Anda di halaman 1dari 13

Soal filsafat Olahraga

1. Jelaskan perbedaan antara olahraga dan penjasorkes ?


2. Uraikan perkembangan olahraga di Indonesia, dari jaman penjajahan, jaman
kemerdekaan dan jaman reformasi ?
3. Bagaimanakah konsep perkembangan olahraga di sekolah dari masa ke masa dari masa
gerak badan, masa penjas, masa olahraga, masa olahraga pendidikan, sampai masa
pendor dan penjaskes dengan realitas yang ada dilingkungan sekitar saat ini
4. Bagaimanakah peranan olahraga dalam pembangunan bangsa kebijakan nasional dalam
pengembangan penjas, Arah strategi pembangunan keolahragaan nasional ?
5. Bagaimanakah peranan olahraga dalam pembangunan bangsa perubahan motif
pembinaan olahraga (politik ke ekonomi)

Jawaban

1. Jadi perbedaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga :Pendidikan Jasmani (physical

education) digunakan untuk kalangan pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan

pendidikan. Sedangkan Olahraga (Sport) untuk kegiatan di luar pendidikan yang

berorientasi pada peningkatan prestasi melalui pertandingan dan perlombaan

Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Pendidikan Jasmani Olahraga


 Pemahaman gerak  Prestasi
 Berpacu pada satuan kurikulum  Bebas
 Subyeknya pelajar (Child Centered)  Subyeknya atlet (Subject centered)
 Pribadi anak seluruhnya  Kinerja motorik
 Entry Behavior  Talent Scouting
 Pengaturan disesuaikan  Aturan Baku
 Gerak kehidupan sehari-hari  Gerak fungsional cabang
 Perhatian ekstra pada anak lamban  Ditinggalkan
 Tidak mesti bertanding  Selalu bertanding
 Wajib  Bebas
2. Presiden Soekarno telah meletakkan dasar-dasar kebangsaan yang tinggi di dalam hati
masyarakat Indonesia. Hal itu mengherankan, karena di kala Soekarno memimpin,
negeri ini masih dalam masa transisi pascakemerdekaan Republik Indonesia, 17
Agustus 1945, sehingga darah perjuangan masih mendidih dalam diri setiap manusia
Indonesia.
Setelah melewati berbagai proses yang panjang, bangsa ini mulai menuju ke sebuah
pertumbuhan pembangunan yang diharapkan. Semua sektor bergerak dinamis. Sektor
keolahragaan juga tidak mau kalah bersaing dengan sektor-sektor lainnya, seperti
ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain, dalam membentuk karakter bangsa Indonesia
sebagabesar
Soekarno tidak memandang olahraga dengan sebelah mata. Dia ingin mengangkat
nama bangsa ini ke tingkat internasional lewat sektor olahraga. Dia dengan berani
memutuskan untuk menggelar pesta olahraga Games of the New Emerging Forces
(Ganefo), November 1963. Ganefo, dengan semboyan Onward! No Retreat (Maju
Terus, Jangan Mundur), memang diboikot oleh sejumlah negara. Tetapi tetap
berlangsung sukses dan diikuti 2.200 atlet dari 48 negara
Asia,Afrika,AmerikaLatin,danEropa.

Bukan sesuatu yang mudah bagi Soekarno untuk memutuskan Indonesia sebagai tuan
rumah Ganefo. Apalagi waktu itu negeri ini tidak memiliki sarana olahraga yang
memadai. Soekarno berani membangun sebuah kompleks olahraga, di kawasan
Senayan. Pada 8 Februari 1960, Soekarno menancapkan tiang pancang Stadion
Utama Senayan menandai dimulainya pembangunan stadion sepakbola yang kelak
akan menjadi yang terbesar di Asia.

Pembangunan stadion Senayan ini menjadi puncak dari perayaan politik mercu suar
Soekarno. Kompleks Olahraga Senayan memang ide Soekarno. Proyek besar itu
dimulai pada 1958 dan fase pertama pembangunannya tuntas pada 1962, sehingga
bisa dipakai untuk penyelenggaraan Asian Games IV. Uni Soviet memberikan
pinjaman lunak senilai US$ 12,5 juta untuk pembangunan ini.

