Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TUGAS ULUMUL HADIST


ILMU SANAD DAN ASPEK ITTISHOL
DOSEN PENGAMPU USTADZ BAHRUL ULUM, PH.D

Disusun Oleh

Kelompok 2

Khaerunnisa Alfitri : 0602519028

Luluk Ida : 0602519030

Muhammad Abshar : 0602519031

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM / 19-A
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Ilmu
Sanad dan Ittishol” ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah membimbing kami dari jalan kegelapan
menuju jalan yang terang yakni agama Islam.
Makalah ini memuat pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar pustaka. Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits pada semester I Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Psikologi dan Pendidikan Universitas Al-Azhar Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang
berperan dalam penyusunan makalah ini. Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan
belajar dalam memahami materi ini dapat lebih menambah sumber-sumber pengetahuan. Kami
sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan. Mohon maaf apabila ada kesalahan cetak atau
kutipan-kutipan yang kurang berkenan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Jakarta, 9 Oktober 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................................... .i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
A. Pengertian Muttashil...................................................................................................................
B. Pengertian Musnad………………………………………………….............................................
C. Pengertian Mu’an’an dan Muannan……………........................................................................
D. Pengertian Musalsal……………………………………………...................................................
E. Pengertian Ali dan Najil………………………………................................................................
F. Pengertian Mursal dan Mursal Shahabi…………………………….............................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................................................
B. Kritik dan Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar Belakang Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam yang ke dua
setelah Al-Qur’an. Namun, sebelum seseorang mempelajari hadis atau sebelum seseorang
mengadakan penelitian hadis. Maka terlebih dahulu harus mengerti istilah-istilah yang
dipakai ulama dalam mempelajari hadis. Istilah-istilah itu merupakan simbol-simbol yang
disepakati bersama secara terminologi untuk mengidentifikasi masalah dengan tujuan
memudahkan pembahasan berikutnya untuk menunjuk sesuatu yangdimaksud secara
sederhana, sehingga sampai kepada tujuan yangdimaksud. Dalam mempelajari hadis
Nabi SAW, seseorang harus mengetahui dua unsur penting yang menentukan keberadaan
dan kualitas hadistersebut, yaitu al-sanad danal-matan. Kedua unsur hadis tersebut
begitu penting dan antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan
erat,sehingga apabila salah satunya tidak ada, maka akan berpengaruh terhadap kualitas
dari suatu hadis.Suatu berita yang tidak memiliki sanad menurut para alim ulamatidak
dapat disebut sebagai suatu hadis, dan kalaupun disebut juga denganhadis maka ia
dinyatakan sebagai hadis palsu (Maudhu‟). Demikian juga halnya dengan matan,sebagai
materi atau kandungan yang dimuat oleh hadis. Sangat menetukan
keberadaan sanad karena tidak akan ada suatu sanad atau rangkaian perawi apabila tidak
ada matan atau materi hadisnya yang terdiri atas perkataan perbuatan dan ketetapan
(taqrir)Rasulullah SAW. 1

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian hadist muttashil?
2. Apakah pengertian hadist musnad ?
3. Apakah pengertian hadist mu’an’an dan muannan ?
4. Apakah pengertian hadist musalsal?
5. Apakah pengertian hadist Ali dan Najil?

1
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992). h. 23
6. Apakah pengertian hadist mursal dan mursal shahabi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami hadist muttashil
2. Mengetahui dan memahami hadist musnad
3. Mengetahui dan memahami hadist mu’an’an dan muannan
4. Mengetahui dan memahami hadist musalsal
5. Mengetahui dan memahami hadist Ali dan Najil
6. Mengetahui dan memahami hadist mursal dan mursal shahabi
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hadist Muttashil / Mawshil


Dari segi bahasa, muttashil adalah isim fa’ail, dan berasal dari kata ‫اتصل يتصل‬
‫اتصاال فهاو متصل‬ yang memiliki makna yang bersambung, antonym dari

munqathi’, yaitu yng terputus. Sebagian ulama meyebutnya hadist maushil, isim

maf’ul dari kata ‫و صل يصل و صال و مو صؤال‬ yang bermakna disambung.

