Anda di halaman 1dari 40

METODE PENELITIAN KUALITATIF

Analisis simbol Silat Beksi Budaya Betawi Pada Perguruan Pencak Silat
Beksi Selempang Betawi

Nama : M. Taufik Fahrida

NIM : 1471511939

Mata Kuliah : Metode Penelitian Kualitatif

Dosen : Laksmi Rachmaria

Kelompok : PB

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS BUDI LUHUR JAKARTA

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal yang berjudul “Analisis simbol Silat Beksi Budaya
Betawi Pada Perguruan Pencak Silat Beksi Selempang Betawi”, proposal
disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Metode
Penelitian Kualitatif..

Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak


bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada :

1. Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan


dukungan dalam berbagai hal.
2. Ibu Laksmi Rachmaria selaku dosen pada mata kuliah Metode Penelitian
Kualitatif.
3. Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan
bantuan masukan-masukan kritikan dan saran-saran.

Semoga arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi keluarga, bapak dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang
lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya.
Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai
sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya Penelitian
Kualitatif.

Jakarta, 3 November 2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Fokus Penelitian
1.3 Identifikasi Masalah
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.2 Teori Interaksi Simbolik

2.3 Implikasi Interaksi Simbolik

2.4 Komunikasi Verbal dan Non Verbal

2.5 Makna

2.6 Budaya dan Kebudayaan

2.7 Betawi

2.8 Pengaruh Budaya Terhadap Komunikasi

2.9 Etnografi Komunikasi

3
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

3.2 Tipe Penelitian

3.3 Metode Penelitian

3.4 Subyek Penelitian

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.6 Teknik Analisis Data

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan keragaman budaya , setiap


budaya di indonesia memiliki ciri khas masing-masing. Dengan adanya ciri- khas
di dalam budaya dapat mengetahui identitas suatu masyarakat tertentu. Bagaimana
pola hidup suatu budaya mencerminkan kebudayaan yang di anut. Budaya
menjadi cara hidup sebuah masyarakat untuk bersosialisasi dengan orang banyak,
dengan menggunakan bahasa maupun gerakan untuk menjalin suatu komunikasi
yang efektif.

Seiring perkembangan zaman budaya sudah semakin melekat pada diri


masyarakat luas, salah satunya budaya betawi. Dalam berkomunikasi masyarakat
pada era sekarang sering menggunakan logat-logat dari bahasa betawi. Bahasa
betawi lebih sering menggunakan huruf akhiran “e” disetiap kata yang diucap
selalu berujung dengan huruf “e”. Orang betawi dapat dikatakan sebagai orang
yang memiliki ciri bahasa yang dapat dikatakan tidak biasa. Namun, hal tersebut
mampu menarik masyarakat luas untuk berdialek dengan bahasa betawi karena
bahasa yang diucap orang betawi singkat dan jelas.

Dalam kehidupan kita sebagai masyarakat saling bertukar informasi satu


sama lain. Berkembangnya budaya saat ini menjadikan setiap kelompok atau
organisasi saling berlomba-lomba untuk melestarikan budaya masing-masing.
Melestarikan budaya sangatlah penting untuk menjaga identitas yang memang
harus dilestarikan agar tidak hilang di telan oleh zaman.

Budaya betawi sangatlah erat dengan kesenian dan prinsipnya, kesenian


betawi akrab dikenal sebagai kesenian rakyat yang berkembang secara pesat
dikalangan rakyat-rakyat sederhana. Salah satu kesenian khas betawi adalah seni

5
bela diri silat khas dari orang betawi. Adapun pakaian khas yang menyelarakan
seni tersebut, dengan pakaian khas silat dapat menunjukan seseorang itu terlahir
dari orang betawi atau memiliki keturunan dari budaya betawi.

Salah satu ciri dari kesenian pencak silat budaya betawi adalah baju atau
pakaian yang dikenakan si pesilat. Orang yang mengenakan baju pangsi ini
disebut jawara oleh orang betawi, jawara adalah orang yang pandai berkelahi dan
memiliki ilmu silat tinggi. Maka dari itu jika melihat orang mengenakan baju
pangsi selalu beranggapan bahwa dia jawara yang jago silat.

. Pencak silat dapat berasal dari berbagai daerah di Jakarta salah satunya
berasal dari budaya Betawi. Pencak silat memiliki ciri tersendiri dalam
konteksnya, dan pencak silat budaya betawi pun beraneka ragam serta bervariasi,
antara silat yang satu dengan yang lainnya beraneka ragam.

Beberapa macam silat dalam budaya betawi antara lain1 :

1. Silat Cingkrik - salah satu dari 300 aliran silat Betawi, salah satu
tokohnya adalah si Pitung sekalipun klaim ini belum dapat dibuktikan
kebenarannya. Banyak ditemukan di Rawa Belong, Jakarta Selatan, yang masih
bertahan sampai saat ini adalah Cingkrik Goning dan Cingkrik Sinan, keduanya
dinisbatkan pada nama pewarisnya Engkong Goning dan Engkong Sinan.
Karakter teknik beladirinya adalah mengandalkan takedown atau bantingan.
Cingkrik Goning misalnya, memiliki 80 teknik takedown yang bisa dipelajari
sampai tamat. Pewaris Cingrik Goning sekarang adalah Tb. Bambang Sudradjat
yang melatih di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia.

2. Silat Silau Macan - salah satu silat Betawi yang berasal dari Condet,
Jakarta Timur. Tokohnya yang terkenal adalah Entong Gendut, pahlawan Betawi
yang melakukan pemberontakan Villa Nova yang terkenal pada tahun melawan
pemerintah Belanda.

1
Pencak Silat Gaya Betawi di Jakarta. dari http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_perguruan_silat

6
3. Silat Sabeni - silat Betawi, berasal dari daerah Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Anak dari Babe Sabeni bin Chanam (pendiri aliran Sabeni).

4. Silat Tiga Berantai - berasal dari permainan silat tokoh sejarah Jakarta,
Pangeran Jayakarta. Didirikan oleh H. Achmad Bunawar (H.Mamak).
menggabungkan banyak aliran tradisonal lainnya.

5. Silat Gerak Saka - kata Saka diambil dari bahasa Sunda, 'Sakadaekna'
yang berarti sekenanya. Aliran yang satu ini memang mengutamakan efektivitas
dan kesederhanaan gerak sebagai filosofi pertarungannya. Merupakan
pengembangan dari aliran silat tradisional Sunda, Gerak Gulung Budidaya.
Dibawa ke Jakarta oleh Raden Widarma (Oom Wid). Murid Oom Wid,
Muhammad Syafi'i yang akrab Bang Pi'i lantas mendirikan perguruan ini.

6. Silat Gerak Rasa Sanalika adalah salah satu aliran silat sunda yang di
dirikan oleh sesepuh silat betawi H Nur Ali Akbar (Babe Nunung) aliran silat ini
memadukan gerak saka, gerak per dan gerak sepulah dengan pondasi utama tetap
pada gerak saka. Disamping itu aliran ini juga memadukan dengan main pukul
betawi.

7. Silat Paseban - namanya diambil dari daerah Paseban, Kecamatan


Senen, Jakarta Pusat. M. Soleh adalah pendiri aliran ini.

8. Silat cimacan adalah salah satu silat aliran betawi yang berasal dari
banten dan dikembangkan di daerah karang tengah lebak, lebak bulus, jakarta
selatan. Guru besar silat cimacan adalah Drs. Ahmad Ramli Topan dan sampai
sekarang masih terus exis.Ciri khas perguruan silat cimacan adalah jurus-jurus
macan.

9. Silat Si Kilat - aliran silat ini sesuai namanya mengandalkan gerakan


serang yang sangat cepat oleh tangan

10. Silat Kancing 7 Bintang 12 Naga berenang (Kera Sakti/Naga Ngerem)


aliran silat dari Kwitang dibawa oleh Si Gondrong Jagoan Kwitang.

