Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra adalah penuangan ide – ide yang diimajinasikan menjadi teks yang memiliki
nilai – nilai etika dan estetika. Sehingga, orang yang menikmati karya sastra akan merasa berada
dalam lingkup kehidupan yang diciptakan karya sastra tersebut. Pengarang menyampaikan
permasalahan dan ide – ide melalui media bahasa dan tanda – tanda lain. Setiap pengarang
memiliki konvensi – konvensi (etika) yang berbeda dalam proses kepengarangannya. Ada
pengarang yang menitikberatkan simbolisasi pada tokoh, penokohan, atau alur cerita tersebut, dan
ada juga yang memberikan penekanan simbolisasi pada judul karya sastra tersebut.

Analisis semiotik merupakan metode menganalisis karya sastra sebagai sebuah struktur,
pengkajian melalui tanda dan simbolisasi yang terdapat dalam karya sastra. Dalam analisis
semiotik, karya sastra dipandang sebagai proses penuangan imajinasi pengarang. Sehingga, dalam
analisis semiotik karya sastra dikaitkan dengan pengarang, realita, pembaca dan hal – hal yang
memiliki keterkaitan dengan karya sastra tersebut.

Dalam analisis, Jan Mukarovsky memberikan perumusan tentang aplikasi model semiotik,
yaitu :

1. Menjelaskan kaitan antara pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca.


2. Menjelaskan karya sastra sebagai sebuah struktur, berdasarkan unsur – unsur atau elemen yang
membentuknya.(Sukada, 1987:44)

Dalam analisis semiotik, seseorang dapat memberikan makna yang berbeda. Hal ini
dikarenakan dengan pengalaman dan pengetahuan orang tersebut tentang tanda dan konvensi yang
berlaku. Misalnya saja kata “lari” yang ada dalam konteks yang sama dapat diberikan makna
sebagai kemajuan yang cepat atau revolusi, namun ada juga yang memberikan makna perjuangan,
tak bertanggung jawab, atau dapat pula makna lainnya sesuai dengan konteks karya sastra tersebut.

1
Dalam karya tulis ini juga akan dipaparkan mengenai genre-genre dalam sastra. Genre
sastra atau jenis sastra dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu sastra imajinatif dan
nonimajinatif. Dalam praktiknya sastra nonimajinatif terdiri atas karya-karya yang berbentuk esai,
kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Karya sastra imajinatif itu sendiri ialah karya prosa fiksi
termasuk di dalamnya cerpen, novelet, novel atau roman; puisi yang di antaranya puisi epik, puisi
lirik, dan puisi dramatik; dan drama bentuknya berupa drama komedi, drama tragedi, melodrama,
dan drama tragikomedi (Najid, 2003:12).

Dalam kesusastraan dikenal bermacam-macam jenis genre sastra. Menurut Warren dan
Wellek (1995: 298) genre sastra bukanlah nama, karena konvensi sastra yang berlaku pada suatu
karya sastra membentuk ciri karya tersebut. Menurutnya, teori genre adalah suatu prinsip
keteraturan. Sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu dan tempat, tetapi
berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian teori Semiotika ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori Semiotika ?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan Semiotika ?
4. Apa Pengertian genre dalam Sastra ?
5. Apa saja genre dalam Sastra ?

C. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi dari teori Semiotika.
2. Mengetahui tokoh-tokoh teori Semiotika.
3. Memahami kelebihan dan kekurangan dari Semiotika.
4. Mengetahui pengertian dari genre dalam Sastra .
5. Mengetahui apa saja genre dalam Sastra

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Semiotika
1. Pengertian Semiotika Secara Umum
Semiotik (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau
sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif,
mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan
atau dibayangkan (Broadbent, 1980). Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda
atau teori tentang pemberian tanda.
Istilah semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika sedangkan di Eropa lebih
banyak menggunakan sitilah semiologi. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan
dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti
sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993: 1). A. Teew (1984: 6)
mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian
disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan
aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam
masyarakat mana pun.
Bahasa sebagai sistem tanda seringkali mengandung ‘sesuatu’ yang misterius.
Sesuatu yang terlihat terkadang tidak sesuai dengan realita yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, pengguna bahasalah – manusia – yang mempunyai otoritas untuk melihat dan
mencari seperti apa ‘sesuatu’ yang tidak tampak pada Bahasa.
Teori semiotik adalah teori kritikan pascamodern, ia memahami karya sastra
melalui tanda-tanda atau perlambangan yang ditemui di dalam teks. Teori ini berpendapat
bahwa dalam sebuah teks terdapat banyak tanda dan pembaca atau penganalisis harus
memahami apa yang dimaksudkan dengan tanda-tanda tersebut. Hubungan antara tanda
dengan acuan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

