Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 50% kasus blepharoptosis adalah bawaan sejak lahir (kongenital). Jenis
yang paling umum dari kelainan persarafan okular kongenital adalah sindrom retraksi
Duane dan Marcus Gunn jaw-winking syndrome (MGJWS), diikuti oleh reaksi berlebih
pseudo-inferior oblique. MGJWS pertama kali dijelaskan oleh Robert Marcus Gunn
pada tahun 1883 sebagai blepharoptosis unilateral dengan kontraksi kelopak mata atas
yang terkait dengan otot pterigoid eksternal atau internal. Diperkirakan terjadi karena
kesalahan kongenital dari cabang saraf kranial V ke cabang saraf kranial III yang
memasok otot levator. Dalam laporan sebelumnya, MGJWS telah diamati pada 2%
hingga 13% pasien dengan ptosis kongenital. 9
MGJWS dapat timbul dengan berbagai derajat peningkatan kelopak mata karena
otot pterygoid distimulasi oleh berbagai gerakan, termasuk mengunyah, menelan,
menyusui, tersenyum, bersiul, dan gerakan lidah. MGJWS biasanya unilateral dan lebih
9
sering dilaporkan di mata kiri. Gangguan mata yang paling sering terkait dengan
MGJWS adalah ambliopia, strabismus, dan anisometropia.10 Satu-satunya pengobatan
yang diketahui untuk kondisi ini, yakni intervensi bedah, hanya merupakan pilihan
ketika MGJWS secara kosmetik signifikan atau ketika ada risiko ambliopia. Diyakini
juga bahwa pasien dapat belajar bagaimana mengendalikan gerakan seiring dengan
bertambahnya usia.18,19 Untuk itu, penulisan telaah ilmiah ini dibuat untuk mengetahui
gambaran MGJWS dan tatalaksana tepat berdasarkan pertimbangan tertentu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra


Anatomi dari palpebra secara sederhana dibagi atas 4 lapisan:1
1. Kulit, dibentuk oleh lapisan epidermis dan dermis.
2. Muskulus yang beralur, dibentuk oleh orbikularis okuli.
3. Tarsus yang terdiri dari glandula Meibom.
4. Mukosa konjungtiva.

Kulit dan Jaringan Subkutaneus


Kulit palpebra terdiri dari lapisan tipis dermis dan tidak mempunyai lapisan
lemak subkutaneus. Kulit palpebra sangat elastis dan merupakan kulit tertipis di badan.
Kulit palpebra melekat secara longgar di atas muskulus orbikularis okuli. Kulit dari
palpebra superior lebih tipis dari palpera inferior. Jaringan pretarsal biasanya melekat
erat pada jaringan di bawahnya dari palpebra superior dan inferior, sedangkan jaringan
preseptal yang melekat secara longgar membentuk ruang potensial untuk akumulasi
cairan.4,6
Garis pada kulit palpebra dibagi atas sulkus palpebra dan lipatan palpebra.
Sulkus palpebra transversus terdapat di superior dan inferior palpebra, berukuran 8
sampai 10 mm di atas margo palpebra superior dan 4 sampai 5 mm di bawah margo
palpebra inferior. Sulkus palpebra superior dibentuk oleh insersi serabut kutaneus dari
aponeurosis levator ke dalam preseptal orbikularis okuli, yang merupakan tempat
lipatan palpebra. Daerah ini terletak dekat dengan batas superior dari tarsus. Lipatan
palpebra superior terjadi akibat terlipatnya kulit di atas sulkus palpebra dan merupakan
kulit preseptal yang longgar dan jaringan subkutaneus.4,6
Palpebra inferior mempunyai tiga sulkus. Sulkus palpebra inferior merupakan
tanda batas inferior dari tarsus dan insersi muskulus refraktor palpebra inferior. Dua
sulkus lainnya kurang dijelaskan dan sulkus nasojugal terletak di inferomedial dan
sulkus malar inferior terletak di kantus lateralis, yang merupakan tempat pertemuan
muskulus orbikularis dan bantalan lemak malar.4

2
Gambar 1. Sulkus Palpebra 4
Margo Palpebra
Margo palpebra superior dan inferior terdiri dari beberapa struktur. Barisan bulu
mata merupakan barisan terdepan margo palpebra. Terdapat 100 sampai 150 silia pada
palpebra superior, dan 50 sampai 75 silia pada palpebra inferior. Bulumata berasal dari
folikel rambut pada permukaan anterior tarsus dan menonjol keluar, di depan margo
palpebra. Setiap folikel rambut terdiri dari dua glandula Zeis. Kelenjar keringat, atau
glandula Moll, terdapat di dekat silia dan bermuara dekat folikel. Glandula Moll dan
Zeis menghasilkan lipid yang akan dikonstribusikan ke lapisan superfisial dari air mata
dan memperlambat penguapan. Posterior ke barisan bulu mata dan anterior ke tarsus
terdapat Grey Line. Grey line merupakan gambaran dari muskulus riolan dan muskulus
pretarsal orbikularis dan juga memisahkan lamella anterior dari lamella posterior.
Glandula meibom dan tarsus membentuk lapisan dari margo palpebra di belakang grey
line dan merupakan bagian lamella posterior. Glandula meibom tersusun secara vertikal
di dalam tarsus dengan orifisiumnya pada permukaan margo. Mucocutaneous junction
terletak di posterior dari orifisium glandula meibom. Punktum lakrimale terlihat di
dekat sudut kantus medial. Punktum superior tesembunyi oleh sedikit rotasi kedalam,
terletak lebih ke medial. Punktum inferior dapat terlihat tanpa melakukan eversi.4,5,6