7
11. Silat Si Bunder / Naga Nyebrang - Yang terus dilestarikan oleh
Muhammad Nur (Babe Nung).

12. Silat Gombel - aliran silat yang tergolong silat tertua di Betawi.

13. Silat Gelamak - aliran silat Betawi. Nama silat ini diambil dari nama
Kong Gelamak tokoh Betawi kelahiran Senayan.

14. Silat Beksi - perguruan ini banyak di daerah Jakarta Selatan (Kp
Sawah Petukangan dan Kota Tangerang daerah Kereo Pisangan Ciledug). Nama
Beksi konon berasal dari bahasa Cina, Bie Sie. Bie artinya pertahanan dan Sie
artinya empat, maknanya pertahanan empat penjuru

Salah satu jenis silat betawi yg terus berkembang sampai saat ini
adalah Beksi, secara bahasa Beksi berasal dari kata BEK yg berarti Pertahanan
(belanda) dan SI yg berarti Empat (Cina), jadi BEKSI itu maksudnya adalah
Pertahanan dari Empat penjuru, atau BEKSI juga adalah singkatan yang dapat di
artikan “Berbaktilah Engkau Kepada Seruan Ilahi”, sebagai seruan aplikasi
perbuatan baik yang wajib di jalani setelah seseorang belajar Beksi2

Beksi menjadi silat tradisional budaya betawi dengan mempelajari


gerakan-gerakan silat guna menjaga diri dari mara bahaya. Orang betawi
khususnya silat memang diwajibkan untuk dipelajari dan dilatih agar diri
mempunyai benteng pertahanan diri. Sebagai warisan dari leluhur, kita sebagai
manusia harus dapat melestarikan budaya-budaya.

Silat beksi juga biasa digunakan dalam upacara pernikahan adat betawi
yang dinamakan palang pintu. Palang dalam bahasa berati menghalangi dan pintu
berati tempat masuk, palang pintu berarti menghalangi sesuatu yang ingin masuk .
Palang Pintu Betawi sendiri yaitu upacara adat betawi dimana pada saat
rombongan mempelai laki – laki sampe di tempat mempelai wanita, mempelai
laki – laki tidak diperkenankan masuk sebelum menyelesaikan syarat -syarat yang

2
http://www.silatindonesia.com/2010/10/beksi-sebuah-fenomena-warisan-budaya-tanah-
betawi/ Diakses pada 11 maret 2017 pukul 21:12 WIB

8
diminta oleh pihak besan mempelai wanita. Syaratnya biasanya adu dua , yang
pertama pihak mempelai laki – laki harus bisa maen silat (mengalahlan tukang
pukul pihak mempelai wanita). Syarat kedua yaitu sikeh, mempelai laki – laki
dituntut untuk bisa mengaji.3

Budaya terutama yang terkait dengan seni juga merupakan suatu hal yang
harus di pelajari karena hal tersebut tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi pada
kajiannya adalah merupakan suatu proses simbolik, seperti dikatakan Susanne K.
Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang4

Begitu banyak budaya dan seni di indonesia terutama budaya betawi dan
seni bela diri dari betawi. namun, belum banyak orang yang mengetahui tentang
simbol-simbol dan makna apa yang terkandung dalam seni bela diri beksi.

1.2 Fokus Penelitian

Betawi adalah budaya yang memiliki ciri khas tertentu, terutama adalah
Silat. Fokus yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah memfokuskan makna
yang terkait dengan komunikasi dan realitas simbol budaya dan seni bela diri Silat
Beksi budaya Betawi pada perguruan silat beksi selempang betawi kota tangerang
selatan

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian


dengan judul “Analisis simbol Silat Beksi Budaya Betawi Pada Perguruan
Pencak Silat Beksi Selempang Betawi”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah
satu bentuk pengetahuan adanya simbol dan makna komunikasi dalam sebuah
budaya. Yaitu :

1. Apa saja simbol-sombol yang ada pada Silat Beksi?

3
https://palangpintubetawi.wordpress.com/category/sejarah-budaya/ Diakses pada 12 Maret
2017 pukul 21:41 WIB
4
Deddy Mulyana, Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, hal 92

9
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui simbol apa saja yang ada
dalam perguruan selempang betawi, dan pemaknaan gerakan dalam silat beksi
selempang betawi serta pesan komunikasi budaya yang ditinjau dalam analisis
etnografi serta komunikasi simbolik.

1.5 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian yang dilakukan berkaitan dengan topik


diatas adalah sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat Akademis

Manfat akademis dalam Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk


memberikan pengetahuan tentang etnografi dan komunikasi simbolik serta makna
yang terkandung dalam sebuah budaya dalam segi komunikasi.

1.5.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat terhadap masyarakat


Betwi yang belum memahami arti suatu pesan komunikasi yang ada pada suatu
budaya betawi serta untuk mengetahui lebih jelas pemaknaan dari simbol dan seni
bela diri dari budaya betawi.

1.5.3 Manfaat Sosial

Dalam hal sosial penelitian diharapkan bermanfaat untuk masyarakat luas


sebagai pengetahuan tentang budaya lain yang ada di indonesia. Selain itu,
masyarakat dapat menambah wawasan tentang tradisi dan adat istiadat yang
sampai saat ini masih di lestarikan dan untuk menjaga warisan dari leluhur.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu


1. Aktivitas Dakwah Perguruan Pencak Silat Beksi Ciganjur
Penelitian ini dilakukan oleh Afifah, Universitas Islam Negeri Tahun
2009. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana aktivitas dakwah
perguruan silat beksi Ciganjur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan


aktivitas dakwah yang dilakukan Perguruan Pencak Silat Beksi di Ciganjur.

Metode penelitian yang di gunakan adalah Metode kualitatif dengan


pendeketan deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam perguruan silat beksi Ciganjur


penulis melihat banyaknya ajaran Islam yang dihembuskan ke dalam pengajaran,
salah satunya adalah dengan membaca doa sebelum memulai latihan.
Memasukkan nilai ke islaman dengan memberikan pengertian kepada setiap
murid beksi bahwa “beksi adalah sarana persaudaraan dan sarana untuk berbuat
baik kepada sesama”. Pengertian itu sangat seimbang dengan ajaran islam tentang
berbuat baik dan silaturahmi.

2. Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi


Setu Babakan Jakarta

Penelitian ini dilakukan oleh Marissa Renimas Harlandea, Universitas


Negeri Semarang tahun 2016. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana
sejarah musik Gambang Kromong di perkampungan budaya betawi Setu Babakan
Jakarta Selatan.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan sejarah


musik Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Jakarta Selatan dan mengetahui dan mendeskripsikan proses enkulturasi musik

11
Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Jakarta
Selatan.

Metode penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode


penelitian deskriptif kualitatif, dimana data-data yang diperoleh dinyatakan
sebagaimana adanya atau bersifat naturalistik.Data yang dikumpulkan berbentuk
kata-kata, gambar, bukan angka-angka.

Hasil penelitian ini adalah menyatakan bahwa keberadaan Gambang


Kromong yang masih bertahan sampai saat ini juga merupakan hasil kerja
pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan kesenian tersebut. Telah
banyak cara telah ditempuh oleh pemerintah daerah DKI Jakarta, salah satu jalan
yang sudah dilakukan pemerintah Jakarta untuk melindungi kesenian tradisi
Betawi adalah, dengan membuat perkampungan budaya Betawi yang lokasinya
dipilih di daerah Setu Babakan Srengseh Sawah Jakarta Selatan.

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan kini menjadi lokasi yang


dapat kita pilih ketika mencari kebudayaan Betawi di tengah modernisasi Ibukota,
di sana kita dapat menjumpai penduduk asli Betawi, arsitektur rumah adat Betawi,
makanan khas Betawi, pernak-pernik atau souvenir khas Betawi, dan berbagai
kesenian tradisi Betawi.