3
1) Ikon

Ada kemiripan antara acuan dengan tanda. Tanda merupakan gambar/arti langsung
dari petanda. Misalnya, foto merupakan gambaran langsung yang difoto. Ikon masih dapat
dibedakan atas dua macam, yakni ikon tipologis, kemiripan yang tampak disini adalah
kemiripan rasional. Jadi, didalam tanda tampak juga hubungan antara unsur-unsur yang
diacu, contohnya susunan kata dalam kalimat, dan ikon metaforis, ikon jenis ini tidak ada
kemiripan antara tanda dengan acuannya, yang mirip bukanlah tanda dengan acuan
melainkan antar dua acuan dengan tanda yang sama. Kata kancil misalnya, mempunyai
acuan ‘binatang kancil’ dan sekaligus ‘kecerdikan’.

2) Indeks

Istilah indeks berati bahwa antara tanda dan acuannya ada kedekatan ekstensial.
Penanda merupakan akibat dari petanda (hubungan sebab akibat). Misalnya, mendung
merupakan tanda bahwa hari akan hujan, asap menandakan adanya api. Dalam karya sastra,
gambaran suasana muram biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang bersusah hati.

3) Simbol

Simbol yang ada tentunya sudah mendapat persetujuan antara pemakai tanda
dengan acuannya. Misalnya, bahasa merupakan simbol yang paling lengkap, terbentuk
secara konvensional, hubungan kata dengan artinya dan sebagainya. Ada tiga macam
simbol yang dikenal, yakni (1) simbol pribadi, misalnya seseorang menangis bila
mendengar sebuah lagu gembira karena lagu itu telah menjadi lambang pribadi ketika
orang yang dicintainya meninggal dunia, (2) simbol pemufakatan, misalnya burung
Garuda/Pancasila, bintang= keutuhan, padi dan kapas= keadilan sosial, dan (3) simbol
universal, misalnya bunga adalah lambang cinta, laut adalah lambang kehidupan yang
dinamis.

4
B. Macam-macam Semiotika
1. Semiotik Analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce menyatakan
bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide
dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam
lambang yang mengacu kepada objek tertentu. Contoh: seseorang yang mempunyai suatu ide
dalam pikirannya, lalu ide tersebut digambar menggunakan alat tulis menjadi suatu benda atau
simbol, dan benda tersebut mempunyai makna dibaliknya.
2. Semiotik Deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita
alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
Misalnya, langit yang mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari
dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu. Demikian pula jika ombak memutih di tengah
laut, itu menandakan bahwa laut berombak besar. Namun, dengan majunya ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, telah banyak tanda yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhannya.
3. Semiotik Faunal (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda
yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara
sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia.
Misalnya, seekor ayam betina yang berkotek-kotek menandakan ayam itu telah berteluratau
ada sesuatu yang ia takuti. Induk ayam yang membunyikan “krek ... krek ... krek ...”
memberikan tanda kepada anak-anaknya untuk segera mendekat, sebab ada makanan yang
ditemukan. Juga, seorang yang akan berangkat terpaksa mengurungkan waktu
keberangkatannya beberapa saat, sebab mendengar bunyi cecak yang ada di hadapannya.
Tanda-tanda yang dihasilkan oleh hewan seperti ini, menjadi perhatian orang yang bergerak
dalam bidang semiotik faunal.
4. Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam
kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial
memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun-temurun dipertahankan dan dihormati.
Budaya yang terdapat dalam masyarakat juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda
tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain. Contoh: budaya orang NU adalah
adanya tahlilan, sholawatan dan lain-lain.