Yang diselesaikan pertama kali adalah stadion renang (selesai Juni 1961),
berkapasitas 8.000 penonton. Kemudian pada Desember 1961, selesai pula stadion
tenis yang berkapasitas 5.200 penonton. Pada Desember 1961 pula, stadion madya
dengan kapasitas 20.000 penonton juga selesai dibangun. Istora Senayan yang
berkapasitas 10.000 penonton selesai pada Mei 1962, yang kemudian digunakan
untuk pertandingan Piala Thomas.

Stadion sepakbola yang kini bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno yang
berkapasitas 100.000 penonton selesai dibangun pada Juni 1962.

Saat proyek mercusuarnya sedang berjalan, ada pihak-pihak yang mengeluhkan


mengenai kondisi rakyat Indonesia yang masih susah. Akan tetapi, Soekarno
bergeming dan menjawab, ''Biarkan dulu mereka berbicara. Nanti, kalau gedung-
gedung ini selesai, rakyat akan lupa semua kesusahan itu dan hanya ingat pada
gedung-gedung ini.''

Kini, kompleks olahraga Senayan masih berdiri dengan gagahnya. Semangat


Soekarno dan atlet-atlet di zaman Orde Lama (Orla) masih terasa di sana. Tidak
mudah mendirikan sebuah kompleks olahraga di atas permukaan tanah seluas 2.790
hektare di kala bangsa Indonesia masih dalam keterbatasan.

Tetapi, sayang, setelah 62 tahun Indonesia merdeka, perjuangan Soekarno dalam


menggelorakan olahraga prestasi itu semakin terkikis. Kompleks olahraga Senayan
yang kini bernama Gelora Bung Karno, sudah berubah fungsi menjadi pusat bisnis.
Penguasa Orde Baru (Orba) sudah mengubah fungsi kompleks tersebut, yaitu 40
persen untuk olahraga prestasi dan 60 persen untuk bisnis. Lihat saja, selain hotel, di
kompleks itu juga berdiri pusat perbelanjaan.
Pasang-Surut

Selama 62 tahun merdeka, prestasi olahraga Indonesia, mengalami pasang-surut.


Padahal, untuk membangun olahraga itu, masyarakat yang hidup di era reformasi ini
bisa bercermin atau mengambil teladan dari apa yang dilakukan para pendahulunya di
zaman Orla. Ada empat hal penting yang harus diperhatikan dalam membangun
olahraga, yaitu atlet atau olahragawan, kompetisi, sarana dan prasarana, serta orang
yang mengurus olahraga.

Terkikisnya semangat kebangsaan yang dikobarkan Soekarno pada olahraga prestasi,


mulai terlihat sejak zaman Orba. Penguasa Orba lebih mementingkan sisi bisnis di
berbagai sektor, sementara olahraga prestasi dikesampingkan. Buktinya,
kesejahteraan atlet tidak diperhatikan dan masih menggunakan sarana dan prasarana
yang lama.

Permainan pengurus olahraga di zaman Orba, yaitu dengan sistem instruksi dan
birokrasi, telah membuat perkembangan olahraga Indonesia menjadi terhambat.
Pasalnya, pengurus olahraga seperti itu bukanlah dari orang yang memiliki hobi,
profesional, atau mau berkorban untuk olahraga. Kondisi Ini menciptakan iklim yang
tidak sehat, sehingga orang sangat bergantung pada pemerintah semata, sementara
kesejahteraan atlet tidak diperhatikan.

Saat memasuki era reformasi, sistem instruksi dan birokrasi tidak berjalan lagi dan
membuat dunia olahraga kita berjalan di tempat. Kita membutuhkan pengurus
olahraga yang berjiwa olahraga, bukan pengurus yang minta diurus sehingga
menimbulkan urusan.