3. Aktivitas Dakwah H. Sanusi dengan Komunikasi Persuasif di


Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta

Penelitian ini dilakukan oleh Achmad Faizal Riwanto, Universitas Islam


Negeri tahun 2016. Rumusan masalah penelitian ini adalah aktivitas dakwah apa
saja yang dilakukan H.Sanusi di perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan


komunikasi persuasif seperti apa dalam aktivitas dakwah yang dilakukan H.
Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.

12
Metode penelitian ini adalah dalam penelitian metode penelitian deskriptif.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yakni
penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data yang akurat
berdasarkan fakta dilapangan disertai wawancara dengan narasumber.

Hasil penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat memberikan


sumbangan teoritis bagi pengembangan dakwah melalui seni bela diri.

2.2 Teori Interaksi Simbolik

Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan


interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu.5 Banyak ahli di
belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang
paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu
adalah objek yang bisa secara langsung ditelah dan di analisis melalui
interaksinya dengan individu lain.

Menurut Ralph Larossa dan Donald C Reitzes (1993)6, interaksi simbolik


pada intinya menjelaskan tentang kerangka resensi untuk memahami bagaimana
manusia, bersama orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara
dunia membentuk perilaku manusia.

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna


yang berasal dari pikiran manusia (Mind), mengenai diri (Self), dan hubungannya
ditengah interaksi sosial, dan bertujuan untuk mediasi, serta menginterpretasikan
makna ditengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti
yang dicatat oleh douglas (1970)7, makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18454/1/AFIFAH-FDK.pdf
file:///C:/Users/INDAH/Downloads/Marisa%20(1).pdf
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34703/1/ACHMAD%20FAIZAL%20RI
WANTO-FDK.pdf
5
Soeprapto, interaksi simbolik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007
6
Richard West, Lynn H Turner, pengantar teori komunikasi edisi ketiga, Jakarta:2008:96
7
Ardianto, komunikasi massa suatu pengantar, Bandung :2007

13
cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan
individu lain melalui interaksi.

Definisi singkat dari ketiga ide dasar interaksi simbolik, antara lain:

1. Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai


makna sosial yang sama , dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran
mereka melalui interaksi dengan individu lain.
2. Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari
penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme
simbolik adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan
tentang diri sendiri (The-Self) dan dunia luarnya.
3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun,
dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditenah masyarakat, dan tiap individu
tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela yang
pada akhirnya mengantarkan manusia dalam pengambilan peran ditengah
masyarakat.

George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi


simbolis ini. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di
antara manusia baik secara verbal maupun non verbal melalui aksi dan respon
yang terjadi, kita memberikan makna kedalam kata-kata atau tindakan, dan
karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu.
Menurut paham ini, masyarakat muncul dari percakapan yang saling berkaitan
diantara individu.8

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi
simbolik antara lain: pentingnya makna bagi perilaku manusia, pentingnya konsep
diri, dan hubungan antara individu dengan masyarakat.

Tema pertama pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya membentuk


makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa

8
Morrisan, teori komunikasi, individu hingga massa. Kencana, Jakarta:2013:110-111

14
dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya,
sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individual melalui
proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama.

Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya “ Konsep Diri”
atau “Self-concept”, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada
pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif. Tema ini
memiliki dua asumsi tambahan :

1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang


lain.
2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.

Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan antara


kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-
norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap
individu-lah yang menentukan pilihan yang ada pada sosial kemasyarakatannya.

Karakteristik dasar ide ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami
antara manusia dalam bermasyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu
berkembang melalui dimbol-simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial
merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam
masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar
dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal suara, dan ekspresi tubuh, yang
kesemuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan ‘simbol’9

Pendekatan Interaksi simbolik yang dimaksud Blumer mengacu pada tiga


premis utama, yaitu:10

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada


sesuatu itu bagi mereka
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain

9
Engkus Kuswarno, Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya padjadjaran.2008: Hal: 22
10
Ibid

15
3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaar proses interaksi sosial sedang
berlangsung

Menurut pandangan interaksi simbolik, manusia dipandang sebagai


perilaku, pelaksana, pencipta dan pengaruh bagi diri sendiri. Manusia adalah
makhluk yang memiliki jiwa dan semangat bebas dilihat dari kuslitas manusia
yang tercipta secara sosial.11

2.2 Implikasi Interaksi Simbolik

Konsep definisi situasi (The Definition of situation) merupakan implikasi


dari teori interaksi simbolik mengenai interaksi sosial. Konsep definisi situasi
merupakan perbaikan dari pandangan yang mengatakan bahwa interaksi manusia
adalah pemberian tanggap (Response) terhadap rangsangan (stimulus) secara
langsung. Konsep definisi situasi menganggap bahwa setiap individu dalam
memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan dari luar, maka perilaku dari
individu tersebut didahului dari suatu tahap pertimbangan –pertimbangan tertentu,
dimana rangsangan dari luar tidak “langsung ditelan mentah-mentah”, tetapi perlu
dilakukan proses selektif atau proses penafsiran situasi yang pada akhirnya
individu tersebut akan memberi makna terhadap rangsangan yang diterimanya.

Konstruksi sosial (Social Construction) merupakan implikasi berikutnya


dari interaksi simbolik yang merupakan buah karya Alfred Schutz, Peter Berger,
dan Thomas Luckmann, dimana konstruksi sosial melihat individu yang
melakukan proses komunikasi untuk menafsirkan peristiwa dan membagi
penafsiran-penafsiran tersebut dengan orang lain, dan realitas dibangung secara
sosial melalui komunikasi.

Teori peran (Role Theory) merupakan implikasi dari teori interaksi


simbolik menurut pandangan Mead. Dimana salah satu aktifitas paling penting
yang dilakukan manusia setelah proses pemikiran (Thought) adalah pengambilan
peran (Role Taking). Teori peran menekankan pada kemampuan individu secara

11
Deddy mulyana, metode penelitian komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, Hal: 35

16
simbolik dalam menempatkan diri diantara individu lainnya ditengah interaksi
sosial masyarakat.

Teori diri (Self Theory) dalam sudut pandang kondep diri, merupakan
bentuk kepedulian dari Ron Harre, diri dikonstruksikan oleh sebuah teori pribadi
(diri). Artinya, individu dalam belajar untuk memahami diri dengan menggunakan
sebuah teori yang mendefinisikannya, sehingga pemikiran seseorang tentang diri
sebagai person merupakan sebuah konsep yang diturunkan dari gagasan-gagasan
tentang personal hood yang diungkapkan melalui proses komunikasi,

Teori dramatisme (Dramatism Theory) merupakan implikasi terakhir yang


akan dipaparkan oleh penulis, teori dramatisme ini merupakan teori komunikasi
yang dipengaruhi oleh interaksi simbolik. Teori yang memfokuskan pada diri
dalam suatu peristiwa yang ada dengan menggunakan simbol komunikasi.
Dramatisme memandang manusia sebagai tokoh yang sedang memainkan peran
mereka, dan pada proses komunikasi atau penggunaan pesan dianggap sebagai
perilaku yang pada akhirnya membentuk cerita baru.

2.3 Komunikasi Verbal dan Non Verbal

2.3.1 Komunikasi Verbal

Komunikasi Verbal merujuk pada proses komunikasi dengan


menggunakan pesan verbal (lisan atau tulisan), atau proses penyampaian pesan
dengan menggunakan kata-kata (bahasa). Bahasa merupakan suatu bagian yang
sangat esensial untuk menyatakan diri atau pandangan dunia yang nyata
(Liliweri,1941:1)

Komunikasi Verbal menurut para ahli: Machfoedz, 2004:7 menyatakan:12


“Komunikasi Verbal adalah komunikasi dalam bentuk percakapan atau tertulis.
Komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata untuk menyatakan ide.”

12
Dadan Anugrah dan Winny Kresnowiati. Komunikasi Antar Budaya : Konsep dan Aplikasinya,
Jakarta: Jala Permata. 2008 Hal 67

17
Sedangkan komunikasi verbal menurut Haryani, 2001:2313

“Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbol-


simbol yang mempunyai makna yang berlaku umum dalam proses komunikasi.
Simbol-simbol yang dapat digunakan dalam komunikasi verbal yaitu suara,
tulisan atau gambar.”

