Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

SEORANG WANITA 35 TAHUN DENGAN STRUMA DIFUSA


HIPERTIROID
(Kasus Medik)

Disusun oleh:
dr. Reta Fitriana Kusuma

Pembimbing:
dr. Imam Prasetyo
dr. Siti Hanah

RSUD KAJEN
KABUPATEN PEKALONGAN
2018

1
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Identitas pasien adalah sebagai berikut:
Nama : Ny.T
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 35 tahun
Alamat : Gejlik 11/5 Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruang : Matahari

1.2 DATA DASAR


Data dasar pasien adalah sebagai berikut:
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Maret 2018 di ruang Matahari pada
pukul 14.00 WIB.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : benjolan di leher
Lokasi : leher
Onset dan kronologis : pasien datang ke poli penyakit dalam dengan
keluhan benjolan dileher yang semakin membesar
sejak 2 tahun yang lalu
Kualitas : benjolan sedikit mengganggu aktivitas, nyeri
hilang timbul,
Kuantitas : benjolan berjumalah satu sebesar telur angsa

Faktor memperberat : Bertambah dengan aktivitas berat


Faktor memperingan : Berkurang dengan istirahat
Gejala penyerta : pasien mengeluh berdebar-debar (+), mudah lelah
(+), lebih suka udara dingin (+) daripada udara panas, keringat banyak (+), mudah
gugup (+), nafsu makan meningkat (+), berat badan menurun (+) 7kg dalam 6
bulan terakhir, demem (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat sakit jantung disangkal
 Riwayat penyinaran di daerah leher disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat sakit seperti ini disangkal
 Riwayat sakit gondok disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat sakit jantung disangkal
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan 2 orang anak yang
belum mandiri. Pembiayaan Rumah Sakit ditanggung BPJS PBI.
Kesan : sosial ekonomi kurang
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Maret 2018 di ruang Matahari pada
pukul 14.15 WIB.
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5=15
Tanda Vital
 Tekanan darah : 130/70 mmHg
 Denyut nadi : 90x/mnt, reguler, isi tegangan cukup, pulsus deficit(-)
 Laju pernafasan : 25x/menit
 Suhu : 37C (aksiler)
 Berat badan : 48 kg
 Tinggi Badan : 153 cm
 IMT : 19,65 kg/m2 (normoweight)
Kulit : Sawo matang, turgor kulit cukup, pucat (-)
Kepala : Mesosefal, malar rash (-), rambut mudah rontok (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
eksoftalmus (-/-),
Hidung : Epistaksis (-/-), discharge (-/-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-),
faring hiperemis (-), uvula di tengah (+), tonsil T1-T1
hiperemis (-)
Telinga : Discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-)
Leher : Tampak benjolan (+), kulit merah (-), lobus tiroid
kanan dan kiri teraba membesar difus, ukuran ±6x3x1
cm, permukaan halus, batas tegas, konsistensi kenyal,
perabaan hangat (-), nyeri tekan (-) pembesaran limfonodi
(-), bising tiroid (+)
Thoraks : Bentuk normal, retraksi (-)

Paru Depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi paru kanan = paru kiri
stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi paru kanan = paru kiri
stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi spatium intercostalis VI 2 cm
lateral linea mid clavicularis sinistra, diameter 2 cm, thrill
(-), kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas = spatium intercostalis II linea parasternal
sinistra
Batas kiri = sesuai ictus cordis
Batas kanan = linea parasternal dekstra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : HR= 90x/menit, bunyi jantung I-II normal, bising (-),
gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, rash (-), venektasi (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, area traube timpani, pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-),
Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Tremor jari +/+
Acropachy -/-
Tangan teraba panas +/+
Tangan basah -/-

