Anda di halaman 1dari 16

PEMODELAN INVERSI 2-DIMENSI DATA

MAGNETOTELURIK
(Laporan Praktikum Elektromagnetik)

Oleh
Feryanika Ukhti
1715051026

LABORATORIUM TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Judul Praktikum : Pemodelan Inversi 2-Dimensi Data Magnetotelurik

Tanggal Praktikum : 22 Oktober 2019

Tempat Praktikum : Laboratorium Teknik Geofisika

Nama : Feryanika Ukhti

NPM : 1715051026

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Geofisika

Kelompok : V (Lima)

Bandar Lampung, 29 Oktober 2019


Mengetahui,
Asisten,

Puja Kharisma AW
` NPM. 1615051013

i
PEMODELAN INVERSI 2-DIMENSI DATA
MAGNETOTELLURIK

Oleh
Feryanika Ukhti

ABSTRAK

Metode magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metode elektromagnetik


(EM) pasif yang mengukur komponen medan listrik (E) dan komponen medan
magnet (H) yang berubah terhadap waktu. Sumber sinyal MT berasal dari petir
dan matahari. Metode MT memiliki frekuensi yang rendah yaitu 300 – 0.001 Hz,
hal inilah yang menyebabkan penetrasi gelombang mampu mencapai hingga >500
km. Untuk melihat struktur bawah permukaan maka diperlukan adanya
pemodelan. Pemodelan ialah suatu proses estimasi model dan parameter model
berdasarkan data yang diamati di permukaan bumi. Pada praktikum ini dilakukan
pemodelan invers 2D denga menggunakan TE mode dan TM mode yang
digunakan untuk mendapatkan nilai resistivitas semu dan fase. Pemodelan
dilakuakan dengan menggunakan software WinGLink. Dari 300 pemodelan yang
dibuat dengan besar parameter Alpa 1-5, Beta 1-5, Tou 1, 3, 5, 7, dan min 200,
300, dan 500, 3 yang terbaik adalah dengan nilai parameter Alpha 1 Beta 3 Tou 3
min 500, Alpha 2 Beta 2 Tou 1 min 500, dan Alpha 3 Beta 1 Tou 1 min 500.
Karena dari ketiga pemodelan ini, gambaran zona resistive, zona reservoir dan cap
rock dapat diinterpretasi dengan jelas.

Kata Kunci : Metode Magnetotellurik (MT), pemodelan 2D, TE, TM.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. i
ABSTRAK........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian................................................................................ 1

II. TEORI DASAR

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


A. Alat dan Bahan................................................................................... 4
B. Diagram Alir....................................................................................... 4

IV. DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Data Pengamatan................................................................................ 5
B. Pembahasan........................................................................................ 5

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram Alir........................................................................................ 4

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ilmu geofisika terdapat beberapa jenis metode yang dapat digunakan
untuk melakukan survey panas bumi. Pada tahap survei awal, biasanya
menggunakan metode gravity dan magnetik kemudian pada survei lanjutan
menggunakan metode magnetotellurik atau MT. metode MT adalah metode
yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik alamiah yang berfrekuensi
rendah. Semakin rendah frekuensi yang digunakan maka penetrasi
gelombangnya akan semakin dalam. Sehingga metode ini cocok digunakan
untuk melakukan survei panas bumi dikarenakan dapat menggambarkan
kondisi serta struktur reservoir panas bumi yang berada pada kedalaman
beberapa kilometer dibawah permukaan. Dalam pengolahan data MT, untuk
mengetahui kualitas data hasil pengukuran MT dapat dilihat dari bentuk
kurva nilai resistivitas semu dan fase. Adapun untuk melihat struktur bawah
permukaan perlu dilakukan pemodelan inverse 2-D untuk melihat struktur
bawah permukaan yang ada. Pada struktur bumi yang anisotropic, nilai
resistivitas semu pada 2D akan berbeda nilainya dibandingkan dengan nilai
resistivitas semu yang berasa,l dari komponen medan magnetik dan medan
listrik dalam arah yang berbeda.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum pemodelan inversi 2-Dimensi Data


Magnetotellurik adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa memahami inversi 2D data magnetotellurik
2. Mahasiswa dapat melakukan pengolahan dan pemodelan inversi 2D data
magnetotellurik.
3. Mahasiswa dapat membedakan antara pemodelan inversi 1D dan 2D.
2

II. TEORI DASAR

Metode magnetotellurik (MT) merupakan metode elektromagnetik (EM) pasif


yang mengukur fluktasi medan listrik (E) dan medan magnet (H) alami pada arah
yang orthogonal dengan arah permukaan bumi dengan tujuan untuk menentukan
kondutivitas bawah permukaan bumi dari kedalaman puluhan meter hingga ribuan
meter. Cakupan rentang frekuensi dari elektromagnetik yang bisa direkam oleh
metode ini adalah 300 – 0.001 Hz (Simpson & Bahr, 2005).