2.3.2 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah kumpulan isyarat, gerak tubuh, sikap dan
sebagainya yang memungkinkan sesorang untuk berkomunikasi tanpa
menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal yang berkaitan dengan gersture
juga menyangkut budaya, seperti kutipan dari jurnal berikut :

Dijelaskan bahwa dalam studi lainnya perbedaan budaya dalam perilaku


nonverbal lainnya adalah makna semantik seperti postur tubuh karakter vokal dan
gerakan tangan, Ricci Bitti & poggie, 1991 menegaskan:14

Gerakan dalam tangan dan pergerakan tubuh pada manusia juga


merupakan simbol dari komunikasi yaitu digolongkan kepada komunikasi
nonverbal.

Berikut pendapat Haryani (2001:20)15

“Komunikasi nonverbal adalah kumpulan isyarat, gerak tubuh, intonasi


suara, sikap, dan sebagainya yang memungkinkan seseorang untuk
berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata. Komunikasi nonverbal memiliki
beberapa perbedaan dengan komunikasi verbal. Salah satunya adalah bahwa
komunikasi nonverbal tidak mempunyai struktur yang jelas, sehingga relatif lebih
sulit untuk dipelajari. Kedua, intensitas terjadinya komunikasi nonverbal juga
tidak dapat diperkirakan atau disebut bersifat spontanitas.”

13
Ibid Hal 68
14
Robert M.Krauss, Yihsiu Chen, and Purnima Chawla. “Nonverbal Behaviors and Nonverbal
Communication”. Journal of colombia University, 2003, Page 5
15
Dadan Anugrah Dan Winny Kresnowiati. Ibid. Hal 57

18
Sementara itu Mark L. Knapp (Dalam mulyana, 2001: 313) menjelaskan:16

”Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa


komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus
menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan
melalui simbol - simbol verbal. Dalam penertian ini, peristiwa dan perilaku
nonverbal itu tidak sungguh – sungguh bersifat nonverbal”

Kode non verbal melibatkan makna yang berasal dari orang lain, dan
“kode” biasanya tanpa kata-kata sehingga dapat dibilang tidak simbolis, yang
pasti bahwa: (a) komunikasi non verbal bisa disengaja atau tidak disengaja, (b)
isyarat non verbal yang berbasis pada budaya, (c) pesan non verbal sering
dipercaya dari verbal ketika konflik, dan (d) pesan non verbal secara inheren
ambigu.

Fungsi pesan non verbal adalah sebagai berikut :

1. Memperkuat pesan lisan – menganggukan kepala sambil mengatakan “ya”


2. Bertentangan dengan pesan lisan – nada suara yang terdengar marah ketika anda
mengatakan anda tidak marah
3. Mengatur percakapan – mengangkat tangan anda ketika anda ingin berbicara di
kelas
4. Pengganti atau mengganti pesan lisan – isyarat tangan penalti sepak bola wasit
5. Membangun hubungan – memeluk orang yang dicintai
6. Menipu – perasaan tersembunyi
7. Mengelola identitas – berusaha terlihat percaya diri

Jadi dalam komunikasi non verbal tidak hanya gerak tubuh dan sikap yang
biasanya diyakini bukan dari kata-kata terucap, namun komunikasi nonverbal juga
merupakan penafsiran dari simbol-simbol verbal. Pada penelitian ini silat
merupakan simbol nonverbal karena berupa gerak tubuh tangan dan kaki, namun

16
Dadan Anugrah Dan Winny Kresnowiati. Ibid. Hal 58

19
demikian simbol nonverbal tersebut juga ditafsirkan pada sifat-sifat verbal yang
ada seperti pemaknaan antar sesama anggotanya.

2.4 Makna

2.4.1 Definisi Makna

Makna adalah sebuah proses yang aktif: para ahli semiotik menggunakan
kata kerja seperti; menciptakan, memunculkan atau negosiasi mengacu pada
proses ini. Negosiasi mungkin merupakan istilah yang paling berguna yang
mengindikasikan hal-hal seperti jepada-dan-dari, member-dan-menerima antara
manusia dan pesan. Makna adalah hasil interaksi dinamis antara tanda, konsep,
mental (hasil interpretasi), dan objek: muncul dalam konteks historis yang spesifik
dan mungkin berubah siring dengan waktu. Nahkan mungkin akan berguna
mengganti istilah “ makna “ dan menggunakan istilah yang jauh lebih aktif dari
pierce, taitu’semiotis’ – tindakan memaknai.17

2.5 Budaya Dan Kebudayaan

2.5.1. Definisi Budaya

Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta,
karsa, dan rasa. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta
“budhayah” yaitu bejtuk jamak dari kata “buddhi”, yang berarti akan atau
budi.18Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata Culture, dalam bahasa
Belanda berarti Cultuur, dalam bahasa latin, berasal dari kata colera.

17
Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, hal 76-77
18
Elly M. Setiadi, Kama A Hakam, Ridwan Effendi. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana, 2008 hal 27

20
Merujuk arti budaya dalam kamus besar Bahasa Indonesia, budaya bisa
diartika sebagai, ;ikiran, akal, budi, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang (beradab, maju), dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang
sukar diubah.

Secara pendekatan teori dalam tradisi antropolog, Clifort Greetzt (dalam


martin dan nakayama, 1997:47) mengartikan budaya sebagai nilai secara historis
memiliki karakteristiknya sendiri dan bisa dilihat dari symbol-symbol yang
muncul. Simbol tersebut bermakna sebagai sebuah system dari konsep ekspresi
komunikasi dimana manusia yang mengandung makna dan yang terus
berkembang seiring pengetahuan manusia dalam menjalani kehidupan ini. Oleh
karena itu, dalam definisi budaya merupakan nilai, kebiasaan, atau kepercayaan
yang akan terus berkembang.19

Budaya merupakan nilai yang muncul akibat interaksi antar manusia disuatu
wilayah atau negara tertentu. Karena budaya muncul dalam wilayah tertentu, tentu
saja budaya memiliki keragaman, perbedaan, hingga keunikan yang membedakan
antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya.

Perbedaan inilah yang bisa memunculkan dua sisi bertolak belakang. Isi
positif, perbedaan budaya memberikan khazanah tersendiri bagi kelompok
masyarakat tersebut bahwa mereka memiliki ciri khusus yang bisa membedakan
dengan kelompok lain. Juga akan memunculkan ikatan yang sangat kuat antara
anggota kelompok masyarakat yang tidak hanya terjadi di wilayah tempat dimana
mereka berada saja, melainkan di berbagai wilayah. Adapun sisi negative,
perbedaan budaya bisa menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi dalam tataran
tertentu. Perbedaan persepsi ini bisa menimbulkan konflik antar individu atau
kelompok dalam berkomunikasi. Disinilah pentingnya pemahaman bahwa
komunikasi memberikan pengaruh budaya dan juga terhadap interaksi baik selaku
individu atau dalam kelompok.

19
Rulli Nasrullah. Komunikasi Antar Budaya di Era Budaya Siber. Jakarta. Kencana. 2012 hal 15

21
2.5.2. Definisi Kebudayaan

Kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam


bentuk perilaku, kepercayaan, nilai dan symbol – symbol yang mereka terima
tanpa sadar/tanpa dipikirkan, yang semuanya diwariskan melalui proses
komunikasi dan peniruan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.