Kini, setelah 10 tahun negara berada di era reformasi, seluruh aspek di keolahragaan
Indonesia akan diperhatikan di bawah payung hukum Undang Undang (UU) Sistem
Keolahragaan Nasional. UU ini bisa diibaratkan sebagai bangunan sebuah rumah
yang memiliki pondasi yang kuat.
Jika kembali ke era Soekarno, di mana saat itu ada semangat nasionalis yang tinggi
dari para atlet, pengurus, pembina, dan pemerintah, seharusnya kita yang hidup di era
reformasi ini merasa malu. Untuk itu, marilah sama-sama kita bercermin pada mereka
yang berjuang di era Soekarno. Ingat, sang juara tidak muncul tiba-tiba. Sang juara
pasti melalui proses pembinaan sejak usia belia. Di balik sang juara pasti ada
pembina, pengurus, dan pelatih, yang ikhlas bekerja untuk bangsa dan negara demi
olahraga.
3. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan
kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) dalam kurikulum1994. Akibatnya sebagian besar guru
menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya
dianggap sama.

Pendidikan jasmani dalam pelaksanaannya harus tersusun rapi dalam sebuah program
yang sistematis dan berkelanjutan. Program tersebut diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan kebugaran dan menambah tabungan
gerak. Karena itu dibutuhkan strategi pengembangan yang mencakup beberapa aspek
sebagai berikut:

1. Kembangkan program yang menekankan pada penyediaan pengalaman gerak yang


disenagi peserta didik dalam jangka waktu yang panjang. Program tersebut dapat
diterapkan dalam bentuk permainan-permainan yang menyenangkan sehingga peserta
didik lebih antusias yang tingga terhadap pembelajaran. Dengan antusiasme peserta
didik dalam belajar gerak maka pengalaman gerak yang dirasakan akan semakain
bervariasi. Misalnya materi lompat tidak perlu diberikan teknik melompat yang benar
namun dapat melalui permainan lompat kardus sehingga siswa akan merasa tidak
terbebani dengan tugas yang mereka berikan. Karena itu, jangan memberikan materi
yang mengharuskan siswa menguasai materi tersebut tetapi anak bisa memperoleh
pengalaman gerak yang lebih banyak.
2. Bantulah siswa untuk menguasai keterampilan gerak dan kembangkan
penilaian diri yang positif bahwa siswa dapat menguasai keterampilan tersebut.
Biarkan siswa melakukan sesuai kemampuan yang dimiliki dan jangan memberikan
patokan yang terlalu memberatkan bagi siswa. Siswa yang belum mampu melakukan
jangan dipaksakan untuk bisa. Bantus siswa tersebut dengan pentahapan gerak dan
pengulangan yang lebih banyak. Sebagai contoh, bagaimana melakukan pemanasan
yang benar sebelum berlatih, bagaimana melakukan stretching yang aman dan efektif;
atau bagaimana memainkan suatu cabang olahraga dengan memuaskan dan
mendatangkan kesenangan.

Berikan kesempatan yang lebih luas dan merata sehingga semua semua siswa
merasakan setiap kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran secara adil.
Kesempatan yang diberikan kepada setiap siswa harus sama sehingga mereka tidak
merasa di bedakan dengan siswa lain. Program yang diterapkan jangan memberikan
kesempatan yang lebih pada siswa yang mampu melakukan karena hal tersebut dapat
menimbulkan rasa kurang percaya diri pada siswa yang belum mampu melakukan.
Kesempatan yang ada diusahakan agar siswa memanfaatkannya dengan baik sehingga
penyusunan program yang baik sangat diperlukan oleh guru dalam pelaksanaannya
agar kesempatan yang diberikan tidak di gunakan dengan percuma oleh siswa.

3. Berilah program yang dalam pelaksanaanya siswa belajar keterampilan-


keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupannnya sehingga program yang diberikan
bukan hanya untuk kepentingan jasmani, seperti kebugaran, tetapi juga untuk
perkembangan sosial, dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalani
kehidupannnya (berbasis life skill) sehingga siswa mengaplikasikan kegiatan yang
mereka lakukan dalam pembelajaran ke dalam kehidupan sehari-harinya. Keterampilan
itu antara lain, mengatasi masalah, memotivasi diri, meredam emosi, merencanakan
sesuatu, dan lain-lain.
4. SISTEM PEMBANGUNAN DAN PEMBINAAN OLAHRAGA

