Bab 1-6 Aniza
Bab 1-6 Aniza
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernapasan akut merupakan kasus yang tinggi pada balita
dan anak. Penyakit yang diderita oleh anak dibawah 5 tahun, lima puluh persen
diantaranya adalah infeksi saluran pernapasan akut. Pada anak-anak berusia 5-12
tahun, kurang lebih sebanyak 30% anak menderita penyakit ini. Pada umumnya
infeksi saluran pernafasan akut ini mengenai saluran pernapasan atas dan saluran
Sebanyak 150.000 balita meninggal tiap tahun karena ISPA, hal ini disebabkan
oleh berbagai faktor seperti kesulitan geografis, budaya dan ekonomi yang dialami
Data Word Health Organization tahun 2013 angka kematian anak di dunia
kematian sekitar 1,2 juta anak setiap tahun. Dapat dikatakan setiap jam ada 230
kematian bayi. Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada
tahun 2009 (18,2%) pada tahun 2010 dan 38,8% pada tahun 2011 disebabkan
1
2
karena ISPA. Selain itu, ISPA sering berada pada daftar sepuluh penyakit
tahun 2009, cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang
diperoleh 18.749 penderita. Survei mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun
dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI, 2012).
Berdasarkan data dari program ISPA di tahun 2015 cakupan penderita ispa
melampaui target 13,4% hasil yang diperoleh 18,749 kasus, sementara target yang
di tetapkan hanya 16,534 kasus survey mortalitas yang dilakukaan di subdit ISPA
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 mencatat kasus ISPA adalah
sebanyak 28,176. Kemudian pada tahun 2016 kasus ISPA mengalami penurunan
menjadi 27,273. Pada tahun 2017 terjadi peningkatan menjadi 32,371 penderita.
Pada tahun 2017 menggunakan hasil Riskesdas 2015 yang berbeda beda untuk
setiap provinsi dan secara nasional sebesar 3.55% (Profil Kesehatan Indonesia,
2017).
2015, terdapat 1.807 bayi dibawah 5 tahun (balita) menderita penyakit ISPA
kemudian ditahun 2016 jumlah penderita penyakit ISPA pada balita sebesar 1975
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor risiko. Secara umum terdapat tiga faktor
risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor
3
perilaku. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok
dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang
tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi:
umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor
perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau
Faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi rendah
(BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat
tinggal dan lingkungan fisik. Asap rumah tangga yang masih menggunakan kayu
bakar juga menjadi salah satu faktor risiko pneumonia. Hal ini dapat diperburuk
apabila ventilasi rumah kurang baik dan dapur menyatu dengan ruang keluarga
atau kamar. Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan
sehingga rentan terhadap gangguan dan masalah sehingga jika terkena dampak
al, 2015).
Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk dengan Kejadian ISPA pada
dengan kejadian ISPA pada balita, sedangkan kelembaban rumah tidak ada
diketahui data Puskesmas Pokenjior pada tahun 2015 terdapat 10 balita menderita
Penyakit ISPA, pada tahun 2016 berjumlah 70 anak menderita penyakit ISPA.
penyakit ISPA .
puskesmas Pokenjior yang mempunyai anak balita memiliki ventilasi yang tidak
memadai (<10% luas lantai), dan berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada 7
Pokenjior dengan judul hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA
pada balita.
penelitian ini adalah apakah ada hubungan lingkungan fisik rumah dengan
1. Bagi Pendidikan
2. Bagi penulis
1. Bagi penulis
kepada masyarakat.
2. Bagi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi salah satu referensi
bagi peneliti lain juga tertarik dalam meneliti hubungan lingkungan fisik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga (saluran bawah) termasuk seperti sinus,rongga telinga tengah dan pleura.
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut dengan
c. Infeksi akut berlangsung selama 14 hari, batas hari ini diambil untuk
merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran
rongga telinga tengah, pleura). Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam
7
8
2.1.2 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
2017).