Menurut Iris Varner dan Linda Beamer dalam Intercurtural communication


in the global workplace, mengartikan kebudayaan sebagai pandangan yang
koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dubagi, atau yang dipertukarkan
oleh sekelompok orang. Pandangan itu berisi apa yang mendasari kehidupan, apa
yang menjadi derajat kepentingan, tentang sikap mereka yang tepat terhadap
sesuatu, gambatan suatu perilaku yang harus diterima oleh sesama atau yang
berkaitan dengan orang lain.20

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah


sarana hasil karya, rasa, cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut , dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan meliputi
sistem idea atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makshluk
yang berbudaya. Menurut konsep B. Malinowski kebudayaan didunia memiliki
tujuh unsur, yaitu:21

1. Bahasa
2. Sistem teknologi
3. Sistem mata pencarian
4. Organisasi sosial
5. Religi
6. Kesenian

20
Alo Liliweri, makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya, LkiS, Yogyakarta, 2002 hal 8
21
M. Munandar, Ilmu Budaya Dasar, Bandung. PT Eresco. 1992, hal 13

22
Sedangkan unsu-unsur kebudayaan menurut Brownislaw Malinowski,
adalah:22

1. Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat


didalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekomoni
3. Alat-alat dan lembaga pendidikan
4. Organisasi kekuatan

2.5.3. Karakteristik Kebudayaan

Poin inti dari berbagai penggunaan definisi yang berbeda tentang


kebudayaan, terasa bahwa budaya harus memiliki semua karakteristik berikut,
yaitu sesuatu yang sifatnya kolektif dan bagi semua orang dengan kata lain tidak
ada budaya individual murni. Budaya harus memiliki bentuk ekspresi simbolik,
baik sengaja maupun tidak. Budaya juga memiliki pola, tatanan, atau kebiasaan
dan karenanya memiliki dimensi evaluatif. Terdapat kesinambungan yang dinamis
dari waktu ke waktu. Ciri-ciri utama kebudayaan adalah sebagai berikut:23

1. Di bentuk dan dipraktikan secara kolektif


2. Terbuka kepada ekspresi simbolik
3. Tertata dan dinilai secara berbeda-beda
4. Memiliki pola yang sistematis
5. Dinamis dan berubah-ubah
6. Memiliki batas keruangan
7. Dikomunikasikan dari waktu ke waktu dan dimana-mana

2.6 Betawi

2.6.1. Kebudayaan Betawi

22
Elly M. Setiadi, Kama A Hakam, Ridwan Effendi, Op.cit, Hal 34
23
Denis McQuail’s. McQuail’s Mass Communication Theory, Hal 123

23
Sejak pelabuhan sunda kelapa dikuasai oleh kerajaan Islam Demak yang
dipimpin Fatahillah pada abad ke-16, jakarta terus disinggahi oleh berbagai suku
bangsa, seperti Portugis, Arab, Cinam dan Belanda. Benturan kepentingan yang
dilatar belakangi oleh berbagai budaya tidak bisa dihindari. Melting Pot
(Pencampuran kelompok etnik) memberikan dinamika kebudayaan baru.
Kebudayaan baru inilah yang disebut sebagai khas komunitas budaya betawi.

Banyaknya suku bangsa yang dalam budaya Betawi terlihat dalam nama-
nama kampung yang ada di jakarta. Nama-nama kampung ini misalnya kampung
Melayu, Kampung Bali, Kampung Bugis, Kampung Makasar, Kampung Ambon
dan Kampung Jawa. Etnik melayu sangat berperan, terutama dalam hal
bahasanya. Bahasa melayu menjadi Lingua Franca dikota-kota pelabuhan,
terutama di pelabuhan sunda kelapa. Bahasa Melayu pun menadi bahasa Betawi
yang diperkaya oleh kosa bahasa dari beberapa bangsa. Bangsa Melayu Betawi
merupakan pengikat orang betawi dalam kesatuan etnik,

Meskipun kebudayaan, Betawi merupakan Melting Pot berbagai unsur


budaya asing, Islam tetap menjadi dasarnya. Hal itu terjadi karena orang-orang
Betawi tetap istiqomah dengan agamanya. Setiap aspek kehidupan orang betawi
selalu dikaitkan dengan agama islam.24

Menuntut Ilmu Etimologi, kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku


asli yang menghuni Jakarta dan Bahasa Melayu yang digunakannya, dan juga
kebudayaan melayunya. Kata Betawi berasal dari kata “Batavia” yaitu nama lain
dari jakarta pada masa Hindia Belanda, kemudian penggunaan kata Betawi
digunakan sebagai sebuah suku yang termuda.

Perkataan suku bangsa Betawi muncul secara resmi pada sensus penduduk
tahun 1930, tetapi perkataan ini digunakan jauh lebih lama dari tahun tersebut.

24
Nirwanto Ki S Hendrowinoto et al. Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, Dinas Kebudayaan
DKI Jakarta

24
Dalam bahasa melayu Brunei Betawi artinya subang. Meskipun di jawa barat
terdapat daerah bernama subang namun sulit diterima nama suku mengacu pada
perhiasan dan tidak ada pula flora yang namanya berdekata dengan nama
Betawi.25

2.6.2. Bahasa Betawi

Sifat bahasa yang campur aduk dalam dialek Betawi cerminan dari budaya
betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam
kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di nusantara maupun
kebudayaan asing.

Adapula yang berpenda[at bahwa suku bangsa yang mendiami sekitar


Batavia yang dikelompokan sebagai suku betawi awal. Karena perbedaan bahasa
yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang
yang dinggal disekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis muda
yang menyebutkan sebagai etnik betawi.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di jakarta adalah bahasa indonesia,


bahasa informal atau bahasa sehari-sehari adalah bahasa Indonesia dialek Betawi.
Dialek betawi sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu dialek betawi tengah dan dialek
betawi pinggir. Dialek Betawi Tengah umumnya berbunyi “e”, sedangkan dialek
betawi pinggir adalah “a”. Dialek betawi pusat atau tengan seringkali dianggap
sebagai dialek betawi sejati karena berasal dari tempat bermulanya Jakarta.

2.6.3. Kesenian Betawi

Kebudayaan Betawi merupakan kebudayaan asli kota jakarta, dimana bisa


jadi memiliki kebudyaaan terkaya yang dimiliki indonesia mengingan akulturasi
yang terjadi pada kebudayaan suku ini yang cukup banyak. Tidak mengherankan
jika akhirnya suku Betawi ini menarik minat para pendatang untuk ikut mendiami

25
Ridwan Saidi. Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu Betawi. Jakarta: Tumpani publishing.
2010. Hal 24

25
sebagian besar wilayah di Jakarta sebagai tempat berlangsungnya kebudayaan
suku betawi secara turun temurun.

a. Seni Musik
Dalam seni musik Betawi kental pengaruh dari kebudayaan Barat, Tionghoa,
Arab, Melayu, Sunda dan lainnya. Selain itu ciri khas pada macam-macam alat
musik tiup terbuat dari bahan kuningan seperti terompet, tanjidor dll. Yang
dilengkapi genderang musik yang dibawakannya bersifat cerita dan biasanya
berisikan ejekan-ejeka atau sindiran yang dinyanyikan oleh laki-laki dan
perempuan secara bergantian. Adapun contoh-contoh alat musik yang menjadi ciri
khas budaya betawi antara lain Gambang, Kendang, Gong, Sukong, Tehyan dll.
Sedangkan contoh-contoh lagu Betawi antara lain Kicir-Kicir, Jali-Jali, Ujan
Gerimis Aje dll.
b. Seni Tari
Setiap jenis kesenian tidak dapat dilepaskan dari masyarakat penduduknya,
demikian juga dengan seni tari Tradisional Betawi yang merupakan wahana
ekspresi seni dari masyarakat sesuai tempat ia berasal, yaitu seni masyarakat
betawi. Latar belakang masyarakat Betawi yang berasal dari berbagai etnis
menyebabkan ekspresi seni yang dihasilkannya, termasuk di dalamnya seni tari
menjadi sangat kaya. Hubungan intelektial yang terjadi di Batavia merupakan
akar dari seni Tradisional Betawi yang dapat kita jumai saat ini. Kekayaan
ekspresi dari seni tari tradisional betawi adalah hasil dari saling interaksi dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam tari betawi dan melayu pada umumnya
gerak tangan tidak pernah lebih tinggi dari kepala, ini untuk menghormati kepala.
Kesenian termasuk tari adalah ekspresi peradaban yang didasarkan pada sistem
kepercayaan pada tuhan yang maha kuasa.26 Contoh seni tari Betawi antara lain
adalah Tari Topeng, Tari Pencak Silat, Tari Uncul dll.
c. Seni Silat
Silat adalah suatu seni bela diri asli indonesia. Silat begitu melekat pada etnik
betawi sejak ratusan tahun yang lalu. Ini bisa dibuktikan dengan adanya beberapa