MEMBERDAYAKAN POTENSI BANGSA DALAM UPAYA PEMBANGUNAN


OLAHRAGA

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan


Pemerintah dan Kewenangan Provinsi seba¬gai Daerah Otonom dinyatakan bahwa
kewenangan pemerintah pusat dalam bidang olahraga adalah sebagai berikut:
(1) Pemberian dukungan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga;
(2) Penetapan pedoman pemberdayaan masyarakat olahraga; dan
(3) Penetapan kebijakan dalam penentuan kegiatan-kegiatan olah¬raga
nasional/internasional.
Untuk itu, berdasarkan wilayah atau daerah, selebihnya men¬jadi kewenangan daerah
(terutama kota/kabupaten). Implikasinya adalah pemerintah daerah
(propinsi/kota/kabupaten) memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan dalam
pembangunan olahraga di wilayah/daerahnya sesuai dengan kewenangannya, tanpa
mengabaikan kebijakan pembangunan olahraga secara nasional.
Agar dalam merumuskan kebijakan pembangunan olahraga dapat dilakukan dengan baik,
maka perlu memperhatikan kondisi dan potensi daerah yang ada. Khususnya dalam
pembinaan olah¬raga prestasi harus dilakukan kajian dengan cermat.
Setelah kebijakan pembangunan olahraga dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah
menggali dan menggalang potensi di daerah/masyarakat agar pembinaan olahraga
tersebut secara opera¬sional dapat dilakukan dengan baik.
Pembangunan olahraga bukan hanya tanggung jawab insan-insan olahraga, tetapi juga
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Pembangunan olahraga bukan
hanya tanggung jawab pelatih dan atlet, melainkan tanggung jawab bangsa Indo¬nesia
secara keseluruhan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan kaitannya dengan pembangunan olahraga di
Indonesia, yaitu (1) olahraga dijadikan gerakan nasional (national movement); (2)
perlunya undang-undang keolahragaan; dan (3) perlunya sistem perencanaan pro¬gram
yang berkesinambungan dan terpadu.

A. Olahraga Dijadikan Gerakan Nasional (National Movement)


Kondisi pembinaan dewasa ini tampaknya masih belum menyentuh sampai lapisan
bawah, yaitu kurang mengakar. Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya pembenahan.
Tak ada salahnya bila kita mengkaji dari pengalaman bidang lain yang telah berhasil di
negara kita, yaitu keberhasilan gerakan nasional Keluarga Berencana (KB) yang
dicanangkan mulai tahun tujuh puluhan. Kalau kita perhatikan gerakan KB waktu itu,
menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Berkat komitmen dan usaha yang keras,
maka KB sekarang ini bukan hanya disadari pentingnya bagi pembinaan keluarga,
melainkan menjadi kebutuh¬an individu dan keluarga di masyrarakat. Bahkan sekarang
ini di tingkat RW telah ada sebuah lembaga, yaitu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Belajar dari pengalaman gerakan nasional KB, tampaknya tidaklah berlebihan apabila
pembangunan olahraga di Indonesia dijadikan sebagai gerakan nasional yang benar-benar
mengakar sampai ke lapisan bawah. Dalam hal ini upaya memasyarakatkan olahraga dan
menngolahragakan masyarakat dilakukan dengan membentuk wadah pembinaan atau
organisasi sampai tingkat Kecamatan (misalnya, KONI tingkat Kecamatan).
Sebagai pertimbangan mengenai perlunya KONI tingkat kecamatan adalah karena ada
beberapa potensi yang dapat dikem¬bangkan dan dilibatkan. Hampir di setiap kecamatan
memiliki SD, SMTP dan/atau SMTA. Kondisi ini memungkinkan untuk mem¬bentuk
suatu wadah pembinaan olahraga, minimal membentuk klub olahraga. Bersama-sama
dengan tokoh lain, guru-guru pendidikan jasmani yang ada dapat dilibatkan dan
difungsikan sebagai pelatih, sedangkan para siswa dapat dilibatkan sebagai atlet.
Dalam kenyataannya bahwa munculnya bibit-bibit unggul yang selama ini terjadi
ditemukan di kampung-kampung yang ter¬bukti telah menghasilkan atlet-atlet tangguh di
cabangnya masing-masing, misalnya Icuk Sugiarto, Joko Supriyanto, Sumardi, Yayuk
Basuki dan lain-lain. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam memayungi dan
mewadahi munculnya bibit-bibit melalui lembaga atau organisasi olahraga, setidak-
tidaknya di tingkat kecamatan.
Organisasi/lembaga olahraga di tingkat kecamatan ini teru¬tama berupaya menumbuhkan
dan mengelola klub-klub olahraga yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini
didasarkan bahwa keberadaan klub-klub olahraga di Indonesia telah muncul beberapa
puluh tahun yang lalu.
Klub olahraga ini bermunculan di berbagai tempat. Hampir semua cabang olahraga
menyandarkan pembinaannya bersumber dari aktivitas hasil klub sebagai landasan awal.
Dalam kenyataan¬nya, masyarakat olahraga membutuhkan wadah ini sebagai tempat
untuk berlatih dan membina atlet. Namun penanganan yang tepat agar klub tersebut dapat
hidup dalam suasana yang kondusif masih belum optimal.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa populasi anak usia SD dan SMTP
cukup besar jumlahnya. Oleh karena itu, keberadaan klub-klub olahraga sangat strategis
sebagai upaya menampung minat yang berada di lingkungan mereka. Dan klub ini tidak
akan kekurangan peserta. Perlunya wadah dan lembaga olahraga tingkat kecamatan ini,
tampaknya sangat memungkinkan untuk ditangani, terutama dalam upaya pemassalan
dan pembibitan.