Sumber sinyal untuk metode magnetotellurik adalah medan magnetik yang berasal
dari dan luar bumi serta memiliki rentang frekuensi yang bervariasi. Medan
magnet yang berasal dari dalam dikarenakan pergerakan antara mantel bumi
terhadap inti bumi. Medan magnet yang berasal dari luar bumi adalah medan
magnet yang dihasilkan di atmosfer dan magnetosfer. Semua sumber medan
magnetik tersebut memiliki nilai yang bervariasi terhadap waktu, tetapi yang
dimanfaatkan pada Metode Magnetotellurik hanya medan magnetik yang berasal
dari luar bumi yang memiliki rentang frekuensi besar (Hezliana dkk. 2014).

Metode magnetotellurik pertama kali diperkenalkan oleh Caniard (1953). Ia


menunjukkan bahwa terjadinya interaksi solar wind dengan magnetosfer bumi
menyebabkan terbentuknya medan magnet dan menyebabkan terbentuknya medan
elektromagnetik yang merambat dipermukaan bumi. Medan elektromagnetik
kemudian didentifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan sifat kelistrikan batuan
bawah permukaan yang meliputi nilai impedansi karakteristik dan resistivitas
(Lantu dkk., 2017).

Medan elektromagnetik yang menginduksi bumi secara alami dan digunakan


untuk penelitian MT memiliki rentang periode dari 10-3 sampai 105 detik. Jika
diasumsikan resistivitas rata-rata batuan di kerak dan mantel bumi adalah 100
Ωm, maka dalam penetrasinya gelombang elektromagnetik mampu mencapai
~160 m hingga >500 km. inilah keuntungan menggunakan metode MT disbanding
metode elektromagnetik lainnya (Simpson & Bahr, 2005).

Impedansi yang dimaksud pada metode MT adalah perbandingan antara medan


listrik dan medan magnetik. Pada metode magnetotellurik (MT), salah satu
variable yang dicari yaitu tensor impedansi Z(ω). Secara umum hubungan linier
antara medan listrik, medan magnetik, dan impedani dapat dirumuskan dengan
persamaan berikut:
𝐸𝑥 𝜔𝜇 𝜔𝜇 1
𝑍𝑥𝑦 = = = (1 + 𝑖)( ) ⁄2
𝐻𝑦 𝑘 2𝜎
3

dimana :
𝑉
𝐸𝑥 = medan listrik pada arah x (𝑚)
𝐴
𝐻𝑦 = medan magnet pada arah y ( )
𝑚
𝜔 = frekuensi angular
𝐻
𝜇 = permeabilitas magnetik ( )
𝑚
k = bilangan gelombang
(Vozoff, 1991).

Gelombang EM yang masuk ke dalam permukaan bumi akan mengalami


peluruhan dari amplitude awal yang disebut dengan istilah skin depth. Skin depth
adalah jarak (δ) sepanjang kuat medan listrik yang teratenuasi oleh kuat medan
listrik awal. Skin depth dapat diukur dengan persaman berikut :
2 𝜌
𝛿= ≈ 503√
𝜔𝜎𝜇 𝑓
Dengan:
𝜌 = resistivitas
𝑓 = frekuensi
(Hezliana dkk. 2014).

Secara garis besar, pemodelan terbagi menjadi 3 yaitu pemodelan kedepan, inversi
data sintetik dan inversi data lapangan.
a. Pemodelan kedepan
Pemodelan ini bertujuan untuk mendapatkan data sintetik dari parameter model
sintetik dengan menggunakan rekursif. Data sintentik yang didapat, digunakan
untuk validasi software/inversi data sintetik. Parameter model sintetik berupa
lapisan resistivitas diantara lapisan konduktif.
b. Inversi data sintetik
Inversi ini bertujuan untuk mendapatkan kembali data sintetik seperti hasil
pemodean kedepan. Inversi ini dilakukan dengan menggunakan algoritma
multi-objektif dragonfly dengan fungsi objektif berupa resistivitas dan fasa.
c. Inversi data lapangan
Inversi data lapangan merupakan pengaplikasian software ke data sebenarnya.
Data MT yang diinversi berupa data yang didapatkan dari model
(Pramudiana dkk., 2016).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pemodelan inversi 2-Dimensi
data Magnetotellurik ini adalah laptop, software WinGLink, dan data .edi.

B. Diagram Alir

Adapun diagram alir dari praktikum pemodelan inversi 2-Dimensi data


Magnetotellurik adalah :

Mulai

Data

Pemrosesan
inverse 2-D

Iterasi sampai 100

Pemodelan inverse
2-D data MT

Selesai

Gambar 1. Diagram Alir


5

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan

Adapun data pengamatan dari praktikum pemodelan inversi 2-Dimensi data


magnetotellurik terlampir pada lampiran.

B. Pembahasan

Telah dilakukan praktikum pemodelan inversi 2-dimensi data MT. Pemodelan


sendiri ialah suatu proses estimasi model dan parameter model berdasarkan
data yang diamati di permukaan bumii. Dalam geofisika model dan parameter
model digunakan utuk menginterpretasi struktur bawah permukaan. Banyak
pula yang menyatakan representasi struktur bawah permukaan oleh besaran
fisis tetapi mencakup pula hubungan matematika atau teoritik antara
parameter model dan respons model. Dalam ilmu geofisika sendiri yang
diterapkan pula pada pemodelan data MT terdapat dua macam pemodelan
yaitu pemodelan kedepan (forward modelling) dan pemodelan inversi
(inverse modelling). Invers modelling sering dikatakan sebagai kebalikan dari
pemodelan kedepan atau forward modelling karena dalam pemodelan inversi
parameter model diperoleh secara langsung dari data pengamatan. Pada
struktur bumi yang anisotopik, nilai resistivitas semu pada kasus 2 dimensi
akan berbedai nilainya dibandingkan dengan nilai resistivitas semu yang
berasal dari komponen medan magnetik dan medan listrik dalam arah yang
berbeba. Pada kasus 1 dimensi hal ini dapat mengakibatkan hasil yang
diperoleh menjadi tidak tepat. Adapun sebelum dilakukan pemodelan, data di
lihat kualitasnya terlebih dahulu. Untuk mengetahui kualitas data hasil
pengukuran MT dapat dilihat dari bentuk kurva nilai resistivitas semua dan
fase. Adapun cara mendapatkan nilai resistivitas semu dan fase, yaitu dengan
memplot nilai resistivitas semu terhadap frekuensi pada mode TE (transver
Electric) dan TM (transver Magnetic), serta memplot nilai fase terhadap
frekuensi pada mode TE dan TM. Kurva nilai resistivitas semu terhadap
frekuensi diplot dengan cara terbalik, yakni dari frekuensi yang tinggi ke
frekuensi yang rendah bertujuan untuk menunjukkan kedalaman semu. TE
mode atau Transverse Electric mode adalah komponen yang menunjukkan
medan listriknya sejajar dengan arah struktur utama atau biasa disebut dengan
E-Polariation. Pada TE mode komponen yang menunjukkan pada bidang
arah sumbu y dan z hanya komponen magnetik saja. Dalam TE mode, arus
listrik tidak akan mengalir melewati batas antara daerah yang memiliki
6

resistivitas yang berbeda, oleh karena itu komponen Ex akan kontinu terhadap
bidang sumbu y, demikian juga dengan ρxy yang akan kontinu terhadap
bidang sumbu y. TE mode sangat baik dalam analisa 1-D. Sedangkan TM
mode atau Transver Magnetic mode adalah komponen yang menunjukkan
medan magnet yang sejajar dengan arah struktur utama atau biasa disebut B-
Polarization. Pada TM mode komponen yang menunjukan pada arah bidang
sumbu y dan z hanya komponen medan listrik saja. Pada TM mode, arus
listrik akan melewati batas antara bagian yang memiliki perbedaan
resistivitas. Dalam TM mode, terjadi fenomena efek kondutif yang terjadi
juga pada TE mode, namun pada mode ini terjadi juga efek lain yaitu efek
static yang dissebabkn adanya heterogenitas resistivitas mediu, sehingga
muatan-muatan terkumpul pda batas medium tersebut.

Adapun pada praktikum kali ini dilakukan pemodelan invers 2D yang


dilakukan dengan menggunakan Software WinGLink, pertama buka software
lalu pilih menu 2D Inversion pada menu utama, kemudian pilih line yang
akan dilakukan inversi 2D. Kemudian tentukan parameter inversi yang akan
digunakan, adapun parameter yang digunakan adalah TE dan TM mode,
digunakan dua-duanya. Lalu pilih menu inversion pilih settings lalu tentukan
dan atur parameter yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Dalam
inversion masukkan nilai alpha, beta, tou, dan minimal yang sesuai. Setelah
selesai mengatur parameter inversi, selanjutnya atur batas margin dari
tampilan hasil inversi 2D dengan cara pilih menu set view area dan tentukan
nilai batas tampilan pada kolom yang tersedia. Selanjutnya untuk proses
running inversi 2D, dapat memilih menu Run Smooth Inversion dalam menu
Inversion, tetapi sebelum melakukan inversi 2D akan diminta untuk mengisi
nama untuk melakukan inversi 2D dan jumlah iterasi yang diinginkan.
Adapun iterasi yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampai iterasi
100. Lalu tunggu proses inversi 2D hingga selesai dan akan muncul
penampang model inversi 2D.

Dari praktikum kali ini, dibuah 300 pemodelan dengan parameter yang
berbeda di setiap pemodelannya. Adapun nilai parameter yang dimasukkan
adalah nilai alpha 1 -5, beta 1-5, tou 1, 3, 5, 7, dan nilai minimal 200, 300,
500. Adapun setiap parameter harus dilakukan semua maka akan
menghasilkan 300 pemodelan. Dari 300 pemodelan yang dihasilkan, 3 terbaik
yang diinterpretasi sebagai pemodelan terbaik yaitu yang pertama adalah
dengan parameter alpha 1 beta 3 tou 3 dan min 500 seperti yang dapat dilihat
pada Gambar.2 pada lampiran. Pada gambar ini terlihat jelas kontras warna
yang ada, warna merah menggambarkan cap rock yang berada pada
kedalaman mulai dari 500 m hingga 2500 m yang membentang membentuk
lengkungan. Cap rock memiliki nilai resistivitas sebesar <6 ohmm. Warna
7

biru diinterpretasi sebagai zona resistif, semakin biru nilainya adalah semakin
resistive, zona resistive mendominasi hasil dari pemodelan yang ada yang
berada pada kedalaman 2500 hingga 5000 m. Adapun reservoir diduga berada
di zona berwarana hijau yang berada di bawah cap rock dan diatas zona
resistive. Adapun pemodelan kedua yang dianggap baik adalah dengan besar
parameter Alpha 2 Beta 2 Tou 1 dan Min 500. Hasil dari pemodelan ini tidak
jauh berbeda dengan pemodelan pertama seperti yang dapat dilihat
Gambar.3 pada lampiran, dan pemodelan ketiga juga tidak jauh berbeda
dengan pemodelan pertama dan kedua yaitu dengan nilai parameter Alpha 3
Bera 3 dan Tou 1 min 500 yang dapat dilihat pada Gambar.5 . Jika dilihat
secara sekilas pemodelan ketiga model sama saja hanya sedikit saja
perbedaannya. Jika dilihat dari ketiga model yang dianggap terbaik adalah
dengan nilai min 500 hal ini memberikan hasil bahwa nilai min yang baik
adalah 500.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum pemodelan inversi 2-D data
magnetotelolurik adalah sebagai berikut:
1. Cara mendapatkan nilai resistivitas semu dan fase dapat dengan menggunakan
TE mode atau TM mode, pada pemodelan yang dilakukan menggunakan kedua
mode yaitu TE dan TM.
2. Pemodelan terbaik yaitu pada nilai parameter Alpha 1 Beta 3 Tou 3 min 500,
Alpha 2 Beta 2 Tou 1 min 500, dan Alpha 3 Beta 1 Tou 1 min 500.
3. Bentuk ketiga pemodelan hampir sama dengan cap rock yang berada pada
kedalaman mulai dari 500 m hingga 2500 m yang membentang membentuk
lengkungan dengan nilai resistivitas <6 ohmm. Zona resistive mendominasi
hasil dari pemodelan yang berada pada kedalaman 2500 hingga 5000m. Dan
reservoir berada pada zona dibawah cap rock dan diatas zona resistive.
4. Dapat hasil pemodelan terbaik nilai min 500 dianggap sebagai nilai terbaik
untuk memberikan hasil pemodelan tarbaik.
DAFTAR PUSTAKA

Hezliana, S., Yudha, A., Okto, I., Muhammad, K. 2014. Aplikasi Metode
Magnetotelurik untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus:
Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat). Positron, Vol. IV, No. 2
(2014), Hal. 71-78.

Lantu, Syamsudding, A., Hardianti, Y. 2017. Karakterisasi Zona Reservoar


Cekungan Bula Maluku dengan Metode Elektromagnetik Magnetotellurik.
Jurnal Geocelebes Vol. 1 No. 1, April 2017, 23 – 29.

Pramudiana, Sungkono, dan Bagus J.S. 2016. Inversi Data Magnetotellurik 1


Dimensi Menggunakan Algoritma Multi-Objektif Dragonfy. Jurnal Sains
dan Seni ITS Vol. 5 No.2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print).

Simpson, F., & Bahr, K. 2005. Practical Magnetotellurics. United Kingdom:


Cambridge University Press.

Vozoff, K. 1991. The Magnetotelluric Method, Electromagnetid Method in


Applied Geophysics-Applications. SEG
LAMPIRAN
Gambar 2. Alpha 1 Beta 3 Tou 3 Min 500

Gambar 3. Alpha 2 Beta 2 Tou 1 Min 500

Gambar 4. Alpha 3 Beta 3 Tou 1 Min 500

Anda mungkin juga menyukai