Anda di halaman 1dari 43

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER DI

BAGIAN FISIOTERAPI RUMAH SAKIT UMUM FATMAWATI


JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Frozen shoulder ​merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma,
mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat
trauma.Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot
penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif.
Frozen shoulder ​secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun kemungkinan
​ ntara lain ​tendinitis​, ​rupture rotator cuff,
terbesar penyebab dari ​frozen shoulder a
capsulitis,​ post immobilisasi lama, trauma serta ​diabetes mellitus. Respon
autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga menyebabkan penyakit
tersebut (Appley,2013). Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan
luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.Ini
adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard,
diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis (Heru P
kuntono, 2004).
Frozen shoulder ​juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu,
immobilisasi atau ​disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur disekitar
bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak aktif yang
dilakukan secara teratur pada bahunya, disamping itu juga karena faktor immunologi
serta hubungannya dengan penyakit lain misalnya: Tuberkulosa paru,
hemiparase​,ischemic heart desease​, bronchitis kronis dan Diabetus Melitus
Diantara beberapa faktor yang menyebabkan ​frozen shoulder adalah
capsulitis adhesiva​. Keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang
mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan

1
tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan, nyeri
yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Pada pasien yang
menderita ​capsulitis adhesiva menimbulkan keluhan yang sama seperti pada
penderita yang mengalami peradangan pada jaringan disekitar sendi yang disebut
dengan ​periarthritis​, keadaan ini biasanya timbul gejala seperti tidak bisa menyisir
karena nyeri disekitar depan samping bahu. Nyeri tersebut terasa pula saatb lengan
diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku kemeja, ini berarti gerakan aktif
dibatasi oleh nyeri. Tetapi bila mana gerak pasif diperiksa ternyata gerakan itu
terbatas karena adanya suatu yang menahan yang disebabkan oleh perlengketan.
Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya rasa nyeri, terutama
rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan bahu, penderita takut menggerakan
bahunya. Akibat immobilisasi yang lama maka otot akan berkurang kekuatannya
(Shidarta, 2008).
Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi ​frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva ini fisioterapis berperan dalam mengurangi nyeri ,meningkatkan
luas gerak sendi (LGS) mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan
kekuatan otot serta meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Untuk mengatasinya
banyak modalitas fisioterapi yang dapat digunakan disini penulis mengambil
modalitas fisioterapi berupa penggunaan ​Short Wave Diathermy(SWD), terapi
manipulasi dan terapi latihan serta latihan fungsional.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis dapat mengidentifikasikan masalah “Penatalaksanaan Fisioterapi kasus
Frozen Shoulder di Rumah Sakit Umum Fatmawati Jakarta”
1. Pembatasan masalah
Berdasarkan banyaknya masalah yang timbul pada kasus Frozen
Shoulder maka pembahasan dibatasi pada permasalahan yang dibahas
dalam kasus ini. Adapun masalah yang akan dibahas pada laporan kasus ini
adalah Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Frozen Shoulder di RSU
Fatmawati Jakarta
2. Rumusan masalah

2
Rumusan masalah pada kasus ini adalah:
a Untuk memenuhi tugas klinik komprehensip yang telah diberikan.
b Untuk mengetahui definisi dari frozen shoulder
c Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit frozen shoulder
d. Untuk mempelajari peran Fisioterapi pada klien dengan frozen
shoulder
e. Untuk mengetahui pengaruh ​Short Wave Diathermy​ terhadap nyeri
sendi bahu dalam kasus ​frozen shoulder ​akibat​ capsulitis adhesiva​.
f. Untuk mengetahui pengaruh Terapi Manipulasi terhadap peningkatan
lingkup gerak sendi pada kasus ​frozen shoulder akibat capsulitis
adhesiva.​
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini, metode yang penulis gunakan adalah
metode kepustakaan yaitu membaca buku, jurnal dan literatur dari internet yang
berkaitan dengan kasus yang diangkat serta melakukan observasi langsung pada
pasien
D. Tujuan dan manfaat penulisan
1. Bagi mahasiswa
a. Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi dan epidemiologi
pada kasus Frozen Shoulder.
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi sendi bahu (shoulder)
c. Mengetahui manifestasi klinik Frozen Shoulder
d. Mengetahui penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen Shoulder yang
terjadi pada geriatri
2. Bagi pasien
Mengetahui hal-hal yang dilakukan untuk membantu proses rehabilitasi
pasien dalam kehidupan sehari-hari sehingga pasien dapat menjalani
aktivitas dengan mandiri atau dengan bantuan seminimal mungkin.
E. Manfaat penulisan
1. Bagi penulis

3
Menambah wawasan dan pengalaman klinis pada penatalaksanaan
Fisioterapi pada geriatri kasus Frozen Shoulder di Rumah Sakit Umum
Fatmawati
2. Bagi Fisioterapis
Dapat memperkaya atau menambah pengetahuan mengenai kasus
Frozen Shoulder dan mampu mengembangkan aplikasi latihan di rumah
maupun di Rumah Sakit.
F. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan pada laporan kasus ini terdiri dari:
1. BAB I Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, metode penulisan, tujuan penulisan, manfaat penulisan
dansistematika penulisan.
2. BAB II Kajian Teori
Merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi fisiologi,
epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, prognosis dan
Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Frozen Shoulder
3. BAB III Uraian Kasus
Merupakan pembahasan status pada kasus Frozen Shoulder
4. BAB IV Penutup
Merupakan penutupan berupa kesimpulan dan saran

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Frozen Shoulder
1. Definisi
Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakait yang sudah diketahui
dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif bahu yang
berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis tapi
perubahan-perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan
capsul (Appley, 2013).
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada
kaput humeri dan ​guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan.
Frozen merupakan kelanjutan lesi ​rotator cuff,​ karena degenerasi yang progresif.
Jika berkangsung lama otot ​rotator akan tertarik serta memperlengketan serta
memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan ​fibrotisasi​. Keadaan lebih lanjut, proses
degenerasi diikuti erosi ​tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan
bursa ​subacromialis ​sehingga terjadi penebalan dinding bursa. ​Frozen shoulder
dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada
rotator cuff.​ Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding
pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu
kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi
rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan
penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar
dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen
shoulder (Mayo, 2007).
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :
a. Primer/ idiopetik frozen shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih
banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari
41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih
memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan
gerakan bahu yang lama dan berulang.

