Anda di halaman 1dari 9

PEMANFAATAN LUMPUR DARI PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

INDUSTRI PT SIER MENJADI KOMPOS DENGAN PROSES


VERMIKOMPOSTING
Muhammad Fahrul Anam dan Ir. Putu Wesen., MS
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
fahrulanam46@gmail.com

ABSTRAK
Pemanfaatan lumpur hasil pengolahan limbah cair sangat minim dan kurang diperhatikan oleh
banyak kalangan industri. Pengolahan lumpur hasil pengolahan limbah cair PT SIER dengan cara
pengomposan merupakan upaya pengolahan lumpur industri agar tidak mencemari lingkungan.
Pengomposan menggunakan metode vermikomposting menggunakan cacing tanah Lumbricus
Rubellus dapat menjadi alternatif untuk menurunkan kandugan logam berat yang terkandung
dalam lumpur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kandungan rasio C/N, logam
berat Cr dan Cu pada kompos terhadap variasi jumlah cacing tanah dan waktu pengomposan.
Limbah yang digunakan adalah lumpur hasil pengolahan limbah cair PT SIER yang dicampur
dengan jerami padi. Penelitian ini menggunakan variasi penambahan jumlah cacing tanah dengan
kisaran 10 ekor sampai 30 ekor dalam reaktor berukuran 32x20 cm, dengan lamanya waktu
pengomposan 8 hari sampai 40 hari. Hasil dari pengomposan dapat menurunkan rasio C/N dan
kandungan logam berat Cr, Cu pada kompos. Kandungan rasio C/N dan Cr sudah memenuhi
standar kualits kompos SNI 19-7030-2004 antara 10-20 untuk rasio C/N dan <210mg/kg untuk
Cr. Kandungan Cu masih diatas baku mutu kandungan kualitas kompos yaitu <100 mg/kg.
Kondisi maksimum penurunan rasio C/N sebesar 14,87%, penyisihan kandungan kromium (Cr)
sebesar 36,58% dan penyisihan tembaga (Cu) sebesar 21,18% pada reaktor dengan jumlah
cacing tanah 30 ekor dan waktu pengomposan 40 hari.
Kata Kunci : lumpur industri, vermikomposting, rasio C/N, Cr. Cu

ABSTRACT
Utilization of sludge from waste water treatment is very minimal and less attention by many
industries. The processing of sludge from PT SIER waste water treatment by means of
composting is an effort to process industrial sludge so as not to pollute the environment.
Composting using a vermicomposting method using earthworm Lumbricus Rubellus can be an
alternative to reduce the heavy metal content contained in the sludge. The purpose of this
research is to know the change of C/N ratio, heavy metal Cr and Cu on compost to the variation
of earthworm and composting time. Waste used is sludge from PT SIER waste water treatment
mixed with rice straw. This study used the variation of the number of earth worms with a range
of 10 to 30 tail in the reactor size 32x20cm, with composting period 8 to 40 days. The result of
composting can decreased the C/N ratio and the heavy metal content of Cr, Cu on the compost.
The content of C/N and Cr ratio is in accordance with SNI 19-7030-2004 compost quality
standard between 10-20 for C/N ratio and <210 mg/kg for Cr. Cu content is still above the
standard of compost content is <100 mg/kg. The maximum decreased for C/N ratio was 14.87%,
the allowance for chromium (Cr) was 36.58% and the removal of copper (Cu) by 21.18% in the
reactor with the number of 30 earthworms and 40 days composting time.
Keywords : Sludge Industries, Vermicomposting, Ratio C/N, Cr, Cu
1.PENDAHULUAN adalah prosesnya cepat dan kompos yang
dihasilkan mengandung unsur hara tinggi
Seiring dengan perkembangan suatu (Mashur, 2001).
negara maka petumbuhan industri pada Selain menghasilkan kompos peroses
negara tersebut akan mengalami peningkatan. vermikomposting juga dapat mengurangi
Pembangunan kawasan industri akan terus kandungan logam berat dalam lumpur.
