Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

REGENERASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan II


Yang dibina oleh Ibu Amy Tenzer

Offering H
Kelompok 7
1. Ainun Nadzifatun Arifah (160342606232)
2. Lutfita Fitriana (160342606284)
3. Rika Nur Azizah (160342606265)
4. Shinta Dewi M.K (160342606214)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
NOVEMBER 2017
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada golongan hewan tertentu memiliki kemampuan untuk memperbaiki
kerusakan-kerusankan yang terjadi pada salah satu bagian tubuhnya. Peristiwa
regenerenasi bagi organisme merupakan hal yang sangat penting karena proses yang
esensial selama perjalanan hidup organisme. Adanya bagian tubuh yang lepas akibat
ketuan atau kecelakaan dengan proses regrenasi bagian tubuh yang lepas akan diganti
kembali dengan jaringan baru kembali. Dan juga beberapa organisme proses
regenerasi merupakan hal yang sangat penting dalam reproduksi secara aseksual
(Philip, 1978).
Menurut Morgan dalam Lukman (2009), ia mengenal dua mekanisme primer untuk
pembentukan kembali bagian-bagian tubuh yang hilang. Pertama, regenerasi
morfalaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan reorganisasi bagian tubuh
yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian tubuh yang hilah. Jadi dalam
jenis regenerasi ini pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti oleh jaringan
lama yang masih tertinggal. Kedua, epimorfosis yaitu rekonstruksi bagian-bagian yang
hilang melalui proliferasi dan diferensiasi jaringan dari permukaan luka. Namun
regenerasi dapat pula berupa penimbunan sel-sel yang nampaknya belum
terdiferensiasi pada luka dan sering disebut, blastema, yang akan berproliferasi dan
secara progresif membentuk bagian yang hilang.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan regenerasi?
b. Apa macam-macam regenerasi yang terjadi pada organisme?
c. Bagaimana mekanisme regenerasi pada hewan-hewan tertentu?
d. Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya regenerasi?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian generasi.
b. Untuk mengetahui macam-macam dari regenerasi.
c. Untuk mengetahui mekanisme regenerasi pada hewan-hewan tertentu.
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya regenerasi.

2. Bahasan
2.1 Pengertian Regenerasi

Regenerasi adalah memperbaiki kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas,
kembali seperti keadaan semula. Regenerasi merupakan proses pembentukan kembali
jaringan dan organ yang hilang setelah proses perkembangan tubuh dan
diferensiasi sel-sel telah selesai (Nakatani et al., 2008). Hal tersebut berarti bahwa
kemampuan tumbuh dan berdiferensiasi tidak terbatas pada embrionya saja tetapi
juga sampai dewasa bahkan sampai seumur hidup organisme tersebut. Dalam proses
regenerasi polaritas akan selalu dipertahankan. Hewan memiliki kemampuan untuk
memperbaiki kerusakan-kerusakan bagian tubuh secara ekstensif baik akibat
kecelakaan pada kondisi alamiah maupun akibat disengaja dalam suatu percobaan
melalui proses regenerasi. Kerusakan yang diperbaiki itu mungkin berupa
pemulihan kerusakan akibat hilangnya bagian tubuh utama, seperti anggota
badan biasanya hanya berupa penggantian kerusakan-kerusakan yang terjadi
dalam proses fisiologi (Lukman, 2009).

Daya regenerasi pada berbagai organisme tidak sama. Daya regenerasi pada
berbagai organisme tidak sama. Umumnya pada Avertebrata lebih tinggi,
kemampuannya dari pada Vertebrata, dan pada Mammalia biasanya hanya terbatas
pada penyembuhan luka, bagian tubuh yang lepas/hilang tidak dapat tumbuh
kembali.

2.2 Macam-macam regenerasi

Menurut Surjono (2001), regenerasi yang terjadi pada hewan dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu :

1. Regenerasi epimorfosis, yaitu jika suatu potongan tubuh sekecil 1/200


bagian tubuhnya masih dapat melakukan regenerasi mejadi satu individu hewan
yang lengkap. Dalam kasus ini jelas bahwa proses regenerasi bukan merupakan
proses penambahan bagian yang hilang melainkan pembentukan kembali tubuh
yang telah hilang dengan suatu masa tubuh yang baru.
2. Regenerasi morfolaksis, yaitu regenerasi yang melibatkan penambahan masa
dan pembentukan kembali seluruh bentuk individu.

Sedangkan menurut Browder (1984), ada dua mekanisme primer dalam proses
regenerasi yaitu :

1. Regenerasi morfolaksis, suatu proses perbaikan yang melibatkan


reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa atau jaringan lama.
2. Regenerasi epimorfosis, merupakan rekontruksi bagian yang hilang melalui
proliferasi dan deferensiasi jaringan baru dari permukaan luka.

2.3 Mekanisme regenerasi pada hewan


1. Mekanisme regenerasi pada planaria

Kemampuan planaria mengembangkan bagian-bagian tubuh yang hilang, hingga


terbentuk planaria baru yang lengkap pada reproduksi aseksual, menyebabkan
planaria dikatakan mempunyai daya regenerasi yang tinggi. Apabila tubuhnya disayat
(dipotong), planaria akan segera memperbaiki bagian tubuhnya yang dipotong
dengan proses epimorfis yaitu perbaikan yang dilakukan dengan cara proliferasi
jaringan baru di atas jaringan lama sehingga akan terbentuk planaria baru yang
sempurna.

Planaria merupakan organisme dengan tubuh pipih memanjang dan lunak,


hidup bebas di perairan tawar yang dingin dan jernih, termasuk phylum
Platyhelminthes, Kelas Turbellaria.

a. Gambar morfologi planaria


Sumber : Radiopoetro, 1990

Keterangan:

A : anterior 1. titik mata


P: : posterior 2. auricula
D : dorsal 3. lubang mulut
V : ventral 4. Pharynx
C : caput 5. porus genitalis

Planaria bila mengalami luka baik secara alami maupun buatan, bagian tubuh
manapun yang rusak akan diganti dengan yang baru. Jika tubuh planaria dipotong-
potong maka tiap potongan akan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu
baru yang lengkap (Kastawi, dkk. 2003).
Apabila tubuh planaria terluka atau terpotong, maka hal pertama yang terjadi
adalah penyembuhan luka yang menutup permukaan puntung. Proses selanjutnya
adalah pembersihan “serpihan” luka di bagian dalam dan pertumbuhan serta
perkembangan jaringan baru. Proses regenerasi planaria tetap mempertahankan
polaritas tubuh. Bagian anterior dari puntung tetap akan berkembang menjadi bagian
itu (anterior tubuh) dan bagian posterior dari puntung akan membentuk bagian
posterior tubuh. Hasil akhir dari proses ini adalah tubuh planaria yang utuh kembali.
Child dalam Radiopoetro (1990) melakukan percobaan dengan planaria, bagian
tengah tubuh planaria dipotong dan diperoleh hasil bahwa pada bagian ujung anterior
akan terbentuk kepala dan pada bagian posterior akan terbentuk caudanya.
Menurut Sudarwati & Sutasurya (1990), regenerasi dapat terjadi lewat adanya
kumpulan sel-sel yang belum terdiferensiasi pada suatu luka, disebut blastema yang
kemudian akan berproliferasi dan secara progresif berdiferensiasi membentuk bagian-
bagian yang hilang. Blastema dapat berasal dari sel-sel pada permukaan luka atau
dapat pula berasal dari sel-sel cadangan khusus, misalnya neoblast yang bermigrasi ke
tempat luka. Bila planaria dipotong, neoblast akan tampak terhimpun pada permukaan
luka sehingga terbentuk suatu blastema yang kemudian akan berproliferasi dan
berdiferensiasi membentuk bagian-bagian yang hilang.
Child dalam Radiopoetro (1990) dalam percobaannya dengan berbagai variasi
potongan, diantaranya jika potongan yang berbentuk segitiga dipotong atau diambil
dari bagian lateral badan, umumnya regenerasi kepala pada ujung dalam sedang
pembentukan ekor pada tepi lateral. Jika potongan membengkok atau melengkung,
maka kepala akan tumbuh pada bagian samping dalam. Jika kepala planaria dibelah
akan dapat terbentuk seekor planaria berkepala dua, kemudian jika pembelahan
dilanjutkan ke posterior sampai terjadi dua buah belahan, maka tiap belahan akan
dapat tumbuh menjadi seekor cacing yang lengkap.
Berdasarkan percobaan Child tersebut, variasi potongan pada planaria dalam
bentuk apapun, yaitu memotong planaria secara melintang menjadi 2 dan 3 bagian,
planaria tetap mampu beregenerasi menjadi planaria baru yang lengkap. Fanny dan
Veyl (2006) bahwa terbentuknya bagian anterior dan posterior yang baru
membutuhkan waktu maksimal 192 jam (8 hari). Menurut Sheiman, dkk (2006)
planaria melengkapi bagian tubuhnya yang hilang menjadi individu yang lengkap,
dalam waktu 10 hari setelah pemotongan.
Setelah planaria terpisah (diregenerasi) daerah luka secara cepat tertutup oleh
suatu lapisan tipis dari sel epidermis, disebut neoblast yang merupakan serabut
totipotent yang mengganda dan berfungsi untuk mengobati luka (Newmark &
Alvarado, 2005). Menurut Sheiman, dkk (2006) bahwa proses penyembuhan luka oleh
neoblast pada regenerasi planaria terjadi cukup cepat yaitu kurang dari 15 menit
setelah pemotongan.

