Anda di halaman 1dari 25

Moratorium Prodi S1 Farmasi

Moratorium prodi farmasi adalah penghentian sementara pendirian prodi farmasi.


Secara umum latar belakang pendirian prodi farmasi adalah untuk regenerasi SDM apoteker
yang pada akhirnya diharapkan apoteker2 ini dapat mengatasi masalah kesehatan
Indonesia. beberapa pihak menyetujui moratorium karena prodi Farmasi yang ada sekarang
sudah teramat banyak namun kualitas pelayanan pendidikan dan tingkat akreditasi yang
ada masih jauh di bawah standardisasi yaitu minimal akreditasProdi Farmasi adalah B
sehingga program kerja dari moratorium ini menjadi sangat penting untuk
diberlakukan. Moratorium perlu dilaksanakan dengan catatan pembatasan wilayah
moratorium khususnya pada daerah-daerah dengan prodi farmasi yang akreditasinya masih
rendah, moratorium ini diberi jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk menekan angka
apoteker yang membludak serta jeda waktu dalam peningkatan kualitas prodi dan
mahasiswanya. Selain itu perlu dilakukan penataran ulang pengawasan mutu dan sistem
perizinan pendirian prodi farmasi yang melibatkan APTFI dan IAI.

Hal ini merupakan suatu langkah besar untuk perbaikan sistem kuantitas-kualitas pendidikan
farmasi di Indonesia agar lulusan-lulusan farmasi yang bisa dikomprehensifkan dengan
pendidikan apoteker dapat menjalani tugas mulianya dengan lebih efektif dan cerdas.

Namun ada beberapa pihak kurang setuju dengan adanya moratorium S1 Farmasi ini. International
Pharmaceutical Federation dan WHO merekomendasikan negara berkembang salah
satunya Indonesia agar memiliki rasio ideal 1 apoteker untuk 2.000 penduduk, namun kenyataannya
Indonesia hanya memiliki rasio 1:4528 (2016) sehingga dapat dikatakan Indonesia masih sangat
membutuhkan tenaga kesehatan yaitu apoteker. Dari rekomendasi WHO ini moratorium S1 Farmasi
perlu dipertimbangkan lagi. Untuk mengatasi masalah kualitas apoteker yang kurang dapat
dilakukan dengan memperbanyak jumlah Fakultas Farmasi yang ada S1 Farmasi yang di luar Jawa
dengan tidak hanya melakukan sentralisasi di Jawa namun juga di luar dengan cara bertahap. Solusi
lain yaitu dengan menurunkan biaya peningkatan akreditasi yang selama ini memberatkan prodi S1.
Tidak hanya peningkatan kualitas apoteker peningkatan kuantitas pun juga dibutuhkan karena di
Indonesia sudah banyak kualitas apoteker yang bagus namun tidak terdistribusi secara merata
karena perbedaan gaji antara apoteker di pulau jawa dan di luar jawayang menyebabkan apoteker
dan s1 farmasi masih lebih terkonsentrasi di pulau jawa saja.

PERLUKAH MORATORIUM PRODI FARMASI?


Menjamurnya Prodi S1 Farmasi dikarenakan farmasi memang merupakan salah
satu prodi yang terbilang cukup bergengsi namun sayangnya, kekecewaan untuk
(lagi-lagi) Kemenristekdikti yang sampai saat ini cukup ceroboh untuk
memberikan izin pendirian Prodi Farmasi dengan pengawasan dan visitasi yang
alakadarnya sehingga pantas untuk diminta pertanggungjawabannya terhadap 50
Prodi Farmasi yang Non akreditasi dan 30 Prodi Farmasi berakreditas C.
Kemenristekdikti seolah hanya mengejar APK dengan tidak memperhatikan
kualitas yang pada dasarnya berlawanan dengan prioritas programnya yaitu
kualitas. Yang menambah rasa kecewa adalah ketika APTFI dan IAI tidak
dilibatkan dalam pemberian ijin operasional Prodi Farmasi.