3
Gambar 2. Margo Palpebra 3

Muskulus Orbikularis Okuli


M. orbikularis okuli merupakan lapisan otot yang tipis dari serabut otot yang
tersusun secara konsentris yang menutupi palpebra dan daerah periorbital. Muskulus ini
merupakan muskulus protraktor yang utama dengan fungsi utama untuk membatasi
fissura palpebra dan penutupan palpebra. Muskulus ini juga mempunyai peranan dalam
sistem pompa lakrimal. M. orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus fasialis. Walaupun
muskulus ini merupakan muskulus skeletal, namun muskulus ini juga dapat bekerja
secara refleks.4
M. orbikularis okuli dibagi menjadi tiga bagian anatomi, pretarsal, preseptal dan
orbital. Pretarsal dan preseptal merupakan bagian palpebra, bergerak secara refleks,
seperti berkedip dan berfungsi sebagai pompa lakrimal. Bagain pretarsal palpebra
superior dan inferior, bagian profunda berorigo pada krista lakrimalis posterior dan
bagian superfisial berorigo pada permukaan anterior tendo kantus medial. Dekat
kanalikuli kaput profunda bagian pretarsal bersatu membentuk sekumpulan serabut
yang dikenal sebagai m. Horner’s (torsi Horner’s tensor). Di bagian posterior M.
Horner’s berlanjut sampai krista lakrimalis posterior. Pada bagian lateral bagian
pretarsal bersatu menjadi tendo kantus lateralis.4,6
Bagian preseptal berasal dari batas atas dan bawah tendo kantus medial.
M.preseptal inferior berasal dari kaput tendon. Pada palpebra superior, M. Preseptal
mempunyai kaput anterior dari tendon sedangkan kaput posterior berasal dari cabang

4
superior dan posterior tendon. Pada bagian lateral, M. Preseptal membentuk membentuk
Raphe lateral palpebra.6
Bagian orbital dari muskulus orbikularis okuli merupakan bagian terluar dan
terbesar. Bagian ini berfungsi untuk menutup mata dengan keras dan berkedip secara
sadar. Bagian orbital berasal dari permukaan anterior tendo kantus medialis, processus
orbitalis dari os. frontalis, dan prosessus frontalis dari os. Maxillaris di bagian depan
krista lakrimalis. Muskulus ini berjalan mengelilingi orbital sampai berinsersi kembali
ke kantus medial inferior dimana muskulus ini melekat ke periosteum krista lakrimalis
posterior, faskia lakrimalis dan tendo muskulus medialis. Di superior, bagian orbital
meluas sampai alis dan bergabung dengan M. frontalis dan M. Corrugator supercilii. Di
medial, perlekatan meluas dari supraorbita sampai os. Nasalis. Di inferior, bagian
orbital berasal dari permukaan anterior tendo kantus medial dengan sekitar periosteum
dan meluas sampai foramen intraorbita yang akan berlanjut sepanjang margo
infraorbita. Di lateral, bagian ini melewati zygomaticum, pipi dan menutupi fascia
temporalis.4,6

Gambar 3. Muskulus orbikularis okuli 6


Ket. Gambar : a. Muskulus Frontalis b. Muskulus Corrugator Supercilii
c. Muskulus Procerus d. Muskulus Orbikularis Okuli (pars orbitalis)
e. M. Orbikularis Okuli (pars preseptal) f. M. Orbikularis Okuli (pars pretarsal)

Septum Orbita
Septum orbita merupakan lembaran-lembaran fibrous yang tipis secara anatomi
di mulai pada arkus marginalis sampai superior dan inferior rima orbita yang berasal
dari periosteum. Pada palpebra superior, distal fibrous septum orbita bersatu dengan

5
permukaan anterior aponeurosis levator. Septum orbita biasanya berinsersi 3 – 5 mm di
atas tepi tarsal superior dan sekitar 10 mm di atas bulu mata. Pada palpebra inferior,
septum berjalan ke depan sampai bertemu M. Retraktor 4 – 5 mm di bawah tarsus
inferior dan bersatu dengan kapsulopalpebral.1,4,6
Septum berjalan ke arah medial bersama M. Orbikularis pretarsal dan melekat
pada krista lakrimalis postrior bersama beberapa jaringan fibrous meluas sampai krista
lakrimalis anterior. Pada bagian lateral, septum melekat pada tendo kantus lateral dan
berinsersi pada bagian atas tuberkel orbita lateral. Tepat dibelakang septum terdapat
kantung kuning lemak tepat di depan aponeurosis levator palpebra superior dan fascia
kapsulopalpebral pada palpebra inferior.1,4,6

Lemak Orbita
Lemak orbita memberikan perlindungan yang lunak pada bola mata dan
mempermudah pergerakan bola mata. Terdapat tiga kantung lemak di bawah mata dan
dua di atas; terletak di posterior septum orbita dan di anterior aponeurosis Levator
(palpebra superior) atau di anterior fascia kapsulopalpebral (palpebra inferior). Pada
palpebra superior, terdapat dua kantung lemak, daerah nasal dan sentral
(preaponeurotik). Pada palpebra inferior, terdapat tiga kantung lemak; nasal, sentral dan
temporal. Kantung-kantung lemak ini dibungkus oleh lapisan tipis fibrous.1,4,6,7

Muskulus Retraktor
Refraktor pada palpebra superior adalah muskulus levator palpebra dan
aponeurosisnya dan muskulus tarsal superior (M.Muller’s) yang dipersarafi oleh
simpati. Pada palpebra inferior sebagai retraktor adalah fascia kapsulopalpebral dan
muskulus tarsal inferior.
o M. Levator Palpebra
M. levator palpebra berorigo pada apeks orbita yaitu pada periorbita tulang
spenoidal tepat di atas Annulus Zinni. Komponen otot berukuran 40 mm, sedangkan
aponeurosisnya 14 – 20 mm. Ligamentum tarsal superior (ligamentum Whitnall) adalah
kondensasi serabut elastis selubung M. Levator bagian anterior yang berlokasi pada
area transisi muskulus levator dengan aponeurosis Levator.

6
Ligamentum Whitnall fungsi utamanya sebagai penunjang palpebra superior dan
jaringan orbita superior. Di medial melekat di sekitar troklea dan tendon M. Obliqus
superior. Di lateral membentuk septum yang berisi stroma kelenjar lakrimalis,
kemudian ke atas melekat pada bagian dalam dinding lateral orbita kira-kira 10 mm
diatas tuberkel orbita. Aponeurosis levator selanjutnya terbagi menjdi bagian anterior
yang berinsersi pada septum antara serat-serat muskulus preseptal orbikularis dan
posterior berinsersi pada permukaan anterior seperdua bagian bawah tarsus. Kornu
lateral dari levator palpebra membagi kelenjar lakrimal menjadi lobus orbital dan lobus
palpebral. Kornu medial melekat pada bagian posterior tendo medial dan posterior
krista lakrimal.6

6
Gambar 4. Struktur palpebra bagian dalam dan anterior orbita dari tampak depan.
Ket. Gambar : A. Kelenjar lakrimal; B. Ligamentum transverse superior (ligamentum Whitnall’s); C.
Tendon oblique superior; D. Aponeurosis levator; E. Lateral horn; F. Medial horn; G. Tendon kantus
lateral; H. Tendon kantus medial; I. Sakkus lakrimalis; J. Refraktor palpebra inferior; K. M. Obliqus
inferior.

o Muskulus Muller
M. Muller disebut juga M. Tarsalis Superior. M. Muller berorigo pada
permukaan bawah aponeurosis levator pada level ligamentum Whitnall kira-kira 12 – 14
mm di atas tepi tarsal superior, dipersarafi oleh saraf simpatis dan berinsersi pada tepi
tarsus superior. Muskulus ini melekat erat pada batas posterior konjungtiva.3,6

7
o Fascia Kapsulopalpebral
Fascia kapsulopalpebral inferior analog dengan aponeurosis levator palpebra
superior, berasal dari ujung serat-serat M. Rektus Inferior. Fascia kapsulopalpebral
selanjutnya menyatu dengan pembungkus M. Obliqus Inferior. Di antara M. Obliqus
inferior, dua fascia ini membentuk ligamentum suspensori Lockwood’s. Ligamentum
ini berinsersi pada tepi tarsus inferior dan tepat berada di bawah tarsus selanjutnya
bergabung dengan fascia septum orbita.

o M. Tarsalis Inferior
M. tarsalis inferior pada palpebra inferior analog dengan M. Muller’s, terletak di
posterior dari fascia kapsulopalpebral dan berasal dari perluasan fascia kapsulopalpebral
pembungkungkus dari M. Rektus Inferior. M. Tarsalis inferior melekat di atas
permukaan fascia kapsulopalpebral dan melekat di bawah konjungtiva. Pembungkus
fascia kapsulopalpebral dan M. Tarsalis Inferior terbagi dan mengelilingi M. Obliqus
Inferior dan bertemu kembali sebelum berinsersi di anterior tarsus inferior. Serabut dari
fascia kapsulopalpebral dan M. Tarsalis Inferior bersatu dengan septum orbita 4 – 5 mm
di bawah tarsus inferior dan berinsersi di tepi bawah tarsus inferior.4,6

Tarsus
Tarsus merupakan lamella posterior dan merupakan struktur penyokong utama
dari palpebra yang terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan tidak mengandung
kartilago. Tarsus melebar sepanjang palpebra superior dan inferior berukuran kira-kira
25 mm dan tebalnya 1 mm. Tarsus palpebra superior lebarnya kira-kira 9 – 10 mm dan
tarsus palpebra inferior 4 – 5 mm. Lempengan tarsus melekat kaku pada bagian medial
dan lateral periosteum. Di dalam tarsus terdapat glandula meibom. Pada palpebra
superior tarsus mempunyai sekitar 30 glandula sedangkan pada palpebra inferior
terdapat sekitar 20 glandula. 6,7

8
Gambar 5 : Palpebra tampak dari posterior.3
Konjungtiva
Konjungtiva adalah suatu membran mukosa tipis yang transparan ditutupi oleh
berlapis-lapis epithel squamous non keratin membentuk lapisan posterior palpebra.
Konjungtiva membatasi kantung mata mulai dari margo palpebra sampai limbus kornea.
Konjungtiva bulbi melekat secara longgar pada bola mata, sedangkan konjungtiva
palpebra melekat erat dengant palpebra. Konjungtiva berisi sel-sel goblet dan kelenjar
asesorius Krause dan Wolfring dimana secara histologi identik dengan kelenjar lakrimal
utama. Kelenjar ini terletak terutama jaringan subkonjungtival di palpebra superior di
antara batas tarsus superior dan forniks. Beberapa kelenjar ditemukan pada palpebra
inferior yaitu pada forniks inferior. Sel-sel goblet menghasilkan musin yang disebarkan
keseluruh konjungtiva dan ada yang terkumpul di kripte Henle tepat di atas tepi tarsus.
Musin merupakan komponen utama dari lapisan air mata. Pada bagian medial,
konjungtiva membentuk lipatan semilunaris.3,4,6

Gambar 6. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bagian bulbi (merah), forniks (hitam) dan palpebra
(biru).3

9
Vaskularisasi dan Sistem Limfatik
Vaskularisasi palpebra bersumber dari dua arteri, yaitu: (1) arteri karotis interna
yang mempercabangkan arteri oftalmika yang selanjutnya bercabang menjadi arteri
supraorbital, arteri supra trochlear dan arteri dorsonasal di sebelah medial serta arteri
lakrimal di sebelah lateral dan (2) arteri karotis eksterna bercabang menjadi arteri
angular dan temporal pada wajah. Sirkulasi kedua sistem ini sangat luas beranastomose
melalui palpebra superior dan inferior membentuk arkade marginal dan perifer. Arteri
karotis interna mensuplai bagian intraorbital termasuk arteri oftalmika yang cabang
terminalnya mensuplai palpebra superior. Arteri karotis eksterna mensuplai arteri
superfisial yaitu arteri fasialis dan angular yang mensuplai palpebra inferior. Arteri
fasial mempercabangkan arteri angular yang melalui regio kantus medialis dan
beranastomose dengan arteri dorsonasal. Arteri temporalis superfisial beranastomose
melalui cabang fasial transversa dan cabang zygomatikum.4,6,8
Aliran darah vena palpebra dibagi atas dua bagian yaitu bagian pretarsal atau
superfisial dan bagian postarsal atau bagian profunda. Bagian pretarsal mengalir ke vena
jugularis eksterna dan interna. Bagian posttarsal mengalirkan darah vena ke dalam vena
oftalmika dan berakhir di sinus kavernosus.3,4

Gambar 7: Tampak lateral dari sistem arteri Karotis Eksterna dan Interna dari orbita. 4

Ket. Gambar : A. maxillaris Interna (O): (1) a. auricular profunda; (2) a. tympani anterior; (3) a.
meningeal medial; (4) a. alveolar inferior; (5) a. masseter; (6) a. pterygoideum; (7) a. temporal profunda;
(8) a. bukkal; (9) a. alveolar superior posterior; (10) a. infraorbital; (11) sphenopalatine; (12) a. pterygoid
canal; (13) a. temporal superfisial; (14) a. fasialis transversa; (15) a. zygomatico-orbital; (16) a. Cabang
frontalis; (17) a. Karotis internal; (18) a. ophthalmikus; (19) a. Oftalmikus intrakonal; (20) a. Oftalmik
ethmoidalis posterior; (21) a. supraorbital; (22) a. supratrokhlear; (23) a. Oftalmikus etmoidalis anterior;

10
(24) a. infratrokhlear; (25) a. Arkade perifer (superior); (26) a. Arkade marginalis (superior); (27) a.
lakrimalis; (28) a. recurrent meningeal; (29) a. zygomaticotemporal; (30) a. zygomatikofasial; (31) a.
palpebra lateralis; (32) a. Arkade marginalis inferior; (33) a. angularis; (34) a. fasialis; (35) a. retina
sentralis; (36) a. Siliaris posterior lateral; (37) a. Muskulus rektus superior; (38) a. Silisris posterior
medialis; (39) short ciliary; (40) long ciliary; (41) anterior ciliary; (42) greater circle of iris; (43) lesser
circle of iris; (44) episcleral; (45) a. subconjungtival; (46) a. konjungiva; (47) a. Arkade marginalis; (48)
vortex vein; (49) medial palpebral; (50) dorsal nasal.

Drainase limfatik dari palpebra sesuai dengan perjalanan aliran vena. Terdapat
dua kelompok limfatik pada palpebra, yaitu kelompok medial yang mengalir ke dalam
limfonodus submandibular dan kelompok lateral yang mengalir ke dalam limfonodus
preaurikuler. Pembuluh limfe yang melayani bagian medial palpebra mengalir ke dalam
kelenjar limfe submandibular.3,4,6

Gambar. 8 : Drainase imfatik dari palpebra. 4

Innervasi Palpebra
Nervus motorik dari muskulus orbikularis okuli berasal dari nervus fasialis (N.
VII) melalui cabang temporal dan zygomatikus. Nervus fasialis dibagi menjadi dua
cabang, yaitu cabang temporofasial superior dan cabang servikofasial inferior.
Temporofasial superior dibagi lagi menjadi dua subdivisi, yaitu cabang temporal dan
zygomatikus yang menginnervasi M. Frontalis dan M. Orbikularis okuli. Servikofasial
inferior memberi cabang pada bukal, mandibula dan servikal yang menginnervasi
muskulus pada wajah bagian bawah dan leher.4,6,8
Nervus sensorik dari palpebra berasal dari cabang oftalmikus dan maxillaris
yang berasal dari nervus trigeminus. Rangsangan sensori dari palpebra superior berjalan
ke cabang oftalmikus melalui cabang terminal utama, yaitu nervus supraorbital,

11
supratrokhlear dan lakrimalis. Cabang dari nervus maxillaris (V2) menginervasi
palpebra inferior, pipi dan daerah inferial lateral. Kulit palpebra bagian medial, kantus
medial, sakkus lakrimalis dan kurunkel diinnervasi oleh nervus infratrokhlearis yang
merupakan cabang dari nervus nasosiliaris (cabang V1). Nervus zygomaticotemporal
(cabang nervus lakrimalis) menginnervasi bagian lateral dari palpebra dan pelipis.
Cabang ini juga menginnervasi daerah sekitar alis, dahi dan hidung.1,6

Gambar 9 : Innervasi sensorik orbita. Nervus sensorik. 4


Ket. Gambar : (1) N. V; (2) ganglion trigeminalis; (3) N. V 1 nervus ofthalmik; (4) N. V2 nervus
maxillaris; (5) N. V3 nervus mandibularis; (6) N. frontalis; (7) nervus supraorbital; (8) N. supratrokhlear;
(9) N. infratrokhlear; (10) n. nasociliary; (11) n. ethmoidal posterior; (12) n. Ethmoidal anterior; (13) n.
Nasal external; (14) n. lacrimalis; (15) n. alveolar superior posterio; (16) n. zygomatic; (17) n.
zygomatico-temporal; (18) n. zygomaticofacial; (19) n. infraorbital; and (20) n. alveolar superior anterior.
(21) ganglion ciliaris; (22) nervus inferior oblique; (23) cabang sensorik ganglion ciliaris.

2.2 Fisiologi Palpebra


Palpebra merupakan salah satu unsur yang paling penting yang terbentuk dalam
sistem proteksi pada mata fungsi ini dilaksanakan oleh tiga unsur pada palpebra :
1. Fungsi sensasi dan penyaringan dari silia
2. Sekresi kelenjar-kelanjar palpebra
3. Gerakan-gerakan palpebra2
Silia dan Alis Mata
Fungsi proteksi palpebra yang pertama adalah silia dan alis mata pada folikel
silia dikelilingi pleksus saraf yang sangat rendah ambang rangsangannya, sehingga bila
silia tersentuh akan timbul refleks berkedip.

12
Alis berfungsi sebagai penghalang objek yang mendekati mata dari alis. Alis
mata dapat dielevasi tanpa gerakan bola mata ke atas, namun bila bola mata menatap ke
atas alis mata dapat ikut terelevasi. Alis mata dielevasi oleh m.frontalis dan didepresi
oleh m.orbicularis oculi saat menutup palpebra.2
Sekresi Pelpebra
Fungsi proteksi yang kedua dilakukan oleh sekresi kelenjar palpebra oleh
kelenjar Meibom yang terdapat pada lempeng tarsal, yang jumlahnya kira-kira 30 pada
tiap tarsus. Lapisan minyak yang terbentuk merupakan lapisan superfisial dari tear film
prekorneal dan berfungsi mencegah evaporasi dan tumpahnya air mata dari palpebra.
Palpebra juga mengandung kelenjar lakrimal aksesorius yaitu Krause dan Wolfring(2,7)

Pergerakan Normal Palpebra


M. levator Palpebra, m.orbicularis oculi dan m.Muller’s pada palpebra superior
dan inferior mempunyai peranan dalam fungsi pergerakan bola mata. Gerakan palpebra
menutup dan terbuka dapat secara volunter (disadari) maupun secara refleks2,7
Elevasi
Pada saat mata dibuka, palpebra superior terangkat kira-kira 10 mm melawan
gravitasi dan terlipat di bawah tepi orbita pada lipatan palpebra. Gerakan ini terutama
diakibatkan oleh kontrasi dari m. Levator palpebra yang diinervasi oleh sistem simpatis.
Gerakan ini selalu berhubungan dengan kontraksi m.Rectus superior. Walaupun
palpebra superior mengikuti bola mata saat menatap ke atas, pada refleks berkedip bola
mata dan palpebra superior bergerak ke arah yag berlawanan, bola mata bergerak ke
atas sedangkan palpebra superior ke bawah dan menutup.2,7

Menutup Mata
Gerakan menutup palpebra dilakukan oleh m.Orbicularis oculi yang diinervsi
oleh nervus faciais (N.VII). Bagian palpebra yang melapisi tarsus dan septum orbita
berperan pada pergerakan berkedip dan menutup mata, dan bagian orbital berperan pada
saat palpebra menutup mata dengan keras. Ada tiga jenis gerakan menutup mata yang
dihasilkan oleh kombinasi-kombinasi yang berbeda dari serabut muskulus orbicularis

13
oculi dan muskulus yang menggerakkan alis mata yaitu berkedip, menutup mata dengan
sadar dan blefarospasme.2,7
Gerakan menutup mata secara sadar (voluntary Winking) adalah gerakan satu
mata. Gerakan ini dihasilan oleh konstraksi M. Orbicularis Oculi bagian palpebra dan
orbital secara simultan. Sedangkan pada blefarospasme, dihasilkan oleh kontraksi M.
Orbicularis oculi pars palpebra dan otot-otot pada alis mata. 7

Gambar 10 : Fisiologi dari mekanisme aliran air mata.6

Berkedip
Air mata tidak hanya tergantung pada komposisinya, tapi juga tergantung pada
kemampuan palpebra untuk berkedip. Dengan berkedip terjadi pendistribusian kembali
air mata dan meransang sekresi air mata dari kelenjar lakrimal aksesorius dan
memompakan ke dalam sakkus lakrimal. Sebagian besar orang berkedip kira-kira 20-30
kali permenit.4,7
Berkedip dapat diinduksi oleh rasa nyeri atau sentuhan pada permukaan okuler
dan dihantarkan melalui N.V atau oleh stimulus cahaya melalui N.Optik. Stimulus
dihantarkan ke nukleus sensorik N.Trigemunus dan diproses pada regio supranuklear.
Stimulus efferent untuk mengedip dibawa ke muskulus orbicularis oculi pretarsal oleh
cabang Zygomaticus dari N. VII. Abnormal dari N. V dapat dilihat dari infeksi Herpes
Simpleks atau Varicella Zoster yang dapat mencegah konduksi stimulus sensoris ke

14
batang otak dan menurunkan angka frekuensi mengedip atau menyebabkan kedipan
yang tidak sempurna.2,6,7

2.3 Definisi
Marcus-Gun jaw winking syndrome (MGJWS) pertama kali dijelaskan oleh
Robert Marcus Gunn pada tahun 1883 sebagai blepharoptosis unilateral dengan
kontraksi kelopak mata atas yang terkait dengan kontraksi otot pterygoid eksternal atau
internal, diperkirakan terjadi karena kelainan kongenital cabang cabang saraf kranial V
ke dalam cabang saraf kranial III yang mensuplai otot levator. Dalam laporan
sebelumnya, MGJWS telah diamati pada 2% hingga 13% pasien dengan ptosis
kongenital.9

2.4 Epidemiologi
Dalam laporan sebelumnya, prevalensi MGJWS telah diamati pada 2-13%
pasien dengan ptosis bawaan, dan meskipun kasus bilateral dilaporkan, sebagian besar
unilateral dan terjadi lebih sering di sisi kiri daripada di sebelah kanan.9
MGJWS biasanya pertama kali disadari orangtua yang melihat mata bayi
mengedip saat bayi menyusui. MGJWS dikaitkan dengan strabismus pada 50-60%
kasus. Palsi rektus superior ditemukan pada 25% kasus, dan palsi elevator ganda
ditemukan pada 25% kasus lainnya. Pada palsy elevator ganda, defisiensi elevasi bola
mata terjadi pada semua posisi pandangan, sekunder karena kelemahan nyata dari rektus
superior dan otot oblique inferior. Pada kejadian langka, strabismus horizontal tanpa
adanya gangguan motilitas vertikal dapat terjadi.10
Insiden anisometropia di antara pasien MGJWS dilaporkan 5-25%.
Anisometropia muncul ketika terdapat perbedaan bias pada kedua mata adalah 1,25
dioptri atau 1 dioptri pada mata silinder. Ambliopia terjadi pada 30-60% pasien
MGJWS dan hampir selalu sekunder akibat strabismus atau anisometropia, dan, jarang,
disebabkan oleh oklusi oleh kelopak mata yang ptosis.10

15
2.5 Etiopatogenesis
Etiopatogenesis MGJWS tidak diketahui secara jelas. Berbagai teori telah
diajukan mengenai etiologi gangguan ini. Inervasi ganda pada otot levator palpebrae
superioris dari nukleus okulomotor dan bagian pterigoid eksternal dari nukleus
trigeminal adalah salah satu teori tersebut. Biasanya, otot levator dipersarafi oleh inti
okulomotor.12
MGJWS dianggap sebagai bentuk ptosis sinkinetik. Penyimpangan sambungan
pada cabang-cabang motorik dari saraf trigeminal (CN V3) yang menginervasi otot
pterigoid eksternal dan serat dari divisi superior saraf oculomotor (CN III) yang
menginervasi otot levator superioris pada kelopak mata atas. Studi elektromiografi
menunjukkan persarafan sinkinetik ini dengan menunjukkan kontraksi simultan
pterigoid eksternal dan otot levator. Dalam kasus yang jarang terjadi, sinkinesis muncul
pada otot pterigoid internal dan otot levator. Dalam kasus ini, kelopak mata terangkat
saat menutup mulut dan menutup gigi. 11,13
Teori lain tentang persarafan menyatakan bahwa ada busur refleks yang timbul
dari pembagian motorik trigeminal ke ganglion gasserian, yang disebarkan sepanjang
koneksi intraneuronal ke nukleus okulomotor dan akhirnya ke otot levator. Teori ini
didasarkan pada bukti embriologis ketika nukleus motorik dari dua saraf kranial muncul
pada waktu yang sama dan terletak berdekat. Temuan kinematik dan MRI menunjukkan
kelainan struktural batang otak pada pasien MGJWS sehingga mendukung hipotesis
kesalahan arah saraf akson motor trigeminal ke otot palpebralis elevator.11
Beberapa penulis berspekulasi bahwa Jaw-winking bukan karena jalur baru yang
menyimpang, tetapi lebih karena disinhibisi mekanisme filogenetik primitif yang sudah
ada sebelumnya. Hal ini diduga menjelaskan mengapa individu normal akan sering
membuka mulut mereka saat mencoba membuka lebar mata mereka ketika meneteskan
obat mata atau saat merias wajah mereka.12
Karena ptosis rahang-kedip dipercayai sebagian besar disebabkan oleh
persarafan otot levator yang abnormal dan bukan karena perubahan miopatik, tidak
mengherankan bahwa sebagian besar studi histopatologi telah mengungkapkan otot
lurik yang normal.12

16
2.6 Manifestasi Klinis
Dalam sebagian besar kasus, retraksi kelopak mata diketahui oleh orang tua
selama menyusui pada beberapa minggu pertama setelah kelahiran.12-14 Pada MGJWS,
retraksi atau elevasi kelopak mata yang terkena dapat dipicu oleh berbagai gerakan
dengan stimulasi otot pterigoid, termasuk ketika mengunyah, membuka mulut atau
gerakan mandibula lainnya (Gambar 1). Kebanyakan kasus dalam literatur dan laporan
kasus adalah unilateral dan sisi kiri, tetapi beberapa penelitian melihat kejadian yang
hampir sama antara kedua mata atau kadang-kadang sisi kanan dengan frekuensi sedikit
lebih tinggi.14
MGJWS dikaitkan dengan strabismus pada 50-60% kasus. Insidensi
anisometropia 5-25%. Ambliopia terjadi pada 30-60% pasien dengan MGJWS dan
hampir selalu sekunder akibat strabismus atau anisometropia, dan, jarang, disebabkan
oleh oklusi oleh kelopak mata yang ptotik.15

Gambar 1. Fenomena Marcus Gunn sisi kiri. A: Ptosis kelopak mata kiri atas dalam posisi istirahat. B:
Retraksi kelopak mata kiri atas selama pembukaan mulut. C: Kelopak mata kiri atas tetap ptotik selama
pergerakan mandibula ke sisi ipsilateral.14

2.7 Penegakan Diagnosis


Evaluasi awal anak-anak dengan ptosis kongenital meliputi penilaian jarak
refleks marginal (MRD-1), penilaian Levator Palpabrae Superior (LPS), ketinggian
lipatan kelopak mata atas, fenomena Bell, dan adanya kondisi seperti sindrom Marcus
Gunn dan strabismus vertikal terkait. Penurunan signifikan fungsi LPS (4 mm atau

17
kurang) biasanya diamati. Meskipun ptosis tidak dianggap sebagai kondisi progresif,
anak-anak dengan ptosis memiliki insiden ambliopia yang lebih tinggi (14-23%) dan
gangguan visual perkembangan lainnya seperti miopia, astigmatisme, anisometropia,
torticollis dan strabismus.18
Diagnosis pada umumnya dibuat lebih awal oleh orang tua atau wali anak yang
mengamati gerakan sinkinetik saat menyusui selama masa bayi dan beberapa tidak
diketahui sampai mereka mencapai usia remaja, seperti dijelaskan pada manifestasi
klinis. Tidak ada tes khusus untuk menilai tingkat keparahan ptosis dan manajemen
pasien yang menderita MGJWS.16 Ini karena fenomena MGJWS sering lebih parah
daripada yang ditemukan oleh penilaian klinis konvensional. Wong et al.17 telah
membuat tes tambahan untuk meningkatkan akurasi evaluasi pra operasi. Tes ini terdiri
dari beberapa langkah. Pertama, pemeriksa mengevaluasi relaksasi dasar rahang
kemudian immobilisasi rahang pasien. Langkah ini diikuti oleh oklusi mata yang
terkena dan meminta pasien untuk menutup mata mereka kemudian membukanya
kembali dengan fiksasi objek di depannya. Kelopak mata ptotik berarti tes positif dan
diklasifikasikan sebagai ringan (≤2 mm), sedang (3 mm), atau berat (> 4 mm). Menurut
klasifikasi ini, seorang ahli bedah dapat memutuskan manajemen terbaik untuk pasien
baik secara konservatif atau pembedahan.19
Pemeriksaan pupil dan perbedaan warna iris di antara kedua mata harus
diperiksa untuk menyingkirkan sindrom Horner. Gerakan otot ekstraokular harus
dievaluasi seperti pada CPEG, mungkin ada kelemahan otot ekstraokular bersama
dengan ptosis. Evaluasi strabismus jika ada. Pemeriksaan fundus yang dilatasi harus
menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan segmen posterior, seperti pigmentasi
retina abnormal yang terlihat pada sindrom Kearn Sayre.18

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis Banding MGJWS meliputi ptosis kongenital lain seperti Ptosis
kongenital sederhana karena distrofi LPS; Ptosis aponeurotik: aponeurosis gagal untuk
masuk pada permukaan anterior tarsus atau akibat trauma lahir setelah persalinan forsep
menyebabkan defek aponeurotik bawaan; Ptosis neurosis dapat dilihat pada Sindrom
Horner atau palsi nervus kranial III kongenital.18

18
2.9 Tatalaksana
Manajemen konservatif biasanya menjadi pilihan pada pasien dengan ptosis
ringan. Bowyer dan Sullivan melaporkan bahwa 44% pasien dengan MGJWS ringan
diobati dengan peningkatan levator atau perbaikan konjungtivo-Mullerektomi yang
dimodifikasi, tetapi MGJWS bertahan pada semua pasien ini. Dalam penelitian ini, 16
pasien dengan MGJWS ringan (2 mm) menjalani observasi karena baik MGJWS
maupun ptosis tidak signifikan secara kosmetik bagi pasien atau keluarga.9 Studi juga
telah menunjukkan bahwa klinis tidak membaik dengan bertambahnya usia, tetapi
pasien belajar bagaimana mengontrol kelopak mata seiring dengan berjalannya waktu.
Istilah ptosis habitual digunakan untuk menggambarkan fenomena ini. Satu studi
menemukan bahwa 83% pasien yang mengalami MGJWS telah belajar bagaimana
memanipulasi posisi rahang mereka untuk mengurangi derajat ptosis kelopak mata
mereka. Meskipun diyakini bahwa ptosis kronis tidak berkembang pada bayi, laporan
kasus yang diterbitkan menunjukkan pendapat yang berbeda. Dalam kasus ini, seorang
bayi dengan blepharoptosis parah belajar pembiasaan pada usia 2 dan ½ bulan. Untuk
alasan ini, penulis menyarankan menunda intervensi bedah sampai usia 5 tahun bahkan
dalam kasus yang parah. Manajemen konservatif juga mencakup mengamati
perkembangan ambliopia dan memberi patch pada mata dominan untuk mendorong
pembiasaan yang lebih cepat.18,19
Prosedur bedah dipertimbangkan jika MGJWS menyebabkan ambliopia atau
masalah kosmetik yang signifikan dan pada kasus sedang hingga berat.9,10,18,19 Usia
yang paling diterima untuk intervensi adalah antara 4 dan 5 tahun. Menunda intervensi
bedah sampai usia ini penting karena beberapa alasan: (1) pemeriksaan klinis lebih
akurat dengan pasien kooperatif, (2) rentang pilihan operasi yang lebih luas, (3) usia
yang lebih aman untuk anestesi umum, dan (4) memungkinkan waktu untuk
pembiasaan. Sebelum melanjutkan ke operasi, disarankan untuk mengatasi dan
memperbaiki masalah terkait seperti strabismus atau ambliopia untuk penilaian pra
operasi yang lebih akurat.9 Oleh karena itu, penatalaksanaan tergantung pada derajat
blepharoptosis, usia pasien, pilihan orang tua, dan masalah mata terkait.19,20
Beberapa prosedur diarahkan untuk memperbaiki blepharoptosis atau jaw-
winking: (1) reseksi atau transposisi otot levator, (2) modifikasi levator, (3) levator

19
sling, (4) reseksi otot levator dengan suspensi frontalis; Callahan atau Beard, (5)
anastomosis otot levator dan frontalis, dan (6) flap otot orbicularis oculi. Tidak ada
kesepakatan pada prosedur tunggal terbaik di antara opsi-opsi ini. Evaluasi hasil
prosedur bedah pada pasien dengan MGJWS sulit karena berbagai alasan.19
Untuk MGJWS sedang dan berat, Beard menyarankan suspensi frontalis
bilateral dengan menonaktifkan otot levator bilateral untuk mencapai ketinggian
kelopak mata simetris di posisi primer dan saat menutup. Namun, ini melibatkan operasi
pada kelopak mata normal anak-anak, yang membutuhkan kepercayaan besar dari
dokter dan orang tua dalam kemampuan dokter.9 Banyak penelitian melaporkan hasil
prosedur bedah untuk memperbaiki blepharoptosis dan dibahas pada Tabel 1.
Tabel 1. Prosedur pembedahan pada pasien dengan MGJWS.19
Penulis / Tahun Jumlah pasien Derajat ptosis Intervensi bedah Hasil: dalam hal status
dengan MGJWS gerakan kelopak mata
sinkinetik.
Doucet TW, 12 pasien Sedang-berat Reseksi muskulus Tidak diterima; 11
Crawford JS/1981 levator (91,67%) pasien
Bajaj et al/2015 10 Pasien Derajat apapun Plikasi levator Resolusi: 3 (30%)
modifikasi pasien
Perbaikan: 7 (70%)
pasien
S M bertharla dan 15 pasien Derajat apapun Sling levator Resolusi: 10 (66,67%)
Sushii Kumar pasien
/1987 Perbaikan: 5(33,33%)
pasien
Demirci et a;/2010 30 pasien Sedang-berat Reseksi otot Resolusi: 29 (97%)
levator dengan pasien
suspensi frontalis Membaik: 1 (3%) pasien
Khwarg et al/1999 27 kelopak mata Sedang-berat Reseksi otot Resolusi: 10 (37%)
pada 24 pasien levator bilateral kelopak mata
dengan suspensi Perbaikan: 13 (48,2%)
frontalis bilateral kelopak mata
Tak terdokumentasi : 4
(14,6%) pasien
Bowyer JD, 13 Pasien Sedang-berat Reseksi otot Resolusi: 12 (92,3%)
Sullivan TJ/2004 levator bilateral pasien
dengan suspensi Perbaikan: 1 (7,7%)
frontalis bilateral pasien
Ibrahim, Hesham Delapan pasien ( 3 Berat Otot levator Resolusi: ketiga (100%)
AJI/2007 diantaranya sebagai sling pasien
MGJWS) frontalis
Xiang, Nan et al / 13 pasien Sedang-berat Anastomosis otot Resolusi: semua 13
2010 levator dan (100%) pasien
frontalis

20
2.10 Komplikasi
Kelopak mata atas dan bawah memiliki tujuan fungsional dan kosmetik. Struktur
anatomi kelopak mata yang kompleks menyebabkan konsekuensi besar dari perubahan
sederhana pada unit kelopak mata. Kebanyakan komplikasi bedah kelopak mata bersifat
sementara seperti infeksi atau pembentukan granuloma, tetapi dalam beberapa kasus, ini
dapat mencapai kebutaan yang ireversibel. Komplikasi prosedur bedah MGJWS
berbeda dalam jenis, keparahan, dan probabilitas sesuai dengan prosedur yang
dilakukan.18,20

21
BAB III
KESIMPULAN

Marcus-Gun jaw winking syndrome (MGJWS) adalah blepharoptosis unilateral


dengan kontraksi kelopak mata atas yang terkait dengan kontraksi otot pterygoid
eksternal atau internal, diperkirakan terjadi karena kelainan kongenital cabang cabang
saraf kranial V ke dalam cabang saraf kranial III yang mensuplai otot levator. Pasien
dengan Marcus Gunn akan memiliki kelopak mata ptosis yang terangkat ketika rahang
berubah posisi, biasanya diperhatikan saat tersenyum atau mengunyah. Hal ini karena
abnormalitas otot yang menggerakkan kelopak mata (otot levator) dan rahang (otot
pterygoid) yang menyebabkan kedua otot tersebut bergerak secara bersamaan.
Dalam sebagian besar kasus, retraksi kelopak mata diketahui oleh orang tua
selama menyusui pada beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Pada MGJWS,
retraksi atau elevasi kelopak mata yang terkena dapat dipicu oleh berbagai gerakan
dengan stimulasi otot pterigoid, termasuk ketika mengunyah, membuka mulut atau
gerakan mandibula lainnya. Kondisi ini biasanya hanya mempengaruhi satu mata.
Kelainan ini bisa memengaruhi laki-laki & perempuan dalam proporsi yang sama dan
dalam beberapa kasus dapat turun temurun (diturunkan melalui keluarga).
Kelainan ini disebabkan neural misdirection syndrome, dimana saraf yang
meniervasi otot-otot kelopak mata dan rahang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Keadaan ini dimulai ketika bayi berkembang di dalam rahim dan tidak ada cara untuk
mencegah hal ini selama kehamilan. MGJWS dapat dikelompokkan berdasarkan derajat
ringan, sedang, atau berat. Manajemen konservatif biasanya menjadi pilihan pada pasien
dengan ptosis ringan. Prosedur bedah dipertimbangkan jika MGJWS menyebabkan
ambliopia atau masalah kosmetik yang signifikan dan pada kasus sedang hingga berat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Dutton JJ, Gayre GS, Proia AD. Anatomy of Eyelids. In : Diagnostik Atlas of
Common Eyelid Disease.(CD-ROOM). Informa Helthcare. New York :2007.
2. Kikkawa DO, Lucarelli MJ, Shoplin JP, Cook BE, Lemke BN. Ophthalmic Facial
Anatomy and Physiologi. In : Adler’s Physiology of the Eye.10th Edition. St.louis
(USA) : Mosby ; 2003.
3. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Fundamental and principle of
ophthalmology. Section 2. American Academy of ophthalmology. San
Fransisco.2008-2009.
4. Eyelid Anatomy. In : Duane's Clinical Ophthalmology (six volumes). (CD-
ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA : 2003
5. Sehu KW, Lee WR. Eyelid and Lacrimal Sac. In : Ophthalmic Pathology An
illustrated guide for clinicians. (CD-ROOM). Blackwell Publishing. UK : 2005.
6. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Orbital anatomy in : Orbit,Eyelids and
Lacrimal System. Section 7. Academy of ophthalmology. San Fransisco.2008-
2009.
7. Oyster, C W. The Eyelids and the Lacrimal System. In : The Human Eye
Structure and Function. Sunderland (USA) : Sinauer Associates,Inc. 1999.
8. Larrabee WF, Makielski KH, Henderson JL. Eyelid, Anterior Orbit and Lacrimal
System. In : Surgical Anatomy of The Face 2nd Edition. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia (USA) : 2004.
9. Demirci H, Frueh BR, Nelson CC. Marcus Gunn Jaw-Winking Synkinesis
Clinical Features and Management. Ophthalmology 2010;117:1447–1452.
10. Shah AD, Kumar AB, Kothari K. Bilateral Marcus Gunn jaw winking synkinesis
with monocular elevation deficiency: A case report and literature review. Int
Ophthalmol 2012;32:199-201
11. Conte A, Brancati F, Garaci F, Toschi N, Bologna M, Fabbrini G, et al.Kinematic
and diffusion tensor imaging definition of familial Marcus Gunn jaw-winking
synkinesis. PLoS One 2012;7:e51749.

23
12. Sundareswaran, Shobha, et al. Jaw-winking phenomenon: Report of a case with
review of literature. Indian Journal of Dental Research, 2015, 26.3: 320.
13. Pandey M, Baduni N, Jain A, Sanwal MK, Vajifdar H. Abnormal oculocardiac
reflex in two patients with Marcus Gunn syndrome. J Anaesthesiol Clin
Pharmacol. 2011 Jul. 27(3):398-9.
14. Dżaman, K., Zborowska - Piskadło, K., Pietniczka - Załęska, M., & Kantor, I.
(2019). Marcus Gunn (jaw-winking) phenomenon in pediatric
otorhinolaryngology practice. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology, 117, 153–156. doi:10.1016/j.ijporl.2018.11.035
15. Ziga N, Biscevic A, Pjano MA, Pidro A. Marcus Gunn Jaw-Winking Syndrome: a
Case Report. Med Arch. 2019;73(4):282–284. doi:10.5455/medarh.2019.73.282-
284
16. Koelsch E, John WH. Marcus Gunn Jaw winking synkinesis in a neonate. Mov
Disord. 2007;22(6):871–3. https://doi. org/10.1002/mds.21328
17. Wong JF, Theriault JFA, Bouzouaya C, Codere F. Marcus Gunn jaw winking
phenomenon: a new supplemental test in the preoperative evaluation. Ophthal
Plast Rccomtr Surg. 2001;17:412–8.
18. Raj, Anuradha, Amit Maitreya, and Harsh Bahadur. "Congenital ptosis: Etiology
and its management." International Journal of Ocular Oncology and Oculoplasty,
January-March, 2017;3(1):8-13
19. Al-Omair, Sarah, and Adi Mohammed Al Owaifeer. Managing the Wink in
Marcus Gunn: a review of the literature. International Journal of Medicine in
Developing Countries 2019;3(2):001–005.
20. Sthapit, R. P., & Saiju, R. 2015. Surgical Outcomes in Cases of Marcus-Gunn
Jaw-winking Phenomenon. Kathmandu University Medical Journal, 13(1), 34-37.

24

Anda mungkin juga menyukai