5
6
b Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur,
dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi
beberapa tahun sebelumnya.

Gambar: 1 Adhesive Capsulitis Gambar: 2 Sendi bahu

2. Etiologi
​ asih belum diketahui
Etiologi dari ​frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva m
dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang
lama, akibat trauma,​ ​over use,​ injuries atau operasi pada sendi, ​hyperthyroidisme,​
penyakit ​cardiovascular,clinical depression ​dan ​Parkinson.​
Adapun beberapa teori yang dikemukakan ​AAOS ​ tahun 2007 mengenai
frozen shoulder,​ teori tersebut adalah :
a. Teori hormonal.
Pada umumnya ​frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya ​menopause​.
b. Teori genetik.
Terdapat komponen genetik dari ​frozen shoulder,​ contohnya ada
beberapa kasus kembar identik pasti menderita pada saat yang sama.
c. Teori ​auto immuno​.
Diduga penyakit ini merupakan respon ​auto immuno terhadap
hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.

7
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur
tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
3. Patofisiologi
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup ​fibrosa padat, suatu lapisan
dalamnya terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan
sinovium, yang berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, ​sinovium t​ idak meluas
melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan secara
​ enghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi
penuh. ​Sinovium m
permukaan sendi. Cairan ​sinovium normalnya bening, tidak membeku, tidak
berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan ​sinovium
juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. ​Capsulitis adhesiva
merupakan kelanjutan dari lesi ​rotator cuff​, karena terjadi peradangan atau
degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan
​ apat diperburuk akibat terlalu lama
terjadinya reaksi ​fibrous. Adanya reaksi ​fibrous d
membiarkan lengan dalam posisi ​impingement ​yang terlalu lama (Appley, 1993).
Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu
persatu bagian secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi sindroma
nyeri bahu, maka dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Penyebab:
1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak dan
struktur anatomi
2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan keluhan
neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun tidak
langsung yang berupa nyeri rujukan.
b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi
dua:
1) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan
2) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti pola
kapsuler.
4. Tanda dan gejala
a. Nyeri

8
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali
ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur
bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena.
Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan
semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang.
Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi
normal ( Appley,1993 ).
b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi
glenohumeral ​yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu
gambaran klinis yang dapat menyertai ​tendinitis, infark myokard, diabetes
melitus,​ ​fraktur immobilisasi berkepanjangan atau ​redikulitis cervicalis.​
Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan
lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot ​deltoideus​. Bila terjadi pada malam
hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (​abduksi),
sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya ​(srugging)​
(Heru P Kuntono,2004).
c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri
dirasakan pada daerah otot ​deltoideus,​ bila terjadi pada malam hari sering
menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita
dalam mengangkat lengannya (abduksi​), s​ ehingga penderita akan
melakukandengan mengangkat bahunya ​(srugging).​ Juga dapat dijumpai
adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan
neurologik biasanya dalam batas normal (Heru P Kuntono, 2004).
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita
frozen shoulder akibat ​capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan

9
LGS, penurunan kekuatan otot dan ​atropi ​maka secara langsung akan
mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.

5. Epidemiologi
Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu menjadi
terbatas . Frozen shoulder memiliki tingkatan kepararahan yang bervariasi mulai dari
nyeri ringan sampai berat dan tingkatan keterbatasan seberapa besar terhadap
gerakan sendi glenohumeral. (Mound: 2012) Frozen shoulder menyerang 2% dari
polulasi antara usia 40-60 tahun, dan perbandingan jumlah kasus pada wanita lebih
banyak. Prevalensi dari kasus frozen shoulder diperkirakan 2-5% dari populasi
general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan. Studi mengatakan
40% pasien mengalami nyeri sedang selama kurang lebih 2-3 tahun dan 15% dari
kasus tersebut memiliki disabilitas jangka panjang. (C, Hand et all.:2008)
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik dari kasus frozen shoulder adalah:
a. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
1) Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
enam bulan.
2) Nyeri Kronik

10
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Meski nyeri akut dapat menjadi
signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
Penurunan

b. Kekuatan Otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran mengangkat
lengan dan pemeriksaan tes khusus dengan pasien melakukan gerakkan
konpensasi dengan shrugging mechanism.
c. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
Ditandai dengan adanya keterbatasan LGS glenohumeral pada semua
gerakkan baik aktik atau pasif. Keterbatasan gerak menunjukkan pola spesifik
pola kapsular.
d. Gangguan Aktivitas Fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
pasien frozen shoulder seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan
kekuatan otot maka secara langsung akan memengaruhi aktifitas fungsional
yang dijalani.
7. Diagnosis banding
Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan
dapat bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara
berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku ( Appley,1993)
Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis
adhesiva antara lain: 1) ​Bursitis subacromial, 2) ​Tendinitis bicipitalis 3) ​Lesi rotator
cuff

B. Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint)

11
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint)
yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat
dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya
secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang
demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini
sering menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk
oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus
(upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi,
yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi
scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada
sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk
ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta, 2008).
Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila
dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang
kompleks, yaitu:
1. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi
meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya
labrum glenoidale (Snell, 2007). Dibentuk oleh caput humerrus dengan
cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada
tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul
sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang
lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion,
procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk
mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas
glenoidalisnya. Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral
antara lain ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco
humeral dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada
cavitas glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell, 1997).
Ligament yang memperkuat antara lain:

12
a. Ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus
coracoideus sampai tuberculum humeri.
b. ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus
coracoideus sampai acromion.
c. ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas
glenoidalis ke colum anatobicum:
Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:
a. Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres
mayor dan tendon latisimus dorsi.
b. Bursa infra spinatus,
terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri.
c. Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan
insersio otot pectoralis mayor.
d. Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus
humeri dibawah otot deltoideus.
e. Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum
coracoclaviculare.
f. Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis
scapulae dengan otot subscapularis.
g. Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah
kulit
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi
glenoidal yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi
merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan
menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang
disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan
menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang
menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi
yang termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi
atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan
menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan

13
tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan
artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan
gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan
gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint
play movement (Mudatsir, 2002).
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan
fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan
abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral
(3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding
ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke
ventro medial dan sliding ke dorso lateral (Kapanji, 2002).
2. Sendi sterno claviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura
clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi
fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus
articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies articularisnya dan
sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga kemungkinan
gerakan luas.
Ligamentum yang memperkuat:
a. ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
b. ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama
sampai permukaan bawah clavicula.
c. ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal
incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis
claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan
gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak
osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula
kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll
clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll
kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai

14
fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll
ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial.
3. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari
acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro
cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis
termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan
ligamentum yang longgar.
Ligamentum yang memperkuatnya:
a. ligament acromio claiviculare, yag membentang antara acromion
dataran ventral sampai dataran caudal clavicula.
b ligament coraco
clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:
Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan
dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala
maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini
menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno
clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.
4. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang
berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di
sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai
rongga sendi.
5. Sendi scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa
pergerakan scapula terhadap dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002].
Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang
dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal
yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi.
Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy
untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan
translasi, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat

15
pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi,
(2). Compression/ kompresi, (3). Gliding.
1) Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak
pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru
(selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan
sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi
konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan
bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah dengan gerakan
tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah gerakan
tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan sendi
konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal).
2) Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan
menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat
mengurangi nyeri pada sendi,
3) Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus
tetapi kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan
nyeri (mudatsir, 2007).
Pelaksanaan Join Play movement :
Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks.
Adapun gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the
humerus, lateral distraction of the humerus, caudal glide of the humerus,
backward glide of the humerus in abduktion, lateral distraktion of the humerus
in abduktion, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in
acromio clavicula, anterior posterior dan cepalo caudal movement the
clavicula in sterno clavicula, dan general movement of the scapula (magee).

16
C. Problematika Fisioterapi.
Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder
adalah sebagai berikut :
1. Impairment.
Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan
yang ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup
gerak sendi dan penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.
2. Functional limitation.
Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi ​frozen
shoulder adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam
keseharian sering ditemukan keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk
menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam
berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan memakai ​breast
holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan sendi
bahu (Appley, 1993).
3. Participation restriction.
​ kan menemukan hambatan
Pasien yang mengalami ​frozen shouldera
untuk melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini
menyebabkan pasien tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna
dalam masyarakat, tapi pada umumnya ​frozen shoulder jarang menimbulkan
disability​ atau kecacatan.

D. Teknologi Interfensi Fisioterapi


1. Diatermi gelombang pendek (​Short Wave Diathermy/ SWD)​
Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan
menggunakan ​stressor ​berupa ​energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh
arus listrik bolak- balik frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang
11m. Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan
intensitas dan dosis.Intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap
panas yang diterimanya. Besar kecilnya intensitas bersifat subjektif
tergantung sensasi panas yang diterima pasien oleh karena itu antara orang
satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD yang diberikan .

17
Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat tingkat yaitu : (a)
Intensitas ​submitis (​ penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas ​mitis
(penderita merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita
merasakan hangat yang nyaman), (d) Intensitas ​fortis (Penderita merasakan
panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan).
Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian ​SWD​ ini adalah:
a. Mengurangi nyeri
Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal.
Jaringan tersebut merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak
normal tadi memberikan iritasi kepada reseptor nyeri. ​Stimulus tadi
selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C” tanpa ​myelin (​nyeri
tumpul, lamban, ​diffuse)​ atau serabut “A” ​delta bermielin (nyeri tajam,
cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek ​sedative k​ arena
adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya ​vasodilatasi ​akan
memperlancar pembuangan zat “​pain producing substance”​
b Memberikan relaksasi otot- otot spasme
Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa
spasme otot- otot sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi
bahu agar tidak bergerak, yang selanjutnya akan terhindar rasa nyeri.
Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem peredaran darah
setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan
“​pain producing substance”​ . Hal ini akan menambah nyeri, sehingga
siklus yang tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang
menyebabkan bengkak dan nyeri oleh pengaruh medan magnit yang
ditimbukan oleh gelombang pulsa ​SWD,​ sel-sel abnormal dapat
dinormalkan
Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD:
1) Stadium dari penyembuhan luka
2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan
3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan
2. Terapi Manipulasi

18
Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan
tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak
mampu menghentika gerakan yang terjadi ( Mudatsir, 2007 ).
Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi
normal dan tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk
memperbaiki ​joint play movement dan dengan demikian memperbaiki
roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi manipulasi harus diakhiri
apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat
melakukan gerakan aktif dengan normal (Heru P Kuntono, 2007).
Gerakan ​translasi ​(traksi dan ​gliding​) dibagi menjadi tiga gradasi.
Gradasi gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat kekendoran ​(slack) sendi
yang dirasakan fisioterapis saat melakukan gerakan pasif seperti yang
ditunjukkan pada Grade I
Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga
tidak sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik
yang diberikan sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja
pada sendi.
Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan
tekiri atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi.
Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di
sekitar persendian meregang.
Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi
gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.
Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:
Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena
dapat meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang
memendek. Traksi-mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau lebih
dengan kekuatan maksimal sesuai dengan toleransi pasien. Antara dua traksi
yang dilakukan, traksi tidak perlu dilepaskan total keposisi awal melainkan
cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan traksi grade III lagi.
(Mudatsir S, 2002).
2. Terapi Latihan.

19
Adapun metode yang digunakan adalah :
a. Active exercise
Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah
lingkup gerak sendi (LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan
menggunakan metode free active exercise.Gerakan dilakukan oleh
kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak menggunakan suatu
bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa dilakukan
kapan pun dan dimana pun penderita berada.
b. Overhead pulley
Tujuan dari pemberian ​overhead pulley adalah untuk
menambah lingkup gerak sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot
dengan bantuan alat ini. Dengan adanya gerakan yang berulang-ulang
maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta menjaga dan
menambah kekuatan otot jika diberi beban
c. Codman pendulum exercis.
Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.
1) Tujuan :
Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan
melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan pasien
secara aktif.
Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan
pergerakan pada sendi dan mencegah pelengketan permukaan
sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk
mencegah terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff dan
abductor bahu
2) Cara melakukan:
Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical.
Posisi ini menyebabkan lengan fleksi 90۫ pada bahu tanpa
adanya kontraksi otot- otot deltoid maupun rotator cuff. Gravitasi
/ gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan sendi
glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang.