Kita pun harus melihat bahwa ketimpangan penyebaran apoteker di Indonesia juga
menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan, mengingat buruknya derajat
kesehatan di daerah luar pulau jawa yang tentu harus diselesaikan. Hal ini
sepertinya menjadi alasan yang masuk akal untuk menjadi latar belakang
pembukaan Prodi Farmasi baru. Bila kita melihat rasio perbandingan apoteker
dengan masyarakat ( 1:4552 ) yang masih jauh dari rekomendasi dari WHO (
1:2000), apakah moratorium menjadi hal yang penting untuk dilakukan?

Beberapa hari yang lalu tepatnya pada Selasa, 12 Juli 2016 dilaksanakan diskusi
online ISMAFARSI tepat pukul 19:00 WIB. Kajian yang diadakan oleh Staff Ahli
Nasional Kajian, Strategi dan Advokasi ISMAFARSI yakni Desy Rahmawati
dengan moderator Hindun Rismi sebagai Staff Ahli Nasional Pharmaceutical
andScienceEducation (PSE) mengusung tema yang sedang hangat saat ini yaitu :
Perlukah Moratorium Prodi Farmasi?

Moratorium atau pemberhentian sementara menjadi semakin popular belakangan


ini terutama dengan hebohnya berita mengenai diberlakukannya moratorium pada
FK baru. Lantas apakah moratorium juga diperlukan untuk prodi farmasi?

Meskipun kajian berlangsung berlangsung alot, namun didapatlah hasil dari kajian
tersebut yaitu bahwa Moratorium perlu dilaksanakan dengan catatan pembatasan
wilayah moratorium khususnya pada daerah DTPK serta daerah dengan prodi
farmasi yang akreditasinya masih rendah, moratorium ini pun diberi jangka waktu
tertentu sebagi uji coba dan dalam jangka waktu tersebut akan dinilai kualitas dari
jalannya Prodi Farmasi yang berdiri. Tujuannya untuk menekan angka apoteker
yang membludak serta jeda waktu dalam peningkatan kualitas prodi dan
mahasiswanya. Selain itu perlu dilakukan kajian ulang pengawasan mutu dan
sistem perijinan pendirian prodi farmasi yang melibatkan APTFI dan IAI .

Hindun Rismi sebagai moderator menambahkan ” Adapun data-data seperti


kebutuhan per daerah dan data lain yang mendukung yang belum dapat diberikan
serta teknis detail moratorium harus diklarifikasikan pada APTFI. Hasil klarifikasi
akan disampaikan sebagai referensi baru jika ada pandangan kita yang berubah. “

Untuk lebih jelasnya berikut adalah link data dari Majelis APTFI dan pandangan
dari Staf Ahli Pharmaceutical ScienceandEducation ISMAFARSI periode 2014-
2016 terkait Moratorium Prodi Farmasi
................

Balada Dokter dan Apoteker: Perdebatan yang


Belum Berujung
12 Juli 2016 11:13 Diperbarui: 12 Juli 2016 11:13

1204 7 3

Sumber: stok foto istimewa | huffingtonpost.ca

Hari ketiga Lebaran kemarin, aku membaca sebuah status seorang dokter yang
mempertanyakan plang praktik apoteker di facebook. Bagi masyarakat awam, mungkin status
ini hanya sebuah berita lalu. Namun bagi profesi apoteker dan dokter, ternyata status ini
sangat menarik perhatian. Hal ini bisa dilihat dari jumlah like, share dan comment yang
mencapai ratusan.
Bagi yang memperhatikan, memang ada hal yang agak lain di plang apotek belakangan ini.
Selain plang nama apotek dan nama apoteker penanggung jawab, di apotek itu juga terdapat
plang praktek apoteker lengkap dengan jam dan hari prakteknya. Sejak ada regulasi
pemasangan plang praktek itu, aku sudah mendengar kasak kusuknya.

Banyak orang mengira, plang praktek tersebut menandakan apoteker bisa praktik
mendiagnosis dan mengobati seperti dokter. Padahal tidak seperti itu. Yang bisa dilakukan
apoteker adalah membantu pasien yang mau melakukan swamedikasi (tentu dengan obat
golongan bebas dan bebas terbatas bukan obat keras) dan memberikan informasi terkait obat.

