PENDAHULUAN
Disfungsi ereksi (DE) yang lebih dikenal dengan impoten oleh masyarakat
merupakan masalah kesehatan umum yang banyak dialami pria seiring dengan
Prevalensi dan insideni disfungsi ereksi meningkat pada usia diatas 40 tahun.
Data menunjukkan tingkat kejadian disfungsi ereksi di Asia adalah 7-15% untuk
usia 40-49 tahun dan 39-49% untuk usia 60-70 tahun (Mills et al, 2012). Untuk
diperkirakan 16% laki-laki usia 20-75 tahun mengalami disfungsi ereksi (Mulhall,
2008).
Berdasarkan hasil penelitian dari Cologne Male Survey oleh Braun,dkk benign
prostat hyperplasia (BPH) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya disfungsi
ereksi (Sidney and Felipe, 2013). Selain BPH penyakit seperti hiperlipidemia,
Benign prostat hyperplasia (BPH) juga merupakan gangguan yang paling sering
dialami pria yang semakin meningkat pada usia diatas empat puluh tahun. Berupa
pembesaran dari kelenjar prostat yang dapat menggangu proses bekemih (Sidney
fungsi saluran kencing mereka. Umumnya gejalanya seperti merasa penuh pada
kandung kemih (filling), sering buang air kecil di malam hari (nokturia), mengeluh
mengeluarkan urin saat berkemih harus dengan lebih kuat dari biasanya (force and
flow of the urinary stream). Meskipun BPH bukanlah penyakit yang mengancam
jiwa, namun secara serius dapat mempengaruhi kualitas hidup (MK,Li et al., 2015)
Tahun 2013 BPH menjadi penyakit urutan kedua terbanyak di Indonesia setelah
penyakit batu saluran kemih yakni kurang lebih 13 juta penderita, maka dapat
secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 0,8 juta pria atau 2,5% menderita
Hasil studi analisis pada 198 artikel yang relevan oleh Glina juga menyatakan
bahwa terdapat data yang kuat yang menunjukkan BPH merupakan faktor resiko
terjadinya disfungsi ereksi. (Sidney and Felipe, 2013). Berupa adanya peningkatan
tonus adrenergik akan memicu pertumbuhan pada prostat yang lama kelamaan akan
Hasil data penelitian “The Multinational Survey of the aging Male (MSAM-7)”
mengatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat dan konsisten antara BPH dan
disfungsi ereksi. Sehinga orang yang mengalami BPH dianjurkan untuk melakukan
evaluasi tentang masalah fungsi ereksi nya dan sebaliknya (Mauro et al., 2011).
Mangunkusumo yang dilakukan pada 100 subjek pasien BPH didapatkan delapan
persen tidak memiliki libido, 17% tidak bersenggama, 45% sulit mencapai ereksi,
55% sulit mempertahankan ereksi, 33% tidak mencapai orgasme, 26% tidak
mengalami ejakulasi, dan 41% menyatakan tidak puas dalam berhubungan seksual
Untuk menentukan derajat berat ringannya BPH, maka dibuatlah suatu skoring,
salah satunya skoring International Prostate Symptoms Score (IPSS) yang diambil
indeks fungsi ereksi yang dikenal dengan International Index of Erectile Function-
5 (IIEF-5). (Purnomo, 2011). Selain skor IPSS dan IIEF-5, indeks kualitas hidup
Quality Of Life (QOL) merupakan komponen penilaian yang juga penting untuk
menilai efek keseluruhan klinis dari pasien BPH. Satu pertanyaan pada skor
berguna untuk menilai dampak gejala penyakit BPH pada kualitas hidup pasien
tentang gambaran disfungsi ereksi pada pasien BLUD Rumah Sakit Umum Cut
Meutia Kabupaten Aceh Utara dan mengingat besarnya pervalensi BPH serta
terdapat hubungan yang kuat dan konsisten antara BPH dan disfungsi ereksi,
Berdasarkan uraian ringkas dalam latar belakang masalah diatas, yang menjadi
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) di BLUD Rumah Sakit Umum Cut Meutia
BLUD Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun
2017 – 2018.
2. Bagaimana gambaran disfungsi ereksi berdasarkan derajat BPH di
BLUD Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun
2017 – 2018.
BLUD Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun
2017 – 2018.
Hiperplasia (BPH).
Hiperplasia (BPH).
1. Penis
Penis adalah alat kelamin jantan. Penis merupakan organ eksternal, karena
berada di luar ruang tubuh. Pada manusia, penis terdiri atas tiga bangunan silinder
berisi jaringan spons. Dua rongga yang terletak di bagian atas berupa jaringan spons
korpus kavernosa. Satu rongga lagi berada di bagian bawah yang berupa jaringan spons
korpus spongiosum yang membungkus uretra. Ujung penis disebut dengan glans penis.
Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya banyak
mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa. Bila ada suatu rangsangan,
rongga tersebut akan ter isi penuh oleh darah sehingga penis menjadi tegang dan
berwujud cairan (urinasi dan sebagai alat bantu reproduksi) (Wylie and Linda, 2011).
2. Skrotum
Skrotum adalah kantung (terdiri atas kulit dan otot) yang membungkus testis
atau buah zakar. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta di depan perineum.
Skrotum berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Diantara skrotum
kanan dan skrotum kiridibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot
dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat ototyang berasal dari
penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Pada skrotum manusia
dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis. Rambut pubis mulai tumbuh sejak
rongga tubuh. Fungsi ini dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh
sistem otot rangka yang menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi
testis atau membiarkan testis menjauhi dinding tubuh agar lebih dingin. Pada
manusia, suhu testis sekitar 34°C. Pengaturan suhu dilakukan dengan mengeratkan
menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan