Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

FARMAKOTERAPI VETERINER
“Hiperparatiroidisme Pada Anjing”

Oleh:
Kelompok 12 - 2017C

Indah lestari 175130100111034


Mifta Rizqina Amalia 175130101111036
Fransiska Olivia Ratna Dilla 175130107111035

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Hiperparatiroidisme Pada Anjing” ini kepada pembaca.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi, susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Hiperparatiroidisme
Pada Anjing ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Terima kasih.

Malang, November 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………2

Daftar Isi…………………………………………………………………………..….3

BAB I. Pendahuluan…………………………………………………………………4
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………..….4

BAB II. Tinjauan Pustaka………………………………………………………..….5


2.1 Hormon Paratiroid……………………………………………………………….5
2.2 Hormon Estrogen………………………………………………………………...6
2.3 Hormon Progesterone……………………………………………………………6
2.4 Regulasi Hormon Paratiroid………………………………………………….…7

BAB III. Materi dan Metode…………………………………………………..….…9


3.1 Materi…………………………………………………………………………..…9
3.2 Metode…………………………………………………………………………….9

BAB IV. Pembahasan………………………………………………………………11


4.1 Hasil…………………………………………………………………………...…11
4.2 Pembahasan……………………………………………………………………..12

BAB V. Penutup…………………………………………………………………….14
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...14

Daftar Pustaka………………………………………………………………………15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang mempunyai fungsi


untuk memacu atau menggiatkan proses metabolisme tubuh. Dengan adanya hormon
dalam tubuh maka organ akan berfungsi menjadi lebih baik. Hormon berasal dari kata
Hormaein yang artinya memacu atau menggiatkan atau merangsang. Dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (sedikit), tetapi jika kekurangan atau
berlebihan akan mengakibatkan hal yang tidak baik (kelainan seperti penyakit)
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta proses
metabolisme tubuh. Regulasi hormone paratiroid dapat berhubungan pada kelainan
tulang baik karena kekurangan kalsium maupun kelebihan kalsium, pengaruh
hormone paratiroid terhadap ginjal dan pengaruh hormon paratiroid pada usus

Metabolisme kalsium dikendalikan terutama oleh jenis tiga hormon, hormone


paratorid dari kelenjar paratiroid, hormone 1, 25 dihidroksivitamin D yang merupakan
turunan vitamin D, dan kalsitonin dari dari kelenjar tiroid. Hormone paratiroid dan
hormone 1, 25 dihidroksivitamin D dapat meningkatkan konsentrasi dalam plasma
darah sedang kalsitonin menurunkannya. Kelainan yang sering terjadi pada hormone
paratiroid dapat berupa kelainan kalium serum. hiperparatiroidisme primer, penyebab
paling umum dari hiperkalsemia sering tanpa gejala atau diawali terlebih dahulu
penyakit tulang, nefrolitiasis, atau gejala neuromuskuler. Pasien dengan penyakit
ginjal kronis dapat mengembangkan hiperparatiroidisme sekunder dengan penyakit
ginjal kronis-mineral dan gangguan tulang Banyak hewan peliharaan dengan
hipertiroidisme mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda sampai kadar kalsium darah
menjadi sangat tinggi. Tanda-tanda terutama mempengaruhi sistem pencernaan,
kemih, dan neuromuskuler. Tulang juga dapat diserang, karena cadangan kalsiumnya
habis untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah. (imanishi, 2012).
Hyiperparatiroidisme adalah penyakit yang memengaruhi regulasi kalsium dan fosfor
pada anjing, dan lebih jarang pada kucing. Itu terjadi ketika beberapa atau semua dari
empat kelenjar paratiroid tubuh menghasilkan hormon paratiroid secara berlebihan,
yang pada akhirnya menyebabkan tingkat kalsium darah yang sangat tinggi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hormon paratiroid

Hormon paratiroid adalah rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari 84 asam
amino, 34 asam amino pertama, merupakan bagian penting dalam menentukan
aktivitas biologisnya. Hormon paratiroid disintesis dalam chief sel dari kelenjar
paratiroid sebagai prohormon. Prohormon ini disintesis pada retikulum endoplasma
dan bergerak ke aparatus golgi dan akan berubah menjadi hormon paratiroid yang
disimpan dalam granula dan setelah mengalami proses pematangan, akan
disekresikan. Sintesis hormon paratiroid dikendalikan oleh kadar kalsium plasma.
Apabila kadar kalsium plasma tinggi, maka sintesis hormon paratiroid akan
dihambat, sebaliknya apabila kadar kalsium plasma rendah maka akan merangsang
sintesis hormon paratiroid. Efek keseluruhan hormon paratiroid adalah meningkatkan
konsentrasi kalsium dalam plasma, melalui efeknya pada ginjal, tulang, dan usus.
(saraswati, 2017).