26
Ridwan Saidi, Ibid, Hal 90

26
aliran silat yang tumbuh dan lahir dari tanah Betawi. Seperti Silat Beksi yang lahir
di daerah kebayoran lama, atau silat Cingkrik dari Condet, Tanah Abang pun
menjadi temat lahirnya suatu aliran silat yang diberi nama sabeni. Masih banyak
lagi silat dari budaya betawi.
d. Seni Palang Pintu
Palang pintu adalah seni budaya yang biasanya digunakan atau dapat dilihat
atraksinya di beberapa acara adat betawi, seperti perkawinan atau saat kedatangan
besan (calon pengantin mempelai pria), penerimaan tamu kehormatan dll. Diiringi
alunan musik gendang pencak, gendang dua set, kecrek, kempul, kemong, dua
orang pendekar menunjukan kemahiranya melalui pencak silat dalam setiap
atraksinya pada palang pintu. Atraksi pencak silat ini yang diperagakan umumnya
menggunakan senjata tajam seperti golok. Sok jagoan yang biasanya pengawal
tamu atau mempelai tamu pria harus memenangi pertarungan tersebut untuk
meminang mempelai perempuan.
e. Seni sastra
Sastra budaya Betawi yang cukup bermasyarkat salah satunya adalah pantun.
Sastra pantun ini lebih dipengaruhi oleh budaya melayu. Terda[at 3 jenis pantun
Betawi, diantaranya adalah pantun percintaan (untuk mengungkapkan perasaan
kepada kekasih dan atau calon kekasih), pantun jawara (untuk menjatuhkan
jawara mempelai wanita pada acara palang pintu), dan pantun nasehat (menasehati
anak agar bisa menjaga diri walaupun telah diajarkan ilmu silat untuk bela diri).

2.7 Pengaruh Budaya Terhadap Komunikasi

Efektifitas komunikasi banyak dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi


dalam memberikan makna terhadap pesan yang diterima dari komunikator. Untuk
mencapai keberhasilan komunikasi dibutuhkan sejumlah persyaratan yang terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Kerangka acuan (Term of Reference) yaitu objek-objek yang dirujuk sewaktu


orang berkomunikasi

27
2. Latar Belakang pengalaman (Field of Experience) pengalaman atau latar belakang
seseorang yang justru menyebabkan timbulnya makna terhadap suatu objek pesan
yang dijadikan acuan.27

2.8. Etnografi Komunikasi

2.8.1. Pengertian Etnografi Komunikasi

Setelah lama para ahli menelaah hubungan antara bahasa dan komunikasi atau
hubungan antara bahasa dan kebudayaan, mulailah dipikirkan suatu pendekatan
yang terlihat bahasa, komunikasi, dan kebudayaan secara bersamaan. Hal ini
mengingat kaitan antara ketiganya yang sangat erat. Kemudian lahirlah apa yang
disebut dengan etnografi komunikasi.

Studi etnografi komunikasi adalah pengembangan antropolog linguistic yang


dipahami dalam konteks komunkasi. Studi ini diperkenalkan pertama kali oleh
Dell Hymes pada tahun 1962, sebagai kritik terhadap ilmu linguistic yang terlalu
memfokuskan diri pada bahasa saja.

Definisi etnografi itu sendiri adalah pengkajian peranan bahasa dalam perilaku
komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bagaiman bahasa dipergunakan
dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya. Analisis etnografi
komunikasi adalah memberi makna pada simnol-simbol budaya serta
mengidentifikasi aturan-aturan penyandainya yang mendasari dan
mengungkapkan bagaimana simbol-simbol tersebut membentuk polam maksud
dan cara serta hambatan suatu masyarakat berkomunikasi.

Pada akhirnya , etnografi komunikasi adalah salah satu cabang dari antropolog,
khususnya antropolog budaya. Definisi itu sendiri adalah uraian terperinci
mengenai pola-pola kelakuakn suatu suku bangsa dalam etnologi (ilmu tentang
bangsa-bangsa). Etnografi ini lahir karena baik antropolog maupun linguistik

27
Alex Rumondor, Komunikasi Antar Budaya. Jakarta. Hal 19

28
sering mengabaikan sebagian besar bidang komunikasi manusia, dan hanya
menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai topik tertentu saja. jadi
komunikasi sering dipandang sebagai hal yang subside.

Untuk melihat kedudukan etnografi komunikasi dalam antropologi,


digambarkan dalam diagram berikut:28

Gambar: 1. Kedudukan Etnografi Komunikasi

ANTROPOLOGI

ANTROPOLOGI FISIK ANTROPOLOGI BUDYA

- Paleontologi
- Variasi Manusia Arkeologi Linguistik Etnografi

Etnografi

Etnografi Of Communication Etnografi of Speaking Etnologi linguistik

Diagram Kedudukan Etnografi Komunikasi Dalam Ilmu Antropolog

(Sumber: Dikembangkan dari Ihromi, 1990 dan Ibrahim 1992)

Etnografi menjadi bagian dari metode modern antropologi sosial. Setelah


diperkenalkan oleh Malionowski dengan metodenya yang terkenal yaitu penelitian
lapangan dan observasi partisipan. Sebetulnya sudah banyak ahli antropologi yang
menggunakan metode ini. Tetapi Malinowski lah yang pertama
mensistematiskanya. Apa yang dilakukan Malinoswki menjadi polemik
dikalangan ilmuan antropologi, karena sebelum Malinowski mempublikasikan

28
Engkus Kuswaro, Etnografi komunikasi. Wida Padjajaran. Bandung, 2008 hal 11

29
penelitiannya yang pertama (Argonauts of the western pasific, 1992), penelitian
antropologi dilakukan tidak dilapangan (armchair theorisisng). Setelah itu barulah
para antropologi beranggapan, bahwa penelitian manusia haruslah dilakukan
dalam lingkungan alamiahnya, mulai diterima sebagai metode penelitian modern
dalam antropologi.

Ciri khas penelitian lapangan etnografi adalah bersifat holistik, integrative,


thick description dan analisis kualitatif untuk mendapatkan native’s point of view.
Sehingga teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi partisipan dan
wawancara terbuka serta mendalam, dalam janga waktu yang relative lama dan
akan sangat berbeda dengan penelitian survey.

Etnografer (orang yang melakukan penelitian etnografi) akan berbulan-


bulan bahkan bertahun-tahun tinggal bersama masyarakat yang dilteliti, sehingga
metode penetlitian etnografi sangat berguna untuk mempelajari bagaimana
individu mengkategorikan pengalamannya. Kemudian akan pula dipahami konsep
dan makna yang dimiliki oleh suatu masyarakat, sehingga memberikan pengertian
yang mendalam mengenai pandangan hidup yang dimilikinya, termasuk
kebudayaan yang dianutnya. Sehingga faktor utama yang pentng dalam penelitian
etnografi adalah soal waktu. Etnografer perlu mempertimbangkan beberapa lama
waktu yang dibutuhkan, dari mulai persiapan sampai penulisan laporan.29

Creswell memasukan etnografi sebagai salah satu tradisi dari penelitian


kualitatif. Secara lengkap, Creswell mengelompokan penelitian kualitatif kedalam
lima tradisi, yaitu penelitian biografis, fenomenologi, teori Grounded, etnografi
merupakan gabungan antara pendekatan antropolog (Khususnya Wollcot dan
Fetterman) dan sosiologi (Hammersley dan Atkinson).30