b. Regenerasi pada planaria


Sumber : Jonathan, 2006

Faktor yang Berpengaruh terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Planaria


Setiap hewan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembangbiak dalam suatu
lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya. Keberhasilan hidup hewan
sangat ditentukan oleh sumberdaya lingkungan dan kondisi lingkungan (Kramadibrata,
1996).
 Intensitas cahaya
Menurut Radiopoetro (1990) planaria sensitif terhadap cahaya, umumnya
bergerak menjauhinya. Tiap mata mempunyai pigment berbentuk mangkuk yang
membelok ke lateral dalam suatu lubang, didalamnya terdapat sel-sel visual berbentuk
batang, yang tersusun radier dan terangsang secara maksimal oleh sinar yang
melaluinya, jika sinar itu sangat tepat mengenainya. Lisdalia (2006) bahwa semakin
tinggi intensitas cahaya, regenerasi planaria semakin lambat.
 Suhu dan pH
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
planaria adalah pH dan suhu. Dinyatakan dalam Anonim (2005) bahwa saat
pemeliharaan ketika kondisi lingkungan berubah, planaria menjadi lebih kecil dari
ukuran semula. pH air merupakan suatu ukuran keasaman air yang dapat
mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan perairan, sehingga dapat digunakan
untuk menyatakan baik buruknya kondisi suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Air
sangat asam atau basa tidak akan mendukung banyak kehidupan didalamnya, pH yang
baik adalah normal (Dirdjosoemarto, 1993). Planaria sensitif terhadap cahaya kuat,
temperatur dan pH. Jika kondisi lingkungan diubah, ukuran tubuh planaria menjadi
lebih kecil dari ukuran semula.

2. REGENERASI CICAK
Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan lunak. Ekor akan mengalami
regenerasi bila ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator.
Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses
adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh.
Autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri. Cicak jika akan dimangsa oleh
predatornya maka akan segera memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor
yang putus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi tidak sama seperti semula (Strorer, 1981).

