Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi tua akan
dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, pada
masa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada
makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan sel dan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru – paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan
regenerative yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai penyakit, sindroma, dan
kesakitan dibangding dengan orang dewasa lain (Khalifah, 2016).
Angka usia harapan hidup (UHH) dunia tercatat usia 67 tahun, untuk laki – laki
usia 65 tahun dan perempuan usia 69 tahun. Menurut CIA World berdasarkan PBB pada
tahun 2005-2010 urutan populasi penduduk angka usia harapan hidup (UHH) penduduk
Indonesia rata – rata 71 tahun menempati peringkat ke-108 dunia sedangkan nomor satu
adalah monako rata – rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012).
Penggolongan lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Healt
Organization (WHO) Tahun 1999 meliputi: Usia pertengahan (middle age), 45-59 tahun
lanjut usia (elderly) 60-74 tahun lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usai sangat tua
(very old) diatas 90 tahun (Maryam, 2008).
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia yaitu 60 tahun ke atas, dimana ini
sesuai dengan Undang – undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2. Menurut Undang – undang, lanjut usia adalah sesorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Depkes RI, 2009).
Perubahan yang terjadi pada lansia secara fisik meliputi semua sistem yang ada
dalam tubuh. Mulai dari sistem integument, respirasi, kardiovaskuler, pencernaan,
musculoskeletal, neurologis, sensori, perkemihan, reproduksi, endokrin dan imunitas
(Touhy & Jett, 2010). Pada sistem perkemihan, lansia mengalami perubahan secara
fisiologis, seperti pernurunan kapasitas kandung kemih, peningkatan kontraksi kandung
kemih yang menyebabkan ekskresi urine secara tidak sengaja, peningkatan produksi
urine di malam hari dan pada pria terjadinya pembesaran kelenjar prostat (Meiner, 2015).
Di dunia, hampir 30 juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40% usia
60-70 tahun meningkat menjadi 50 % dan usai lebih dari 70 tahun telah mencapai 90%.
Di Amerika Serika, hampir 14 juta pria menderita BPH. Prevelensi dan kejadian BPH
terus meningkat pada tahun 1994-100 dan tahun 1998-2007 (Parsons, 2010). Di
Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan
ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 hingga 65 tahun dan diperkirakan bahwa
kurang lebih 5% pria Indonesia yang berumur 60 tahun atau lebih (Susanto et al.,2014).
Benigna Prostat Hyperplasia adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan pengendalian hormone prosat (Elin, 2011). BPH (Begnigna
Prostate Hyperplasia) atau disebut pembesaran kelenjar prostat merupakan salah satu
masalah genitouriari yang prevalensi dan insidennya meningkat seiring dengan
bertambahnya usia (Parsons, 2010).
Pembesaran kelenjar prostat menyebabkan terjadinya hambatan aliran urine,
sehingga pasien akan merasakan keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS). Pada pasien BPH penyebab retensi urine yaitu sekitar 65
% pada laki – laki dewasa. Retensi urine dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya
pertumbuhan bakteri karena adanya statis aliran urine. Pembesaran prostat juga
menyebabkan masih tersisanya urine didalam kandung kemih karena mengalami
dekompensasi sehingga juga meningkatkan resiko pertumbuhan bakteri di saluran kemih
dan munculnya kondisi seperti batu saluran kemih (Azia, et al.,2018)
Menurut PPNI retensi urine merupakan pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang Sandat BRSU
Tabana, retensi urine merupakan salah satu diagnose yang lazim digunakan. Hal ini dapat
dilihat dari faktor – faktor yang berhubungan dengan retensi urine berupa peningkatan
tekanan uretra, kerusakan arkus refleks, blok spingter, disfungsi neurologis (misalnya
trauma, penyakit saraf), dan efek agen farmakologis. Pada penderita retensi urine ini
biasanya sering terjadi berupa sensasi penuh dalam kandung kemih selain itu gejala pasca
berkemih berupa urin menetes (dribbling), nyeri pada saat miksi (dysuria)/tidak ada
produksi urin (anuria), distensi kandung kemih, inkontinensia berlebih dan residu urine
150 ml atau lebih

B. Rumusan Masalah
Penulis membatasi penulisan masalah ini dalam dua bagian yaitu mengenai konsep
penyakit dan asuhan keperawatan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Konsep penyakit yang membahas tentang anatomi dan fisiologi, definisi,etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan pemeriksaan diagnostic pada pasien lansia
dengan gangguan sistem urogenital
2. Asuhan Keperawatan yang membahas tentang pengkajian, rumusan diagnostic,
intervensi keperawatan, dan evaluasi dari pasien lansia dengan gangguan sistem
urogenital
C. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan asuhan keperawatan tentang sistem urogenital untuk
mengetahui organ – organ yang berperan dalam ekstresi dan produksi

B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa itu urogenital
2. Untuk mengetahui organ apa saja yang ada dalam sistem urogenital
3. Mengetahui masalah urogenital dalam asuhan keperawatan

C. Sistematika penulisan
Metode penulisan yang di lakukan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan mereview
dari berbagai literature, dari jurnal dan buku tentang gangguan sistem urogenital pada lansia

Anda mungkin juga menyukai