Sebenarnya bagiku, plang praktik apoteker agak aneh juga. Bila ada apotek atau klinik yang
buka dari jam 8 pagi sampai jam 9 malam kemudian di situ tertulis apotekernya praktek jam 9
pagi sampai jam 3 sore. Lalu sisanya, siapa yang menyerahkan obat pada pasien? Tidakkah
masyarakat khawatir dilayani oleh orang yang bukan ahli obatnya? Gak khawatir kalau dia
menyarankan obat yang salah?

Dia memiliki 2 alasan membuat status tersebut. Secara singkat, yang pertama adalah dia
merasa ada jarak di antara dokter dan apoteker. Jarak tersebut karena belum saling pahamnya
kompetensi dan kewenangan masing-masing profesi. Menurutnya, daripada menjadi kasak
kusuk, terutama akhir-akhir ini karena masalah papan praktek, beliau sengaja menjadikan itu
sebagai pintu masuk untuk saling memahami kompetensi dan kewenangan masing-masing
profesi. Alasan yang kedua adalah karena beliau merasa penting memahami kompetensi dan
kewenangan masing-masing profesi sehingga perlu baginya untuk membuat diskusi terbuka
di status facebooknya tersebut.

Aku lalu menghabiskan waktu pagiku untuk membaca diskusi dalam status tersebut. Tadinya
aku berharap dapat membaca sebuah diskusi yang ilmiah dan objektif. Tapi ternyata yang aku
dapat sebagian komentar tidak jauh berbeda dengan saling cercanya pendukung Prabowo dan
Jokowi. Jujur aku agak sedih.

Orang yang lulus menjadi apoteker dan dokter dididik dengan tidak main-main. Empat tahun
pendidikan sarjana dan 1–2 tahun pendidikan profesi. Masak diskusi kayak gitu sih?
Untungnya dokter yang punya status menempatkan diri sebagai moderator yang baik. Beliau
menghapus komentar yang tidak baik dan meminta penjelasan komentar yang ngambang.
Dokter tersebut dalam status maupun komentar tambahannya sebenarnya menyertakan tautan
regulasi tentang profesi dokter dan apoteker serta hubungan keduanya di negara lain.
Harapannya, orang-orang yang berkomentar bisa membuka tautan tersebut sebelum
berkomentar atau menjawab komentar. Dia menyayangkan sebagian orang yang belum
sempat membuka tautan sehingga diskusi ada yang bergerak ke saling cerca.

Ada seorang dokter yang menulis di kolom komentar, “Saya kasihan pada sejawat saya di
sebuah kota X yang tadinya praktik kemudian tutup dan tempatnya menjadi toko asesoris
mobil. Namun apotek di sekitar tempat itu pengunjungnya sangat ramai. Bila nanti apoteker
merangsek ke pelosok, eksistensi dokter bisa terkubur dalam.”

Aku jadi mempertanyakan kepercayaan dokter tersebut pada ilmu yang dia miliki. Tidak
mungkin apoteker bisa menggantikan dokter karena ilmu mengenai diagnosis penyakit kami
yang apoteker ini tidak mendalam. Mengenai diagnosis penyakit, kami hanya sekadar tau.
Ilmu spesifik kami mengenai obat. Tentang pembuatan obat, nasib obat tersebut dalam tubuh,
dan perubahan apa yang dilakukan obat pada tubuh manusia.

Tak berapa lama kemudian ada yang berkomentar, “Saya dokter di kota X yang tempat
prakteknya jadi toko asesoris mobil. Saya ogah-ogahan praktiknya karena harus disiplin.
Padahal dibanding praktik, saya lebih menuruti jadwal touring yang tidak tentu. Kalau
pasiennya dikasih dokter pengganti, pasiennya pada gak jadi periksa. Apotek dan dokter di
sini segmennya beda kok dalam hal pengobatan. Apotek hanya melayani penyakit ringan
seperti batuk pilek. Kalau yang gak bisa pake obat bebas, mereka akan lempar ke dokter.
Praktik saya jangan dijadikan acuan.”

Aku tertawa membaca komentar ini. Tidakkah dokter yang merasa eksistensinya terancam
tadi tahu kata tabayyun?

Banyak dokter yang mempertanyakan apotek yang menjual obat keras (terutama antibiotika)
tanpa resep dokter. Ada seorang apoteker yang menjawab, dia terpaksa memberikan obat
keras karena pasien memaksa dan daripada pasien mendapatkan obatnya di tempat lain.
Buatku, itu cuma dalih untuk membenarkan hal yang salah.

Apapun alasannya, penjualan obat keras tanpa resep dokter adalah salah. Buat apa obat
digolongkan obat bebas dan obat keras bila ternyata semua boleh diberikan tanpa syarat?
Obat keras yang tergolong obat wajib apotek pun memiliki kondisi tertentu untuk bisa
diserahkan tanpa resep dokter. Bukan asal diberikan.

Dokter yang memasang status tadi juga baik sekali karena mau menyimpulkan hasil diskusi
tadi. Kesimpulannya, sudah ada standar profesi masing-masing mereka tinggal membacanya,
dalam setiap profesi ada oknum yang tidak melaksanakan standar keprofesiannya dan tugas
organisasi profesi untuk mendisiplinkan anggotanya, serta perlu adanya diskusi yang lebih
baik untuk meminimalkan salah paham.

Tentang ini, aku jadi ingat ketika aku pindah kontrakan beberapa waktu lalu. Kontrakanku
yang baru letak ruangannya agak aneh sehingga aku merasa bingung untuk menata
perabotanku yang tidak seberapa. Aku lalu menghubungi temanku seorang arsitektur untuk
membantuku. Dia lalu menjawab, “Aih, itu mah kerjaan desainer interior, kamu! Aku bisa aja
sih, tapi kan bukan wewenangku yang kayak begitu. Ntardeh, aku bilang sama temenku
desainer interior. Moga-moga bisa ngasih diskon khusus.”

Seharusnya di dunia kesehatan, kita bisa juga seperti itu. Kita bisa tau wilayah kerja masing-
masing profesi. Bila sudah di luar wilayah swamedikasi, apoteker harus menyarankan pasien
untuk konsultasi ke dokter. Bukan menyarankan penggunaan obat-obat keras. Demikian juga
dengan dokter, perlu tau bahwa obat-obatan itu ranahnya apoteker.

Sehingga dokter (seharusnya bukan cuma dokter, tetapi perawat dan bidan juga) tidak perlu
menyimpan dan memberikan obat pada pasien sendiri. Serahkan resep pada apotek dan
apoteker akan menyerahkan obat pada pasien lengkap dengan cara minum dan informasi
penyimpanannya. Dan dengarkan juga bila apoteker menanyakan kerasionalan resep terkait
sediaan, farmakokinetika, dan farmakodinamika obat.

Apoteker dan Dokter: Saudara Seibu


yang Lama Terpisah
Rosi Setyo Nugroho

JournalOct 6, 2015

Tiga hari ini saya terusik dengan isi pembicaraan di grup pesan instan saya, baik WhatsApp, Line,
milis, bahkan hingga isi lini masa media sosial yang sedang ramai membicarakan dua profesi
kesehatan Apoteker dan Dokter.

Ini bermula dari kompas.com yang melansir berita bertajuk “Ahok: Dokter Tuh Kadang Suka Sok Jadi
Apoteker, Tahu Gak” yang dimuat pada hari Sabtu, tanggal 3 Oktober 2015 kemarin yang jelas
menimbulkan kontroversi di kalangan tenaga kesehatan.

Saya adalah seorang Apoteker, walaupun saya sudah 1 tahun memilih untuk berkarir di ranah riset
pengembangan bisnis salah satu ritel layanan kesehatan domestik, saya masih aktif dalam kegiatan
organisasi profesi Indonesian Young Pharmacist Group (IYPG), yang merupakan bagian dari Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI) sebagai wadah apoteker muda untuk berkarya.

"Berita ini ramai dibicarakan dalam lingkaran sosial saya


yang notabene banyak berisi tenaga kesehatan"
Berita ini ramai dibicarakan dalam lingkaran sosial saya yang notabene banyak berisi tenaga
kesehatan. Salah satu rekan sejawat saya yang waktu itu hadir di acara Hisfarsi (Himpunan Seminat
Farmasi Rumah Sakit Indonesia, Red.) sebagaimana dikutip berita tersebut, Ratu RalnaIsmuha,
seorang praktisi radiofarmasi dan ketua IYPG Jakarta, menginformasikan ketimpangan sudut
pandang yang disajikan berita tersebut dan dia membagikan tautan video rekaman pidato Pak Ahok
hari itu dari akun YouTube Pemprov DKI (menit ke 12:00 hingga 55:00) yang sebenarnya
menceritakan usaha milik Ibunda Pak Ahok dan pengalaman Pak Ahok mengelola bisnis apotek
keluarganya.

Dari satu lembar halaman berita yang dilansir portal berita online ternama, dimulailah peperangan
opini di lini masa media sosial saya. Hal ini mengingatkan saya akan dua peristiwa yang saking
hebohnya sempat mempolarisasi masyarakat online: Pilpres Indonesia 2014 dan Perdebatan Sengit
“WhiteandGoldor Black andBlueDress-Gate” awal tahun ini.

Hal ini belum berakhir juga, pagi ini saya melihat gambar ini beredar di berbagai grup pesan instan
sebagai berikut.

Terlepas dari tendensi yang santer diopinikan berbagai macam khalayak baik yang pro maupun
kontra, jelas ada selisih paham antar profesi. Opini yang disampaikan oleh DrFitaMoeslichan terkait
penyerahan antibiotik yang dari cerita tersebut diberikan tanpa peresepan oleh dokter dan
penggunaan obat yang kurang tepat indikasi memang potret yang memprihatinkan di lapangan.
"Terlepas dari tendensi yang santer diopinikan berbagai
macam khalayak baik yang pro maupun kontra, jelas
ada selisih paham antar profesi"
Ini bisa jadi esai 12 halaman jika kita bahas satu persatu bukti ilmiah dan standar pelayanan pasien
di sini, namun bukan itu yang ingin saya soroti kali ini. Ada selisih paham baik dari petugas yang
memberikan obat kepada pasien tanpa resep—yang tentunya sangat disayangkan—serta
DrFitaMoeslichan yang belum mengetahui ranah praktik profesi apoteker dengan paripurna.

Saya akan coba menjembatani selisih paham ini, paling tidak agar masyarakat tahu, siapa itu
apoteker dan apa kewenangannya.

Ranah Pekerjaan Keprofesian

Dalam Permenkes 35/2014 Pasal 2 (b) disebutkan tentang pelayanan farmasi klinik yang
meliputi pengkajian resep; dispensing; pelayanan informasi obat (PIO); konseling; Pelayanan
Kefarmasian di rumah (homepharmacycare); Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek
Samping Obat (MESO); dan dalam PP 51 tahun 2009 telah diatur pekerjaan kefarmasian yang
tercantum di dalamnya ranah kompetensi seorang apoteker.

Saya sebagai apoteker generasi millenial dan berkesempatan mengunjungi beberapa negara untuk
pengembangan keilmuan, merasa beruntung karena saya dapat melihat bagaimana profesi apoteker
berkembang di seluruh dunia, mulai dari yang masih mencoba mengenal profesi apoteker dan
mendefinisikan pekerjaan profesinya—di Sri Lanka profesi apoteker pertama diluluskan pada tahun
2011 lalu—hingga negara yang melahirkan penelitian pengobatan biomolekuler terkini—seperti
Amerika Serikat, RRC, Jepang dan negara-negara Eropa.

"Saya sebagai apoteker generasi millenial dan


berkesempatan mengunjungi beberapa negara untuk
pengembangan keilmuan, merasa beruntung karena
saya dapat melihat bagaimana profesi apoteker
berkembang di seluruh dunia"
Di Indonesia sendiri, profesi apoteker sedang dalam upayanya memenuhi amanah undang-undang
untuk menghadirkan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat. Pemerintah sudah mengakui
keberadaan kami, namun eksistensi kami tidak serta merta muncul.

Perkembangan Ilmu Kefarmasian di Indonesia

Saya cukup paham bahwa pergeseran paradigma kompetensi profesi kesehatan agaknya kurang
tersampaikan kepada rekan profesi lainnya, misalnya tentang kewenangan bidan dalam peresepan,
atau ranah pekerjaan seorang perawat.

Saya baru tahu ketika saya diharuskan untuk belajar tata kelola klinik dan mendefinisikan Instruksi
Kerja bagi tiap bagian saat saya masih aktif praktek di lapangan. Jangankan untuk profesi lain, bagi
rekan seprofesipun hal ini masih dianggap hal asing. Ilmu kefarmasian berubah paradigma di setiap
dekade tidak hanya di Indonesia, hal ini terjadi secara simultan di seluruh belahan dunia.
"Ilmu kefarmasian berubah paradigma di setiap dekade
tidak hanya di Indonesia, hal ini terjadi secara simultan
di seluruh belahan dunia"
Apoteker yang lulus di era 80-an hampir bisa dipastikan menghabiskan masa studinya dalam
laboratorium kimia mempelajari aspek struktural suatu senyawa, apoteker yang lulus di era 90-an
berkejaran dengan perkembangan keilmuan yang sangat pesat di tanah Eropa dan Amerika
utamanya dalam pelayanan kesehatan, mungkin apoteker yang menyelesaikan studi di tahun 2000-
an baru familiar dengan konsep pelayanan kefarmasian tidak hanya di rumah sakit.

Kami yang lulus di era milenial, mempelajari tentang kolaborasi antar-profesi penyedia
layanan kesehatan terintegrasi berbasis bukti ilmiah mulai dari obat didesain strukturnya, hingga
dampak hasil akhir metabolisme obat yang kita keluarkan ke lingkungan.

Oleh karena itu saya suka bawel kalo ada ganja ratusan kilogram di bakar di dekat pemukiman
publik, atau sediaan farmasi yang tidak jelas nasibnya pasca bencana alam.

Profesi kami sendiri memiliki tantangan untuk memajukan tidak hanya pola pikir praktisi yang
harusnya berkembang seiring tuntutan zaman, namun juga memajukan kompetensi teknis sebagai
bentuk tanggung jawab yang diemban.

Percaya atau tidak, kami juga disumpah sebelum diberikan hak menyandang gelar Apoteker,
didepan pemuka agama, keluarga, akademisi, perwakilan pemerintah, serta yang paling sakral: Kitab
Suci.

"Percaya atau tidak, kami juga disumpah sebelum


diberikan hak menyandang gelar Apoteker, didepan
pemuka agama, keluarga, akademisi, perwakilan
pemerintah, serta yang paling sakral: Kitab Suci"
Dokter dan Apoteker: Saudara Seibu

Jika kita tarik lebih jauh ke belakang, ada hal yang sering dilupakan oleh banyak tenaga kesehatan:
bahwa awalnya profesi dokter dan apoteker adalah satu, dari sejak zaman manusia berhasil mencari
penawar atas sakitnya hingga akhirnya pada awal abad ke-13 Kerajaan Sicilia di tanah Eropa
berpendapat bahwa perkembangan keilmuan yang begitu kompleks harus dipisahkan untuk
mengedepankan keselamatan masyarakat dan menciptakan sistem “checkandbalance” baru lebih
dari satu setengah abad kemudian di tahun 1407 di Pharmacists’ Code ofGenoa dinyatakan separasi
kedua profesi secara konstitusi.

Jika tidak dipisahkan, obat-obat baru tidak akan tercipta karena dokter akan kewalahan
mendiagnosis pasien. Begitupun dengan perkembangan pengetahuan tentang penyakit, hal ini akan
sulit dicermati jika tidak ada apoteker yang membantu dokter dalam pemilihan dan penyerahan
obat pada pasien.

Pemisahan ini juga didasarkan semakin kompleksnya kebutuhan manusia untuk tetap sehat,
sesederhana itu.
"Pemisahan ini juga didasarkan semakin kompleksnya
kebutuhan manusia untuk tetap sehat, sesederhana itu"
----

Pekerjaan rumah kami sebagai Apoteker memang masih banyak, tetapi kami tidak hanya berdiam
diri. Perubahan itu ada dan pasti, saya kenal baik dengan akademisi, birokrat, teknokrat, praktisi,
dan bahkan mahasiswa yang tidak berhenti berkerja demi membentuk profesi kesehatan yang lebih
handal dalam menjadi penyambung hidup manusia, tidak hanya Apoteker dan Dokter saja, tetapi
semua profesi kesehatan.