Untuk prosesnya produksinya chief cell kelenjar paratiroid memproduksi


hormon paratiroid ( parathormon / parathyrin / PTH). PTH akan masuk ke aliran
darah menuju sel target tertentu, yang kemudian diikat oleh reseptor khusus baik di
dalam maupun di permukaan sel target. Sintesis PTH terjadi di ribosom chief cell
sebagai prepropth yang terdiri dari 115 asam amino, selanjutnya 25 asam amino
dipecah dari prepropth membentuk propth dengan 90 asam amino. ProPTH
selanjutnya menuju aparatus golgi, kemudian 6 asam amino dipecah dan membentuk
PTH dengan 84 asam amino yang disimpan dalam vesikel sekretoris untuk
disekresikan kemudian. Setelah sekresi, maka PTH secara cepat akan dimetabolisme
di hati dan ginjal menjadi beberapa fragmen kecil, salah satunya adalah rantai amino 1
– 34 yang mempunyai aktivitas biologik. fragmen lainnya yaitu terminal-c PTH yang
tidak berinteraksi dengan reseptor PTH yang kemudian diekskresikan tubuh melalui
ginjal. Degradasi PTH intraselular diatur oleh level kalsium ekstraselular dimana pada
serum kalsium yang rendah akan menghambat degradasi PTH, agar dapat dicapai
kadar PTH yang cukup sebelum biosintesis terpenuhi, demikian juga sebaliknya.
(selvianti, 2010)

5
2.2 Hormon Esterogen

Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan
sel teka dari folikel de graaf pada ovarium. Fungsi utama hormon estrogen adalah
untuk merangsang berahi, merangsang timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder,
mempertahankan sistem saluran ambing betina dan pertumbuhan ambing. Hormon
estrogen dihasilkan oleh tubuh seperti; ovarium, korpus luteum, plasenta dankorteks
adrenal (Heryani, 2017)

Pengaruh estrogen dalam jaringan reproduksi, terutama memacu proliferasi


sel. Aksi estrogen dalam jaringan atau sel target, membutuhkan reseptor estrogen
yang dikendalikan oleh gen pada kromosom. Estrogen dibentuk oleh sel-sel granulosa
dalam folikel ovarium melalui serangkaian konversi melalui reaksi enzimatis.
Substrat utama pembentuk estrogen adalah kolesterol, secara berurutan mengalami
perubahan menjadi pregnenolon, progesteron, 17α hidroksiprogesteron,
androstenedion dan testosteron. Androstenedion kemudian diubah menjadi estron,
sedangkan testosteron diubah menjadi estradiol 17-β, baik di sel teka maupun sel
granulosa pada folikel ovarium (Heryani, 2017)

2.3 Hormon Progesterone

Progesteron merupakan hormon reproduksi yang disekresikan oleh sel-sel


luteal corpus luteum (cl). Corpus luteum merupakan organ endokrin yang berfungsi
untuk memproduksi hormon progesterone. Konsentrasi progesteron serum darah
dapat menentukan keadaan hewan tersebut dalam keadaan infertil, normal, birahi, dan
bunting sehingga dapat digunakan untuk deteksi birahi, pemeriksaan kebuntingan dan
mengetahui kondisi patologis lainnya. Sama dengan estrogen, progesteron
adalah hormon steroid. Progesteron adalah molekul karbon 21 dan merupakan
steroid utama korpus luteum. Tingkat progesteron serum sangat rendah selama fase
folikuler (<1 ng / ml), puncaknya selama fase mid-luteal pada tingkat mulai
dari 6- 10 ng / ml, dan kemudian turun drastis ke tingkat <2 ng / ml selama
akhir fase luteal (martin,2006). Mayoritas progesteron (80%) dalam aliran darah
terikat albumin dan 18 % terikat dengan globulin. Sebagian kecil (0,5 %) terikat
dengan serum hormone binding globulin (shbg). Sisanya progesteron bebas dalam
sirkulasi. Hati bertanggung jawab untuk membersihkan progesteron dari peredaran