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Beberapa spesies cacing tanah yang
masyarakat akan barang yang diproduksi oleh digunakan untuk vermikomposting adalah
suatu industri. Dengan semakin Lumbricus rubellus karena sangat aktif dalam
bertambahnya pembangunan industri maka mengkonsumsi bahan organik dan sangat
limbah yang dihasilkan juga akan terus potensial untuk mendegradasi bahan
bertambah. organik(Imanudin et al. 2015). Dan cacing
Seperti dikota Surabaya yang tanah jenis Lumbricus rubellus juga dapat
pertumbuhan industri cukup pesat khususnya mengakumulasi logam berat.
dikawasan rungkut industri yang terdapat Kandungan Logam berat Kromium
berbagai macam industri maka limbah yang (Cr) dan Tembaga (Cu) sebagai parameter uji
dihasilkan juga berbagai macam karakteristik proses vermikomposting limbah lumpur PT
dan juga debit limbah cair yang besar. SIER dengan cacing tanah Lumbricus
Industri dikawasan rungkut industri limbah rubellus karena kandungan Kromium (Cr)
cairnya diolah oleh PT Surabaya Industrial dan Tembaga (Cu) yang diatas baku mutu
Estate Rungkut (SIER) sehingga proses standart kualitas kompos SNI 19-7030-2004,
pengolahan limbah di kawasan rungkut dapat menyebabkan kondisi toksik pada
industri terpusat di PT SIER. tanaman.
Proses pengolahan limbah pada PT
Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) 2.TINJAUAN PUSTAKA
menghasilkan buangan sampingan berupa
lumpur yang berasal dari proses pengolahan 2.1 Sludge IPAL PT SIER
lumpur aktif. Lumpur dari proses biologi Pengertian lumpur secara umum
yang dihasilkan kondisinya belum stabil adalah suatu padatan yang bercampur dengan
masih berpotensi untuk mencemari air. Lumpur hasil pengolahan air limbah
lingkungan karena mengandung bahan adalah padatan yang dihasilan dari operasi
organik dan logam berat(Soetopo, 2005). pengolahan air limbah yang biasanya dalam
Maka diperlukan pengolahan tambahan untuk bentuk semi cair atau padatan.(Metcalf and
mereduksi bahan organik dan logam berat Eddy,2003).
salah satunya dengan proses pengomposan. Sludge ipal pada pengolahan limbah
Salah satu proses pengomposan yang PT SIER yang masuk ke unit Sludge drying
dapat dilakukan pada limbah lumpur adalah bed berasal dari dua unit bak pengendap yaitu
vermikomposting yaitu kompos yang bak pengendap pertama(Primary Settling
diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan Tank) dan bak pengendap kedua (Secondary
organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Settling Tank). Sludge yang berasal dari
Vermikompos merupakan pupuk organik Sludge drying bed yang berasal dari proses
yang ramah lingkungan dan memiliki biologis mengandung jumlah bahan organik
keunggulan tersendiri dibandingkan dengan dan juga logam berat seperti Cd, Zn, Cr, Pb,
kompos lain, keuntungan vermikompos Cu (Soetopoet al, 2005).
Pada proses pengolahan limbah PT C yang diketahui menguntungkan untuk
SIER terdapat dua bak pengering lumpur tanah dan tanaman(Kurniasih., 2012).
yaitu pengering lumpur dari bak pengendap Kompos dikatakan telah matang
pertama dan pengering lumpur dari bak ketika telah mencapai komposisi yang stabil
pengedap kedua. Endapan lumpur dan dalam dekomposisinya. Kompos yang belum
kotoran yang berasal dari bak pengendap stabil dan belum matang dapat menimbulkan
pertama dan bak pengendap kedua akan masalah dalam pemasaran dan pemakaian
dipompa menuju unit pengering lumpur sebagai pupuk. kematangan kompos
(Sludge Drying Bed). Pada unit Sludge ditunjukkan oleh nilai C/N (10-20),berwarna
Drying Bed air yang terkandung didalam kehitaman dengan tekstur seperti tanah.