20
Lutut pasien dalam keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya
gangguan pada pinggang.

21
BAB III
PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, seorang fisioterapis


seharusnya selalu memulai dengan melakukan “Assessment” yang terdiri dari
pengumpulan data, pengelompokan data, interpretasi data, pemeriksaan dasar,
pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mendukung
dalam pelaksanaan pemecahan masalah.
Sehubungan dengan kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva dextra
di RSUP Fatmawati, maka pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
A. Pengkajian Fisioterapi
Proses pemeriksaan fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan
dilanjutkan dengan menentulkan diagnosis fisioterapi.
1. Anamnesis.
a. Anamnesis umum.
Anamnesis umum memuat tentang identitas pasien, dan disini
hanya memberikan informasi tentang siapakah pasien, memberikan
gambaran orang seperti apa yang kita ajak bicara, serta masalah apa
yang mungkin ada.
1) Identitas pasien
Pasien dengan nama Ny Suprapti, umur 62 tahun, jenis
kelamin Perempuan Agama Islam. Pekerjaan sebagai seorang
Guru SMA, alamat jalan Blimbing No 5 Ciputat Tangerang
Selatan
b. Anamnesis khusus.
Didalam anamnesa khusus ini, hal-hal atau keterangan yang di
dapat digali dari pasien meliputi :
1) Keluhan utama.
Keluhan utama yang dirasakan pasien ini adalah pasien
merasakan kaku pada bahu Kiri terutama saat lengannya
digerakkan ke segala arah.
2) Riwayat penyakit sekarang.

22
Kira kira 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan sakit
pada bahu sebelah kiri, kemudian pasien memeriksakan ke
RSUP Fatmawati dan di tangani oleh dokter saraf yang
kemudian di rujuk ke poli Fisioterapi dan di berikan terapi
dengan modalitas MWD dan terapi latihan.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Riwayat penyakit dahulu pasien diketahui bahwa pasien
belum pernah mengalami trauma dan tidak ada riwayat diabetes
mellitus.
4) Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga diketahui hanya pasien yang menderita
penyakit tersebut dan tidak ada anggota keluarga pasien yang
menderita penyakit yang sama.
2. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik yang merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan
pada pasien meliputi :
a. Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan vital sign yang dapat diperoleh dari Pemeriksaan
pada tanggal : (1) tekiri darah : 120/80 mmHg, (2) denyut nadi : 88
kali/menit, (3) pernafasan : 20 kali/menit, (4) temperatur : 36° C, (5)
tinggi badan : 163 cm, (6) berat badan : 55 kg.
b. Inspeksi.
Hasil inspeksi yang dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pasien antara
lain melalui inspeksi statis adalah (1) keadaan umum pasien baik
(wajah tidak pucat), (2) bahu simetris antara bahu kiri dan kiri, (3) tidak
tampak adanya oedem pada bahu kiri, (4) tidak ada adanya atropi
pada bahu kiri dan tidak ada warna kulit kemerah-merahan pada bahu
kiri. Inspeksi dinamis yang dapat diperoleh dari pemeriksaan antara
lain (1) pasien terlihat kesakitan terutama saat melakukan gerakan
abduksi lebih dari 90 derajad, (2) ekspresi wajah pasien terlihat
menahan sakit saat lengan kirinya digerakkan.
c. Palpasi

23
Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang bahu penderita yang dikeluhkan. Dari pemeriksaan ini
didapatkan (1) tidak ditemukan adanya oedem, (2) adanya spasme
otot-otot sekitar sendi bahu terutama deltoid anterior, (3) suhu lokal
sendi bahu kiri normal.
d. Pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal.
Pemeriksaan kognitif yang diperoleh kognitif pasien baik karena mempunyai
atensi yang baik dan mampu mengorientasi waktu dan ruang. Intra
personal pasien baik, pasien mampu menerima keadaan dirinya saat
ini dan mempunyai semangat dan motivasi untuk sembuh.
Interpersonal yang dimiliki pasien baik, karena pasien mampu
berkomunikasi dengan baik dan dapat mengikuti intruksi terapis
dengan baik.
e. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktivias
Pemeriksaan kemampuan fungsional yang telah dilakukan adalah untuk
mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
selain itu untuk mengetahui sebagaimana ketergantungan pasien
terhadap bantuan orang lain atau lingkungan sekitarnya dalam
melakukan aktifitas fungsional. Pemeriksaan kemampuan fungsional
dan lingkungan aktivitas meliputi fungsional dasar diperoleh (1) pasien
mampu miring, tengkurap dan bangun dari tempat tidur tanpa bantuan,
(2) pasien mampu melakukan gerakan aktif pada sendi bahu kiri
dengan disertai nyeri, (3) pasien belum mampu bergerak full Lingkup
Gerak Sendi nya (LGS) pada sendi bahu kiri. Aktifitas fungsional
pasien terganggu diantaranya mengalami kesulitan saat melakukan
aktifitas kesehariannya terutama yang melibatkan bahu kiri diantaranya
(1) menyisir rambut, (2) menggosok punggung saat mandi, (3)
memakai dan melepas baju, (4) mengambil benda yang berada diatas.
Lingkungan aktifitas dari pasien adalah lingkungan keluarga pasien
yang sangat mendukung kesembuhan pasien.
3. Pemeriksaan gerak dasar.
Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi :

24
a. Gerak aktif.
Dalam pemeriksaan gerak aktif, pasien diminta untuk menggerakkan secara
aktif bahunya kearah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi,
eksorotasi, elevasi, depresi, protraksi, retraksi dan sirkumduksi. Dalam
pemeriksaan ini diperoleh hasil (1) adanya rasa nyeri pada bahu kiri
setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik gerakan fleksi,
ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu, (2)
adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak.
b. Gerak pasif.
Merupakan pemeriksaan gerak sendi bahu yang dilakukan oleh
fisioterapis kearah fleksi, ekstensi, eksorotasi, endorotasi, sementara
pasien dalam keadaan pasif dan rileks abduksi dan adduksi horizontal
dari hasil pemeriksaan ini diperoleh informasi berupa (1) adanya rasa
nyeri pada setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik gerakan
fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi
bahu, (2) adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah
gerak, (3) rasa pada akhir gerakan (​end feel​) sendi bahu ini adalah
lunak terulur.
c. Gerak isometris melawan tahanan.
Pada pemeriksaan gerak ini prinsipnya masih sama seperti pada
pemeriksaan gerak aktif pada sendi bahu ke segala arah hanya saja
pada pemeriksaan gerak ini masih ditambah dengan tahanan secara
isometrik oleh terapis dan hasil yang diperoleh adalah (1) pasien
mampu melakukan gerakan isometris melawan tahanan terapis tanpa
timbul adanya nyeri, (2) adanya penurunan kekuatan otot penggerak
bahu kiri baik fleksor, ekstensor, endorotator, eksorotator, abduktor
dan adduktor sendi bahu.
4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan
problematik, tujuan dan tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut
a. Pemeriksaan derajat nyeri

25
Disini penulis menggunakan ​verbale diskriptive scale (VDS) yaitu cara
pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu : nilai 1 tidak nyeri,
nilai 2 nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan, nilai 4 nyeri tidak begitu
berat, nilai 5 nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri berat, nilai 7 nyeri tak
tertahankan. Dalam pemeriksaan diperoleh informasi yang ditulis
dalam tabel 3.1 di bawah ini.
TABEL 3.1
PEMERIKSAAN DERAJAT NYERI PADA SENDI BAHU KIRI DALAM SKALA VDS

Nilai Keterangan
1 Tidak terasa nyeri
2 Nyeri sangat ringan
3 Nyeri ringan
4 Nyeri tidak begitu berat
5 Nyeri cukup berat
6 Nyeri berat
7 Nyeri tak tertahankan

Dari pemerikasaan di dapatkan data

No Keterangan Nilai Keterangan

1 Nyeri Gerak Nilai 5 Nyeri Cukup Berat


2 Nyeri Diam Nilai 1 Tidak Nyeri
3 Nyeri Tekan Nilai 3 Tidak Nyeri

b. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya
keterbatasan lingkup gerak sendi menggunakan alat yang disebut
dengan goneometer, dalam pelaksanaannya banyak hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengukuran diantaranya letak
goneometer yang merupakan aksis dari sendi bahu. Hasil pengukuran

26
ditulis dengan standar ​International Standard Orthopedic Measurement
(ISOM). Cara penulisannya yaitu dimulai dari gerakan yang menjauhi
tubuh-posisi netral-gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan lingkup
gerak sendi bahu ini dilakukan dalm bidang gerak ​frontal ​(F), ​sagital
(S), tranversal (T) dan ​rotasi (R), adapun hasil yang telah diperoleh
seperti yang ditulis dalam tabel 3.2 di bawah ini.
TABEL 3.2
PEMERIKSAAN LINGKUP GERAK SENDI BAHU KIRI

N Pemeriksaan LGS LGS normal


o
1 Gerak aktif S 43 º-0-95 º S : 45 º-0-180 º
F : 85 º-0-45 º F : 180 º-0-45 º
R(F90) : 39 º-0-42 º R(F90) : 90 º-0-90 º

2 Gerak pasif S : 45 º-0-105 º S : 45 º-0-180 º


F :98 º-0-48 º F : 180 º-0-45 º
R(F90) :43 º-0-45 º R(F90) : 90 º-0-90 º

c. Appley strech test


1) Eksternal rotasi dan abduksi
Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus
medialis scapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati
belakang kepala. Pada penderita ​frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini.
Bila pasien tidak dapat melakukan karena adanya nyeri maka
ada kemungkinan terjadi tendinitis rotator cuff. Pada
pemeriksaan ini didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak
mampu menyentuh angulus medialis scapula kiri dikarenakan
adanya rasa nyeri pada daerah bahu kirinya.
2) Internal rotasi dan adduksi

27
Pasien diminta untuk menyentuh angulus inferior scapula
dengan sisi kontralateral, bergerak menyilang punggung. Pada
penderita ​frozen shoulder akibat ​capsulitis adhesiva biasanya
tidak bisa melakukan gerakan ini. Pada pemeriksaan ini
didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh
angulus inferior scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada
daerah bahu kirinya.
d. Joint play movement test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan
transalasi (traksi, kompresi, dan gliding) secara pasif untuk
menggambarkan apa yang terjadi di dalam sendi ketika dilakukan
gerakan translasi. Pada ​frozen shoulder terjadi akibat ​capsulitis
adhesiva, pola keterbatasan gerak sendi bahu dapat menunjukkan
pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler saat dilakukan pemeriksaan ini.
Pola kapsuler sendi bahu yaitu gerak eksorotasi paling nyeri dan
terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan endorotasi, atau dengan
kata lain gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas dibandingkan
dengan gerak endorotasi. Bila pada pemeriksaan gerak eksorotasi
ditemukan paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi
dan abduksi lebih terbatas daripada gerak endorotasi maka tes positif
adanya ​frozen shoulder dan terdapat pola kapsuler. Pada kasus ini
didapatkan hasil positif yaitu gerakan eksorotasi lebih terbatas dari
gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerakan endorotasi. Pada frozen
shoulder yang diakibatkan capsulitis adhesiva kualitasa gerakan yang
terjadi pada saat menggerakkan bonggol sendi humerus terasa adanya
suatu tahanan dari dalam, yang dapat menyebabkan munculnya rasa
nyeri dan keterbatasan LGS pada saat menggerakkan sendi bahu.
e. Drop arm test/tes Mosley
Drop arm test bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan
dari rotator cuff terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh
mengabduksikan lengannya dalam posisi lurus secara penuh,
kemudian pasien disuruh menurunkannya secara perlahan-lahan

28
apabila pasien tidak bisa menurunkan dengan perlahan tapi lengan
langsung jatuh berarti tes positif.Pada Pemeriksaan ini didapatkan
hasil negatif karena pasien mampu menurunkan lengannya secara
perlahan dan ini menunjukkan tidak adanya kerobekan pada otot
supraspinatus.