6
dengan mengubah progesteron menjadi pregnanediol, yang di konjugasi dengan
asam glukuronat dan diekskresikan dalam urin (Heryani, 2017)

2.4 Regulasi Hormon Paratiroid

A. Pengaruh hormon paratiroid terhadap ginjal.

Hormon paratiroid berperan dalam penyerapan kembali kalsium dan


merangsang pengeluaran fosfat oleh ginjal. Di bawah pengaruh hormon paratiroid,
ginjal mampu mereabsorpsi lebih banyak kalsium yang difiltrasi, sehingga kalsium
yang keluar melalui urin berkurang. Efek ini meningkatkan kadar kalsium plasma
dan menurunkan pengeluaran kalsium melalui urin. Hormon paratiroid juga
meningkatkan ekskresi fosfat urin melalui penurunan reabsorpsi fosfat. Akibatnya,
hormon paratiroid menurunkan kadar fosfat plasma bersamaan dengan saat hormon
tersebut meningkatkan konsentrasi kalsium. (saraswati, 2017)

B. Pengaruh hormon paratiroid terhadap tulang

hormon paratiroid menimbulkan beberapa perubahan besar pada tulang :


merangsang mobilisasi kalsium dan fosfat, setelah hormon ini mengubah osteoklas
non-aktif menjadi osteoklas aktif, meningkatkan produksi asam-asam organik dan
enzim yang diperlukan untuk penguraian tulang seperti asam sitrat, enzim lisosom,
kolagenase dan asam hialuronat, merangsang arus kalsium dari lakuna (lacunae)
menuju cairan tulang (bone fluid) dan akhirnya tiba di cairan ekstraselular,
memperbesar arus kalsium ke dalam osteoblas dengan cara menambah permeabilitas
membran sel osteoblas. Hormon paratiroid mempunyai dua efek pada tulang dalam
menimbulkan absorpsi kalsium dan fosfat (saraswati, 2017)

C. Pengaruh hormon paratiroid terhadap usus

Cara kerja lain hormon paratiroid untuk meningkatkan kadar kalsium melalui
usus. Di bawah kehadiran hormon paratiroid pada lapisan usus menjadi lebih efisien
dalam menyerap kalsium pakan. Hormon paratiroid meningkatkan absorbsi kalsium
pada usus halus. Sebagian besar efek hormon paratiroid pada organ sasarannya
diperantarai oleh siklik adenosin monofosfat (camp) yang bekerja sebagai mekanisme
second messenger. Dalam waktu beberapa menit setelah pemberian hormon
paratiroid, konsentrasi camp di dalam osteosit, osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya

7
meningkat. Selanjutnya, camp mungkin bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi
osteoklas seperti sekresi enzim dan asam-asam sehingga terjadi reabsorpsi tulang,
pembentukan 1,25-dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal dan sebagainya.
(saraswati, 2017)

8
BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Materi

Pada proses pemeriksaan hiperparatiroidisme dapat dilakukan dengan beberapa


pemeriksaan, mulai dari radiografi hingga pemeriksaan darah lengkap. Pada
pemeriksaan radiografi, diperlukan mesin x-ray dan anastesi sedasi, yang umumnya
digunakan adalah ketamin 10-30 mg/kgBB secara intra muskuler pada kucing dan 10-
15 mg/kgBB secara intra muskuler pada anjing. Dosis Xylazine pada kucing adalah 1-
2 mg/kgBB secara intramuskular dan 0,4-1 mg/kgBB pada anjing (Plumb, 2011).
Sedangkan menurut Ayang (2016), pada pemeriksaan kadar darah lengkap dapat
digunakan bahan-bahan seperti beaker glass, beckman counter, kamar hitung
(improved neubauer), cover glass, tabung reaksi, rak tabung, tisu, mikroskop elektrik,
spuit, pipet eritrosit, pipet leukosit, pipet westergen, kapas serta bahan dan reagensia
adalah sampel darah, antikoagulan EDTA (Ethylendiamine Tetra Acetic Acid),
alkohol, larutan Hayem, larutan Turk dan larutan Rees Ecker. Untuk pengobatan
dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan seperti etelcalciditide dan
bishophonate.