lumpur akan merembes kebawah melalui
media filter yang ada pada dasar bak Sludge 2.3 Vermikomposting
Drying Bed. Pengeringan lumpur ini hanya Vermes berasal dari bahasa latin yang
menggunakan tenaga matahari. Pada musim berarti cacing dan vermikomposting adalah
kemarau proses pengeringan akan berjalan pengomposan dengan cacing, agar
dengan cepat tetapi pada saat musim hujan menghasilkan kascing (Mashur.,2001).
proses pengeringan lumpur akan menjadi Kascing merupakan kotoran cacing yang
masalah karena proses pengeringan akan mengandung lebih banyak mikroorganisme,
menjadi lama.(Prabarini, 2012). bahan organik, dan juga bahan anorganik
dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman
2.2 Pengomposan dibandingkan dengan tanah itu sendiri.
Pengomposan adalah proses (Rahmatullah., 2013).
penguraian dan stabilisasi bahan orgnik oleh Beberapa keuntungan penggunaan
mikroorganisme yang memanfaatka bahan cacing tanah dalam proses pengomposan
organik sebagai sumber energi untuk yaitu proses pengomposan berlangsung
menghasilkan kompos yang bersifat stabil secara aerobik, tidak menimbulkan bau busuk
tanpa dampak merugikan lingkungan seperti pengomposan pada umumnya, waktu
(Mulyani., 2014). pengomposan menjadi lebih cepat, kotoran
Tujuan dari pengomposan adalah cacing yang dihasilkan dapat dijadikan pupuk
menurunkan rasio C/N bahan organik dan organik yang sangat bermanfaat karena
mengubah bahan yang bersifat organik mengandumg unsur hara makro yang
menjadi bahan yang siap diserap oleh dibutuhkan tanaman dan mudah diserap oleh
tumbuhan. Bahan organik dapat diserap atau tanaman (Ganjari, 2012).
digunakan tanah untu mencukupi unsur hara Proses vermikomposting dapat
yang dibutuhkan tanaman jika mempunyai berlangsung dengan baik dalam kondisi
rasio C/N yang stabil dengan nilai mendekati aerob. Cacing tanah memerlukan oksigen
atau sama dengan C/N rasio pada tanah untuk bernafas dan sangat sensitif terhadap
antara 10-20 (Mulyani,2014). kondisi anaerob. Laju respirasinya melemah
Produk akhir dari proses jika konsentrasi oksigen di dalam substrat
pengomposan adalah karbon dioksida, air, rendah. Pergerakan cacing tanah dapat
mineral, dan material organik yang telah menciptakan aerasi pada medianya. Untuk
stabil (kompos yang mengandung asam meningkatkan aerasi, perlu dilakukan
humus yang tinggi). Transformasi material pembalikan substrat (Afriyansyah, 2010).
organik segar menjadi kompos memiliki Proses vermikomposting berkaitan
beberapa keuntungan : memperbaiki status dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup
higienitas material, dan memproduksi cacing tanah yang di pengaruhi oleh beberapa
material organik yang stabil,kaya nutrient dan faktor yaitu suhu, kelembaban, rasio C/N dan
pH.
Dasar vermikomposting yang sudah cacing tanah yang masih muda, klitelum
matang apabila dilihat dari warna, tekstur dan belum dapat terlihat karena baru terbentuk
bau adalah secara umum vermikompos yang saat cacing mencapai dewasa kelamin yaitu
sudah matang atau siap dipanen berwarna umur 2,5-3 bulan.
coklat hingga coklat kehitam-hitaman, Cacing tanah bersifat hermaprodit
bertekstur halus/remah dan baunya atau bieseksual, karena pada setiap tubuh
menyerupai bau tanah, selain itu Rasio C/N cacing tanah terdapat alat kelamin jantan dan
dibawah 20 merupakan indikator kematangan betina(unisex). Tetapi cacing tanah tidak
pada proses vermikomposting akan tetapi membuahi dirinya sendiri. Perkembang
lebih baik apabila rasio C/N dibawah 15. biakan pada cacing tanah diawali dengan
(Anjangsari.,2010). pembentukan kokon.
Sistem pernafasan pada cacing tanah
2.4 Taksonomi Lumbricus Rubellus dibantu oleh kulit dengan menggunakan
Cacing tanah Lumbricus Rubellus pembuluh darah kapiler. Pembuluh darah
tergolong dalam kelompok binatag yang kapiler terdapat pada jaringan kutikula yang
Avertebrata (tidak bertulang belakag) terdapat pada lapisan bawah kulit. Kutikula
sehingga sering disebut binatang lunak. digunakan cacing tanah untuk proses difusi
Klasifikasi cacing tanah Lumbricus Rubellus yaitu pengangkutan oksigen dan pelepasan
adalah sebagai berikut : karbon dioksida dalam darah. Oksigen yang
Filum : Annelida masuk dalam pembuluh darah selanjutnya
Kelas : Oligochaeta akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui
Ordo : Opisthopora sirkulasi darah. Proses pernafasan biasanya
Subordo : Lumbricidae bersamaan dengan pengangkutan zat-zat
Genus : Lumbricus makanan, untuk mempermudah pertukaran
Spesies : Lumbricus Rubellus udara tubuh cacing tanah harus berada pada
lokasi kelembapan yang cocok.(Maulida.,
2015)
Sistem pencernaan cacing tanah
terdiri atas rongga mulut, faring, esofagus,
tembolok, lambung dan usus. Cacing tanah
memperoleh makanan dari bahan organik
Gambar : cacing tanah lumbricus rubellus berupa organ tumbuhan, protozoa, rotifera,
nematode, bakteri, fungi dan sisa-sisa
Lumbricus Rubellus dimasukan pembusukan hewan.
dalam filum Annelida karena seluruh Siklus hidup cacing tanah dimulai dari
tubuhnya tersusun atas segmen-segmen yang kokon, cacing muda atau juvenil, cacing
berbentuk cincin. Di setiap segmen terdapat produktif dan cacing tua. Lama siklus hidup
rambut yang keras berukuran pendek disebut pada cacing tanah dipengaruhi oleh kondisi
setae. Segmentasi ini terjadi diluar maupun lingkungan, keberadaan cadangan makanan
didalam meliputi otot, saraf, alat sirkulasi, dan jenis cacing tanah.(Astuti, 2001).
alat ekskresi maupun alat reproduksi, Cacing tanah mulai berkembang dari
(Astuti., 2001). kokon. Kokon yang baru keluar dari tubuh
Tubuh cacing tanah bagian depan cacing umumnya berwarna kuning kehijauan
silindris, sedangkan bagian belakag memipih. dan akan berubah mejadi kemeraha sewaktu
Pada cacing tanah dewasa terdapat klitelum. akan menetas. Kokon akan menetas sekitar
Klitelum ini berupa pembesaran permukaan 14-21 hari setelah terlepas dari tubuh cacing
tubuh yang melingkar seperti kalung yang tanah. Setelah menetas cacing tanah muda
penting dalam pembentukan kokon. Pada akan hidup dan dapat mencapai kelamin
dewasa pada 2,5-3 bulan, saat dewasa cacing sampai kelembapan mencapai 60-70%.
tanah akan kawin yang berlangsung selama Jerami padi dipotong kecil-kecil kemudian
6-10 hari dan menghasilkan kokon. dilakukan penyemprotan jerami padi sampai
(Astuti.,2001) kelembapan pada jerami padi 60-70%. Pada
tahap aklimatisasi, cacing tanah dimasukkan
3. METODE PENELITIAN dalam media campuran lumpur dan jerami
padi yang kelembapannya sudah diatur
3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian menjadi 60-70%. Tahap aklimtisasi dilakukan