1. Menggunakan penjelasan yang detail


2. Gaya laporan seperti bercerita

29
Ibid. Hal. 33
30
Ibid. Hal. 34

30
3. Menggali tema-tema cultural, terutama tema-tema yang berhubungan denga peran
(roles) dan perilaku dalam masyarakat tertentu
4. Menjelaskan “everyday life personsI” buka peristiwa-peristiwa khusus yang
sudah sering menjadi pusat perhatian
5. Format laporan keseluruhannya merupakan gabungan antara deskriptif, analitis
dan interpretatif
6. Hasil penjelasannya bukan pada apa yang menjadi agen perubahan, tetapi
bagaimana sesuatu itu menjadi pelopor untuk berubah karena sifatnya yang
memaksa

Hymes mengemukakan tahapan-tahapan untuk melakukan penelitian etnografi


komunikasi dalam suatu masyarakat tutur, melalui penjelasan, “sebagai langkah
awal mendeskripsikan dan menganalisis pola komunikasi yang ada dalam suatu
masyarakat, adalah dengan mengidentifikasi peristiwa-peristiwa komunikasi yang
terjadi secara berulang. Langkah selanjutnya menginvetarisasi komponen yang
membangun peristiwa komuikasi, kemudian menemukan hubungan antara
komponen tersebut”. Jadi yang dimaksud tahapan penelitian dalam etnografi
komunikasi adalah seperti berikut ini:

1. Identifikasi peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi secara berulang


(Recurrent Events)
2. Invetarisasi komponen komunikasi yang membangun peristiwa komunikasi yang
berulang tersebut
3. Temukan hubungan antara komponen komunikasi yang membangun peristiwa
komunikasi, yang akan dikenal kemudian sebagai pemolaan komunikasi
(communication pattering)

2.8.2. Signifikansi etnografi komunikasi

Etnografi komunikasi akan berbeda dengan antropologi linguistik dan


sosiolinguistik, karena etnografi komunikasi memfokuskan kajiannya pada
perilaku-perilaku komunikasi yang melibatkan bahasa dan budaya. Sehingga

31
etnografi komunikasi tidak hanya akan menyoroti fenologi dan gramatika bahasa,
melainkan struktur sosial yang mempengaruhi bahasa, dan kebudayaan dalam
kosa kata bahasa. Etnografi komunikasi menggabungkan antropologi, linguistik,
komunikasi, dan sosiologi dalam satu frame yang sama, sehingga deskripsi
etnografi komunikasi sedikit banyak justru memberikan sumbangan pemahaman
bagi ilmu lain. Berikut adalah sumbangan-sumbangan yang dapat diberikan
etnografi komunikasi terhadap disiplin ilmu lain.31

a. Antropologi
Etnografi komunikasi akan membantu antropologo untuk memahami suatu
sistem budaya dimana bahasa dalam waktu yang bersamaan behubungan dengan
organisasi social, kaidah-kaidah interaksi, kepercayaan dan nilai yang dianut, dan
pola-pola lain yang disepakati bersama, untuk kemudian diturunkan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya melalui proses sosialisasi dan enkulturasi

b. Psikolinguistik

Etnografi komunikasi akan membantu pemahaman psikolinguistik


mengenai bagaimana semenjak anak-anak manusia memiliki kemampuan untuk
memperoleh pengetahuan komunikasi dari bahasa dalam dirinya. Selain itu juga
membantu pemahaman bagaimana ‘cara-cara berbicara’ dibangun dalam
lingkungan kebudayaan tertentu melalui interaksi sosial.

c. Sosiolingiuistik
Membantu pemahaman norma-norma yang mempengaruhi pilihan bahasa
yang digunakan dalam situasi-situasi tertentu
d. Linguistik Terapan

Sumbangan pemikiran etnografi komunikasi terhadap linguistik terapan


adalah :

31
Saville-Troike, Muriel, The Ethnography of Communication, The Comelot Press. Hal 9-10

32
 Membantu identifikasi apa yang harus diketahui untuk berkomunikasi dalam
berbagai variasi konteks suatu bahasa. Khususnya bagi mereka yang mempelajari
bahasa itu sebagai bahasa kedua
 Membantu pemahaman dan analisis terhadap fenomena kesalahan berkomunikasi,
khususnya dalam konteks komunikasi antarbudaya atau antara kebudayaan yang
berbeda-beda. Kegiatan menterjemahkan satu bahas ke bahasa lain, juga perlu
mempelajari komunikasi ini.

e. Ilmu linguistik Murni

Etnografi komunikasi sangat percaya bahwa setiap individu di belahan dunia


manapun ketika berkomunikasi akan di pengaruhi dan diatur oleh kaidah-kaidah
sosiokultural darimana isa berasal dan di mana ia berkomunikasi. Sehingga dalam
penjelasannya, etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi sebagai
perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu
sebagai makhluk sosial. Ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan
linguistik, keterampilan interaksi, dan keterampilan budaya.32

Ketiga keterampilan ini pada dasarnya menggambarkan ruang lingkup


etnogtafi komunikasi, atau bidang apa saja yang menjadi objek kajian etnografi
komunikasi. Selanjutnya etnografi komunikasi menyebut ketiga keterampilan ini
sebagai kompetensi komunikasi. Sehingga melalui penjelasan tersebut dapat
digambarkan model komunikasi etnografi komunikasi, sebagai model untuk
melihat perilaku komunikasi dalam sebuah peristiwa komunikasi.

32
Engkus Kuswaro, Etnografi Komunikasi, Widya Padjajaran. Bandung. 2008, Hal 18

33
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Paradigma Penelitian

Dalam konteks ilmu komunikasi penelitian ini berparadigma konstruktivis,


dan peneliti memilih menggunakan paradigma konstruktivis dalam penelitian ini.
Paradigma ini mengandung bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan
dari manusia itu sendiri. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan
berpikir seseorang, pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap
tetapi berkembang terus. Suatu proses komunikasi dibelahan dunia manapun,
selalu mengikuti suatu alur atau aidah tertentu, sehingga suatu masyarakat atau
kelompok karena cara berkomunukasi dan bahaimana cara penyamoaiannya.
Kaidah ini juga mengatur gara berkomunikasi dalam konteks sosial.

Menurut Anderson, paradigma adalah:33 Ideologi dan praktik suatu


komunikasi ilmuan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas,
memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan
menggunakan metode serupa.

Paradigma konstruktivis berpendapat bahwa semesta secara epistimlogi


merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang
dibangun dari proses kognitif dengan interaksi dengan objek material.
Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan
bukan reproduksi kenbyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman
manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman pola
konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, cultural dan
personal yang digalu secara terus menerus.34

33
Dedy Mulyana, Metodologi penelitian kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya, Bandung. PT Remaja Rosdakarta, 2006 Hal 9
34
Elvinaro Ardianto, dan Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi, Bandung Simbiosa
Rekatama Media. 2011. Hal 151-152

34
Studi etnografi komunikasi merupakan salah satu dari sekiat studi penelitian
kualitatif (paradigma interpretif atau konstruktivis). yang mengkhususkan pada
penemuan berbagai pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu
masyarakat tutur. Untuk sampai pada pemahaman etnografi komunikasim baik
secara landasan teori (ilmu) maupun saebagai studi penelitian, ada tiga isu dasar
yang melahirkannya, yaitu bahasa, komunikasim dan budaya, ketiga ilmu yang
telah berkembang menjadi tiga ilmu besar dalam ilmu sosial, bekerja sama dalam
satu perspektif yang disebut etnografi komunikasi, dan menjadi cabang ilmu baru
dalam khasanah pengetahuan manusia.35

3.2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif


kualitatif dimana penelitian ini hanya memaparkan dan menggambarkan realitas
komunikasi, tidak mencari maupun menjelaskan suatu hubungan, serta tidak
menguji teori.36

Penelitian kualitatif adalan penelitian yang bermaksud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain holistic dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi komunikasi,


karena metode ini dapat menggambarkan, menjelaskan dan membangun
hubgungan dari ketegori-kategori dan data yang ditemkan. Hal ini sesuai dengan
tujuan dari studi etnografi komunikasi untuk menggambarkan menganalisis dan
menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelompok sosial.37

35
Engkus Kuswaro, etnografi komunikasi, Widya Padjajaran, Bandung, 2008, Hal 2
36
Pawito, penelitian komunikasi kualitatif, Yogyakarta. LKIS, 2008 Hal 35
37
Engkus Kuswarno. Etnografi komunikasi. Bandung. Widya Padjajaran. 2008. Hal 86

35
3.4. Subyek Penelitian

Berkaitan dengan penelitian ini, sumber yang kompeten untuk dimintai


informasi sehubung oenelitian mengenai Analisis Simbol Budaya Pada Perguruan
Pencak Silat Beksi Selempang Betawi adalah sesepuh atau tokoh betawi serta
guru besar perguruan silat beksi yang sudah sangat paham dengan budaya serta
seni bela diri silat beksi, serta para pengajar seni silat beksi.