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu
yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak
aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak.
mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar
kayu mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur,
Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2010).
a) ISPA Berat
Bila disertai tanda tarikan kuat di dinding bagian bawah atau napas cepat.
Batas cepat golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
9
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu :
diminum.
2) Kejang
3) Kesadaran menurun :
1. Stridor
2. Wheezing
3. Demam/ dingin.
a) ISPA Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan didinding dada bagian bawah
ke dalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
b) ISPA Sedang
c) Bukan ISPA
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun yaitu :
2. Kejang
10
3. Kesadaran menurun
4. Stridor
5. Gizi buruk
a. ISPA Ringan
dan sesak.
b. ISPA Sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak napas, suhu tubuh lebih dari 390C
c. ISPA Berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
a. Jenis Kelamin
perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
11
b. Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit
ISPA. Hal ini dis3babkan karena banyaknya ibu rumah tangga yang memasak
c. Pendidikan
kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara
2) Faktor Biologis
Menurut Dharmage (2009) yaitu status gizi, menjaga status gizi yang baik,
sebenarnya bisa juga mencegah atau memghindar dari penyakit terutama penyakit
memperbanyak minur air putih, olahraga yang teratur serta istrahat yag cukup.
Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh aka semakin meningkat,
sehingga dapat mencegah virus (bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.
3) Faktor Polusi
Adapun dua aspek penyebab dari faktor polusi menurut (Lamsidi, 2006):
a. Cerobong Asap
Cerobong asap sering kita jumpai di prusahaan atau pabrik- pabrik industri
yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar
asap bisa keluar keatas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat
12
horizontal tidak lagi vertikal,sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong
b. Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengeluarkan sekitar 4.000 bahan
kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida,
dari Effendi (2009) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor
misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap
maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang terkena penyakit
ISPA disitu juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena
penyakit ISPA juga dapat disebabkan oleh keturunan, dan dengan pelayanan
sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA dapat berkurang dan kesehatannya
sedikit demi sedikit akan membaik, dan mempengaruhi satu dengan lainnya.
13
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,
lemas, tidak nafsu makan, muntah, takut cahaya, gelisah, batuk, keluar sekret,
suara nafas, kesakitan bernafas, adanya tarikan dada, kurang oksigen, dan dapat
berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan
rumah seperti asap rokok. Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam
rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Salah
satu prioritas masalah dalm 16 indikator perilaku hidup bersihdan sehat adalah
perilaku merokok. Menurut laporan dari Dinas kesehatan provinsi jawa tengah
tahun 2009, perilakuanggota rumah tangga yang tidak merokok mencapai 33%
dan 66% rumah tangga belum bebas rokok. Menurut laporan Badan kesehatan
dunia (WHO), tidak kurang dari 900.000.000 (84%) perokok sedunia hidup di
mencapai 146.860.000 jiwa. The tobaco atlas mencatat, ada lebih dari 10 juta
batang rokok diisap setiap menit, setiap hari, di seluruhdunia oleh satu milliar
a) Batuk
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak
diraba.
Seorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
a) Perbatasan lebih dari 50 kali penerbit pada anak yang berumur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali penerbit pada anak yang berumur
gunakan arloji.
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dimulai gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu/ lebih gejala-gejala sebagai berikut :
f) Nadi cepat lebih dari 160 kali penerbit atau tidak teraba
g) Tenggorokan berwarna
maka dewasa ini terus dilakukan penelitian cara pencegahan ISPA yang efektif
dan spesifik. Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif,
sekitar 11% kematian ISPA pada balita dapat dicegah dengan imunisasi pertusis
(DPT), 6% kematian ISPA dapat dicegah, secara umum dapat dikatakan bahwa
cara pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi
a) Gizi, menjaga kesehatan gizi agar tetap baik maka itu akan mencegah kita atau
makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olahraga
dengan teratur, srrta istrahat yang cukup, semua itu akan menjaga badan kita
tetap sehat.