3.1.1 Bahan Penelitian selama satu minggu.
 Slude PT SIER yang diambil dari unit 3.3.2 Tahap Vermikomposting
sludge drying bed Bahan media yaitu lumpur dan jerami
 Cacing tanah jenis Lumbricus Rubellus padi kelembapannya sudah mencapai 60-70%
 Jerami padi dicampur dengan perbandingan berat 5kg
3.1.2 Peralatan Penelitian lumpur dan 1,4kg jerami padi. Media yang
a. Reaktor vermikomposting sudah dicampur ditutup dengan karug
b. Timbangan manual pelastik dan didiamkan selama 7 hari. Media
c. Kasa dbuka dan dikukur kelembapan, pH
d. Sekop disesuaikan dengan hidup cacing tanah,
kemudian dilakukan perlakuan penambahan
3.2 Variabel Penelitian cacing.
3.2.1 Variabel Perlakuan
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Jumlah Cacing Tanah = 10 cacing, 15
cacing, 20 cacing, 25 cacing, 30 cacing 4.1 Analisa Awal
b. Waktu Sampling (ts) = 8 hari, 16 hari, 24 Sebelum melakukan penelitian Sludge
hari, 32 hari, 40 hari industri PT SIER dianalisa terlebih dahulu
3.2.2 Variabel Tetap untuk mengetahui kandungan yang ada
a. Ukuran reaktor didalamnya.
Diameter = 32 cm Tabel analisa awal Kandungan Sludge
Tinggi = 20 cm IPAL PT SIER
b. Jenis cacing tanah yang digunakan
adalah Lumbricus Rubellus
c. Panjang cacing tanah= 7-10 cm
d. Usia cacing tanah = 3 bulan
e. Berat Sludge = 5 kg
f. Berat jerami padi =1,4kg
3.2.3 Parameter Diamati
a. Rasio C/N
b. Kromium (Cr)
c. Tembaga (Cu) Dari tabel diatas dapat diketahui
bahwa Sludge IPAL PT SIER mempunyai
karakteristik rasio C/N yang rendah dan
3.3 Cara Kerja memiliki kandungan logam berat kromium
3.3.1 Tahap Persiapan dan tembaga diatas baku mutu SNI 19-7030-
Tahap persiapan ini meliputi 2004. Maka perlu dilakukan pengolahan
persiapan media vermikomposting dan proses dengan menggunakan proses
aklimatisasi cacing tanah. Tahap persiapan vermikomposting. Untuk memulai proses
yaitu dilakukan pemisahan lumpur dengan air pengomposan dengan kondisi ideal maka
perlu dilakukan penambahan bahan organik Lumbricus Rubellus untuk menurunkan rasio
yang mempunyai nilai karbon (C) yang tinggi C/N pada kompos.
agar nilai rasio C/N dapat memenuhi sesuai Grafik pengaruh jumlah cacing tanah dan
baku. analisis menunjukkan kandungan waktu pengomposan terhadap Penurunan
karbon (C) yang tinggi bisa didapatkan pada rasio C/N
jerami padi. Selain memiliki nilai karbon
yang tinggi jerami padi juga merupakan
bahan organik yang mudah membusuk yang
disukai oleh cacing tanah Lumbricus
Rubellus.
Tabel analisa Awal Jerami Padi

Grafik diatas menunjukkan bahwa


selama proses pengomposan rasio C/N dalam
media vermikomposting mengalami
penurunan pada semua reaktor dan waktu
dapat diketahui bahwa jerami padi
sampling yang dijalankan. Karena
mempunyai kandungan karbon (C) dan
mikroorganisme dan cacing tanah dalam
nitrogen (N) yang tinggi dari Sludge IPAL PT
media pengomposan mampu menguraikan
SIER, sehingga jerami padi dapat digunakan
dengan baik bahan-bahan organik yang
sebagai bahan campuran dalam proses
terdapat dalam media pengomposan. Niali
vermikomposting.
C/N rasio merupakan salah satu parameter
Tabel analisa Awal Campuran Sludge
utama yang digunakan untuk menentukan
dengan jerami padi sebelum proses
tingkat kematangan dan kualitas kompos.
vermikomposting
Dari kelima reaktor tersebut sudah
memenuhi kandungan rasio C/N pada standar
kualitas kompos sesuai dengan SNI 19-7030-
2004 yaitu minimal 10 dan maksimal 20.
Penurunan rasio C/N terendah terdapat pada
jumlah cacing 10 ekor dengan hasil 20,92
karena jumlah cacing tanah yang
Tabel diatas menunjukan bahwa ditambahkan dalam reaktor kurang sehingga
setelah pencampuran Sludge dengan jerami proses dekomposisi menjadi lambat
padi mempunyai rasio C/N yang tinggi. (Anggraini.,2014). Hasil penurunan rasio C/N
Peningkatan rasio C/N pada media campuran terbaik didapat pada reaktor kelima dengan
Sludge dan jerami padi karena terjadi jumlah cacing 30 ekor dengan waktu
peningakatan karbon pada media hal ini pengomposan 40 hari yaitu diperoleh hasil
dikarenakan jerami padi memiliki kandunan 14,87 karena semakin banyak jumlah cacing
karbon yang tingg yang ditambahkan maka bahan organik yang
terdekomposisi semakin banyak dan nilai
4.2 Kondisi Rasio C/N Selama Proses rasio C/N akan semakin rendah.
Vermikomposting Menurut Grigatti.(2011) dalam
Pengomposan menggunakan Sludge Kurniasih (2012), Nilai C/N erat
dan Jerami mengandug rasio C/N masih hubungannya dengan dekomposisi unsur
diatas baku mutu standar kualitas kompos karbon dan nitrogen, hal ini menunjukan
maka perlu dilakukan proses bahwa nilai C-organik dan nitrogen secara
vermikomposting menggunakan cacing tanah
tidak langsung akan mempengaruhi nilai
rasio C/N.
Perubahan nilai C dan N pada kompos
merefleksikan dekomposisi material organik
dan proses stabilisasi selama proses
pengomposan berlangsung. Nitrogen
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
pembentukan sel-sel tubuhnya dan karbon
sebagai sumber tenaga bagi mikroorganisme
untuk berkembang biak dengan baik. Grafik diatas menjelaskan tentang
penyisihan tembaga (Cu) pada kompos
4.3 Kondisi Logam Berat kromium (Cr) dengan jumlah cacing tanah 30 ekor adalah
dan tembaga (Cu) Pada Kompos penyisihan presentase terbesar yaitu 21,18%
Selama Proses Vermikomposting dan penyisihan terendah waktu pengomposan
Pengomposan menggunakan Sludge 40 hari dengan jumlah cacing tanah 10 ekor
dan Jerami masih mengandug logam berat yaitu 13,32%.Kandungan tembaga pada
kromium dan tembaga masih diatas baku reaktor vermikomposting semuanya belum
mutu standar kualitas kompos maka perlu memenuhi kandungan tembaga (Cu) pada
dilakukan proses vermikomposting standar kualitas kompos sesuai dengan SNI
menggunakan cacing tanah Lumbricus 19-7030-2004 yaitu maksimal 100 mg/kg.
Rubellus untuk menurunkan kandungn Hal ini dikarenakan kandungan Cu pada awal
kromium dan tembaga pada kompos. pengomposan yang terlalu besar yaitu
Grafik pengaruh jumlah cacing tanah dan 1297,54 mg/kg sehingga penyisihan tembaga
waktu pengomposan terhadap penyisihan kurang maksimal.