5
5. Semiotik Naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud
mitos dan cerita lisan (folklore). Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada di antaranya
memiliki nilai kultural tinggi. Itu sebabnya Greimas (1987) memulai pembahasannya tentang
nilai-nilai kultural ketika ia membahas persoalan semiotik naratif. Contoh: pohon beringin
yang rindang dan lebat di percayai orang-orang bahwa pohon itu keramat atau angker.
6. Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, dan daun pohon-pohonan yang
menguning lalu gugur. Alam yang tidak bersahabat dengan manusia, misalnya banjir atau
tanah longsor, sebenarnya memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak
alam.
7. Semiotik Normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah tanda yang dibuat manusia yang
berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. Di ruang kereta api sering dijumpai
tanda yang bermakna dilarang merokok.
8. Semiotik Sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem yang tanda dihasilkan oleh
manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud
kata dalam satuan yang disebut kalimat. Buku Halliday (1978) itu sendiri berjudul Language
Social Semiotic. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam
bahasa. Contoh: lagunya Nidji yang berjudul “Laskar Pelangi” yang mempunyai makna kata
yang baik dan indah.
9. Semiotik Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa. Baik itu bahasa verbal maupun bahasa non verbal.
Tanda yang bersifat verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi,
dihasilkan oleh alat bicara. Misalnya, percakapan secara langsung bertatap muka,
mendengarkan berita atau cerita, interaksi guru atau dosen dengan murid atau mahasiswa saat
mengajar, aktivitas jual beli antara penjual dan pembeli.
Adapun contoh tanda bahasa nonverbal yang dihasilkan dari bahasa tubuh, yaitu:
a. Acungan jempol sebagai tanda hebat atau bagus
b. Bersalaman sebagai tanda persahabatan atau pernyataan iya
c. Angguka kepala sebagai tanda hormat
d. Gelengan kepala sebagai tanda pernyataan tidak atau bukan

6
Contoh tanda yang bersifat nonverbal melalui suara atau bunyi yaitu:
a. Siulan sebagai tanda gembira, memanggil
b. Jeritan sebagai tanda sakit, ada bahaya, atau permintaan pertolongan
c. Batuk kecil sebagai tanda ingin berkenalan,ada orang lewat

C. Tokoh-tokoh Semiotika
Dari sebagian banyak literatur tentang semiotik mengungkapkan bahwa semiotik
bermula dari ilmu linguistik dengan tokohnya Ferdinand de Saussure. Tidak hanya dikenal
sebagai bapak linguistik, ia juga dikenal sebagai tokoh linguistik modern dalam bukunya
Course in General Linguistics (1916). Selain itu ada tokoh yang penting dalam semiotik
adalah Charles Sanders Peirce (1839-1914), Charles William Morris (1901-1979), Roland
Barthes (1915-1980), Algirdas Greimas (1917-1992), Yuri Lotman (1922-1993), Christian
Metz (1923-1993), Umberto Eco (1932), dan Julia Kristeva (1941). Dalam ilmu
antropologi ada Claude Levi Strauss (1980) dan Jacues Lacan (1901-1981) dalam
psikoanalisis.

a) Teori Semiotik Saussure


Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda
adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau
petanda (signified). Penanda adalah aspek material dari bahasa dan petanda adalah
gambaran mental, pikiran atau konsep atau aspek mental dari bahasa. Istilah form
(bentuk) dan content (materi, isi) diistilahkan juga dengan expression dan content,
yang satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud idea.

Menurut Saussure, langue adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan


gagasan, dan oleh karenanya dapat dikomparatifkan dengan tulisan, dengan abjad
tuna rungu, ritus simbolis, bentuk sopan santun, dengan tanda-tanda militer, dan
lain-lain (Hidayat, 2006: 107-108).

b) Teori Semiotik Peirce


Menurut Pierce, manusia dapat berfikir dengan sarana tanda, manusia hanya
dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Semiotika merupakan persamaan dari

7
kata logika, dan logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Tanda-tanda
memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi
makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
Bagi Pierce, semiotika adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence)
atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan
(interpretant). Pierce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu: 1) semiotik
sintaksis yang mempelajari hubungan antar tanda. Hubungan ini tidak terbatas pada
sistem yang sama; 2) semiotik semantik yang mempelajari hubungan antara tanda,
objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan
proses semiotis; 3) semiotik pragmatik yang mempelajari hubungan antara tanda,
pemakai tanda, dan pemakaian tanda. Pendekatan yang dilakukan oleh Pierce
adalah pendekatan triadic, karena mencakup tiga hal yakni tanda, hal yang
diwakilinya serta kognisi yang terjadi pada pikiran seseorang pada waktu
menangkap tanda tersebut.

D. Kelebihan dan Kekurangan Semiotika


1. Kelebihan semiotik dalam menelaah karya sastra :
a) Memperindah karya sastra.
b) Mengetahui keindahan karya sastra.
c) Dalam penelitian analisisnya lebih spesifik dan komperhensif.
d) Memberikan pemahaman makna dari simbolik baru dalam membaca karya
sastra.
e) Kita pembaca minimal mengetahui dua makna yaitu makna bahasa secara
literlag dan maksna simbolik (global).

2. Kelemahan semiotik dalam menelaah karya sastra :


a) Kurang memperhatikan struktur, mengabaikan unsur intrinsic.
b) Memerlukan banyak dukungan ilmu bantu lain seperti linguistik, sosiologi,
psikologi, dll
c) Perlu kematangan konsep luas tentang sastra wawasan luas, dan teorinya.

8
d) Peranan peneliti sangat penting, ia harus jeli, teliti, dan menguasai materi
yang akan diteliti secara totalitas, karena kalau tidak itu tidak terpenuhi maka
makna yang ada dalam teks cenderung kurang tereksplor untuk diketahui oleh
pembaca, justru cenderung menggunakan subjektifitasnya yang menampilkan
itu semua dan itu sangat risjan untuk meneliti dengan teori ini.

E. Pengertian Genre dalam Sastra


Istilah genre berasal dari bahasa bahasa Prancis yang berati ‘jenis’. Jadi, genre sastra berarti
jenis karya sastra. Ahli pikir yang pertama meletakkan dasar teori genre adalah Aristoteles
dalam tulisannya yang terkenal yaitu Poetica. Teori Aristoteles tentang jenis karya sastra
didasarkan pada karya sastra Yunani klasik., tetapi yang menarik dari teori tersebut adalah
teori tersebut dapat diterapkan pada karya sastra lain di seluruh dunia.

Menurut Aristoteles, karya sastra berdasarkan ragam perwujudannya terdiri atas 3 macam,
yaitu epik, lirik, dan drama (Teuw,1984: 109). Epik adalah teks yang sebagian berisi deskripsi
(paparan kisah), dan sebagian lainnya berisi ujaran tokoh (cakapan). Epik ini biasa disebut
prosa. Lirik adalah ungkapan ide atau perasaan pengarang. Dalam hal ini yang berbicara adalah
'aku' lirik, yang biasa disebut penyair. Lirik inilah yang sekarang dikenal sebagai puisi atau
sajak, yakni karya sastra yang berisi ekspresi (curahan) perasaan pribadi yang lebih
mengutamakan cara mengekpresikannya. Drama adalah karya sastra yang didominasi oleh
cakapan para tokoh. Kriteria drama yang membedakan dengan 2 jenis karya sastra lainnya
adalah hubungan manusia dengan dunia ruang dan waktu.

Penelitian tentang genre sastra terus berkembang dari waktu ke waktu, dan seringkali tidak
memuaskan karena pengertian-pengertian yang dirumuskan selalu saja bergeser dan
mengalami perubahan. Hal itu disebabkan oleh selalu adanya perubahan-perubahan konsep
tentang karya sastra. Namun demikian, meskipun konsep-konsep tentang karya sastra selalu
berubah, tetapi objek studi sastra dapat dikatakan tetap sama, yaitu prosa, drama, dan puisi.

9
F. Jenis (Genre) dalam Sastra
Berbicara soal karya sastra, maka tidak salah pula kita bicara mengenai genre atau jenis
karya sastra yang terbagi atas dua kelompok yaitu karya sastra imajinatif dan non-imajinatif,
yang mana karya sastra imajinatif ini lebih menonjolkan sifat khayalan, tak lupa menggunakan
estetika berbahasa sehingga timbul bahasa-bahasa yang konotatif. Sedangkan karya sastra non-
imajinatif ini lebih menonjolkan pada sifat kenyataan dan cenderung menggunakan bahasa
yang denotative namun tetap tidak melupakan esetetika berbahasa.
1. Karya Sastra Imajinatif
Dalam karya sastra imajinatif ini juga terbagi menjadi beberapa jenis yaitu puisi, prosa,
dan drama. Berikut ini adalah penjelasannya :
a) Puisi
Menurut arti bahasa “puisi” berasal dari bahasa Yunani, “poietes” (Latin
”poeta”). Mula-mula artinya adalah pembangun, pembentuk. Asal katanya poieo
atau poio atau poeo yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun Poerwadarminta mengatakan
bahwa pada dasarnya puisi adalah karangan kesusastraan yang berbentuk sajak
(Syair, pantun dsb.).
Puisi menurut devinisinya Puisi adalah karya sastra yang khas penggunaan
bahasanya dan memuat pengalaman yang disusun secara khas pula. Pengalaman
batin yang terkandung dalam puisi disusun dari peristiwa yang telah diberi makna
dan ditafsirkan secara estetik.

Adapun puisi di bagi menjadi dua jenis yaitu:

1) Puisi Lama
Puisi Lama adalah puisi yang masih terkait oleh aturan-aturan yaitu sebagai
berikut:
- Kata dalam satu baris.
- Jumlah baris dalam satu bait.
- Persajakan (rima).
- Banyak suku kata di tiap baris.
- Irama

10
Ciri-Ciri Puisi Lama :

- Tak diketahui nama pengarangnya.


- Penyampaian dari mulut ke mulut, sehingga merupakan sastra
lisan.
- Sangat terikat akan aturan-aturan misalnya mengenai jumlah
baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.

Jenis-jenis puis lama yakni: Mantra, Pantun, Syair dll

2) Puisi Baru
Pengertian Puisi Baru adalah puisi yang tidak terikat lagi oleh aturan
yang mana bentuknya lebih bebas dari pada puisi lama dalam segi jumlah
baris, suku kata, maupun rima.

Ciri-Ciri Puisi Baru

- Memiliki bentuk yang rapi, simetris.


- Persajakan akhir yang teratur.
- Menggunakan pola sajak pantun dan syair walaupun dengan
pola yang lain.
- Umumnya puisi empat seuntai.
- Di setiap baris atasnya sebuah gatra (kesatuan sintaksis).
- Di tiap gatranya terdiri dari dua kata (pada umumnya) : 4-5 suku
kata.

Jenis-jenis puisi baru yakni: Balada, Himne, Romansa dll

b) Prosa
Prosa merupakan suatu karya sastra yang lebih terurai lagi dengan
mendeskripsikan berbagai peristiwa, situasi, hingga tokoh yang termasuk dalam
unsur prosa. Prosa sendiri dibagi menjadi beberapa jenis yang di antaranya adalah
novel, roman, dan cerita pendeka atau cerpen.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai novel, roman, dan cerpen menurut
Suroto yang ditulisnya di bukunya yang berjudul ‘Apresiasi Sastra Indonesia’.

11
1) Novel
Novel merupakan prosa fiksi yang menceritakan suatu peristiwa
yang luar biasa dengan diangkatnya dari kehidupan orang-orang atau
tokoh dalam cerita. Hal yang luar biasa ini didukung oleh adanya
konflik, pertikaian, dan penokohan dalam alur cerita. Pada dasarnya,
novel menceritakan sosok tokoh yang diistimewakan sehingga
memberikan nilai-nilai kehidupan yang mana tokoh tersebut mengalami
perubahan karakter hingga mendatangkan suatu peristiwa menjadi
rangkaian cerita.
2) Roman
Roman merupakan istilah yang berasal dari istilah ‘romance’, yang
diambil dari abad pertengahan yang mana menceritakan cerita panjang
tentang berbagai kehidupan seperti percintaan, kepahlawanan, sosial,
dan lain sebagainya yang dapat diambil nilainya. Istilah tersebut pu
nmulai berkembang di berbagai negara seperti Jerman, Perancis,
Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya. Perbedaan dengan novel
adalah bahwa novel lebih pendek daripada roman walaupun ukuran
ceritanya sama.
3) Cerita Pendek
Cerpen atau cerita pendek merupakan jenis karangan prosa yang
berisi suatu cerita atau peristiwa kehidupan manusia. Adapun dalam
cerita, bahwa cerpen juga mengembangkan suatu peristiwa menjadi
cerita yang menarik yang mana dapat mendukung suatu peristiwa pokok
agar cerita tetap berjalan sesuai logika. Intinya, cerpen ini lebih
memfokuskan pada satu peristiwa yang mana dapat dikembangkan
menjadi suatu cerita menarik.
c) Drama
Drama berasal dari kata Yunani, draomai yang berarti berbuat, bertindak,
bereaksi, dan sebagainya. Jadi, kata drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau
tindakan. Seraca umum, pengertian drama adalah karya sastra yang ditulis dalam
bentuk dialog dengan maksud dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah

12
drama dikenal dengan istilah teater. Dapat dikatakan bahwa drama berupa cerita
yang diperagakan para pemain di panggung. Selanjutnya, dalam pengertian kita
sekarang, yang dimaksud drama adalah cerita yang diperagakan di panggung
berdasarkan naskah. Drama, adalah salah satu jenis karya sastra yang mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan karya sastra jenis lain, yaitu unsur pementasan
yang mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di depan
umum. Drama adalah karya sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk
di pentaskan atau di pertunjukkan.
Pengertian dan devinisi drama menurut para ahli:

1) Menurut Wiyanto (2002:1-2) drama adalah hidup yang dilukiskan


dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok
drama.
2) Menurut Kintoko (2008:104, Ardiyansyah) drama adalah proses
pemeranan diri kita menjadi seseorang yang harus diperankan di dalam
pementasan. Drama adalah kehidupan sehari hari yang di pentaskan
dengan sistematis dan menarik.
3) Menurut Zaidan (1994: 60) drama adalah ragam sastra dalam bentuk
dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas.
Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas
panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang
dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera
(Wiyanto, 2002:1-2).
4) Menurut Aeschylus (2008: 26, Karsito) drama berasal dari bahasa
Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan
sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Drama
juga berarti risalah, kejadian, atau karangan.

2. Karya Sastra Non Imajinatif


Sastra non imajinatif adalah karya sastra yang ditulis tanpa menggunakan sifat
khayalnya pengarang, sehingga cerita dalam karya sastra non imajinatif merupakan

13
cerita yang ditulis berdasarkan cerita nyata/sebenarnya. Sebagian para ahli sastra
berpendapat bahwa sastra non imajinatif bukan termasuk karya sastra.

Karya sastra non imajinatif terdiri atas beberapa jenis yakni :

a) Esai
Esai merupakan tulisan pendek yang memuat fakta dengan mengupas suatu opini
atau pandangan pribadi manusia. Dalam esai ini, kita dapat mengetahui
pemikirannya. Karena esai mengungkapkan suatu fakta dari pengarangnya sesuai
dengan ide pemikirannya.
Terdapat beberapa macam esai yaitu:
1) Esai Formal; cenderung menggunakan bahasa yang lugas, mengikuti
aturan penulisan, serta mementingkan pemikiran dan kedalaman
analisis.
2) Esai Personal; cenderung bergaya bahasa lebih bebas, memiliki
keleluasaan unsur pemikiran dan perasaan, serta unsur pribadi dalam diri
penulis mudah dilihat.
3) Esai Deskripsi; menggambarkan fakta apa adanya tanpa penjelasan dan
penafsiran fakta (memotret, melaporkan).
4) Esai Ekspresi; menggambarkan fakta dengan menjelaskan rangkaian
sebab-akibat, kegunaan,dll.
5) Esai Argumentasi; menunjukkan fakta, memunculkan persoalan,
melakukan analisis, dan menarik kesimpulan.
6) Esai Narasi; menggambarkan fakta berdasar urutan spasial dan
kronologis dalam bentuk cerita.
b) Kritik
Kritik juga merupakan suatu karya sastra non-imajinatif yang memuat opini
dan argumentasi mengenai suatu karya sastra. Namun, kritik akan memuat hasil
kesimpulannya yang bersifat analisis. Tujuan dari kritik ini adalah untuk
mengungkapkan kelemahan dan keunggulan suatu karya sastra dari suatu sudut
pandang tertentu. Tergantung kita menggunakan sudut pandang apa. Namun,
tujuan kritik ini dibuat untuk membangun penulis atau sastrawan agar dapat