Indeks Wayne
Gejala
1.Sesak nafas saat bekerja (+) +1
2.Berdebar-debar (+) +2
3.Mudah lelah (+) +2
4.Suka udara panas (-) 0
5.Suka udara dingin (+) +5
6.Keringat berlebih (+) +3
7.Mudah tegang/gugup (+) +2
8.Nafsu makan meningkat (+) +3
9.Nafsu makan menurun (-) 0
10.Berat badan meningkat (+) 0
11.Berat badan menurun (+) +1
Tanda
1.Tiroid teraba (+) +3
2.Bising tiroid (+) +2
3.Eksoftalmus (+) +2
4.Retraksi kelopak mata (+) +2
5.Kelopak mata tertinggal gerak bola mata (+) +1
6.Hiperkinetik (+) 0
7.Tremor jari (+) +2
8.Tangan panas (+) +2
9.Tangan basah (-) -1
10.Fibrilasi atrium (+) +4
11.Nadi teratur: 90x/menit +3
Total skor 37 (hipertiroid)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Imunoserologi 20 Maret 2018 , 11.00 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
FT3 pmol/l 4,3 – 8,3
FT4 69,21 pmol/l 12 - 24 pmol/l
Hypothyroid >7
TSHs <0,05 uIU/mml Euthyroid 0,25 - 5
Hyperthyroid <0,15

Pemeriksaan Hematologi 21 Maret 2018, 07.45 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Hemoglobin 12,1 g/dL 13 – 16 L
Hematokrit 37,2 % 40 – 54 L
Eritrosit 4,35 106/uL 4,4 – 5,9 L
MCH 27,8 pg 27 - 32
MCV 85,3 fL 76 – 96
MCHC 32,6 g/dL 29 - 36
Leukosit 6,2 103/uL 3,8 – 10,6
Trombosit 290 103/uL 150 - 400

Pemeriksaan Kimia Klinik 21 Maret 2018, 11.45 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Glukosa 121 mg/dL 80-160
Sewaktu
Cholesterol 112 mg/dl 0 - 220
Trigliserid 48 mg/dl <=150
HDL 28 mg/dl 35 – 55
LDL 74 mg/dl 0 - 150
Ureum 21 mg/dl 10 - 50
Creatinine 0,6 mg/dl 0,5-0,9
Elektrolit
Natrium 134 mmol/l 136-155 L
Kalium 4,0 mmol/l 3,5-5,5
Klorida 104 mmol/l 98-108
Pemeriksaan EKG 21 Maret 2018

Kesan : rapid atrial rhytm

Pemeriksaan EKG 25 Maret 2018

Kesan : sinus takikardi


Pemeriksaan X-Foto Thorax AP (21 Maret 2018)
KESAN :
 Cardiomegaly (left ventricle, left atrium)
 Pulmo tak tampak infiltrat
Pemeriksaan USG COLLI (21 Maret 2018)

HASIL :
Thyroid lobus kanan : ukuran membesar difus (vol. ± 59,48 cc). Struktur
parenkim kasar inhomogen. Tak tampak massa maupun kalsifikasi. Pada
pemeriksaan Doppler US tampak vaskularisasi inferno intraparenkim
Thyroid lobus kiri : ukuran membesar difus (vol. ± 58,71 cc). Struktur parenkim
kasar inhomogen. Tak tampak massa maupun kalsifikasi. Pada pemeriksaan
Doppler US tampak vaskularisasi inferno intraparenkim
Glandula submandibular Kanan-Kiri : ukuran dan bentuk normal,
echogenesitas normal, parenkim homogen, tak tampak nodul maupun kalsifikasi

KESAN :
 cenderung gambaran struma difusa

1.3 DAFTAR ABNORMALITAS


1. Sesak nafas
2. Lemas
3. Batuk
4. Berdebar-debar
5. Mudah lelah
6. Lebih suka dengan udara dingin dibandingkan udara panas
7. Keringat banyak
8. Mudah gugup
9. Nafsu makan meningkat
10. Berat badan menurun 7 kg dalam 6 bulan
11. Pada leher tampak benjolan (+), kulit merah (-), lobus tiroid kanan dan kiri
teraba membesar difus, ukuran ±6x3x1 cm, permukaan halus, batas tegas,
konsistensi kenyal, perabaan hangat (-), nyeri tekan (-), bising tiroid (+)
12. Tremor jari
13. Tangan teraba panas
14. Indeks Wayne : 37
15. Hematokrit menurun 37,2
16. Eritrosit menurun 4,35 106/uL
17. Natrium menurun 134 mmol/L
18. TSHs menurun <0.05 uIU/mL
19. T4 Total naik 69,21 nmol/L
20. EKG : rapid Atrial rythm
21. X-Foto Thorax AP
 Pulmo tak tampak infiltrat
 Cardiomegaly (left ventricle, left atrium)
22. USG Tiroid : cenderung gambaran struma difusa

1.4 RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Assessment : Struma Difusa Hipertiroid

Rencana Awal
Dx : USG tiroid, x foto thorax, Free T4, TSHs
Rx : PTU 100mg /8jam
Propanolol 10 mg/ 8 jam po
Mx : Free T4, skor index wayne

HASIL FOLLOW UP

Tanggal S O A P

20/3 2018 Lemes, berdebar Status General : Struma difusa  Inf. Asering :futrolit 1:1 20

debar, sesak Ku : sedang hipertiroid tpm

Kes : cm  Inj. Furosemide 1A/hari

TD 150/80  Inj Methil 125mg / hari

HR 110  Inj. Ceftriaxone 2gr/ hari

RR 24  Inj amiodaron 150mg/ hari


T 36,7 Po :

- Digoxin 2x1/2

- Kendaron 1x1

- Ciloztazol 1x100

- PTU 3X1

21/3 2018 Berdebar debar Status General : Struma difusa  Terapi lanjut

berkurang Ku = sakit sedang hipertiroid  Cek ekg

Kesadaran = Komposmentis  Foto thorak

TD 140/70  Pemeriksaan lab

HR 102  Usg colli


RR 22

T 36
22/3 2018 Pusing, lemes Status General : Struma difusa  Terapi lanjut

Ku = sakit sedang hipertiroid  Observasi KU , TTV dan

Kesadaran = Komposmentis EKG

TD 130/70

HR 90

RR 25

T 37

Pulmo = sdv +/+

Cor : S1,2 reguler

Abdomen =

Inspeksi : distensi

abdomen (-)

Auskultasi : bising

usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri

tekan (-)

23/3 2018 Berdebar debar Status General : Struma difusa  Terapi lanjut

berkurang Ku = sakit ringan hipertiroid  Observasi KU , TTV dan

Kesadaran = Komposmentis EKG


TD 120/70

HR 90

RR 25

T 37

24/3/2018 t. a. k Status General : Struma difusa  Terapi lanjut

Ku = sedang hipertiroid Observasi KU , TTV

Kesadaran = Komposmentis

TD 120/70

HR 90

RR 20

T 36 8

25/3/2018 t. a. k Status General : Struma difusa  Terapi lanjut

Ku = sedang hipertiroid

Kesadaran = Komposmentis

TD 120/70

HR 90

RR 20

T 36 8

26/3/2018 t.a.k Status General : Struma difusa  Boleh pulang

Ku = baik hipertiroid
Kesadaran = Komposmentis

TD 120/70

HR 86

RR 20

T 36

Pulmo = sdv +/+

Cor : S1,2 reguler

Abdomen =

Inspeksi : distensi

abdomen (-)

Auskultasi : bising

usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri

tekan (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertiroidisme
2.1.1 Definisi
Pengertian hipertiroidisme perlu dibedakan dengan tirotoksikosis.
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis dari peningkatan jumlah hormone tiroid
yang beredar dalam sirkulasi darah. Sedangkan hipertiroidisme didefinisikan
sebagai suatu peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan
oleh kelenjar tiroid.1,2,3
2.1.2 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan hipertiroidisme antara lain1,2:
 Usia lebih dari 60 tahun
 Perempuan
 Mengkonsumsi iodine dengan jumlah berlebihan dalam jangka
waktu yang lama
 Mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung iodine seperti
amiodarone
 Riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan gangguan
hormonal pada diri sendiri ataupun keluarga

2.1.3 Patofisiologi
Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya hipertiroidisme,
yaitu4:
1. Kelenjar tiroid melakukan sekresi berlebihan hormon tiroid
(hipertiroidisme primer)
2. Kelenjar hipofisis melakukan stimulasi berlebihan terhadap kelenjar tiroid
untuk mensekresikan hormon tiroid (hipertiroidisme sekunder)
3. Beberapa sumber eksogen hormon tiroid
2.1.4 Tanda dan Gejala
Gejala
1.Sesak nafas saat bekerja +1
2.Berdebar-debar +2
3.Mudah lelah +2
4.Suka udara panas -5
5.Suka udara dingin +5
6.Keringat berlebih +3
7.Mudah tegang/gugup +2
8.Nafsu makan meningkat +3
9.Nafsu makan menurun -3
10.Berat badan meningkat -3
11.Berat badan menurun +3
Tanda Ada Tidak ada
1.Tiroid teraba +3 -3
2.Bising tiroid +2 -2
3.Eksoftalmus +2 0
4.Retraksi kelopak mata +2 0
5.Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 0
6.Hiperkinetik +4 -2
7.Tangan panas +2 -2
8.Tangan basah +1 -1
9.Fibrilasi atrium +4 0
10.Nadi teratur: 80-90x/menit 0 -3
>90x/menit +3 0
Tabel 1. Indeks Wayne5 (Interpretasi: eutiroid ≤ 11; ragu-ragu= 11-19; hipertiroid
≥ 19)

2.1.5 Etiologi
Penyebab hipertiroidisme bermacam-macam dan digolongkan berdasar
patofisiologinya. Kira-kira 70% hipertiroidisme terjadi karena autoimun yang
sering kali dikenal sebagai penyakit Graves, sisanya karena struma multinodosa
toksik dan adenoma toksik. Etiologi lainnya baru dipikirkan setelah sebab tiga di
atas disingkirkan.1,
Penyebab tirotoksikosis
Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme primer Hipertiroidisme
hipertiroidisme sekunder
- Silent thyroiditis - Penyakit Graves - TSH-secreting tumor
- Destruksi kelenjar: I- - Struma multinodosa - chGH secreting tumor
131, amiodaron, toksik - Resistensi hormon
infark, adenoma, - Adenoma toksik tiroid
radiasi - Obat: yodium lebih, - Tirotoksikosis
- Tirotoksikosis litium gestasional (trimester
faktisia (keadaan - Karsinoma tiroid yang I)
hormone tiroid berfungsi
berlebih) - Struma ovarii (ektopik)
Tabel 3. Diagnosis banding tirotoksikosis1
a. Penyakit Graves
Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan
produksi antibodi terhadap reseptor TSH pada folikel tiroid sehingga merangsang
kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid secara terus-menerus. Faktor
genetik dan lingkungan mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk
mengalami penyakit Graves.3
Struma difusa umumnya ditemukan pada penyakit Graves, tetapi pada
sebagian kecil kasus struma nodul dapat ditemukan. Manifestasi klinis lain
penyakit Graves yaitu gejala hipertiroidisme, oftalmopati, dermopati (myxedema
lokal), dan akropaki. Dua manifestasi terakhir sangat jarang ditemukan.1,2
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis
penyakit Graves yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid bebas, skintigrafi, dan
Thyrotropin Receptor Antibodies (TRAb). Pada penyakit Graves, kadar TSH
ditemukan rendah disertai peningkatan kadar hormon tiroid dan pada pemeriksaan
skintigrafi didapatkan peningkatan ambilan tersebar di semua bagian tiroid. TRAb
ditemukan hanya pada penyakit Graves dan tidak ditemukan pada penyakit
hipertiroidisme lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis penyakit
Graves.1,2,3
b. Struma multinodosa toksik
Struma multinodosa toksik merupakan nodul tiroid multipel yang berfungsi
secara otonom, menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan. Penyebab utama
dari kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine.7
Gejala klinis struma multinodosa toksik berupa hipertiroidisme subklinis
atau tirotoksikosis ringan. Struma multinodosa toksik sering ditemukan pada
pasien usia lanjut dengan berbagai keluhan hipertiroidisme. Pada
elektrokardiografi dapat ditemukan fibrilasi atrium.7,