29
B. Tujuan Fisioterapi
Tujuan dari terapi yang akan dilaksanakan harus berorientasi kepada
problematik yang dialami pasien dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Penulis mengklasifikasikan tujuan fisioterapi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek ini merupakan tujuan yang bersifat segera untuk
dapat dicapai,yang merupakan awal dari pemulihan aktifitas fumgsional,
antara lain :
a. Mengurangi nyeri sendi bahu
b. Mengurangi spasme pada otot sekitar bahu kiri terutama deltoid,
supra spinatus.
c. Meningkatkan lingkup gerak sendi bahu.
d. Meningkatkan kekuatan otot penggerak sendi bahu.
2. Tujuan jangka panjang.
Adapun tujuan jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah
melanjutkan tujuan jangka pendek dan mengembalikan aktifitas fungsional
seperti semula.

C. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Short Wave Diathermy (SWD)
a. Persiapan alat
Pastikan mesin SWD dalam kondisi baik. Sebelum terapi
dilakukan dilakukan pengecekan kabel, pemilihan elektroda, kabel
elektroda tidak boleh kontak dengan lantai, pasien ataupun
bersilangan. Setelah semua dipastikan siap dan aman nyalakan SWD.
b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi kita jelaskan terlebih dahulu tentang
tujuan dan pemberian terapi. Pasien diposisikan duduk senyaman
mungkin. Sebelumnya diberikan tes sensibilitas rasa panas dan dingin
menggunakan tabung reaksi yang berisi air hangat dan dingin, selain
itu diperiksa daerah yang akan diterapi bebas dari logam. Selanjutnya

30
pasien diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai prosedur terapi.
Apabila pasien merasa kepanasan segera memberi tahu terapis.

31
c. Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien telah selesai maka
pelaksanaan terapi dapat dimulai. Disini penulis memilih menggunakan
elektroda yang biasanya dipakai adalah ​diplode elektroda diletakkan
pada bahu bagian anterior. Intensitas dinaikkan perlahan sampai
pasien merasakan hangat intensitas dinaikkan sesuai dengan toleransi
pasien. waktu ± 15 menit dan terapis harus tetap mengontrol keadaan
pasien selama terapi berlangsung untuk mencegah terjadinya
terbakarnya kulit. Setelah pelaksanaan terapi selesai turunkan
intensitas, matikan alat dan kembalikan alat pada keadaan semula.
2. Terapi manipulasi
Terapi manipulasi dalam kasus ​frozen shoulder terjadi akibat ​capsulitis
​ imana problem yang terjadi merupakan keterbatasan gerak sendi
adhesiva, d
pola kapsuler, pada kasus ini penanganan yang diutamakan adalah
keterbatasan lingkup gerak sendi dengan pola kapsuler.
a. Traksi latero ventro cranial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di
samping sisi yang akan diterapi. Pelaksanaannya kedua tangan terapis
memegang humerus sedekat mungkin dengan sendi glenohumeral,
kemudian melakukan traksi ke arah latero ventro cranial. Lengan
bawah pasien rilek disangga lengan terapis, lengan bawah terapis
yang berlainan mengarahkan gerakan. Traksi diawali dengan ​grade I
atau ​grade II, kemudian dilanjutkan dengan traksi ​grade III. Traksi
dilakukan secara perlahan. Traksi mobilisasi dipertahankan selama ± 7
detik kemudian dilepaskan sampai ​grade II kemudian dilakukan traksi
grade III lagi. Prosedur tersebut dilakukan 6x pengulangan (Mudatsir,
2002).
Traksi untuk mengurangi nyeri menggunakan traksi grade I atau traksi
dalam grade II tetapi tidak sampai terjadi ​slack taken up.​ Traksi untuk
menambah mobilitas sendi menggunakan grade III dengan cara
meregangkan jaringan yang memendek. Kedua traksi ini dilakukan
pada resting position atau actual resting position (Mudatsir, 2002).

32
b. Slide​ ke arah postero lateral
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi
menghadap pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis
memegang bagian proksimal lengan atas, siku pasien diletakkan pada
bahu terapis kemudian terapis mendorong ke arah postero lateral.
Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak
endorotasi sendi bahu.
c. Slide​ ke arah caudal
Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas nyeri,
posisi terapis berdiri di samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya
siku terapis ditekuk dan diposisikan menempel pada tubuh terapis,
sedangkan jari I dan II diletakkan pada daerah caput humeri pasien,
lengan terapis yang lain menyangga pada siku pasien dengan fiksasi,
terapis mendorong caput humeri ke arah caudal dengan dorongan dari
siku terapis yang menempel pada tubuh terapis dan dorongan bisa
ditambah dengan gaya berat badan. Tujuan pemberian terapi ini
adalah untuk memperbaiki gerak abduksi sendi bahu.
d. Slide​ ke arah antero medial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang
akan diterapi. Pelaksanaan tangan terapis di letakkan pada bagian
proksimal lengan atas (sedekat mungkin dengan axilla). Lengan bawah
pasien dijepit dengan lengan terapis kemudian terapis
menggerakakkan ke arah antero medial. Tujuan pemberian terapi ini
adalah untuk memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu.
Dalam melakukan ​sliding selalu disertai dengan traksi ​grade I yang
tujuannya untuk menetralisir gaya kompresi yang ada pada sendi
sehingga mempermudah terjadinya sliding. ​Sliding dipertahankan
selama ± 7 detik kemudian secara perlahan dilepaskan dan istirahat ±
10 detik. Setiap satu arah gerakan dilakukan 6x pengulangan.

33
3. Terapi latihan
Prinsip dasar dalam melakukan terapi latihan adalah dengan dilakukan
dengan tehnik yang benar, teratur, berulang-ulang dan
berkesinambungan.Laihan ini dilakukan sebatas toleransi nyeri dengan
penambahan intensitas latihan secara bertahap. Tujuan pemberian terapi
latihan pada studi kasus ini adalah untuk mengulur jaringan lunak sekitar
sendi yang mengalami pemendekan serta meningkatkan lingkup gerak sendi
dan kekuatan otot serta mengurangi nyeri, modalitas yang digunakan penulis
antara lain :
a.​ ​Active exercise
Posisi pasien berdiri, posisi terapis berdiri di samping pasien.
Pelaksanaan pasien diminta menggerakkan sendi bahu perlahan ke
segala arah sampai batas toleransi nyeri yang dirasakan pasien.
Gerakan ini bisa di sesuaikan dengan dimodifikasi sesuai AKS yang
sering dilakukan pasien. Setiap satu arah gerakan dilakukan 8x
pengulangan.
4. Edukasi
Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi ​frozen shoulder
akibat ​capsulitis adhesiva antara lain : (1) pasien diminta melakukan kompres
panas (jika pasien tahan) ± 15 menit pada bahu yang sakit untuk mengurangi
rasa nyeri yang timbul, (2) pasien dianjurkan agar tetap meggunakan
lengannya dalam batas toleransi pasien untuk menghindari posisi
immobilisasi yang lama yang dapat memperburuk kondisi ​frozen shoulder​, (3)
latihan sesuai metode ​Codman pendular exercise di rumah dengan beban
minimal dan dapat ditambah secara bertahap, (4) latihan merambatkan jari
lengan yang sakit ke dinding (​walking finger)​ , (5) menghindari posisi menetap
yang lama yang dapat memicu rasa nyeri, (6) latihan dengan handuk, posisi
lengan seperti huruf “S” terbalik kedua lengan memegang handuk kemudian
bahu yang sehat menarik ke atas sampai lengan yang sakit tertarik, (7)
latihan penguatan dengan prinsip ​Codman pendular exercise yang dilakukan
di dalam kolam atau bak mandi dengan melawan tahanan air.

34
D. Evaluasi dan Tindak Lanjut
1. Evaluasi
Evaluasi yang telah disusun dengan kriteria dan parameternya.
Diantara tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi
dan tujuan yang diharapkan menetapkan perlu tidaknya modifikasi atau
merujuk ke tenaga kesehatan lain. Evaluasi dilakukan setelah intervensi
dilakukan. Adapun komponen-komponen yang perlu dilakukan evaluasi dalam
kasus ​frozen shoulder akibat ​capsulitis adhesiva​, antara lain : (1) nyeri pada
sekitar sendi bahu dengan VDS, (2) lingkup gerak sendi pada sendi bahu
menggunakan goneometer.

3. 3 HASIL EVALUASI DERAJAT NYERI BAHU KIRI DALAM SKALA VDS


No Keterangan Nilai Keterangan hasil pemeriksaan
pemeriksaan
1 Nyeri Gerak 2 Nyeri Tidak Begitu Berat

2 Nyeri Diam 1 Tidak Nyeri


3 Nyeri Tekan 1 Tidak Nyeri

Disini hasil evaluasi pada nyeri gerak ini cenderung kearah tidak nyeri(1).
3. 4 HASIL EVALUASI LINGKUP GERAK SENDI BAHU KIRI

No Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

1 Gerak aktif S 43º-0-100º S : 45 º-0-180 º


F : 95 º-0-45 º F : 180 º-0-45 º
R(F90) : 40 º-0-42 º R(F90) : 90 º-0-90 º
2 Gerak pasif S : 45 º-0-105 º S : 45 º-0-180 º
F :98 º-0-48 º F : 180 º-0-45 º
R(F90) :43 º-0-45 º R(F90) : 90 º-0-90 º

35
3. 5 HASIL EVALUASI KEMAMPUAN FUNGSIONAL BAHU KIRI
(DISABILITY SCALE)
No Aktifitas T1 T2
1 Mencuci rambut (keramas) 7 4
2 Menggosok punggung saat mandi 6 10
3 Memakai dan melepas kaos dalam (T-shirt) 10 5
4 Memakai kemeja berkancing 4 2
5 Memakai celana 3 2
6 Mengambil benda di atas 7 6
7 Mengangkat benda berat (lebih dari 10 6 9
pounds)
8 Mengambil benda di saku belakang celana 7 2

JUMLAH 50 42

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penetalaksanaan fisioterapi pada pasien ini ternyata


didapatkan hasil yang cukup baik dibandingkan dengan saat sebelum dilakukan
tindakan fisioterapi. Hasil peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pemeriksaan
sebagai berikut
A. Penurunan Derajat Nyeri pada Bahu Kiri
Seperti yang tertera dalam rumusan masalah dan tujuan penulisan, apakah
dengan pemberian Short Wave Diathermy dapat mengurangi nyeri pada kasus
frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva atau tidak dan setelah dilakukan evaluasi
dengan skala VDS maka dapat dilihat bahwa adanya penurunan derajat nyeri seperti
yang ditunjukkan pada tabel 3.3 diatas.
Tujuan penerapan SWD disini adalah untuk mengurangi nyeri pada bahu
yaitu dengan pemberian efek termal yang diberikan akan memberikan efek sedatif
yang dapat meningkatkan ambang rangsang nyeri juga dapat meningkatkan
elastisitas jaringan lunak disekitar sendi, terjadinya vasodilatasi yang kemudian
meningkatkan sirkulasi darah sehingga dapat mengurangi nyeri dengan adanya
pembuangan zat kimiawi penyebab nyeri (Michlovitz, 1990)

B. Peningkatan Luas Gerak Sendi Bahu Kiri


Dari tabel 3.4 di atas menunjukkan adanya peningkatan lingkup gerak sendi
baik saat gerak aktif maupun pasif.

37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien dengan nama Ny. Suprapti dengan diagnosa ​Frozen shoulder ​akibat
capsulitis adhesiva dextra ​dengan keluhan utama nyeri pada bahunya disertai
dengan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Dengan keadaan
seperti ini pasien merasa sangat mengganggu aktivitas kesehariannya
Dengan beracuan dengan permasalahan tersebut penulis mencoba
memberikan program fisioterapi dengan modalitas ​short wave diathermy​, terapi
manipulasi dengan pemberian traksi dan slide pada sendi bahu tangan dengan
ditambah terapi latihan menggunakan ​active exercise, dengan tujuan untuk
mengatasi problematik yang muncul pada pasien ini dengan program dua kali terapi.
Setelah diberikan program fisioterapi selama dua kali pertemuan diperoleh hasil
yang cukup baik hal ini dapat dilihat dari: 1) penurunan nyeri dilihat dari evaluasi
VAS LGS sendi bahu juga mengalami kenaikan baik pada gerak aktif maupun pasif,
gerak aktif yang sebelumnya

B. Saran
Pada kasus ​frozen shoulder akibat ​capsulitis adhesiva ini dalam
pelaksanaannya sangat dibutuhkan kerjasama antara terapis dengan penderita
dengan bekerjasama dengan tim medis lainnya, agar tercapai hasil pengobatan
yang maksimal. Selain itu hal-hal lain yang harus diperhatikan antara lain :
a. Bagi penderita disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta
melakukan latihan-latihan yang jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan efektif
buat penderita, selain itu fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu
pengetahuan serta pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
studi kasus karena tidak menutup kemungkinan adanya terobosan baru dalam
suatu pengobatan yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut.
b. Bagi keluarga pasien disarankan agar terus memberikan motivasikepada
pasien agar mau latihan di rumah dan ikut mengawasi pasien dalam berlatih.
c. Bagi masyarakat disarankan jika tiba-tiba merasakan nyeri hebat pada
bahu dan keterbatasan gerak pada bahu segera memeriksakan diri ke dokter

38
karena ditakutkan timbulnya masalah baru dan dapat memperlama proses
penyembuhan itu sendiri.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diharapkan nantinya
memberikan hasil yang lebih baik bagi penyembuhan penderita ​frozen shoulder
akibat ​capsulitis adhesiva.​

39
Daftar Pustaka

1. Zuckerman JD, Rokito A. Frozen shoulder: a consensus definition. J Shoulder


Elbow Surg. 2011;20:322–5. [​PubMed​]
2. Brue S, Valentin A, Forssblad M, Werner S, Mikkelsen C, Cerulli G. Idiopathic
adhesive capsulitis of the shoulder: a review. Knee Surg Sports Traumatol
Arthrosc. 2007;15:1048–54. [​PubMed​]
3. Pal B, Anderson J, Dick WC, Griffiths ID. Limitation of joint mobility and shoulder
capsulitis in insulin- and non-insulin-dependent diabetes mellitus. Br J
Rheumatol. 1986;25:147–51. [​PubMed​]
4. Cakir M, Samanci N, Balci N, Balci MK. Musculoskeletal manifestations in patients
with thyroid disease. Clin Endocrinol (Oxf) 2003;59:162–7. [​PubMed​]
5. Wohlgethan JR. Frozen shoulder in hyperthyroidism. Arthritis Rheum.
1987;30:936–9. [​PubMed​]
6. Riley D, Lang AE, Blair RD, Birnbaum A, Reid B. Frozen shoulder and other
shoulder disturbances in Parkinson's disease. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 1989;52:63–6. [​PMC free article​] [​PubMed​]
7. Prestgaard TA. Frozen shoulder (adhesive capsulitis) [Accessed November 1,
2017];UpToDate [online] Available at:
https://www.uptodate.com/contents/frozen-shoulder-adhesive-capsulitis​ .
8. Dias R, Cutts S, Massoud S. Frozen shoulder. BMJ. 2005;331:1453–6. [​PMC free
article​] [​PubMed​]
9. Maund E, Craig D, Suekarran S, et al. Management of frozen shoulder: a
systematic review and cost-effectiveness analysis. Health Technol Assess.
2012;16:1–264. [​PMC free article​] [​PubMed​]
10. Hand C, Clipsham K, Rees JL, Carr AJ. Long-term outcome of frozen shoulder. J
Shoulder Elbow Surg. 2008;17:231–6. [​PubMed​]
11. Vastamäki H, Kettunen J, Vastamäki M. The natural history of idiopathic frozen
shoulder: a 2- to 27-year followup study. Clin Orthop Relat Res.
2012;470:1133–43. [​PMC free article​] [​PubMed​]
12. Hsu JE, Anakwenze OA, Warrender WJ, Abboud JA. Current review of adhesive
capsulitis. J Shoulder Elbow Surg. 2011;20:502–14. [​PubMed​]
13. Rizk TE, Pinals RS. Frozen shoulder. Semin Arthritis Rheum. 1982;11:440–52.
[​PubMed​]

40
14. Wong PL, Tan HC. A review on frozen shoulder. Singapore Med J.
2010;51:694–7. [​PubMed​]
15. Page P, Labbe A. Adhesive capsulitis: use the evidence to integrate your
interventions. N Am J Sports Phys Ther. 2010;5:266–73. [​PMC free article​]
[​PubMed​]
16. Dudkiewicz I, Oran A, Salai M, Palti R, Pritsch M. Idiopathic adhesive capsulitis:
long-term results of conservative treatment. Isr Med Assoc J. 2004;6:524–6.
[​PubMed​]
17. Page MJ, Green S, Kramer S, et al. Electrotherapy modalities for adhesive
capsulitis (frozen shoulder) Cochrane Database Syst Rev.
2014;10:CD011324. [​PubMed​]
18. Mobini M, Kashi Z, Bahar A, Yaghubi M. Comparison of corticosteroid injections,
physiotherapy, and combination therapy in treatment of frozen shoulder. Pak
J Med Sci. 2012;28:648–51.
19. Järvinen TA, Järvinen TL, Kääriäinen M, Kalimo H, Järvinen M. Muscle injuries:
biology and treatment. Am J Sports Med. 2005;33:745–64. [​PubMed​]
20. Kelley MJ, McClure PW, Leggin BG. Frozen shoulder: evidence and a proposed
model guiding rehabilitation. J Orthop Sport Phys Ther. 2009;39:135–48.
[​PubMed​]
21. Diercks RL, Stevens M. Gentle thawing of the frozen shoulder: a prospective
study of supervised neglect versus intensive physical therapy in
seventy-seven patients with frozen shoulder syndrome followed up for two
years. J Shoulder Elbow Surg. 2004;13:499–502. [​PubMed​]
22. Donatelli R, Ruivo RM, Thurner M, Ibrahim MI. New concepts in restoring
shoulder elevation in a stiff and painful shoulder patient. Phys Ther Sport.
2014;15:3–14. [​PubMed​]

41
42
43

Anda mungkin juga menyukai