B. Perlunya Undang-Undang Keolahragaan


Kebutuhan akan adanya undang-undang tentang keolahraga¬an dirasakan sangat
mendesak. Hal ini disebabkan karena pembina¬an ataupun pembangunan olahraga pada
dasarnya merupakan suatu sistem. Oleh karena sistem melibatkan berbagai unsur yang
bersifat koordinatif dan terpadu, maka diperlukan adanya pengaturan.
Ada beberapa pertimbangan utama mengenai perlunya undang-undang keolahragaan,
yaitu:
1. Bahwa pembinaan dan pembangunan olahraga merupakan bagian penting dari
pembangunan manusia seutuhnya. Dalam kenyataannya penanganan pembinaan olahraga
di Indonesia belum mendapat penanganan secara proporsional.
2. Berbagai masalah yang selama ini muncul, misalnya pemba¬ngu¬nan sarana dan
prasarana di lingkungan pendidikan, masya¬rakat maupun lingkungan industri akan
sangat efektif apabila diatur dalam undang-undang.
3. Pembinaan olahraga, baik melalui pemassalan, pembibitan, mau¬pun peningkatan
presitasi, makin lama mengalami perkem¬bangan yang makin padat dan memerlukan
pengelolaan yang efektif dan efisien. Di samping itu, kewenangan dalam
penge¬lolaannya juga memerlukan peraturan yang jelas.
4. Secara umum bahwa perkembangan olahraga bersifat universal tidak dapat lepas dari
perkembangan olahraga internasional. Indonesia sebagai salah satu bangsa yang
menyadari akan pentingnya olahraga bagi kehidupan bangsa, maka perlu adanya
pengaturan untuk menjamin terlaksananya pembangunan olah¬raga yang didasarkan pada
ketentuan dan peraturan yang berupa legalitas hukum atau undang-undang.
5. Hampir semua lembaga maupun individu merasa berhak, ber¬wenang dan bebas
mengurus olahraga di Indonesia, sehingga sering terjadi tumpang tindih dan sering kali
terjadi peng¬hamburan dana yang sasarannya tergantung pada si pemberi dana.
Pentingnya undang-undang olahraga ini telah ditunjukkan tingkat keefektivan dan
keefisienannya oleh negara-negara maju, seperti Amerika dan Australia.