14
berkarya ke lebih baik lagi. Selain itu juga dapat membawa pembaca agar dapat
mengapresiasi suatu karya sastra lebih baik lagi.
c) Biografi
Biografi merupakan tulisan yang memuat tentang kehidupan dari lahir
hingga sekarang seseorang. Bisa dikatakan sebagai riwayat kehidupan seseorang.
Tugas penulis biografi ini harus mencari beberapa data seseorang yang akan
ditulis kehidupannya berdasarkan fakta yang akurat. Biasanya, orang-orang yang
ditulis dalam biografi ini adalah beberapa tokoh masyarakat seperti pahlawan,
pejabat, pengusaha, dan lain sebagainya.
d) Autobiografi
Autobiografi merupakan tulisan karya sastra yang mana mereka menulis
tentang kehidupannya sendiri dari lahir hingga sekarang. Namun, walaupun
menulis tentang diri sendiri, hal ini akan terasa lebih rumit dibandingkan menulis
biografi. Karena pada dasarnya menilai membicarakan orang akan lebih mudah
dibandingkan membicarakan diri sendiri.
e) Sejarah
Seperti halnya dengan tulisa riwayat, namun dalam tulisan sejarah ini lebih
menonjol ke suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu atau masa lampau. Namun,
sejarah juga ditulis berdasarkan fakta dan data-data yang actual dan dari sumber
yang terpercaya keakuratannya.
f) Memoar
Memoar ini sebenarnya hampir sama dengan autobiografi yaitu
menceritakan pengalaman dirinya sendiri. Namun perbedaannya bahwa memoir
ini menuliskan suatu satu peristiwa atau pengalaman saja. Seperti halnya dia
menulis tentang dirinya di saat ia menjalani sebagai tentara perang dunia II.
g) Catatan Harian
Catatan harian atau biasa disebut dengan istilah ‘diary’ ini merupakan
curhatan pribadi atau apa yang dialaminya di hari itu. Kebanyakan orang menulis
catatan harian ini di malam hari atau penutupan hari.
h) Surat-surat

15
Surat juga merupakan contoh dari karya sastra karena berisi cerita dan
pengalaman seseorang yang bersifat curahan hati.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulakan bahwa semiotik merupakan ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji sebuah tanda yang memiliki makna. Tanda-tanda tersebut dapat berupa
pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan yang dapat dilengkapi kehidupan ini, walaupun dikatakan
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Ilmu semiotik dalam karya
sastra berupa novel biasanya menggunakan simbol. Semiotik menjadi satu istilah untuk kajian
sastra yang berisi lambang-lambang atau kode-kode yang mempunyai arti atau makna tertentu.
Arti atau makna itu berkaitan dengan sistem yang dianut.

Semiotik digunakan untuk memeberikan makna kepada tanda-tanda sesudah penelitian


struktural. Sedangkan, strukturalisme adalah suatu cara berfikir yang memandang seluruh realitas
sebagai keseluruhan yang terdiri dari struktur-struktur yang saling berkaitan, atau dengan kata lain.

B. Saran

Pembelajaran sastra dianggap tidaklah penting, karena pada jenjang pendidikan umumnya
lebih mengedepankan serta mementingkan pembelajaran yang ilmiah dan bertehnologi. Padahal
dengan adanya pembelajaran sastra dapat turut berperan dalam pembentukan kepribadian, watak,
dan sikap yang tentunya akan lebih baik jika diterapkan sejak dini dalam tahapan jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar pada umumnya. Seharusnya Sastra dapat dioptimalkan
pembelajarannya sehingga dapat diapresiasikan dengan baik.

17

Anda mungkin juga menyukai