A. LATAR BELAKANG
Pelarang penggunaan merkuri dilatarbelakangi oleh peristiwa terpaparnya
warga sekitar Teluk Minamata, Jepang, oleh penyakit (yang dikenal dengan
Minamata Desease) yang yang diakibatkan oleh pembuangan limbah industri
yang terkontaminasi dengan metil merkuri, yang dilakukan oleh pabrik kimia
Chisso Corporation pada kurun waktu 1932 dan 1968.
Wabah penyakit ini menyergap kawasan yang terletak di sekitar Teluk
Minamata pada tahun 1956. Sebanyak 2.265 individu di kawasan tersebut
terserang dan dilaporkan 1.784 korban meninggal karena keracunan yang
diakibatkan oleh merkuri.
B. DAMPAK
Warga yang terpapar merkuri menunjukkan suatu gejala yang sangat
merusak. Sebuah penyakit yang kemudian dikenal secara luas sebagai
Penyakit Minamata (Minamata Disease). Penyakit ini menyerang sistem saraf
pusat, setelah seseorang memakan ikan dan kerang yang mengandung
senyawa merkuri.
Dampak dari Minamata Disease sangat memilukan. Ada beberapa kasus
dimana bayi-bayi terlahir dengan kondisi yang menyerupai penyakit cerebral
palsy. Merkuri meracuni janin melalui plasenta, saat ibu bayi mengkonsumsi
makanan laut yang telah terkontaminasi limbah selama masa kehamilan.
Penyakit Minamata mengakibatkan penderita tidak merasakan sensasi pada
bagian kaki dan tangan, kehilangan kemampuan untuk melakukan fungsi
motorik seperti berjalan, ataksia (kesulitan mengkoordinasikan pergerakan
tangan dan kaki), penyempitan bidang penglihatan (gangguan penglihatan),
gangguan pendengaran, disekuilibrium (penurunan kemampuan untuk
menjaga keseimbangan), hambatan bicara (pengucapan menjadi tidak jelas),
tremor (gemetar tangan dan kaki), serta gangguan pada gerakan mata
(pergerakan mata menjadi tidak menentu).
Dalam kasus yang relatif ringan, kondisinya hampir tidak dapat dibedakan
dari penyakit lain seperti sakit kepala, kelelahan kronis, dan ketidakmampuan
umum untuk membedakan rasa dan bau. Namun dalam kasus yang sangat
parah, korban dapat mengalami kegilaan, kelumpuhan, koma, bahkan
kematian dalam beberapa minggu setelah timbulnya gejala.
D. INSTRUKSI PRESIDEN
(Catatan : Namun Instruksi Presiden ini dinilai tidak efektif, sehingga sebagian
pihak mendesak agar ratifikasi Konvensi Minamata melalui penerbitan undang-
undang agar segera diselesaikan)
E. PRODUK HUKUM
(Catatan : Belum ada produk hukum sektor ESDM yang secara khusus mengatur
tata kelola penggunan merkuri).
F. EKSTRAKSI MERKURI
G. TEKNOLOGI ALTERNATIF
H. CINNABAR DI INDONESIA
L. BEBERAPA SARAN
Pengesahan UU dan turunannya adalah mendesak untuk segera dilakukan.
Dalam UU tersebut perlu pembagian kewenangan secara jelas yang
mengakomodasi nilai-nilai yang termuat dalam instruksi presiden.
Sanksi pidana untuk pengolah bahan baku merkuri (cinnabar) tanpa izin
harus tegas.
Penggunaan merkuri untuk pengolahan hasil penambangan harus tegas
dilarang.
Identifikasi dan pembinaan penambang berizin bahan baku merkuri (cinnabar)
diserahkan kepada Dinas ESDM Provinsi atau sesuai kewenangan.
Pengawasan penambangan dan pengolahan berizin bahan baku merkuri
(cinnabar) diserahkan kepada Inspektur Tambang.
Identifikasi penggunaan merkuri sebaiknya diserahkan kepada dinas LH
Kabupaten atau PPNS.
Penertiban penambang maupun pengolah tanpa izin sebaiknya diserahkan
kepada penegak hukum.
M. CATATAN
Kementerian pernah mengundang Dinas Kabupaten dan Provinsi mengikuti
bimbingan teknis pelaporan online penggunaan merkuri. Namun belum ada
kelanjutannya.