5. . Perkembangan olahraga tidak dapat di pisahkan dari kecenderungan


perkembangan olahraga pada tingkat global, terutama pengaruh dari gerakan Olympiade
sebagai sebuah idealisme, yang sedemikian kuat dalam memberikan arah, isi dan
pengorganisasian kegiatan olahraga pada umumnya. Di pihak lain perkembangan olahraga
itu sendiri, sepeti halnya perkembangan Olympiade di pengaruhi oleh perubahan yang
berlangsung dalam lingkungan makro politik. Olahraga yang pada dasarnya merupakan
kegitan yang semata-mata kesenangan belaka, olahraga beralih menjadi upaya yang dikelola
secara sungguh-sungguh, atau dari kelihatan yang di anggap amat remeh, yang hanya di lihat
sebelah mata oleh pemerintah, menjadi sebuah kebijakan global yang memerlukan perhatian
dari Presiden, Perdana Menteri, dan Raja. Keseluruhan perubahan itu merupakan
konsekuensi dari perubahan kehidupan manusia yang diterpa oleh perubahan dan lingkungan
hidup.
Sejak awal kebangkitan Olympiade modern 1896 di Athena, gerakan Olympiade
(Olympic Movement) mencanangkan bahwa Olympiade mengemban misi untuk
menyebarluaskan isme, sebuah idealisme yang mengandung pesan perdamaian, kebebasan
dan persaudaraan sebagai landasan tatanan dunia baru, termasuk membina manusia menuju
kesempurnaan, seperti terkandung dalam motto, citius, altius, fortius. Tidak dipungkiri,
gerakan Olympiade secara nyata berpengaruh kuat terhadap penyebarluasan kultur olahraga,
dan sekaligus memberikan arah terhadap tujuan pembinaan, isi kegiatan dan bahkan cara
mengorganisasinya. Tanpa kita sadari pula, akses dari Olympiade itu sendiri adalah
lenyapnya eksistensi permainan. Pada awalnya, kegitan Olympiade bersifat mundial tersebut,
yang diklaim sebagai langkah paling dini dalam penciptaan globalisasi olahraga, hanya di
ikuti oleh kelompok ekslusif dari kalangan bangsawan. Memasuki tahun 1920 mulai meluas,
di ikuti oleh kalayak luas, meskipun masih amat terbatas, sementara pada tahun 1950
berbarengan dengan meletusnya perang dingin, konflik dalam komteks geo politik yang
dipicu oleh perang ideology-komunis dan demokrasi tidak terelakan, olahraga
merupakanbagian dari suatu sistem polotik, dan untuk negara-negara sosialis, merupakan alat
propaganda bagi keberhasilan tatanan masyarakt sosialis.
2. Kelekatan Politik dengan Olahraga
Sejak lama ada usaha untuk menceraikan kegiatan olahraga, terutama Olimpiade,
dengan politik. Tapi, upaya itu selalu gagal. Kalau saja dunia mau jujur, sebenarnya
keterkaitan antara keduanya sudah terpatri dalam peraturan penyelenggaraan Olimpiade itu
sendiri.Ambil saja pengibaran bendera dan pengumandangan lagu kebangsaan negara asal
atlet pemenang salah satu cabang olahraga sebagai contoh. Itu saja sudah menunjukkan
tentang bagaimana olahraga sudah terpolusi oleh politik. Sejarah telah beberapa kali
merekam tentang intervensi politik terhadap ajang yang sebenarnya dimaksudkan untuk
memupuk sportivitas dan persahabatan antarnegara dan bangsa ini.
Contoh klasik terjadi pada Olimpiade 1936 di Berlin, ketika faham Nazi Jerman
tengah berada di puncaknya. Jesse Owens, pelari berkulit hitam AS yang sebelum pesta
olahraga itu dibuka sudah dihina media Jerman, tiba-tiba saja merebut tak kurang dari empat
medali emas. Dan, itu dilakukannya di depan mata Hitler, gembong konsep tentang
supremasi bangsa Aria.Pada 1968, pada upacara menghormati pemenang, dua atlet kulit
hitam AS mengacungkan tinju sebagai protes atas diskriminasi rasial di negara mereka.
Orang juga tak melupakan kejadian berdarah pada Olimpiade 1972 di Muenchen, ketika para