Tahap pertama dari perbaikan kerusakan ekor cicak adalah sel epidermis dari
bagian luka menyebar diseluruh luka dan sesegera mungkin menutupi permukaan
luka. Selama beberapa hari penutupan luka dari sel epidermis ini menjadi tudung
epidermis apikal. Sel-sel yang banyak terkumpul di bawah epidermis. Semua jaringan
di bawah tudung mengadakan dediferensiasi dan regenerasi membentuk sel kerucut
yang disebut blastema regenerasi atau tunas regenerasi. Blastema tersebut tumbuh
dengan cepat, di mana pada saat pertama berbentuk kerucut, tetapi kemudian pada
akhirnya menjadi flattened dorsoventral. Kemudian setelah periode proliferasi, sel
blastema mengadakan dediferensiasi dan memperbaiki ekornya. Bagian yang
terpotong inilah yang disuplai darah dan dapat beregenerasi (Kalthoff, 1996).

Proses regenerasi ini secara mendasar tidak ada perusakan jaringan otot.
Akibatnya, tidak ada pelepasan sel-sel otot. Sumber utama sel-sel untuk beregenerasi
adalah berasal dari epedima dan dari berbagai macam jaringan ikat yang menyusun
septum otot, dermis, jaringan lemak, periosteum dan mungkin juga osteosit vertebrae.
Sumber sel untuk regenrasi pada reptil berasal dari beberapa ependima dan berbagai
jaringan ikat (Manyiov, 1994).

c. Gambar regenerasi pada cicak


Sumber :

3. Regenerasi pada ekor ikan

Regenerasi melibatkan proses histologis yang sangat kompleks pada ujung


tumpul bekas pemotongan kemudian menuju ke pembentukan blastema regenerasi.
Pada luka bekas pemotongan, beberapa lapis sel mungkin terjepit, sobek bahkan
hancur. Pada kelompok hewan yang memiliki sistem pembuluh darah, darah dari
pembuluh yang terluka akan mengalir ke luar dan mengalami koagulasi (penjendalan)
yang menutup luka yang terjadi.

Perbaikan kerusakan ekor ikan terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama
adalah penyembuhan luka melalui penutupan permukaan yang rusak, tahap kedua
adalah pertumbuhan ekor yang rusak hingga mencapai ukuran semula, dan tahap
ketiga adalah diferensiasi jaringan-jaringan yang baru terbentuk (Tenzer, 2000).

Tahap pertama adalah penutupan luka dengan sel-sel epitel . Epitel kulit akan
menyebar ke permukaan luka dan melakukan penetrasi ke bagian bawah jendalan
darah, kemudian melekat pada jaringan ikat. Penyebaran ini umumnya berkaitan
dengan sifat amoeboid epitel dan bukan karena adanya pembelahan sel epitel itu
sendiri, karena hingga saat ini tidak dijumpai pembelahan mitosis. Kemampuan epitel
menyebar hingga menutup luka ini sangat tergantung pada epitel hewan yang
beregenerasi dan besarnya luka yang harus ditutupi.

Tahap kedua adalah terjadinya dediferensiasi jaringan yang mengalami luka.


Matrik intraselular dari tulang rawan akan melarut dan sel - selnya menyebar dengan
bebas dibawah luka yang telah tertutup epitel . Jaringan ikat juga mengalami
disintegrasi sehingga secara morfologis sukar dibedakan dari sel hasil disintegrasi
tulang rawan. Sel – sel otot juga mengalami dediferensiasi.Miofibril menghilang dan
perbandingan plasma dengan inti sel meningkat dengan cepat. Semua sel menjadi
serupa dengan sel – sel embrional diikuti dengan meningkatnya enzim proteolitik
terutama katepsin dan dipeptidase yang menyebabkan peningkatan asam amino bebas
di daerah luka. Selanjutnya yaitu pembentukan blastema atau tunas regenerasi, sel
yang belum terdirerensiasi terakumulasi dibawah epidermis menutupi luka, dan
bersama-sama mereka membentuk tunas regenerasi. Blastema dibentuk dari sel-sel
yang melakukan migrasi ke bagian yang beregenerasi dari jarak yanga cukup jauh
dengan cara gerakan amuboid atau mengikuti aliran darah. Sel ini adalah sel khusus
merupakan cadangan sel yang khusus untuk memperbaiki luka atau regenerasi.

Sementara sel-sel mengalami dediferensiasi, sel pada bagian luka akan mulai
melakukan proliferasi dan pembelahan secara mitosis. Mitosis yang terjadi sangat
cepat sehingga dalam waktu dekat bersama-sama sel yang sudah mengalami
dediferensiasi akan dibentuk suatu massa sel pada permukaan luka dan terbentuklah
blastema regenerasi yang kemudian tumbuh memanjang. Pertumbuhan paling cepat
terjadi pada tahap awal dan seterusnya akan menurun sesuai dengan kecepatan normal
pembelahan sel. Perkembangan organ yang mengalami regenerasi kemudian
mengalami rediferensiasi dan mengikuti cara seperti yang terjadi pada organogenesis
biasa hingga terbentuk organ secara sempurna.

d. Gambar regenerasi pada ekor ikan


4. Regenerasi pada Amphibi

Jenis amfibia yang sering digunakan sebagai objek studi regenerasi adalah
salamander dewasa dan larvanya, terutama spesies-spesies Ambystoma dan Triturus.
Menurut Singer dalam Browder (1984), bahwa proses-proses yang terlibat dalam
regenerasi anggota tubuh Cristurus cristatus, setelah diamputasi meliputi hal-hal
sebagai berikut :

a. Periode penyembuhan luka

Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran
epidermis dari tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka. Penyebarannya
dengan cara gerakan amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan pembelahan mitosis sel.
Akan tetapi sekali penutupan selesaikan sel-sel epidermis berproliferasi untuk
menghasilkan masa sel yang berlapis-lapis dan membentuk sebuah tudung berbentuk
kerucut pada ujung anggota badan. Struktur tersebut dikenal dengan “Apical epidermis
cap”. Waktu penyembuhan luka relatif cepat, namun tergantung juga pada ukuran
hewan yang beregenerasi dan ukuran luka serta faktor-faktor eksternal seperti suhu.
Pada salamander proses penutupan luka setelah anggota badan diamputasi berlangsung
kira-kira satu atau dua hari.

b. Periode penghancuran jaringan (histolisis)

Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam
regenerasi adalah terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yang berdekatan dengan
permukaan luka, dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-jaringan didalam
puntung secara besarbesaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi seperti otot, tulang
rawa, tulang ikat, matriks, interselulernya hancur dan melepaskan individu sel-sel
mesenkhim yang merupakan sel-sel awal dari jaringan yang telah berdiferensiasi
tersebut.

c. Periode pembentukan blastema

Sel-sel mesenkhim yang dilepaskan selama diferensiasi tertimbun di bawah


epidermis, sel-sel berproliferasi cepat dan menyebabkan epidermis menjadi semakin
menonjol. Masa sel-sel mesenkim ini dinamakan blastema regenerasi.

d. Diferensiasi dan morfogenesis

Jaringan pertama yang berdiferensiasi dari blastema adalah tulang rawan.


Mula-mula muncul pada ujung tulang sejati dan terjadi penambahan secara progresif
pada distal bagian ujungnya, ketika konstruksi tulang menjadi sempurna rangka yang
telah beregenerasi berubah menjadi tulang. Berikutnya otot terbentuk disekitar tulang
rawan. Sedangkanpembuluh darah tidak jelas pada tahap konstruksi awal, serabut saraf
yang terpotong pada saat amputasi segera aksonnya tumbuh ke daerah luka dan
merekontruksi pola-pola persarafan. Dibagian luar terjadi perubahan bentuk puntung
anggota yang semula menyerupai kerucut, selanjutnya mulai memipih dorsoventral
pada bagian ujungnya, bagian pipih menunjukkan tanda-tanda jari awal yakni korpus
atau tarsus rudimen yang dinamakan plat kaki atau tangan. Selanjutnya pola-pola
pembentukan jari-jari yang progresif dimana segera jari-jari sederhana muncul,
terpisah satu sama lainnya. Akhirnya anggota tubuh sempurna terbentuk dan berfungsi
normal.
Gambar e : Proses regenerasi kaki Cristurus cristatus

Sumber : Jonathan, 2006

Epical Epidermal cap memiliki peran penting dalam regenerasi salamander.


