AMENOREA SEKUNDER
Definisi
Amerika Serikat
Internasional
4. ganguan hipofisis
a. sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. tumor
1). Adenoma basofil (penyakit Cushing)
2). Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme)
3). Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright)
5. gangguan gonad
a. kelainan congenital
1. disgenesis ovarii (sindrom Turner)
2. sindrom testicular feminization
b. menopause premature
c. the insensitive ovary
d. penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan
sebagainya.
e. tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.
8. gangguan pancreas
Diabetes mellitus.
Patofisiologi
Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan
progesteron dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari
hipotalamus dan hipofisis. estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan
endometrium. Progesteron yang diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi
merubah endometrium proliferasi menjadi endometrium sekretori. Jika kehamilan
tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama periode menstruasi.
Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional,
yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormonal dan
reaksi umpan balik.
Rencana pemeriksaan
Dari klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai
pada penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan yang bermacam-macam.
Sudah jelas bahwa untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan
etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka
ragam, rumit dan mahal harganya.
Dalam kebanyakan kasus, variabel klinis saja tidak cukup untuk
menentukan mekanisme patofisiologis mengganggu siklus haid. Semua wanita
yang hadir dengan 3 bulan amenore sekunder harus memiliki penilaian
diagnostik dimulai pada kunjungan pertama.
Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting.
1. apakah amenorea itu primer atau sekunder;
2. apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang
dapat menimbulkan gangguan emosional;
3. apakah ada kemungkinan kehamilan;
4. riwayat menstruasi sebelumnya, usia saat pertama kali menstruasi,
lama menstruasi, banyaknya perdarahan, periode menstruasi
terakhir;
5. apakah ada riwayat infeksi rongga panggul, riwayat trauma,
operasi, pengobatan;
6. apakah anggota keluarga lain (ibu atau saudara wanita) ada yang
mendapatkan menstruasi berselang 1 tahun;
7. apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun;
8. apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik;
9. kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, olahraga, diet,
situasi di rumah, ada tidaknya kelainan psikis;
10. apakah terdapat gejala-gejala klinis seperti gejala vasomotor,
panas badan, galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan,
pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan, dan lain-
lain.
Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab
amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
1. pemeriksaan foto roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum,
dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella
tersebut. Dengan pemeriksaan foto roentgen dari sella tursika dapat
ditentukan ada tidaknya tumor hipofisis.
2. pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang
dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.
3. tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya
lapangan visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk
mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
6. pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan
T3, dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan
seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi
(ovarium, uterus, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG,
histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas
sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah
kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat
dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar
hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain
itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Dilakukan pula tes
progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila hasil positif pada kadar
prolaktin dan tiroid yang normal maka amenore yang terjadi disebabkan karena
siklus anovulasi. Bila kadar prolaktin tinggi diagnosisnya hiperprolaktinemia, bila
TSH tinggi maka diagnosisnya adalah hipotiroidisme. Bila hasil tes progesterone
negatif dan diagnosis belum jelas dilakukan tes estrogen dan progesterone (yaitu
minum obat hormone estrogen selama 21 hari) dan hormone progesterone 10
hari terakhir ) bila setelah obat habis timbul haid lanjutkan pemeriksaan hormone
FSH. Jika FSH tinggi dan pasien berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk
pemeriksaan kromosom. Jika didapati mosaik dengan kromosom Y, peluang 25%
tumor ganas ovarium. Jika FSH normal atau rendah lakukan CT-Scan kepala
adalah tumor hipofisis. Bila tidak timbul haid, permasalahan pada rahim. Sindrom
asherman adalah yang paling mungkin. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin
normal, maka Estrogen atau Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk
melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim.
Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang
dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah
terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang
berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan
penyebab saluran reproduksi, penyebab ovarium, dan penyebab susunan saraf
pusat.
A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim
estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki
lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan
insisi atau eksisi (operasi kecil)
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan
intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi
karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma
rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi
(melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang
dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis
estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan
lapisan dalam rahim
B. Gangguan Ovarium
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur
dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan
dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
Obat
Agonis Dopamin merupakan satunya terapi medis khusus disetujui untuk
membalikkan sebuah patologi yang mendasari yang mengarah ke
amenore. Dalam kebanyakan kasus, agonis dopamin efektif mengurangi
hiperprolaktinemia.
* Amenore mengacu pada tidak adanya periode menstruasi, ini mungkin baik
primer (berarti seorang wanita pernah dikembangkan periode menstruasi) atau
sekunder (tidak adanya periode menstruasi pada wanita yang sebelumnya
menstruasi).
* Amenore mungkin akibat dari gangguan dari ovarium, kelenjar hipofisis, atau
hipotalamus.
* Intensif berolahraga, penurunan berat badan yang ekstrim, penyakit fisik, dan
stres semua dapat mengakibatkan amenore.
* Amenore adalah gejala dan bukan penyakit dalam dirinya sendiri, sehingga
amenore bisa dicegah hanya sejauh bahwa penyebab yang mendasari dapat
dicegah.