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


a. TSH
Thyroid stimulating hormone (TSH) merupakan hormon yang diproduksi
oleh hipofisis untuk menstimulasi pembentukan dan sekresi hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid. Pemeriksaan serum TSH disarankan menjadi pemeriksaan lini
pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid
akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga
pemeriksaan serum TSH memiliki sensitivitas dan spesifisitas paling baik untuk
menegakkan diagnosis gangguan tiroid.1,2,
b. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan
sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme.
Pemeriksaan utamanya dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena
yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya.
c. Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan metode yang menggunakan gelombang suara
dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar
tiroid. Kelebihan metode ini adalah mudah untuk dilakukan, noninvasif serta
akurat dalam menentukan karakteristik nodul adenoma toksik dan struma
multinodosa toksik serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat.2
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis diawali oleh kecurigaan klinis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang kemudian dinilai dengan indeks Wayne dan New Castle,
serta diinterpretasikan. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang
untuk mengetahui diagnosis pasti.1,2,3

Pemeriksaan TSH, FT4

TSH rendah, FT4 TSH rendah, FT4 TSH normal atau TSH dan FT4 normal
tinggi normal meningkat, FT4 tinggi
Hipertiroidisme Periksa FT3
primer
Adenoma Tidak
Tinggi Normal hipofisis diperlukan
pensekresi-TSH pemeriksaan
atau sindrom
Tirotoksikosis Hipertiroidism resistensi
T3 e subklinis hormon tiroid
Tanda
penyakit
Pantau ulang
Graves
6 -12 minggu

Ya Tidak

Penyakit Struma
Graves multinodosa atau
adenoma toksik

Ya Tidak

Tiroiditis Singkirkan
destruktif, penyebab lain
kelebihan iodium termasuk stimulasi
atau kelebihan oleh gonadotropin

Gambar 1. Alur evaluasi pasien tirotoksikosis1


2.1.8 Tata Laksana
Modalitas terapi hipertiroidisme ada tiga, yaitu tirostatika, tiroidektomi, dan
terapi radioiodin. Modalitas utama yang banyak digunakan adalah tirostatika, obat
antitiroid (OAT).1,2,3,9
Tirostatika. OAT terdiri dari 2 golongan, yaitu golongan Tionamid
(Propiltiourasil (PTU)) dan golongan Imidazole (Metimazol, Tiamazol,
Karbimazol) yang akan menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun.
PTU memiliki efek tambahan yaitu menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. Tirostatika dapat lewat sawar darah plasenta dan air susu ibu. Kadar PTU
10x lebih rendah dalam air susu dibandingkan dengan metimazol. Dosis dimulai
dengan 30 mg karbimazol, 30 mg metimazol, atau 400 mg PTU sehari dalam
dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis
dititrasi sesuai respon klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan
untuk melihat apakah terjadi remisi. Efek samping yang sering timbul yaitu rash,
urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot, atralgia. Untuk
evaluasi gunakan gambaran klinis dengan indeks Wayne atau New Castle dan
pemeriksaan T4/fT4.1,2,3,9
Tiroidektomi. Operasi baru dikerjakan jika keadaan pasien eutiroid, klinis
maupun biokimiawi. Tindakan ini dapat dipertimbangkan pada pasien relaps
setelah pengobatan OAT. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan,
edema laring, hipoparatiroidisme karena glandula paratiroid yang terletak di
belakang glandula tiroid dapat terangkat dan cedera nervus laringeus rekurens.
Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme,
atau residif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.


Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi keenam. Jakarta:
Interna Publishing. 2014.
2. Masjhur JS. Nodul tiroid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi keenam. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
3. Priantono D, Sulistianingsih DP. Hipertiroidisme. Dalam: Tanto C,
Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editor. Buku Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2014; 787-
90.
4. Berkowitz A. Kelenjar tiroid. Alih bahasa: Hartono A. Buku Lecture
Notes Patofisiologi Klinik. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
5. Crooks J, Murray IPC, Wayne EJ. Statistical methods applied to the
clinical diagnosis of thyrotoxicosis. Q J Med. 1959; 28: 211-34.
6. Masjhur JS. Nodul tiroid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi keenam. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
7. Priantono D, Sulistianingsih DP. Nodul tiroid. Dalam: Tanto C, Liwang F,
Hanifati S, Pradipta EA, editor. Buku Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
keempat. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2014; 799-801.

21
LAMPIRAN
Dokumentasi Kasus

Anda mungkin juga menyukai