Dalam istilah hadist muttashil atau maushul adalah :

‫مااتصل سنده الى غايته سواء اكان مرفوعا الى االرسؤل صلى هللا عليه ؤسلم‬
‫ام موقو فا‬
Sesuatu yang bersambung sanadnya sampai akhir, baik marfu’ disandarkan kepada Nabi maupun
maukuf (disandarkan kepada seorang sahabat).2
Dari definisi diatas jelas bahwa hadist muttashil / maushul adalah hadist yang
bersambung sanadnya, baik periwayatan itu datang dari Nabi ataupun dari seorang sahabat,
bukan dari tabi’in. jika disandarkan kepada tabi’in sekalipun, bersambung sanadnya maka tidak
dinamakan muttashil atau mawshul. Menurut Al-Iraqi, perkataan tabi’in, sekalipun bersambung
sanadnya tidak disebut muttashil secara mutlak, kecuali disertai batasan (taqyid), misalnya : “ini
muttahil kepada Sa’id bin Al-Musayyab atau kepada Az-Zuhri dan atau kepada Malik dan
seterusnya.3 Oleh karena itu, sesuatu yang disandarkan kepada tabi’in lebih tepat dikatakan
maqtu’ daripada muttashil secara mutlak karena memiliki makna yang berlawanan.
Contoh hadist muttashil marfu’ seperti periwayatan Malik dari Ibnu Syihab dari Salim
bin Abdullah dari ayahnya dari Rasullah Saw berkata : demikian……
Sedangkan contoh hadist muttashil mawquf, misalnya periwayatan malik dari Nafi’ dari Ibnu
Umar, bahwasanya ia berkata : demikian……………….

2
Ajaj Al-Khathib, Al-Mukhtasar…, hlm, 163-164
3
Ath-Thanan, Taysir Mushtalal Al-Hadist, hlm.111, Ajaj Al-Khatib, Al-Mukhtashar…
2. Hadist Musnad
Dari segi bahasa, kata musnad berasal dari kata ‫اسند‬, dengan makna ‫= اضاف او نسب‬
menyandarkan, menggabungkan, atau menisbatkan ‫ = مسند‬disandarkan, digabungkan
atau dinisbatkan. Menurut istilah, hadi musnad adalah :

‫ما اتصل سنده مرفوعا الى انبئ صلى هللا علئه وسلم‬
Sesuatu yang bersambung sanadnya dan marfu’ disandarkan kepada Nabi Saw.4

Dengan definisi diatas jelas bahwa hadist musnad adalah hadist yang bersambung
sanadnya dari awal sampai akhir, tetapi sandarannya hanya kepada Nabi, tidak pada
sahabat dan tidak pula pada tabi’in. perbedaannya terletak pada sandarannya, jika
muttashil/mawshul, sandarannya bisa kepada Nabi dan bisa kepada sahabat, sedangkan
musnad sandarannya hanya kepada Nabi (marfu’). Misalnya, hadist periwayatan Al-
Bukhari, dia berkata : memberitakan kepada kami Abdullah bin yusuf dari Malik dari
Abu Az-Zanad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah berkata : sesungguhnya Rasullah Saw
bersabda :

Jika anjing minum pada bejana salah satu kamu, maka basulah sebanyak tujuh kali. (HR.
Al- Bukhari )

Hadist diatas bersambung sanad-nya dari awal sampai akhir dan marfu’ kepada Nabi Saw
maka dinamakan hadist musnad.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadist muttashil terkadang marfu’ dan
terkadang tidak marfu’ yaitu mawquf. Hadist marfu’ terkadang muttashil dan terkadang
tidak muttashil. Sedangkan hadist musnad adalah muttashil dan marfu’.

4
Arh-Thanan, Taysir Mushthalal Al-Hadist, hlm 111.
3. Hadist Mu’an’an
A. Pengertian
Dari segi bahasa mu’an’an adalah isim maf’ul dari kata ‫ عنعن ئعنعن معنعن‬yang berarti dari
kata ‘an = dari dan ‘an = dari. Menurut istilah, hadist mu’an’an adalah :
‫ما ئقال في سنده فالن عن من غير بيان للفظ التحديث أواالخبالرأواسماع‬
Hadist yang disebutkan dalam sanadnya diriwayatkan oleh si fulan dari si fulan, dengan
tidak menyebutkan perkataan memberitahukan, mengabarkan, dan atau mendengar.

Jadi, hadist mu’an’an adalah hadist yang dalam periwayatannya hanya menyebutkan
sanad dengan kata ‘an fulan = dari si fulan, tidak menyebutkan ungkapan yang tegas
bertemu dengan syaikhnya, misalnya menggunakan kata Haddatsana/ni = memberitakan
kepada kami/ku si fulan, Akhbarana/ni = mengkhabar-kan kepada kami/ku, atau Sami’tu
= Aku mendengar, dan seterusnya yang menunjukkan bertemu (ittishal).
B. Contoh Hadist Mu’an’an :
‫حدثنا الحسن بن عرفة حدثنا أسمعيل بن يحي بن أبي عمروالسيباني عن عبد‬
‫هللا ين الديلمي قال سمعت عبد هللا بن عمرويقول سمعت رسلول هللا عليه وسلم‬
‫يقول أن هللا عزوجل خلقه في ظلمة فاالقى عليحم من نوره‬
Memberitakan kepada kami Al-Hasan bin Arafah, memberitakan kepada kami Isma’il bin
Iyasy dari Yahya bin Abu Amru Asy – Syaybani dari Abdullah bin Ad-Daylani berkata :
Aku mendengar Abdullah bin Amr, aku mendengar Rasullah Saw bersabda :
sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan gelap (kebodohan),
kemudian Dia sampaikan kepada mereka diantara cahaya-Nya (HR. At-Tirmidzi)

Periwayatan yang digarisbawahi diatas menggunakan kata ‘an = dari, tidak seperti
penyebutan kalimat sebelumnya yang menggunakan kata Haddatsana = memberitakan
kepada kami …, maka tergolong hadis mu’an’an. Hadist mu’an’an banyak sekali dalam
beberapa buku induk hadist, termasuk dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim.

C. Hukum Pengamalan hadist


Hukum mu’an’an apakah tergolong hadist muttashil atau munqathi’. Para ulama berbeda
pendapat tentang hadist ini. Diantara mereka berpendapat bahwa hadist ini tergolong
munqathi’ (terputus sanad-nya) atau mursal berarti dihukumi dha’if, tidak dapat diamalkan
sehingga ada penjelasan ke-muttashil-annya. Pendapat yang kuat pendapat mayoritas ulama,
baik dari kalangan ulama hadist, ulama fiqh, maupun ulama ushul menerima hadist ini dan
dihukumi, muttashil dengan dua syarat, yaitu sebagai berikut.
1. Periwayatan yang menggunakan ‘an = dari (mu’an’in) tidak muddalis (tidak seseorang
yang menyembunyikan cacat).5
2. Periwayatan yang menggunakan ‘an = dari (mu’an’in ) bertemu atau mungkin bertemu
dengan orang yang menyampaikan hadist kepadanya.

Al-Bukhari dan Al-Madini mensyaratkan dua persyaratan diatas, yaitu periwayatan yang
menggunkan ‘an = dari (mu’an’in) tidak muddalis dan mungkin bertemu. Sedangkan
muslim mensyaratkan seorang perawi yang menggunakan ‘an = dari (mu’an’in) semasa
hidupnya dengan orang yang menyampaikan hadist kepadanya, tidak ada syarat yakin
adanya pertemuan antara kedua orang periwayatan tersebut. Abu Al-Sam’ani
mensyaratkan adanya persahabatan yang relative lama dan Abi ‘Amr Ad-Dani
mensyaratkan adanya pengetahuan periwayatan darinya.6 Jika dua persyaratan diatas
tidak dipenuhi, maka tidak muttashil.

4. Hadist Muannan

A. Pengertian
Menurut bahasa, kata muannan berasal dari kata ‫مونن‬ ‫ أنن يونن‬yang berarti
menggunakan kata ‫ أن‬dan ‫أن‬ bahwasanya, sesungguhnya. Menurut istilah, hadist
muannan adalah :
‫ حد ثنا فالن حد ثه بكاذا‬: ‫وهوما يقال في سنده‬
Yaitu hadist yang dikatakan dalam sanadnya memberitahukan kepada kami
bahwasanya si fulan memberitakan kepadanya begini.

B. Contoh Hadist Muannan


‫حدث مالك عن ابن شهاب أن سعيد بن المسيب قال كذا‬
Memeberitakan Malik dari Ibnu Syihab bahwasanya Sa’id bin Al-Musayyab berkata
begini.

C. Hukum Hadist Muannan


Dikalanagan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang hukum hadist muannan,
diantara mereka berpendapat hadist muannan tergolong munqathi’ sehingga ada
penjelasan bahwa ia mendengar berita tersebut melalui jalan sanad lain, atau ada
inidaktor lain yang menunjukan bahwa ia menyaksikan atau mendengarnya.
Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa hadist muannan dihukumi muttashil,
sama dengan hadist mu’an’an diatas asal memenuhi dua persyaratan diatas.

5
Ajaj Al-Khathib, Al-Mukhtasar …., hlm.164 Ath-Thahan, TaysirMushtahalal Al-Hadist, hlm.72.
6
Ath-Thahan, Taysir Mushtahalal Al-Hadist, hlm.73.
Abu Al-Asybal menegaskan bahwa hadist muannan jika seorang perawi yang
menggunakan kata anna = bahwasanya (muannin) tidak semasa dengan orang yang
menyampaikannya, atau semasa, tetapi tidak pernah bertemu, maka periwayatan nya
dihukumi munqathi’ dan tidak dapat diterima sebaga hujjah.7 Atau seorang perawi
yang menggunakan anna = bahwasanya (muannin) apakah ia bertemu atau tidak, atau
menyampaikan berita, tetapi ia seorang penyembunyi cacat (mudallis), maka
ditangguhkan (tawaqquf) hingga dapat diketahui ke-muttashil-annya.

5. Hadist Musalsal

a. Pengertian
Menurut bahasa, musalsal berasal dari kata ‫ سلسل يسلسل سلسلة‬yang berarti
berantai dan bertali-menali. Hadist ini dinamakan musalsal karena ada kesamaan
dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan pada masing-masing perawi, atau
ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.

Dalam istilah hadist musalsal adalah :

‫تتا بع رجال أسناده على صفة أو حالة للرواة تارة وللرواية تارة أخرى‬
Keikutsertaan para perawi dalam sanad secara berturut-turut pada satu sifat atau
pada satu keadaan, terkadang bagi para perawi dan terkadang bagi periwayatan. 8

– ‫هو الحديث الذي يتصل أسناده بحال (هية) او وصف – قولي أو فعلي‬
‫يتكررفي الراة أو الرواية أو يتعلق بزمن الرواية أومكابها‬
Adalah hadist yang bersambung penyandarannya dalam satu bentuk / keadaan
atau satu sifat, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang terulang-ulang
pada para periwayatan atau pada periwayatan atau berkaitan dengan waktu atau
tempat periwayatan. 9

Lebih luas Al-Iraqi memberikan definisi musalsal adalah hadist yang para
perawinya dalam sanad berdatangan satu persatu dalam satu bentuk keadaan atau dalam
satu sifat, baik sifat para perawi maupun sifat penyandaran (isnad), baik terjadi pada
isnad dalam bentuk penyampaian periwayatan (ada ar-riwayah) maupun berkaitan dengan

7
Ash-Shiddieqy, pokok-pokok ilmu Dirayah Hadist, Jakarta: Bulan Bintang, 1958, jilid 1, Juz 1 hlm. 324
8
Ath-Thahan, Taysir Mushthalal Al-Hadist,hlm.152.
9
Ajaj Al-Khathib, Al-Mukhtashar…, hlm.184.
waktu dan tempat, baik keadaan para perawi maupun sifat-sifat mereka, dan baik
perkataan maupun perbuatan.10

Dengan demikian, hadist musalsal adalah hadist yang secara berturut-turut


sanadnya sama dalam satu sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu
periwayatan.

b. Macam-macam Musalsal

Dari definisi diatas musalsal dapat dibagi kepada beberapa macam, yaitu sebagai
berikut.

1. Musalsal keadaan perawi (Musalsal bi Ahwal Ar-Ruwat)

Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawli), perbuatan (fi’li),


atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawli dan fi’li). Contoh musalsal
qawli:

‫حديقدفدثديث معاذ بن جبل أن انبي صلى هللا عليه وسلم قال له يا معاذ أني أحبك‬
‫فقل في دبر كل صالة اللهم أعني على ذكرك و حسن عبادتك‬

Hadist Mu’adz bin jabbal, bahwasanya Nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda
kepadanya : Hai Mu’adz sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada
setiap setelah shalat : Ya, Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-mu, syukur
kepada-mu, dan baik dalam ibadah kepada-mu. (HR. Abu-Dawud)

Hadist diatas musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan


periwayatan dengan ungkapan : sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan
disetiap selesai shalat. Setiap perawi yang menyampaikan perawi hadist ini selalu
memulai dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasullah
terhadap Mu’adz,

Contoh musalsal fi’li (perbuatan)

‫حديث أبي هريرة قال شبك بيدي أبو القاسم صلى هللا عليه وسلم وقال خلق هللا‬
‫أألرض يوم السبت‬

10
Ibid, hlm.184.
Hadist Abu Hurairah dia berkata : Abu Al- Qasim (Nabi ) ‫صلى هللا عليه وسلم‬
memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-jari tanganku (jari-jemari)bersabda :
“Allah menciptakan bumi pada hari sabtu.” (HR. Al-Hakim)

Setiap perawi yang menyampaikan periwayatan selalu jari-jemari terhadap orang


yang menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasullah.

Contoh musalsal qawli dan fi’li sekaligus ialah :

‫حديث أنس بن مالك رضي هللا عنه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ال‬
‫يجد العبد حال وة االيمان حتى يومن بالقدر خيروشره حلوه ومره وقبض رسول‬
‫هللا صلى هللا عليه وسلم على لحيته وقال امنت با لقدرخيره و شره حلوه و مره‬

Hadist Anas bin Malik ‫ صلى هللا عليه وسلم‬berkata Rasullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬
bersabda : “Seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman
kepada ketentuan Allah (qadar), baik dan buruk, manis dan pahitnya. “ Rasullah
sambil memegang jenggot dan bersabda : “Aku beriman kepada ketentuan Allah
(qadar), baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)

Hadis diatas musalsal qawli dan fi’li (musalsal perkataan dan sekaligus
perbuatan ), yaitu perkataan : “Aku beriman kepada ketentuan Tuhan (qadar),
baik dan buruk, manis dan pahitnya “ dan perbuatan memegang jenggot , semua
perawi ketika menyampaikan periwayatan juga melakukan hal tersebut
sebagaimana Rasullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬.
2. Musalsal Sifat Periwayat (Musalsal bi Shifat Ar-Ruwah)

Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawli) dan perbuatan (fi’li). Contoh
musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan :

‫أن الصحابه سالوا الرسول صلى هللا عليه وسلم عن أحب اال عمال ألى هللا عز و‬
‫جل ليعملوه فقرا عليهم سورة الصف‬

Bahwasanya sahabat bertanya kepada Rasullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬tentang amal
yang paling disukai Allah agar diamalkan, maka Nabi membacakan mereka Surah
Ash-Shaff.
Hadist ini musalsal pada membacakan Surah Ash-Shaff. Setiap periwayat
membacakan Surah Ash-Shaff ketika menyampaikan periwayatan kepada
muridnya atau yang menerima hadistnya.

Contoh Musalsal sifat perawi dalam bentuk perbuatan (fi’li) :

‫حديث ابن مرفوعا البيعان بالخيار‬


Hadis Ibnu Umar secara marfu’ : Penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyar
(memilih jadi atau tidak).

Hadis diatas musalsal diriwayatkan oleh fuqaha kepada para fuqaha secara terus-
seperti musalsal dalam nama Al-Muhammadin, kesepakatan dalam menyebut
bangsa/nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut Ad –Dimasyqin dan Al-
Mishiryin.

3. Musalsal dalam Sifat Periwayatan (Musalsal bi Shifat Ar-Riwayah)


Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu musalsal dalam bnetuk
ungkapan penyampaian periwayatan (ada), musalsal pada waktu periwayatan,
dan musalsal pada tempat periwayatan.

Contoh musalsal dalam bentuk ungkapan periwayatan seperti hadist musalsal


pada perkataan setiap perawi dengan menggunakan ‫فالنا‬ ‫ = سمعت‬Aku
mendengar si fulan atau, ‫أخبرنا فالن‬ ,‫ = حدثنا فالن‬memberitakan kepada
kami si Fulan, dan seterusnya.

Contoh musalsal pada waktu periwayatan :

‫حديث ابن عباس قال شهدت هللا صلى هللا عليه وسلم في يوم عيد فطرأوأضحى فلما فرغ من‬
‫الصالة أقبل علينا‬ ‫بوجهه فقال أيها الناس قدأصبتم خيرا‬

hadist Ibnu Abbas berkata : “Aku menyaksikan Rasullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬
pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, setelah beliau selesai shalat menghadap kita
dengan wajahnya kemudian bersabda : “wahai manusia kalian telah memperoleh
kebaikan….””11

Hadist diatas musalsal waktu periwayatan, yaitu pada hari raya Idul Fitri atau
Idul Adha. Setiap perawi mengungkapkan kalimat tersebut dalam menyampaikan
periwayatan kepada muridnya.

11
Ajaj Al-Khathib, Al-Mukhtashar…, hlm.185 dikutip dari Fath Al-Mughits, Juz4, hlm 14
Contoh musalsal pada tempat periwayatannya, seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah doa di
Multazam:

‫ ومادعاهللا فيه عبددعوة اال استجاب له‬,‫ الملتزم موضع يستجاب فيه الدعاء‬:‫سمعت رسول هللا صلي هللا عليه وسالم يقول‬

Aku mendengar Rasulallah SAW bersabda: “Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan
doa padanya. Tidak seorang hamba yang berdoa padanya melainkan dikabulkannya.”

‫ فوهللا مادعوت هللا عزوجل فيه قط منذ سمعت هذاالحديث اال استجاب لي‬:‫قال ابن عباس‬

Ibnu Abbas berkata: Demi Allah, aku tidak berdoa pada Allah padanya sama sekali sejak
mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenan doaku.

Hadis musalsal pada tempat periwayatannya, masing-masing periwayat mengungkapkan


sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampikan periwayatn hadis kepada
orang lain.

C.Hukum Hadis Musalsal

Terkadang hadis terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagai musalsal terputus
di permulaan atau di akhir. Oleh karenanya Al-Hafidz Al-Iraqi berkata: sedikit sekali hadis
musalsal yang selamat dari kedhaifan, dimaksudkan di sini sifst musalsal bukan pada asal matan
karena sebagian matan shahih. Ibnu Hajar berkata: Musalsal yang paling shahih di dunia adalah
musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff. Disebut dalam Syarah An-Nukhbah musalsal para
Huffâzh memberi faedah ilmu yang pasti (qathî).12Dengan demikian tidah semua hadis musalsal
shahih. Hukum musalsal adakalanya Shahih, Hasan dan Dha’if tergantung keadaan para
perawinya. Sebagaimana tinjauan pembagian hadis di atas, bahwa musalsal adalah sifat sebagian
sanad, maka tidak menunjukkan kesahihan suatu hadis. Kesahihan hadis ditentukan 5
persyaratan yakni persambungan sanad, periwayatan yang adil dan dhâbith, tidak adanya
syâdzdz dan ‘illah.

Di antara kelebihan musalsal, adalah menunjukkan ke-mutthasil-an dalam mendengar, tidak


adanya tadlîs dan inqithâ, dan nilai tambah ke-dhâbith-an para parawi. Hal ini dibuktikan dengan
perhatian masing-masing perawi dalam pengulangan menyebut keadaan atau sifat para perawi
atau periwayatan.13

D. Kitab-kitab Hadis Musalsal

Di antara kitab hadis musalsal yang terkenal adalah sebagai berikut:

 Al-Musalsalât Al-Kubrâ karya As-Sayuthi, memuat 85 bua hadis.


 Al-Manâhil As-Salsalah fi al-ahâdîts Ak-Musalsalah, karya Muhammad Abdul Baqi Al-
Ayyubi, mengandung sebanyak 212 buah hadis.

12
Al-Khathib, Muhammad Ajaj, Al-Mukhtasar…,hlm. 186.
13
Ibid, hlm. 241
 Al-Musalsalât, karya Al-Hafizh Isma’il bin Ahmad bin Al-Fadhil Al-Taymi (w.353 H).14

6. Hadist Ali dan Najil

a. Pengertian

Dari segi bahasa, ‘ali adalah isim fa’il dari kata ‫ العلو‬yang berarti tinggi, antonym
dari ‫ النزول‬yang artinya rendah and turun . An-Nazil berasal dari an-nuzul. Tinggi
dan rendah dapat berlaku pada suatu tempat atau status dan kedudukan.tinggi dan
rendah disesuaikan dengan tingkat derajat kualitas suatu hadist. Jika sedikit perawi
suatu hadist, tentunya lebih tingi nilainya dibandingkan dengan jumlah perawi yang
banyak dalam konteks hadsit yang sama-sama shahih.

Dalam istilah muhadditsin, hadist ali adalah :

‫ما قال عدد روات ألى الرسول صلى هللا عليه وسلم باالنسبة لسد أخر‬

Suatu hadist yang sedikit jumlah para perawinya sampai kepada Rasullah
dibandingkan dengan sanad yang lain.

Sedangkan hadist nazil menurut istilah ulama hadist adalah :

‫ما كثر عدد رواته ألى الرسول صلى هللا عليه وسلم باالنسبة لسند اخر‬

Hadist yang banyak jumlah perawinya sampai kepada Rasullah dengan dibandingkan
dengan sanad yang lain.

