Bendungan Sigura-gura
Semua pengendalian seperti membuka dan menutup pintu air, menjalankan atau
menghentikan putaran turbin, menurunkan atau menaikkan pembangkit tenaga listrik oleh
generator dan lain-lainnya diatur melalui rumah pengendali.
Semula, Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan tenaga listrik.
Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang berkapasitas 700 MW, tetapi
bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhan listrik pembangkit dapat ditingkatkan
hingga mencapai 1.400 MW. Badan yang bertanggungjawab dalam pembangunannya adalah
Proyek Induk Pembangkit Hidro (PIKITDRO) dari Perusahaan Listrik Negara (PLN),
Depatemen Pertambangan dan Energi (sekarang menjadi Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan permasalahan
lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan multiguna, termasuk
untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-akuakultur, pariwisata, dan lain-
lain. Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci,
bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih
mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih
dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah
semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh
Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.[2]
3. Bendungan Cirata
Kapasita 1008 MW tersebut terdiri dari Cirata I yang memiliki empat unit masing-masing
operasi dengan daya terpasang 126 MW yang mulai dioperasikan tahun 1988 dengan daya
terpasang 504 MW, selain itu Cirata II juga dengan empat unit masing-masing 126 MW,
yang mulai dioperasikan sejak tahun 1997 dengan daya terpasang 504 MW. Cirata I dan II
mampu memproduksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh pertahun yang kemudian dislaurkan
melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV ke sistem interkoneksi Jawa-
Madura-Bali (Jamali).
Guna menghasilkan energi listrik sebesar 1.428 Gwh, dioperasikan delapan buah turbin
dengan kapasitas masing-masing 129.000 KW dengan putaran 187,5 RPM. Adapun tinggi air
jatuh efektif untuk memutar turbin 112,5 meter dengan debit air maksimum 135 m3 perdetik.
PLTA Cirata dibangun dengan komposisi bangunan power house empat lantai di bawah
tanah yang menpengoperasiannya dikendalikan dari ruang control switchyard berjarak sekitar
2 kilometer (km) dari mesin-mesin pembangkit yang terletak di power house.
4. Bendungan Jatiluhur
Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW
dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh Perum Jasa
Tirta II.
Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha
sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya perikanan dan pengendali
banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.
Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan
Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow, bar
dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water slide, ruang
pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground dan fasilitas lainnya. Sarana
olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating
dan lainnya.
Di perairan Danau Jatiluhur ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung, yang
menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita dapat
memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.
5. Bendungan Sutami
Penyediaan air irigasi 24 m³/dt pada musim kemarau (seluas 34.000 ha) melalui
pengaliran ke hilir,
Perikanan disini dilakukan oleh warga setempat dengan menggunakan jaring terampung yang
biasa disebut kerramba (warga menyebut kerambak). Pemeliharaan ikan dengan
memanfaatkan perairan di waduk Ir Sutami ini terjadi semenjak era reformasi, yang
sebelumnya menangkap dan memelihara ikan di perairan ini dilarang oleh pihak pemilik
bendungan.
Selain manfaat sebagai sarana pariwisata dan perikanan, Bendungan Sutami yang juga biasa
disebut "dam" oleh masyarakat setempat ini juga memiliki manfaat lain, yaitu digunakan
sebagai akses oleh para pengentara motor untuk melintas pada siang hari dengan membayar
karcis. Mereka yang sering melintas mayoritas adalah warga yang tinggal di wilayah selatan
waduk, seperti warga Kalipare dan Donomulyo.