kandungan Cr Pada saat proses vermikomposting
kandungan logam berat kromium dan
tembaga dalam kompos semakin berkurang
dari kandungan logam berat awal sebelum
proses vermikomposting hal ini dikarenakan
kandungan logam berat yang berada dalam
kompos diakumulasi oleh cacing tanah dalam
jaringannya sehingga kandungan logam berat
awal lebih besar pada saat akhir proses
vermikomposting. Cacing tanah dapat
Grafik diatas menunjukan penyisihan mengakumulasi konsentrasi logam berat
kromium (Cr) dengan jumlah cacing tanah 30 dalam jaringan tubuh mereka (Zigmontiene
ekor adalah penyisihan presentase terbesar et al., 2014)
yaitu 36,58% dan penyisihan terendah pada Panday.,(2012) menjelaskan bahwa
hari ke 40 dengan jumlah cacing tanah 10 cacing-cacing mengumpulkan logam berat
ekor yaitu 22,85%. Dari kelima reaktor dalam jaringan mereka. Umumnya cacing
vermikomposting semuanya sudah memenuhi tanah perlu mengkonsumsi sejumlah besar
kandungan Kromium(Cr) pada standar tanah untuk mencapai gizi mereka sehari-
kualitas kompos sesuai dengan SNI 19-7030- hari, Logam berat tersedia secara bebas
2004 yaitu maksimal 210 mg/kg. kemudian diserap oleh usus epitel, dengan
Grafik pengaruh jumlah cacing tanah dan cara ini cacing tanah cenderung
waktu pengomposan terhadap penyisihan mengumpulkan cukup jumlah logam berat
kandungan Cu dalam ususnya.
Presentase penyisihan kromium pada jumlah cacing 10 ekor dengan waktu
kompos lebih besar dari tembaga yaitu pengomposan 8 hari yaitu 6,16%.
kromium sebesar 36,58% dan tembaga
21,18% hal ini diduga karena logam Cu pada 4.2 Saran
kandungan awal pengomposan yang terlalu 1. Dalam penelitian ini unsur makro pada
besar yaitu 1297,54 mg/kg sehingga jalannya kompos yang diamati adalah nitrogen,
penyisihan logam berat kurang maksimal. karbon dan rasio C/N, maka disarankan
Hal ini diperkuat oleh untuk meninjau unsur lain seperti
shahmansouri.,(2005) menyatakan bahwa kalium, phospor, suhu dan Ph.
dalam penelitiannya kandungan tembaga 2. kandungan logam berat yang diamati
lebih besar dari kandungan kromium dengan dalam kompos adalah kromium (Cr) dan
waktu vermikomposting selama 60 hari tembaga (Cu), maka disarankan untuk
Penyisihan Cr lebih besar dari pada Cu, yaitu meninjau kandungan logam berat lain
penyisihan kromium sebesar 64,81% dan seperti Pb, Ni, Zn dan Cd.
tembaga 43,38%.
5.Daftar Pustaka
5.Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan Afriyansyah Budi., 2010,”Vermikomposting
Dari hasil penelitian dapat diperoleh Oleh Cacing Tanah Pada Empat Jenis
kesimpulan sebagai berikut : Bedding”.Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
1. Pengomposn dengan menggunakan
cacing tanah Lumbricus Rubellus dapat Anggraini Triana Setya., 2014 “Proses
menurunkan kandungan rasio C/N dan Vermikomposting Dari Sludge
kandungn kromium (Cr) dan tembaga PT.SIER Untuk Menurunkan
(Cu) Kandungan Kromium (Cr)” Jurusan
2. Kondisi maksimum penurunan rasio C/N Teknik Lingkungan, UPN “Veteran”
sebesar 14,87 pada reaktor 5 dengan Jawa Timur. Surabaya
jumlah cacing 30 ekor pada
pengomposan hari ke 40 dan penurunan Anjangsari Eki., 2010 “Komposisi Nutrien
terendah 45,60 terjadi pada reaktor 1 (NPK) Hasil Vermikomposting
dengan jumlah cacing 10 ekor dengan Campuran Feses Gajah (Elephas
waktu pengomposan 8 hari. Maximus Sumatrensis) Dan Seresah
3. Kondisi maksimum penyisihan Menggunakan Cacing Tanah”
kandungan kromium (Cr) pada kompos Program Studi Biologi. Institut
sebesar 36,58% pada reaktor 5 dengan Teknologi Sepuluh Nopember.
jumlah cacing 30 ekor pada Surabaya.