Setelah anggota badan diamputasi segera apidermis kulit menutup luka dan
berproliferasi untuk membentuk struktur Apical Epidermal cap (AEC), yang berlapis
banyak (multilayer). AEC akan merangsang pertumbuhan dari mesoderm (Philip,
1978).Sehingga setelah AEC terbentuk dan sel blastema berproliferasi, maka akan
terjadi differensiasi ulang pada sel-sel yang baru terbentuk dan merangsang
terbentuknya jaringan-jaringan lain seperti saraf, dan bakal tulang pembentuk jari-jari
kaki.

Seperti halnya regenerasi pada hewan lain, regenerasi salamander juga


dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nutrisi, saraf, pH, suhu dan lain lain. Dan
menurut Thornton (1968) dalam Browder (1984) menyatakan bahwa regenerasi juga
dipengaruhi oleh sistem endokrin, penghilangan kelenjar pituitri anterior
(hipofisektomi) mencegah regenerasi pada urodella dewasa, pengaruh yang paling
besar jika hipofasektomi dilakukan pada saat amputasi. Jika hipofasektomi dilakukan
pada saat reaksi diperlambat maka tingkat regenerasi tergantung pada panjang bagian
yang tersisa. Apabila diperlambat sekurang-kurangnya tiga belas hari, maka tidak
berpengaruh pada regenerasi. Interpretasi terbaik menduga bahwa hormon pituitri
berperan hanya selama tahap awal regenerasi yakni pada saat penyembuhan luka dan
dediferensiasi, maka dengan demikian pertumbuhan blastema dan diferensiasi tidak
memerlukan persediaan hormon pituitri yang terus-menerus (Phillip, 1978)

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi:

Menurut Sudarwati (1990 : 59 ), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa factor antara


lain:

1. Temperatur,dimana peningkatan temperature sampai titik tertentu maka akan


meningkatkan regenerasi.
2. Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan.
Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.
3. System saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar
luka,hal ini dapat dibuktikan dengan radiasi seluruh bagian tubuh terkecuali bagian
yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan macam
organ yang diregenerasi. Dalam proses terjadinya regenerasi memerlukan adanya
urat saraf. Jika saraf dipotong waktu larva, kemudian anggota tubuh tersebut
diamputasi, maka tidak ada regenerasi yang berlangsung.
4. Diferensiasiakan terus berlangsung, tapi sel-selnya di absorbsi masuk kedalam
tubuh, sehingga akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika hanya saraf saja yang
dipotong, tapi anggota ini tidak akan berdegerasi. Tapi jika saraf dipotong dan
anggota tubuh diamputasi, maka tunggulnya akan berdegerasi. Jika dialihkan saraf
lain ketunggul amputasi yang sarafnya sendiri lebih dulu sudah diangkat, ternyata
ada regenerasi. Hal tersebut membuktikan bahwa perlu kehadiran saraf dalam
proses regenerasi. Tentang zat yang terkandung atau keluar dari saraf, yang bersifat
trophic terhadap regenerasi tersebut belum diketahui. Eksperimen selanjutnya
terhadap amputasi anggota tubuh salamander ialah jika saraf diangkat setelah
blastema terbentuk, maka regenerasi akan terus berlangsung. Jadi Nampak saraf
perlu pembentukan blastema. Namun terjadi keanehan, yaitu jika embrio saraf
diangakat, pertumbuhan anggota akan terus berlangsung. Jika diamputasi pun,
bagian tersebut akan beregenerasi.
5. Serat saraf yang putus dapat beregenerasi, asalkan perikaryon (soma neuron) tidak
ikut rusak. Jika urat saraf terpotong, bagian ujung yang lepas dari perikaryon akan
berdegerasi dan berisinya diphagocytisis makrofag. Bagian pangkal yang
berhubungan dengan perikaryon tetap bertahan dan akan berdegerasi. Proses yang
terjadi adalah Chromatolysis, yakni melarutnya badan Nissl, perikaryon membesar,
Inti berpindah ke tepi, bagian ujung akson yang dekat luka berdegenerasi sedikit,
lalu tumbuh lagi. Dan diujung akson yang putus, setelah semua hancur dan
dibersikahkan makrofag. Sel Schwann berporlifersi membentuk batangsel-sel.
Bagian proximal akson kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang
sel-sel Schwann kebagian distal, sehingga mencapaai alat effector (otot dan
kelenjar). Jika jarak antara proksimal dengan distal yang putus jauh sekali dan
batang sel-sel Schwann tak mencapai ujung bagian proksimal itu, ujung proksimal
yang tumbuh tak sampai ke alat effector. Maka akan terbentuk gumpalan serabut
saraf lepas dibawah kulit bekas luka atau amputasi, yang kan terasa sangat nyeri.
Olehkarenaitu, adanyasel-sel Schwann di bagian effector sangat perlu untuk
mengarahkan bagian axon untuk tumbuh. Jika neuron yang putus jaraknya terlalu
dekat dengan bagian perikaryon, tidak akan ada reaksi sel-sel Schwann di bagian
effector dan perikaryon lama-kelamaan akan mati. Neuroglia, termasuk sel
Schwann, dapat berdegenerasi dengan melakukan mitosis. Celah-celah bekas
tempat neuron yang rusak dan hancur di saraf pusat (otak atau sum-sum tulang
belakang), misalnya karena adanya penyakit atau kerusakan lain, akan diisi lagi
oleh neuroglia, bukan oleh neuron baru. Ada beberapa contoh dari regenerasi
anggota tubuh yaitu dari filum Invertebrata yaitu pada planaria.