3.2 Metode

1. Pemeriksaan sampel darah

Sampel darah diambil dengan menggunakan spuit 5 mL sebanyak 20μL atau 0,02
mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung darah yang telah berisi antikoagulan
EDTA (Ethylendiamine Tetra Acetic Acid) setelah itu tabung darah dibolak – balik
hingga darah dan antikoagulan homogen (tidak ada lapisan antara sampel darah dan
antikoagulan), diletakkan tabung darah yang sudah homogen ke rak tabung.
Kemudian digunakan alat hematology analyzer. Setelah itu, diuji masing-masing
benda darah secara manual dalam kamar hitung disiapkan dalam keadaan bersih yang
sudah berisi darah dan larutan Hayem yang sudah homogen dan mengendap,
kemudian di letakkan pada mikroskop elektrik dan ditutup dengan cover setelah itu
dilihat dengan perbesaran 40x, dihitung sel – sel darah yang terlihat di mikroskop
pada 4 (empat) bilik kamar hitung yaitu bilik A,B,C dan D (Ayang, 2016).

Rumus perhitungan eritrosit : bilik A + B + C + D x 10000

Rumus perhitungan leukosit : bilik A + B + C + D x 50

Rumus perhitungan trombosit : bilik D x 4000

Sedangkan pada pemeriksaan radiografi, hewan diberi sedasi atau anastesi


terlebih dahulu dengan kaset diisi dengan film kosong yang diambil di ruang khusus
penyimpanan film Rontgen, Setelah kaset terisi film Rontgen, letakkan kaset tersebut

9
di meja Rontgen. Mesin X-ray yang digunakan untuk Rontgen dihubungkan kabelnya
dengan sumber arus. Setelah terhubung hidupkan alat dengan menekan tombol power
“ON/OFF”. Tunggu beberapa menit untuk pemanasan mesin setelah pemanasan
mesin atur kVp dengan mengukur tebal jaringan kaki belakang anjing (4cm) dengan
rumus (2x4) + 40 tanpa mengunakan grid faktor didapatkan 48 kVp dan diatur MaS
untuk ekstremitas sebesar 2,5 MaS. Sebelum dilakukan pengambilan gambar
radiografi anjing di anestesi terlebih dahulu dengan pemberian kombinasi ketamine–
xilazine secara intra musculus untuk mempermudah pengambilan gambar radiografi
tulang humerus. Setelah hewan teranastesi letakkan anjing di atas kaset Rontgen
dengan posisi dorsal recumbency dan lakukan pengambilan gambar radiografi pada
tulang humerus anjing secara lateral medial. Setelah alat dipakai atur kVp dan MaS
pada posisi terendah dan matikan alat dengan menekan tombol “ON/OFF” bila telah
selesai digunakan. Setelah itu lepaskan kabel power dari sumber arus listrik (Morow,
2018).

10
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan Rusenov (2012), terdapat beberapa metode pemeriksaan yang dapat


dilakukan pada kasus hyperparatiroidisme sekunder pada anjing Puppy berumur
empat bulan. Berikut adalah metodenya:

1. Pemeriksaan sampel darah


Pemeriksaan sampel darah lengkap dan analisis biokimia dapat dilakukan
dengan hasil yang menunjukkan gangguan ginjal berat yang penting dan dapat
mengindikasi konsentrasi hormon paratiroid. Perubahan darah yang disapatkan
menunjukkan bahwa adanya kadar BUN (keratin dan urea), fosfat, dan alkalin
fosfat yang meningkat dari jumlah normal. Sedangkan, level kalsium
mengalami penurunan di bawah batas normal. Yang paling dapat diamati
adalah penurunan
konsentrasi
hormon paratiroid
dalam darah.

Gambar hasil pemeriksaan darah hipertiroidisme

2. Pemeriksaan ultrasonography
Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya penebalan korteks dan
interpretasi menunjukkan peningkatan opasitas. Akar gigi dengan jelas terlihat
dengan adanyakerusakan pada alveolar bone plates dan adanya perpanjangan
tulang kaki serta erosi subperiosteal, penebalan tulang kompak, dan
osteoporosis.

11
Gambar hasil perubahan tulang hipertiroidisme, terjadi penurunan
densitas tulang

4.2 Pembahasan

PTH adalah polipeptida yang meningkatkan aktivitas osteoklastik dan akibatnya,


kalsium dan fosfat dilepaskan dari tulang. Osteoklas tidak memiliki reseptor untuk
PTH tetapi ditemukan dalam osteoblas. Aktivasi osteoklas hanya mungkin terjadi
dengan adanya osteoblas. Terbukti bahwa PTH memicu penurunan ekskresi kalsium
oleh ginjal dengan ekskresi fosfat yang lebih tinggi, yang menghasilkan konsentrasi
serum fosfat darah yang lebih rendah terlepas dari peningkatan resorpsi tulang. Pada
anjing, tulang tengkorak dan mandibula paling rentan dan paling parah dipengaruhi
oleh demineralisasi dan dapat diubah sedemikian rupa sehingga gigi dimobilisasi dan
tikungan mandibula tanpa patah (“rubber jaw” syndrome) (Rusenov, 2016).

Pada gagal ginjal kronis, produksi 1,25-dihydroxycholecalciferol berkurang, yang


menyebabkan transportasi kalsium usus menjadi lebih lambat dan terjadinya
hipokalsemia. Untuk pemeliharaan homeostasis kalsium, peningkatan penyerapan
kalsium dari tulang terjadi, dan zat-zat tulang mineral yang dilepaskan digantikan
dengan jaringan ikat fibrosa yang belum dewasa (Rusenov, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuniarti,dkk (2009), gambaran


histopatologik ginjal pada kelompok tikus ovariohisterktomi dengan pakan standart
tanpa suplementasi kalsium menunjukkan adanya gangguan ginjal. Hal ini merupakan
akibat dari ovariohisterektomi yang akan menurunkan kadar estrogen, seperti
diketahui estrogen berperanan penting di dalam menghambat proses resorpsi tulang
salah satunya dengan cara meningkatkan produksi 1,25- dihydroxyicholecalsiferol
(1,25-DHCC) dalam ginjal yang berfungsi membantu penyerapan kalsium di usus.
Oleh karena itu bila estrogen menurun maka produksi 1,25-DHCC dalam ginjal juga
menurun dan sebagai akibatnya akan terjadi hipokalsemia karena penyerapan kalsium
di usus terganggu. Dalam keadaan hipokalsemia akan merangsang sistem homeostasis
bekerja secara langsung pada tulang melalui aktifitas hormon paratiroid (PTH) yang
beraksi pada ginjal terutama di tubulus kontortus distalis untuk meningkatkan
reabsorbsi kalsium sehingga kadar kalsium ekstra sel meningkat, sebaliknya PTH

12
beraksi pada tubulus kontortus proksimal dan distalis untuk menurunkan reabsorbsi
fosfat sehingga menyebabkan kadar fosfat cairan ekstra sel menurun.

Untuk pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bifosfonat


adalah agen utama dalam arsenal farmakologis saat ini terhadap kehilangan tulang
akibat osteoklas karena osteoporosis, penyakit tulang pada tulang, keganasan yang
bermetastasis ke tulang, mieloma multipel, dan hiperkalsemia keganasan. Selain
penggunaan yang disetujui saat ini, bifosfonat biasanya diresepkan untuk pencegahan
dan pengobatan berbagai kondisi tulang lainnya, seperti kepadatan tulang yang rendah
dan osteogenesis imperfecta. Namun, pengakuan baru-baru ini bahwa penggunaan
bifosfonat dikaitkan dengan kondisi patologis termasuk osteonekrosis rahang telah
mempertajam tingkat pengawasan penggunaan terapi bifosfonat yang saat ini tersebar
luas. Hipokalsemia setelah pemberian bifosfonat paling sering terjadi setelah infus IV
dan dapat terjadi pada pasien dengan tingkat resorpsi tulang yang dimediasi osteoklas
tinggi (seperti pada pasien dengan penyakit Paget tulang atau beban tumor skeletal
yang substansial), hipoparatiroidisme yang sebelumnya tidak dikenal, fungsi ginjal
yang terganggu , atau hipovitaminosis D sebelum perawatan. Pengobatan sebagian
besar mendukung, dengan suplemen kalsium dan vitamin D yang sesuai.

Penggunaan etelcalcitide merupakan suatu kalsimimetik yang sifatnya sebagai


aktivator allosterik dan secara spesifik meningkatkan sensitivitas CaSR terhadap
kalsium ekstraseluler. Etelcalcitide dapat mengaktifkan jalur sinyal CaSR pada
kelenjar paratiroid. Aktivasi reseptor CaSR terjadi melalui pembentukan jembatan
disulfida antara asam amino D-cysteine etelcalcetide dengan asam amino L-cysteine
CaSR. Ikatan langsung obat ini pada domain ekstraseluler CaSR akan mengaktifkan
reseptor pada posisi berbeda dari tempat aktivasi kalsium. Reseptor ini banyak
ditemukan di sel parietal kelenjar paratiroid dan beberapa di tubulus dan gromerulus
ginjal, sel langerhans pancreas, sel glanduler usus halus dan sel parafolikuler kelenjar
tiroid (Tola, 2018).

Etelcalcitide mengalami metabolisme di hati melalui penggantian molekul L-


cysteine dengan disulfida sedang molekul D-asam amino lainnya tidak berubah.
Metabolisme obat ini tidak melibatkan golongan enzim sitokrom hati sehingga tidak
terjadi interaksi obat terhadap obat lain yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom.
Hasil metabolisme etelcalcitide berupa serum albumin peptide conjugate (SAPC).
Ekskresi terutama melalui ginjal dengan laju ekskresi yang bervariasi bergantung
pada fungsi ginjal (Tola, 2018).

13
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hiperparatiroidisme adalah suatu penyakit dimana kelenjar paratiroid


mengeluarkan hormon paratiroid dalam jumlah yang lebih banyak daripada keadaan
normal. Hormon paratiroid disintesis dalam chief sel dari kelenjar paratiroid sebagai
prohormon. Sintesis hormon paratiroid dikendalikan oleh kadar kalsium plasma. Efek
keseluruhan hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi kalsium dalam
plasma, melalui efeknya pada ginjal, tulang, dan usus. Berdasarkan literatur yang
didapat ada beberapa metode pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus
hyperparatiroidisme sekunder pada anjing Puppy berumur empat bulan, yaitu
pemeriksaan sampel darah dan pemeriksaan ultarsonography atau radiografi. Untuk
pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bifosfonat dan dapat
juga dengan penggunaan etelcalcitide yang merupakan suatu kalsimimetik yang
sifatnya sebagai aktivator allosterik dan secara spesifik meningkatkan sensitivitas
CaSR terhadap kalsium ekstraseluler.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ayang, Ludita. 2016. Pemeriksaan Darah Lengkap pada Pasien di Balai Laboratorium
Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara [Skripsi]. Medan: USU.

Heryani, Luh Gde Sri Surya. 2017. Endokrinologi Hewan. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana. Denpasar

Imanishi, Y. 2012. Parathyroid disease and animals models. Us national library of


medicine national intutites of health

Morow, MS. , Panjaitan, Budianto., Syafruddin., Masyitha, Dian., Erwin., Thasmi,


CN. 2018. DENSITAS RADIOGRAFI TULANG HUMERUS
ANJING LOKAL (Canis lupus familiaris) YANG DI
OVARIOHISTEREKTOMI. JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Vol.
2(3):304-310.

Plumb, DC. 2011. Plumb's veterinary drug handbook. US: PharmaVet Stockholm,
Wis.

Rusenov, A. 2012. A clinical case of secondary renal hyperparathyroidism in a four-


month-old Pug puppy. Revue Méd. Vét.,, 161, 12: 570-573.

Saraswati, tyas rini. 2017. Absorpsi dan Metabolisme Kalsium pada Puyuh (Coturnix-
coturnix Japonica) The Calsium Absorption and Metabolism of Quail
(Coturnix-coturnix Japonica). Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 2 Nomor
2 Agustus 2017 e-ISSN 2541-0083

Selvianti. 2010. Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid. Fakultas Kedokteran


Universitas Airlangga. Surabaya

Tola, SM. 2018. Efektivitas Etelcalcitide terhadap Hiperparatiroidisme Sekunder Pada


Pasien Gagal Ginjal Kronik. Majalah Kesehatan PharmaMedika 2018,
Vol. 10(1): 57-59.

Yuniarti, WM., Yudaniayanti, IS., Triakoso, Nusdianto. 2009. GAMBARAN


HISTOPATOLOGIK GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)
PASCA OVARIOHISTEREKTOMI DENGAN SUPLEMEN
KALSIUM KARBONAT DOSIS TINGGI. J. Penelit. Med. Eksakta.
Vol. 8 (1): 31-38.

15

Anda mungkin juga menyukai