pejuang radikal Palestina menyandera dan kemudian membunuh 11 atlet Israel. Itu adalah
upaya menarik perhatian dunia akan nasib bangsa Palestina yang tergusur dari tanah leluhur
mereka.
Pada Olimpiade 1980 di Moskow, AS dan negara-negara Barat memutuskan tak hadir
sebagai protes atas penyerbuan Uni Soviet terhadap Afganistan. Empat tahun kemudian, Uni
Soviet dan sekutunya membalas boikot itu dengan tak hadir pada Olimpiade 1984 di Los
Angeles. Aksi Uni Soviet diikuti oleh negara-negara satelitnya di Eropa Timur. Akibatnya,
Olimpiade 1984 berjalan hambar. Maklumlah, negara-negara sosialis di masa itu merupakan
gudang atlet kelas dunia.
Dari semua kejadian yang dibeberkan di atas, Olimpiade Beijing 2008 yang akan
dimulai dalam sepekan ini merupakan puncak dari keterkaitan antara olahraga dan politik.
Sejak jauh hari sebelum dimulai, ia telah dikotori faktor politik. Protes warga Tibet ternyata
tidak terbatas di Tibet, tapi menyebar ke seluruh pemukiman mereka di seluruh China dan di
negara-negara lain. Unjuk rasa mereka juga didukung para aktivis LSM internasional.
Buat China sendiri, Olimpiade Beijing 2008 memiliki arti penting yang nuansa
politiknya sangat tebal. Ketika mendiang Mao Zedong memproklamasikan berdirinya RRC
sebagai sebuah negara itu pada 1 Oktober 1949, antara lain ia mengatakan, "Bangsa kita
tidak lagi akan jadi obyek pemerasan, penghinaan, dan pembudakan dari bangsa lain." Sejak
saat itu, RRC selalu berjuang menempatkan dirinya pada posisi terhormat di pentas dunia.
Tapi, selama hampir 50 tahun (1945-1990), Mao selalu berada di bawah bayang-
bayang Uni Soviet dan AS, sebagai dua aktor utama di panggung Perang Dingin. Mao telah
mencoba melepaskan diri dari bayang-bayang kedua adikuasa dan berperan sebagai kekuatan
ketiga dengan cara menghimpun kekuatan negara-negara berkembang. Toh, usaha itu tak
banyak mendatangkan sukses.
Sukses Beijing sebagai salah satu pelaku yang turut menentukan corak dunia justru
diraih setelah mendiang Deng Xiaoping mengambil langkah berani. Ia berbalik 180 derajat
dengan meninggalkan prinsip-prinsip Maois dan mengadopsi model pembangunan
kapitalistik. Hasilnya adalah perkembangan ekonomi di atas 8% per tahun dan telah
menempatkannya sejajar dengan negara-negara kapitalis dunia.
Sejarah China selama sekitar satu abad antara 1838, yakni dimulainya intervensi dan
intrusi kolonialisme dan imperialisme Barat, sampai 1949 ketika RRC berdiri, dipenuhi
perasaan sebagai bangsa tertindas dan terhina. Hampir semua kekuatan dunia memiliki
konsesi di China dan tak mengherankan jika Bapak Republik Dr Sun Yat-sen mengatakan
bahwa nasib bangsa China lebih buruk dari bangsa lain karena ia dijajah banyak negara. Tak
mengherankan pula jika para sejarawan Marxis di China menyebut masa selama satu abad itu
sebagai abad humiliasi (penghinaan) nasional.
Karena itu, penyelenggaraan Olimpiade di Beijing tak dapat dipisahkan dari sejarah
humiliasi, sukses pembangunan ekonomi, dan kebangkitan nasional bangsa China. Olimpaide
Beijing 2008 adalah sebuah lambang tentang keberhasilan China yang telah bangkit kembali
dari posisi terhina selama satu abad dan berhasil menempatkan diri sebagai aktor yang
perannya sejajar dengan negara-negara besar lain.
Olimpiade Beijing juga merupakan lambang balas dendam China atas satu abad
penghinaan yang dilakukan bangsa-bangsa Barat dan Jepang terhadap bangsa dan negara
China.
Oleh karena itu, RRC tak akan membiarkan anasir sekecil apapun yang berasal dari
dalam maupun luar negeri yang ditengarai akan mengganggu keberhasilan penyelenggaraan
pesta olahraga dunia itu.

Anda mungkin juga menyukai