Imunisasi ini dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh agar tidak mudah
c) Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar
penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk kedalam tubuh.
menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatukan
produktif dan dapat menggunakan sebagai tempat tinggal yang sehat dan aman
kehidupan manusia terlebih dalam usia dini sebagian besar dihabiskan didalam
rumah. Oleh karena itu kondisi tempat tinggal baik fisik maupun non fisik
1. Ventilasi
yang pertama adalah menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga
kurangnya O2 yang berarti kadar CO2 menjadi racun. Fungsi kedua adalah untuk
menjaga agar rumah selalu tetap dalam kelembaban yang optimum (Ikhsani,
2017).
minimal 10% luas lantai. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33
kenyamanan tersebut, luas lubang ventilasi yang permanen minimal 5% dari luas
lantai, apabila ditambah dengan lubang ventilasi insidental seperti jendela dan
pintu sebesar 5% maka luas ventilasi minimal adalah 10% dari luas lantai.
ISPA pada balita, dimana dinyatakan balita yang tinggal dirumah dengan ventilasi
ruang keluarga tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 2,29 kali untuk
menderita ISPA dibandingkan dengan balita yang tinggal pada rumah dengan
Kondisi suhu yang terlalu rendah atau terlampau tinggi akan bisa
pertukaran udara yang tidak berjalan dengan baik. Kelembaban yang tidak
18
memenuhi syarat akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan
bahwa rumah yang memnuhi syarat bila nilai kelembabannya antara 40-70%.
3. Pencahayaan
Penerangan seluruh ruangan dapat berasal dari pencahayaan alam dan atau
buatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya selain menghasilkan
penerangan juga menghasilkan CO2 dan dapat membunuh kuman patogen. Panas
yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya baik cahaya alamiah maupun buatan
cahaya yang cukup pada waktu siang diperlukan luas jendela kaca minimum 20%
dari luas lantai. Bila tata letak kurang leluasa dapat dipasang genteng kaca, dan
pada kamar tidur sebaiknya diletakkan dibagian timur supaya sinar ultra violet
yang ada pada sinar matahari memungkinkan masuk untuk membunuh kuman
(Setiawan, 2013).
bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yang mudah melepas, zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan serta tidak terbuat dari bahan yang dapat menajdi
harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis yaitu : lantai kedap air dan mudah
5. Kepadatan Hunian
akibat uap air dari pernafasan tersebut (Yusuf et al, 2009). Bangunan yang sempit
dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya
RI 829 kepadatan hunian yang baik adalah 10m2/ orang. Kebutuhan tersebut
meliputi aktifitas tidur, makan, kerja, mandi, cuci, kakus dan memasak serta ruang
gerak lainnya.
penyakit ISPA pada balita. Dimana balita yang tinggal di rumah dengan
kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 2,27 kali untuk
kegiatan masak sehari-hari adalah minyak tanah, kayu, gas dan listrik. Dalam
bahan bakar untuk memasak jenis listrik, gas dan minyak tanah di perkotaan
memasak jenis arang, kayu bakar dan lainnya (64,2%). Penggunaan bahan bakar
kayu dan minyak tanah bakar dapat mengganggu kesehatan manusia, karena dari
malam dan siang hari dikota maupun di desa. Disamping fungsinya untuk
mengusir bahkan membasmi nyamuk ternyata obat anti nyamuk dapat menjadi
sumber pencemaran udara dalam rumah. obat anti nyamuk bakar menghasilkan
rokok telah Membunuh hampir 6 juta orang dan sebagai penyebab miliaran dolar
Jika kecenderungan ini terus berlanjut, pada tahun 2030 tembakau akan
membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahun (WHO Report On
Pola penyebaran ISPA yang utama adalah melalui droplet yang keluar dari
hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin. Penularan juga dapat terjadi
21
hidung, dan mulut) dan melalui udara dengan jarak dekat saat dilakukan tindakan
atau bulu-bulu hewan dan kotoran hewan tersebut mencemari udara dalam rumah.
udara dalam rumah yang memelihara hewan, lebih tinggi daripada dalam rumah
1. PENGERTIAN SAKIT
2. ETIOLOGI
3. KLASIFIKASI
4. FAKTOR RISIKO
5. GEJALA
6. PENCEGAHAN Pencegahan Pengobatan
Pemerintah- Tenaga
kesehatan
keluarga
22
Variable Independen
Lingkungan fisik rumah:
Variabel Dependen
1. Kepadatan hunian
rumah Kejadian ISPA pada Balita
2. Ventilasi
3. Kelembaban udara di
dalam rumah
BAB III
METODEPENELITIAN
analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan
antar variabel dan menjelaskan hubungan yang ditemukan antara kedua variabel
tersebut. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian
yang menekankan satu kali pengukuran yaitu variabel independen dan variabel
ISPA pada balita di desa tersebut semakin meningkat setiap tahunnya, lokasi
2019, seminar proposa pda bulan Juni 2019, pelaksanaan penelitian pada tanggal
8-20 September 2019, dilanjutkan dengan pengolahan data dan seminar hasil.
23
24
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita
strategi sampling, idenya sampel yang diambil adalah sampel yang mewakili
populasi (Swarjana, 2015). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut bila populasi besar, dan peneliti tidak
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
itu, kesimpulannya dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang
n = N
1 + N(e)2
Keterangan :
N = Ukuran populasi
n= 120
1 + 120(0,05)2
n = 120
1,3
n = 92,3
sederhana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk diseleksi dari 120 populasi sampel yang akan di ambil sebanyak 92
responden. Kuesioner penelitian ini diadopsi dari penelitian Cahya (2011) dengan
rumah responden. Dimana dalam kuesioner yang dibuat ada tiga kategori yaitu :
a. Identitas Responden
b. Kejadian ISPA
mengalami ISPA atau tidak, dikatakan pernah mengalami kejadian ISPA jika
balita pernah mengalami sakit batuk pilek/demam pada kurun waktu 1 tahun
terakhir.
kelembaban udara di dalam rumah. Dari hasil observasi tersebut akan dinilai
apakah lingkungan fisik rumah memenuhi syarat atau tidak, dengan ketentuan :
b) Ada luas lubang ventilasi udara kurang dari 10% dari luas lantai yang
ada.
syarat, jika :
b) Ada luas lubang ventilasi udara dalam rumah 10% dari luas lantai yang
ada.
Jika hasil < 10 m²/org maka kepadatan hunian tidak memenuhi syarat
sedangkan, Jika hasil yang diperoleh > 10 m²/org maka kepadatan hunian
memenuhi syarat.
Ventiasi rumah yang memnuhi syarat jika luas ventilasi rumah > 10 % luas
lantai, sedangkan yang tidak memenuhi syarat jika luas ventilasi rumah < 10
% luas lantai.
70%, sedangkan tidak memenuhi syarat jika hasil kelembaban udara <
awal pengurusan surat izin survey pendahuluan kepada tata usaha Universitas
terhadap responden.
28
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada
subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Notoadmodjo, 2010). Data primer
dalam penelitian ini adalah observasi tentang keadaan lingkungan fisik rumah
kejadia ISPA pada balita di desa Pokenjior. Tujuan utama dalam observasi adalah
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada
mendukung penelitian ilmiah serta diperoleh dari literatur yang relevan seperti
buku referensi, jurnal, artikel, website, maupun keterangan dari kantor yang ada
hubungan dalam penelitian tersebut. Data Sekunder dalam penelitian ini yaitu data
1. Editing
2010).
2. Coding
atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam
3. Processing/Entry
4. Cleaning
Cleaning adalah apabila semua data dari sumber data atau respond dan
(Notoaatmodjo, 2010).
30
a) Analisa Univariat
b) Analisa Bivariat
ketelitian 95% (0,05). Uji chi square digunakan umtuk menguji hipotesis bila
dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana datanya berbentuk
hipotesis (Notoatmadjo, 2010). Jika nilai α > 0,05 maka Ha ditolak yang berarti
tidak ada hubungan pengetahuan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian
penyakit kulit pada petugas sampah, sedangkan jika nilai α < 0,05 maka Ho
1) Bila tabelnya 2 x K dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai sebaiknya
“Continuty Correction”.
2) Bila tabelnya 2 x 2, dan ada nilai E<5, maka uji yang dipakai adalah “Fishers
Exact Test”.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Pokenjior
Tahun 2019.
Desa Pokenjior atau desa Joring Lombang Kecamatan Angkola Julu Kota
Desa Pokenjior atau Joring Lombang memiliki jumlah penduduk 863 jiwa
diteliti dalam penelitian yaitu melihat distribusi frekuensi variabel independen dan
dependen yang disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
31
32
yaitu sebanyak 38 orang (41,3%), yang bekerja sebagai petani sebanyak 27 orang
(29,3%), yang bekerja sebagai IRT sebanyak 23 orang (25,0%), yang bekerja
sebagai PNS sebanyak 2 orang (2,2%), dan lainnya sebanyak 2 orang (2,2%).
yaitu sebanyak 30 orang (32,6%), yang berusia 2-3 tahun sebanyak 29 orang
(31,5%), yang berusia 0-12 bulan sebanyak 17 orang (18,5%), dan yang berusia 3-
Data lingkungan fisik rumah pada responden yang memiliki anak balita
diperoleh dari lembar observasi yang terdiri dari kepadatan hunian rumah,
syarat. Lingkungan fisik rumah dikatakan memenuhi syarat jika penghuni rumah
yang tinggal dengan balita > 10 m²/org, ada luas lubang ventilasi udara dalam
rumah 10% dari luas lantai yang ada, dan kelembaban udara di dalam rumah 40-
70%. Selain dari keadaan tersebut, lingkungan fisik rumah dikatakan tidak
memenuhi syarat. Hasil analisis univariat data lingkungan fisik rumah dapat
lingkungan fisik rumah tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 47 orang (51,1%),
dan minoritas lingkungan fisik rumah memenuhi syarat yaitu sebanyak 45 orang
(48,9%).
Data kejadian ISPA pada balita diperoleh dengan lembar kuesioner yang
kategori yaitu pernah dan tidak pernah. Hasil analisis univariat data kejadian ISPA
mengalami kejadian ISPA yaitu sebanyak 71 orang (77,2%), dan yang monoritas
independen dan dependen. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui adanya
hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita dalam
penelitian ini adalah uji Pearson Chi Square karena memenuhi syarat tabel 2x2
(lingkungan fisik rumah : memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan
kejadian ISPA : pernah dan tidak pernah) serta nilai expected count pada uji
tidak memenuhi syarat pernah mengalami kejadian ISPA pada balita sebanyak 37
orang (40,2%) dan yang tidak pernah mengalami kejadian ISPA pada balita
yang memenuhi syarat pernah mengalami kejadian ISPA pada balita sebanyak 34
orang (37,0%), dan yang tidak pernah mengalami kejadian ISPA pada balita
terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian
ISPA pada balita. Maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini yaitu ada
hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di desa
BAB V
PEMBAHASAN
(1,1%).
Pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua terutama ibu berperan dalam
pengambilan keputusan apabila ada anggota keluarga yang sakit. Pada penelitian
yang dilakukan Nasution et al (2009) di Jakarta yang meneliti ISPA pada balita
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan
seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif
dan aspek negatif. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui,akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut (Maramis et al, 2012).
orang (29,3%), yang bekerja sebagai IRT sebanyak 23 orang (25,0%), yang
36
37
bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang (2,2%), dan lainnya sebanyak 2 orang
(2,2%).
Status kerja ibu (tidak bekerja atau bekerja) dapat memengaruhi kesehatan
anak karena ibu yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk merawat
anak. Kerja memengaruhi waktu luang ibu untuk bersama anak. Walaupun
bekerja, ibu tetap memegang tugas dan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Seorang ibu yang bekerja memiliki tantangan lebih untuk memenuhi tugas dalam
keluarga dan tanggung jawab di dunia kerja. Ibu tentu saja harus menghabiskan
waktu lebih lama dengan anaknya. Namun, dapat terhambat karena adanya
pembagian peran sebagai seseorang yang merawat anak dan seseorang yang
Seorang wanita yang bekerja memiliki waktu yang kurang untuk memberi makan
anak, membersihkan dan bermain bersama anak. Hal ini dapat memberi pengaruh
buruk terhadap kesehatan anak. Sebenarnya bukan jenis pekerjaan ibu yang
memberi pengaruh melainkan seberapa banyak waktu luang ibu untuk mengurus
anak. Pekerjaan dapat menjauhkan orang tua dari anak untuk beberapa periode
waktu, namun kebutuhan anak dapat tetap terjaga selama anak mendapat
(32,6%), yang berusia 2-3 tahun sebanyak 29 orang (31,5%), yang berusia 0-12
bulan sebanyak 17 orang (18,5%), dan yang berusia 3-5 tahun sebanyak 16 orang
(17,4%).
38
penyakit ISPA, dikarenakan daya tahan tubuh yang masih lemah dibandingkan
orang dewasa. Penyakit ISPA pada balita dapat dicegah dengan melakukan
imunisasi lengkap sejak usia 0-12 bulan (hepatitis, BCG, DPT, polio, campak)
dan mendapatkan ASI eksklusif sejak usia 0-6 bulan tanpa memberikan makanan
tambahan kepada anak balita. Anak balita dengan status imunisasi tidak lengkap
lebih berisiko terkena ISPA dibandingkan anak balita dengan status imunisasi
memiliki kadar sel T yang cukup tinggi, namun sel T tersebut masih berbentuk
naïf. Sel T yang berbentuk naïf tersebut tidak akan berespon terhadap suatu
paparan antigen tertentu, salah satunya adalah paparan antigen bila terjadi infeksi,
ditambah agen paparan infeksi yang paling sering pada anak yaitu melalui saluran
pernafasan. Hal inilah yang menyebabkan infeksi yang sering terjadi pada anak
menyebabkan ISPA lebih sering pada anak terutama usia di bawah 5 tahun adalah
kadar IgG yang belum optimal sehingga memungkinkan terjadi infeksi saluran
pernafasan akut akibat respons imunitas yang tidak adekuat (Baratawidjaja &
Rengganis, 2009).
39
rumah tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 47 orang (51,1%), dan minoritas
hunian untuk berlindung dari gangguan iklim serta mahkluk hidup lainnya dan
seseorang karena kehidupan manusia terlebih dalam usia dini sebagian besar
dihabiskan didalam rumah. Oleh karena itu kondisi tempat tinggal baik fisik
(Depkes, 2009). Persyaratan rumah sehat menurut Kepmenkes RI No. 829 yaitu
standar luas ventilasi rumah minimal 10% luas lantai, kelembaban rumah antara
5.3 Gambaran Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pokenjior Tahun 2019
ISPA yaitu sebanyak 71 orang (77,2%), dan yang minoritas yang tidak mengalami
dipengaruhi oleh agen penyebab seperti virus dan bakteri, faktor pejamu (usia
anak, jenis kelamin, status gizi, imunisasi dll) serta keadaan lingkungan (polusi
udara dan ventilasi). Usia anak merupakan faktor predisposisi utama yang
40
menentukan tingkat keparahan serta luasnya infeksi saluran nafas. Selain itu,
status gizi juga berperan dalam terjadinya suatu penyakit. Hal ini berhubungan
dengan respon imunitas seorang anak. Penyakit ISPA sering dikaitkan dengan
5.4 Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
di Desa Pokenjior Tahun 2019
syarat pernah mengalami kejadian ISPA pada balita sebanyak 37 orang (40,2%)
dan yang tidak pernah mengalami kejadian ISPA pada balita sebanyak 10 orang
syarat pernah mengalami kejadian ISPA pada balita sebanyak 34 orang (37,0%),
dan yang tidak pernah mengalami kejadian ISPA pada balita sebanyak 11 orang
(11,9%).
responden yang mengalami kejadian ISPA dengan lingkungan fisik rumah tidak
memenuhi syarat.
infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai
tengah, pleura). Usia balita merupakan usia rentan untuk terjadinya masalah
kesehatan khususnya ISPA karena anak bawah lima tahun memiliki daya tahan
tubuh yang rendah. Balita juga sangat sensitif dengan lingkungan, misalnya debu,
41
penyakit. Oleh sebab itu, lingkungan tempat balita berada harus dijaga kondisinya
semaksimal mungkin.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap faktor resiko penyakit ISPA
baik didalam ruangan maupun di luar ruangan serta sanitasi rumah. Pencemaran
udara dalam rumah seperti asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi yang tinggi, asap rokok, ventilasi rumah dan kepadatan
berlindung tidak sehat karena adanya serangan infeksi oleh bakteri atau virus
maka dapat menimbulkan berbagai penyakit pada balita salah satunya adalah
Menurut Cahya (2011) kondisi lingkungan fisik rumah dalam penelitian ini
adalah obsevasi tentang kepadatan lingkungan fisik rumah, ventilasi rumah, dan
akibat uap air dari pernafasan tersebut. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai
syarat mempunyai risiko terkena ISPA sebesar 14,4 kali dibandingkan dengan
ventilasi pada sebuah rumah mempunyai berbagai fungsi, fungsi yang pertama
adalah menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan
berarti kadar CO2 menjadi racun. Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen dan menjaga agar rumah
dinyatakan balita yang tinggal dirumah dengan ventilasi ruang keluarga tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko 2,29 kali untuk menderita ISPA dibandingkan
dengan balita yang tinggal pada rumah dengan ventilasi ruang keluarga memenuhi
dengan kejadian ISPA pada balita dengan menggunakan uji Pearson Chi Square,
diperoleh p-value= 0,007 (<0,05), artinya ada lingkungan fisik rumah dengan
Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada
Anak Balita Di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012” yang
perumahan. Pada penelitian tersebut juga didapat hasil uji statistik menunjukan
ada hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada anak
balita. Hal ini terlihat dari nilai p <0,001 dan tidak terdapat angka 1 dalam rentang
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Pokenjior Tahun 2019” adalah
sebagai berikut :
orang (41,3%), dan usia responden mayoritas berusia 1-2 tahun sebanyak 30
orang (32,6%).
6.2 Saran
44
45
2. Bagi Masyarakat
sangat perlu dijaga dan diperhatikan terutama bagi anggota kelurga yang memiliki
anak balita.
peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian lain yang belum pernah
DAFTAR PUSTAKA
Dharmage. (2009). Risk Factor of Acute Lower Tract Infection in Children Under
Five Years of Age. Jakarta: Medical Public Health.
Nasution, K et al., (2009). Infeksi Saluran Napas Akut Pada Balita Di Daerah
Urban Jakarta. Sari Pediatri 11 (4): 223-227. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Suryani I., Edison, Naza J. (2015). Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan
Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Buaya. Jurnal Kesehatan Andalas.
Distribusi Frekuensi
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Usia Balita
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
Kejadian ISPA
Tidak Memenuhi
memenuhi syarat
syarat
Count 37 34 71
Pernah
Expected Count 36.3 34.7 71.0
Kejadian ISPA
Count 10 11 21
Tidak pernah
Expected Count 10.7 10.3 21.0
Count 47 45 92
Total
Expected Count 47.0 45.0 92.0
53
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.27.
b. Computed only for a 2x2 table
54