pengomposan hari ke 40 dan penyisihan
terendah terjadi pada reaktor 1 dengan Astuti Nani Dwi., 2001 “Pertumbuhan Dan
jumlah cacing 10 ekor dengan waktu Perkembangan Cacing Tanah
pengomposan 8 hari yaitu 8,39%. Lumbricus Rubellus Dalam Media
4. Kondisi maksimum penyisihan Kotoran Sapi Yang Mengandung
kandungan Tembaga (Cu) pada kompos Tepug Darah” Fakultas Kedokteran
sebesar 21,18% pada reaktor 5 dengan Hewan. Institut Pertanian Bogor.
jumlah cacing 30 ekor pada Bogor.
pengomposan hari ke 40 dan penyisihan
terendah terjadi pada reaktor 1 dengan Ganjari Leo Eladisa 2012 “Kemelimpahan
Jenis Collembola Pada Habitat
Vermikomposting”. Program Studi (IPAL PT SIER (PERSERO))”.
Biologi. Universitas Katolik Widya Jurusan Teknik Lingkungan UPN
Mandala Madiun. Madiun “Veteran” Jawa Timur. Surabaya.

Imanudin Oki., Benito A Kurnani., Siti Rahmatullah Firli., 2013” Potensi


Wahyuni. 2015 “ Pengaruh Nisbah Vermikompos Dalam Meningkatkan
C/N Campuran Feses Itik Dan Serbuk Kadar N Dan P Pada Pupuk Dari
Gergaji (Albizzia Falcata) Terhadap Limbah Tikar Pandan, Pelepah Pisang
Biomassa Cacing Tanah Lumbricuss Dan Sludge Ipal Pt. Djarum”Jurusan
Rubellus” Pascasarjana Ilmu Kimia. Universitas Negeri Semarang.
Peternakan Fakultas Peternakan, Semarang.
Universitas Padjadjaran. Bandung
Shahmansouri M R., H Pourmoghdas.,Ar
Kurniasih Novyana., 2012” Pengomposan Parvaresh., H Alidadi “ Heavy Metals
Lumpur Pengolahan Air Dengan Bioaccumulation by Iranian and
Limbah Pertanian” Sekolah Pasca Australian Earthworms (Eisenia
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. fetida) in the Sewage Sludge
Bogor Vermicomposting” Dept of
Environmental Health, School of
Mashur. 2001. “Vermikompos (Kompos Public Health, Isfahan University of
Cacing Tanah) Pupuk Organik Meical Science. Iran
Berkualitas Dan Ramah Lingkungan”.
Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Soetopo Rina S., Sri Purwati., Krisna
Teknologi Pertanian (IPPTP). Septianingrum. 2005 “Pemanfaatan
Mataram. NTB. Indonesia. Aktivitas Lumbricus Rubellus Untuk
Penanganan Limbah Padat Proses
Maulida Abdul Aziz.,2015”Budidaya Cacing
Tanah Unggul Ala Adam Deinking Industri Kertas” Peneliti
Cacing”Jakarta: Agromedia Pustaka Kelompok Lingkungan Balai Besar
Pulp Dan Kertas.
Metcalf and Eddy., 2003 ”Waste Water
Engineering Reuse And Disposal” Mc Zigmontiene Ausra, Indre Liberyte., 2014
Graw Hill, New York. ”Heavy Metals (Cr, Cd, And Ni)
Concentrations in Sewage Sludge and
Mulyani Happy., 2014 ”Optimasi Bioaccumulation By California
Perancangan Model Pengomposan” Earthworms in the Process of
Jakarta: Trans Info Media
Vermicomposting" Departement of
Panday Raju.,2012 “Analysis of Toxic Metals Environmental Protection, Vilnius
(Cd, Pb, Zn, Cu, fe) in Earthworm Gediminas Technical University.
Species (Eisenia fetida, Perionyx, and Lithuania
Lampito mauritii) and Their Vermi
Culture” Ministry of Science and
Technology, Singha
Durbar.Kathmandun Nepal

Prabarini, N., 2012. “Laporan Kerja Praktek


Instalasi Pengolahan Air Limbah

Anda mungkin juga menyukai