14
Ibid, hlm. 242
Dari pengertian diatas jelas bahwa hadist ‘ali adalah hadist yang sedikit jumlah
perawi yang ada dalam sanad sampai kepada Rasullah jika dibandingkan dengan
sanad yang lain. Sedangkan hadist nazil sebaliknya, yaitu hadist yang banyak jumlah
perawi dalam sanad jika dibandingkan dengan sanad lain. Misalnya sanad suatu
hadist mencapai 9 orang sementara sanad hadist lain hanya 7 atau 5 orang, tentu yang
sedikit –nya yaitu 5 orang tersebut ‘ali dibandingkan dengan sanad yang berjumlah 7
orang. Demikian juga sanad yang jumlahnya 7 orang dibandingkan dengan sanad
yang jumlah nya 9 orang. Sebaliknya, sanad suatu hadist yang berjumlah 9 orang
lebih banyak daripada sanad yang berjumlah 7 dan 5 orangyang disebut hadist nazil.

b. Macam-macam Hadist ‘Ali

Hadist ‘ali dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :

1. ‘Ali Mutlak, yaitu hadist yang lebih dekat para perawinya dalam sanad dengan
Rasullah Saw karena lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan sanad yang
lain pada hadist yang sama. ‘Ali mutlak ini yang paling tinggi di antara macam-
macam ‘ali apabila ia memiliki sanad yang shahih.
2. ‘Ali Nisbi atau Idhafi, yaitu hadist yang dekat atau sedikit jumlah perawinya
dalam sanad dengan beberapa hal tertentudibawah ini.
a. Dekat dengan salah seorang imam hadist. Misalnya dekat dengan Al-
‘masy atau Hasyim atau Ibnu Juraij dan atau dengan Malik, sekalipun
banyak para perawi setelah imam tersebut sampai kepada Rasul.
b. Dekat dengan salah seorang pengarang kitab induk hadist yang dapat
dipedomi seperti kitab Shahihayn dan 4 kitab Sunan. Dalam hal ini ada
beberapa macam :
1. Muwaffaqah, yaitu jika melalui sanad syaikh (guru) salah seorang
penghimpun hadist kedalam kitab hadist lebih dekat atau lebih
sedikit daripada melalui sanad penghimpun tersebut . misalnya
kata Ibnu Hajar sebagaimana dikutip oleh Ajaj Al-Khathib dan
Ath-Thahan, bahwa sanad sebuah hadist yang diriwayatkan Al-
Bukhari dari Qutaibah dari Malik, jarak antara kitab dan Qutaibah
sebanyak 8 orang. Sedangkan sanad hadist yang sama melalui Abu
Al-Abbas As-Siraj dari Qutaibah antara kita dan Qutaibah terdapat
7 orang. Berarti terjadi adanya kecocokan (muwafaqah) bagi kita
dengan Al-Bukhari pada syaikhnya dan sanad kita lebih sedikit
(‘ali).15
2. Badal yaitu jika melalui sanad syaikhnya syaikh (gurunya guru)
salah seorang penghimpun kitab hadist lebih dekat atau lebih
sedikit daripada melalui sanad penghimpun tersebut. Contohnya,
isnad Al-Bukhari diatas dengan melalui isnad lain dari Al-Qa’nabi
dari malik. Al-Qa’nabi sebagai pengganti (badal)dari Qutaitibah.
Al-Qa’nabi adalah syaikhnya syaikh Al-Bukhari.
3. Musawah, yaitu adanya persamaan jumlah isnad dari seorang
perawi sampai akhir dengan isnad salah seorang penghimpun
15
Ajaj Al-Khathib Al-Mukhtashar…,hlm 176 dan Ath-Thahan
kedalam buku hadist. Misalnya, kata Ibnu Hajar, jika An-Nasa’I
meriwayatkan sebuah hadist dari Nabi Muhammad Saw jarak
antara keduanya sebanyak 11 orang, sementara hadist yang sama
melalui sanad lain antara kita dan Nabi juga 11 orang. Dalam hal
ini berarti adanya persamaan ( musawah ) jumlah bilangan
periwayatan antara kita dan An-Nisa’i
4. Mushafahah, yaitu persamaan jumlah para perawi dalam sanad dari
seorang perawi sampai akhir dengan isnad murid salah seorang
penghimpun kitab hadist. dinamakan

Anda mungkin juga menyukai