3. Kesimpulan
a. Regnerasi merupakan pertumbuhan kembali bagian tubuh yang rusak dari suatu
organisme. Pada umumnya pada avertebrata lebih tinggi kemampuannya daripada
hewan vertebrata.
b. Macam-macam regenerasi terbagi menjadi 2 yaitu regenerasi morfolaksis, dan
regenerasi epomorfis.
c. Secara umum, tahapan regenerasi ada yaitu yang pertama penutupan luka,
selanjutnya yaitu pertumbuhan dan yang terakhir yaitu deferensiasi jaringan-jaringan.
d. Faktor yang mempengaruhi regenerasi sangatlah beragam dimulai dari temperatur,
lingkungan, makanan dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN

Adnan, Halifah pagarra, Asmawati, 2007. Penuntun Praktikum Reproduksi dan Embriologi.

Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Browder, L.W. 1984. Developmental biology, 2 th ed, W.B. Saunders, London. Goss, B.M.
1956. Fundamental of comparative embryology. Fith edition. Mc. Graw Hill Book Co.
New York.

Dirdjosoemarto, S. 1993. Ekologi. Jakarta: Depdikbud Direktoral Jenderal Pendidikan Dasar


dan Menengah, Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.
Kastawi, Y; S. E. Indriwati; Ibrohim; Masjhudi & S. E. Rahayu. 2001. Zoologi Avertebrata.
Malang: Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Kramadibrata, I. 1996. Ekologi Hewan. Bandung: Jurusan Biologi FMIPA ITB.

Lisdalia, S. 2006. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Kecepatan Regenerasi Non Alami
Cacing Planaria. Skripsi. Semarang: FMIPA UNNES.
Newmark, P. A & A. S. Alvarado. 2005. Regeneration in Planaria. Semarang. http: // rudyct.
tripod. com. / sem 2-on / hera-maheswari. htm.

Phillip, G. 1978. Biology of developmental system, Holt, Rinehart and Winston, New York,
Sab Francisco.

Radiopoetra. 1990. Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Sudarwati, S & L. A. Sutasurya. 1990. Dasar-Dasar Struktur dan Perkembangan Hewan.


Bandung: Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Tenzer, Amy, dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Perkembangan Hewan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai