin graft

4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY


kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari
hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ
dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita
tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti
layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)

5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan
intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi
karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma
rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi
(melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang
dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis
estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan
lapisan dalam rahim

B. Gangguan Ovarium
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur
dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan
dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual

2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi


indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel
telur akibat infeksi atau proses autoimun

3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal

C. Gangguan Susunan Saraf Pusat


1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat
mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih)
akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan
pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis
dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan
adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon
agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor.

2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan


Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan
hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya.

3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan


kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk
kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.

Obat
Agonis Dopamin merupakan satunya terapi medis khusus disetujui untuk
membalikkan sebuah patologi yang mendasari yang mengarah ke
amenore. Dalam kebanyakan kasus, agonis dopamin efektif mengurangi
hiperprolaktinemia.

Terapi gonadotropin atau terapi GnRH pulsatile ditujukan pada wanita


yang menginginkan kesuburan namun tetap anovulasi karena gangguan
hipotalamus atau hipofisis.

Setelah diagnosis ditegakkan, untuk beberapa wanita dengan


oligomenore atau amenore yang tidak ingin menjadi hamil, oral kontrasepsi
dapat menjadi pilihan yang baik untuk memulihkan siklus menstruasi dan
diberikan penggantian estrogen. Tidak adanya kehamilan harus
didokumentasikan sebelum kontrasepsi oral terapi dimulai.

Pada pasien dengan amenore atau oligomenorrhea withdrawal bleeding


harus diinduksi dengan suntikan progesteron atau mg 5-10 medroksiprogesteron
selama 10 hari.

Terapi penggantian hormon, yang terdiri dari estrogen dan progestin,


diperlukan untuk perempuan dengan defisiensi estrogen tetap karena fungsi
ovarium tidak dapat dipulihkan. Peran pengganti androgen saat ini tidak jelas
dan merupakan subjek investigasi yang sedang berlangsung.

ALGORITMA UNTUK EVALUASI AMENORE DENGAN PUBERTAS NORMAL

Periksa tes kehamilan.


• Apabila tes kehamilan positif, maka rujuklah pasien ke spesialis.
• Apabila tes kehamilan negatif, periksa nilai TSH dan prolactin.
• Apabila nilai TSH dan prolaktin dalam batas normal, lakukan pemeriksaan
progestinnya.
o Apabila ada perdarahan , pikirkan siklus annovulatory untuk memasukkan
sindroma PCO.
o Apabila tidak ada perdarahan dan E2/ pemeriksaan progestin negatif,
pikirkanlah sindroma Asherman atau obstruksi outlet.
o Apabila ada perdarahan setelah pemeriksaan E2/ progestin dan pada
pemeriksaan uterus dan vagina normal, periksa nilai FSH dan LH.
Bila nilai FSH dan LH menurun atau dalam batas normal, periksa MRI kepala.
Apabila pada pemeriksaan MRI abnormal, pikirkan penyakit hipotalamus,
hancurnya hipofise, atau tumor hipofise.
Apabila pada pemeriksaan MRI normal, maka lanjutkan dengan evaluasi klinis
untuk menyingkirkan penyakit kronis, anorexia nervosa, penggunaan mariyuana
atau kokain, atletikisme, atau stress psikososial.
Bila nilai FSH dan LH meningkat, periksa kariotipe.
Bila pada pemeriksaan kariotipe, pikirkan mosaik Turner atau mixed gonadal
dysgenesis.
Bila kariotipenya abnormal (46,XX), penyebabnya kegagalan ovarium. Periksa
sistem autoimun. Pikirkan oophoritis autoimun; kegagalan ovarium prematur,
penggunaan terapi radiasi dan kemoterapi, atau sindroma ovarium resisten.
Bila nilai TSH dan prolaktin memanjang, penyebabnya hipotiroidisme dan
hiperprolaktinemia.
Periksa testosteron dan nilai DHEAS pada pasien dengan hirsutisme.
• Bila nilai testosteron lebih dari 90 mcg/mL dan nilai DHEAS lebih dari 700
ng/mL, pikirkan PCOS, hiperplasia adrenal kongenital, hipertekosis, atau tumor
sekret androgen.
• Bila nilai testosteron dan DHEAS dalam batas normal atau sedikit meningkat,
lakukan pemeriksaan progestin. Bila ada perdarahan, maka diagnosisnya adalah
PCOS.
KESIMPULAN

* Amenore mengacu pada tidak adanya periode menstruasi, ini mungkin baik
primer (berarti seorang wanita pernah dikembangkan periode menstruasi) atau
sekunder (tidak adanya periode menstruasi pada wanita yang sebelumnya
menstruasi).

* Amenore mungkin akibat dari gangguan dari ovarium, kelenjar hipofisis, atau
hipotalamus.

* Intensif berolahraga, penurunan berat badan yang ekstrim, penyakit fisik, dan
stres semua dapat mengakibatkan amenore.

* Amenore adalah gejala dan bukan penyakit dalam dirinya sendiri, sehingga
amenore bisa dicegah hanya sejauh bahwa penyebab yang mendasari dapat
dicegah.

* Infertilitas dan keropos tulang (osteoporosis) adalah komplikasi dari amenore.

* Perawatan dapat mencakup operasi koreksi kelainan anatomi, obat-obatan


atau terapi hormon, dan perawatan dari kondisi yang mendasari bertanggung
jawab atas amenore.
* Prospek untuk amenore bervariasi sesuai dengan penyebab amenore tersebut.

Anda mungkin juga menyukai