Sampel terpilih atau purpose yang mencakup responden, subjek atau elemen
yang dipilih karena karakteristik atau karena elemen tertentu, dan mengabaikan
mereka yang tidak memenuhi kriteria yang ditentukan. Melalui teknik purpose
sampel ini, sampel dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya,
yaitu pengetahuan mengenai elem-elemen pada apa yang ada disekitarnya, dan
tujuan penelitian yang hendak dilakukan38

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Secara umum, penelitian etnografi komunikasi adalah penelitian yang


menyeluruh atau holistik, karena apa yang diteliti didalamnya mencakup semua
aspek. Selain itu penelitian ini juga dikenal dengan ‘story telling’, sehingga tidak
mengherankan bila hasil penelitian ini bisa sangat tebal. Dan dalam penelitian ini
teknik penggunaan datanya adalah :

3.5.1. Data Primer

Penelitian ini didasari oleh gabungan etik dan emik penelitian. Jadi peneliti
selain mengamati juga ikut serta merasakan bagaimana individu-individu dalam
kelompok sosial berpikir dan berinteraksi dalam proses komunikasi. Sehingga
teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah observasi partisipan, In
depth interviewer ,dan dokumentasi.

38
Morissan, Metode Penelitian Survey, kencana, Jakarta. 2012. Hal 117

36
3.5.2. Data Sekunder

Sebagai penunjang data dalam penelitian ini maka dibutuhkan beberapa


data lainnya seperti: studi kepustakaan dari buku-buku, kliping surat kabar, koran,
majalah, booklet, dan bahasa referensi dari sumber lainnya yang berhubungan
dengan tema penelitian ini.

a. Dokumentasi

Menurut Kriyanto39 bahwa “Dokumentasi adalah instrumen data sering


digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data.”

Dokumentasi merupakan metode kualitatif yang berisikan foto mengenai


objek atau sumber yang diteliti, cuplikan video, rekaman suara hasil wawancara,
dan lain-lain.

Etnografi komunikasi menyebut analisis dokumen ini sebagai filologi atau


hermeneutics, yang artinya kurang lebih interpretasi dan penjelasan teks, yang
disebut dengan interpretasi teks adalah ilmu seni yang diaplikasikan pada tulisan
dan bukannya ujaran, dan khususnya pada teks-teks “bibel”40

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam metode ini adalah model
Spradley. Analisis data itu menyatakan dengan teknik pengumpulan data. Adapun
keseluruhan proses penelitian terdiri atas: pengamatan deksriptif, analisis domain,
pengamatan terfokus, analisis taksonomi, pengamatan terpilih, analisis
komponensial, dan diakhiri dengan analisis tema. Hal itu menunjukan bahwa
penyelenggaraan penelitian dilakukan secara silih berganti antara pengumpulan
data dengan analisis data sampai pada akhirnya keseluruhan masalah penelitian itu
terjawab.41

39
Rachmat Kriyanto. Teknik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2010. Hal 110
40
W.Gulo .Metode penelitian. Grasindo. 2010 Hal 59
41
Lexy J, Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya. Bandung. Hal: 302

37
Baik Hymes maupun Seville-Troike tidak menjelaskan bagaiman teknik
analisis data dalam etnografi komunikasi. Bagi etnografi komunikasi menemukan
hubungan antara komponen komunikasi sudah merupakan analisis data yang
utama, karena berdasarkan itulah pola komunikasi itu dibuat.

Berikut akan dipaparkan analisis data dalam penelitian etnografi yang


dikemukakan oleh creswel:42

1. Deskripsi
Pada tahap ini etnografi mempresentasikan hasil penelitiannya dengan
menggambarkan secara detil objek penelitiannya itu. Gaya penyampaiannya
kronologis dan seperti narator. Dengan membuat deskripsi, etnografer
mengemukakan latar belakang dari masalah yang diteliti, dan tanpa disadari
merupakan persiapan awal menjawab penelitian.
2. Analisis
Pada bagian ini, etnografer mengemukakan beberapa data akurat mengenai objek
penelitian, biasanya melalui tabel, grafik, diagram, model, yang menggambarkan
objek penelitian.
3. Interpretasi
Interpretasi menjadi tahap akhir analisis data dalam penelitian etnografi.
Etnografer pada tahap ini mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan. Pada tahap ini, etnografer menggunakan kata orang pertama dan
penjelasannya, untuk menegaskan bahwa apa yang ia kemukakan adalah murni
hasil interpretasinya.43

42
Engkus Kuswaro. Etnografi Komunikasi. Widya Padjajaran. Bandung. 2008. Hal 68
43
Ibid. Hal. 69

38
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_perguruan_silat

Sejarah dan budaya palang pintu betawi. (2014, july 2). Retrieved from Sejarah
& budaya: https://palangpintubetawi.wordpress.com/category/sejarah-budaya/

Al, N. K. (n.d.). Seni Budaya Bbetawi Menggiring Zaman. Dinas Kebudayaan


Betawi DKI Jakarta.

Ardianto. (2007). Suatu Pengantar Komunikasi Madda. Bandung.

Beksi Sebuah fenomena warisan budaya tanah betawi. (n.d.). Retrieved from
http://www.silatindonesia.com/2010/10/beksi-sebuah-fenomena-warisan-
budaya-tanah-betawi/.

Dadan Anugrah , Winny Kresnowiati. (2008). Komunikasi Antar Budaya. In


Konsep dan Aplikasinya (p. 67). Jakarta: Jala Permata.

daftar perguruan silat. (n.d.). Retrieved from


http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_perguruan_silat.

Elly M. Setiadi , Kama A Hakam , Ridwan Effendi. (2008). Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Jakarta: Kencana.

Elvinaro Ardianto dan Bambang Q-Anees. (2011). Filsafat Ilmu Komunikasi.


Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Fiske, J. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Gulo, W. (2010). Metode Penelitian. Grasindo.

Ibid. (n.d.).

39
Ibid. (n.d.).

Kuswaro, E. (2008). Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran.

Kuswaro, E. (2008). Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran.

Liliweri, A. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.


Yogyakarta: LkiS.

Matsumoto, D. (2006). Cultural and Nonverbal Behaviors. journal of san fransisco


state university.

McQuail's, D. (n.d.). McQuail's Mass Communication.

Moleong, L. J. (n.d.). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Morrisan. (2012). Metode Penelitian Survey. Jakarta: Kencana.

Mulyana, D. (2008). suatu Pengantar komunikasi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Mulyana, D. (2013). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Munandar, M. (1992). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Eresco.

Nasrullah, R. (2012). Komunikasi Antar Budaya di Era Siber. Jakarta: Kencana.

Pawito. (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatf. Yogyakarta: LKIS.

Richard West, Lynn H Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Edisi Ketiga.
Jakarta.

Robert M. Krauss , Yihsiu Chen Dan Purnima Chawla. (2003). Nonverbal


Behaviors and Nonverbal Communication. Journal of Ccolombia
University.

40

Anda mungkin juga menyukai