Apotek rakyat tidak seharusnya ditutup

Apotek Rakyat
Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian
yaitu penyerahan obat dan perbekalan kesehatan tetapi tidak boleh melakukan peracikan.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Masyarakat luas akan semakin mudah memperoleh obat dengan diterbitkannya Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 284/Menkes/Per/III/2007
tanggal 8 Maret 2007 tentang Apotek Rakyat. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian,
Apotek Rakyat harus mengutamakan obat generik.

Selain itu Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan
obat-obat palsu, obat kadaluarsa, dan obat yang tidak jelas asal-usulnya serta mencegah
penyalahgunaan obat. Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh obat dengan
mudah, murah dan aman. Di samping itu Pendirian Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk
meningkatkan penertiban peredaran obat-obatan di sentra-sentra perdagangan yang
selama ini telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).

Untuk dapat mendirikan Apotek Rakyat, selain harus melengkapi syarat administrasi, juga
harus mengantongi ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Untuk
memperoleh ijin tidak dipungut biaya.

Syarat lain Apotek Rakyat adalah adanya sarana dan prasarana berupa komoditi, lemari
obat, lingkungan yang terjaga kebersihannya. Apotek harus mudah diakses masyarakat
serta memiliki bangunan yang dapat menjamin obat atau perbekalan kesehatan lainnya
bebas dari pencemaran atau rusak akibat debu, kelembaban dan cuaca.

Dalam Permenkes No. 284/Menkes/Per/III/2007 termaktub standar dan persyaratan Apotek


Rakyat. Dalam hal ketenagaan, sama seperti apotek lainnya, setiap Apotek Rakyat harus
memiliki apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.

Melalui Permenkes ini, pedagang eceran obat dapat mengembangkan diri menjadi Apotek
Rakyat setelah memenuhi syarat tertentu. Sementara itu, pedagang eceran obat yang
statusnya sudah berubah menjadi Apotek Sederhana secara langsung dianggap telah
menjadi Apotek Rakyat. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota harus mengganti Izin Apotek
Sederhana selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkannya
Permenkes ini (8/3).

Apotek Rakyat dapat merupakan satu atau gabungan dari paling banyak empat pedagang
eceran obat. Gabungan pedagang eceran obat dibawah satu pengelola harus memiliki
ikatan kerjasama berbentuk badan usaha atau bentuk lainnya serta berada pada lokasi yang
berdampingan.

Disebutkan pula bahwa pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan semestinya
dilakukan sesuai dengan pengaturan pemerintah terhadap perencanaan, pengadaan dan
penyimpanan yang ditetapkan. Pengeluaran obat perlu memakai sistem FIFO (First In First
Out). Maksudnya obat yang lebih dulu dibeli atau disimpan pengelola juga harus lebih
dahulu dijual atau dilekuarkan. Aturan lain adalah FEFO (First Expire First Out); maksudnya
obat yang tanggal kadaluarsanya lebih awal harus lebih dulu dukeluarkan atau dijual.

Dalam memberikan pelayanan, seorang apoteker pada Apotek Rakyat harus melakukan
pemeriksaan resep dan sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara resep dan obat. Apotek Rakyat dilarang menyerahkan
obat dalam jumlah besar, selain dilarang menjual obat-obatan narkotika dan psikotropika.

Pembinaan dan pengawasan terhadap Apotek Rakyat dilakukan oleh Depkes, Badan POM,
Dinkes Kabupaten/kota dengan mengikutsertakan organisasi profesi. Bila dalam
pelaksanaannya ditemukan bahwa suatuApotek Rakyat melakukan pelanggaran, maka
dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan ijin.

Tata cara memperoleh izin apotek rakyat :

 Permohonan Izin Apotek Rakyat diajukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-1.
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja
setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM
untuk melalukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek untuk melakukan
kegiatan.
 Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6
(enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh
Formulir Model APR-2
 Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-3
 Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 3, atau pernyataan dimaksud angka 4, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir Model APR-4
 Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud angka 3 masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-5Terhadap Surat Penundaan
sebagai mana dimaksud dalam ayat 6, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal Surat Penundaan.
 Terhadap permohonan izin Apotek Rakyat yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan, atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua
belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya
dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-6.

Apotek Rakyat Akan Dihapus

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pelanggaran praktik kefarmasian dilakukan


pengelola apotek rakyat di beberapa tempat. Selain menjual bebas obat-obatan
yang seharusnya memakai resep dokter, apotek rakyat juga menjadi tempat
peredaran obat ilegal. Untuk itu, keberadaan apotek rakyat diusulkan ditiadakan.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta KoesmediPriharto, Jumat (9/9), mengatakan,


usulan apotek rakyat dibubarkan dan pencabutan peraturan menteri kesehatan
(permenkes) tentang apotek rakyat sudah disampaikan kepada Gubernur DKI
Jakarta. ”Usulan pencabutan akan disampaikan kepada Menteri Kesehatan,”
ujarnya.

Usulan pencabutan permenkes itu disebabkan pelaku apotek rakyat melakukan


banyak pelanggaran aturan. Selain menjual bebas obat yang seharusnya
menggunakan resep dokter, ditemukan pula obat kedaluwarsa dan obat ilegal yang
dijual.

Apotek rakyat, kata Koesmedi, dulu diadakan karena belum ada sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Karena obat-obatan sudah ada dalam layanan JKN yang
dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, apotek rakyat
sebaiknya dihapus.

Saat dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, pemerintah sudah
merencanakan penghapusan status apotek rakyat. Selama ini, apotek rakyat
diizinkan dan diatur Permenkes Nomor 284/Menkes/SK/III/2007 tentang Apotek
Rakyat.
Nantinya, pemilik apotek rakyat diminta meningkatkan status jadi apotek atau
menurunkan jadi toko obat sesuai ketentuan. Jadi, tempat layanan farmasi yang bisa
menjual obat keras (harus dengan resep dokter) nantinya yang berstatus apotek, tak
ada lagi apotek rakyat. Toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan obat bebas
terbatas.

”Penghapusan akan diatur dalam permenkes,” ujar Linda. Targetnya, peraturan itu
terbit tahun ini. Perubahan dari apotek rakyat menjadi apotek atau toko obat butuh
masa transisi 3-6 bulan.

Pengawasan tak jalan

Menurut Koesmedi, pengawasan perdagangan obat-obatan di apotek rakyat


dilakukan suku dinas kesehatan. Pengawasan mutu dan izin edar dilakukan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sedangkan izin apoteker, administrasi, dan
pengadaan ada di dinas kesehatan.

Ia mengingatkan pedagang besar farmasi agar tak asal menjual obat kepada
pedagang tak jelas. Sementara pengelola rumah sakit dan klinik dokter diminta
mengadakan obat-obatan secara benar sesuai permenkes.

Ketua Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka Ridwan mengatakan,


pengawasan obat di apotek rakyat tak berjalan. Sebab, para apoteker tak pernah
datang langsung ke apotek rakyat, tetapi hanya menyuruh orang mengambil honor
Rp 250.000 per apotek per bulan.

Dari pemeriksaan polisi pada seorang tersangka peredaran obat kedaluwarsa,


pemilik apotek rakyat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, terungkap, pengawasan
apotek rakyat tak berjalan.

”Tersangka membeli jasa apoteker hanya untuk memenuhi syarat legal formal.
Apoteker menagih uang setiap bulan Rp 800.000, tak mengontrol obat yang datang
atau disimpan di apotek rakyat,” kata Kepala Unit II Industri dan Perdagangan
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Wahyu Nugroho.

Sementara Badan Reserse Kriminal Polri mengejar seorang pelaku pembuatan obat
ilegal. Pelaku adalah pemilik pabrik di Balaraja, Tangerang, Banten.
(JOG/SAN/HLN/WIN/WAD/MDN)
Jakarta - Menkes Nila F Moeloek memastikan apotek rakyat atau apotek
yang menjual obat tanpa adanya apoteker akan ditutup. Menkes sudah
memberi peringatan dan akan berlaku tegas. Langkah ini dilakukan guna
mencegah peredaran obat ilegal, obat palsu, dan obat kedaluwarsa.

"Ini sebenarnya sudah lama, kami sudah memberi peringatan untuk apotek
rakyat ini harus sesuai dengan bentuk apotek yang seharusnya. Ada
apoteker dan sebagainya. Dan sekarang betul ini memang akan dicabut,
dan kalau tidak mengikuti juga ini harus ditutup," jelas Nila dalam jumpa
pers di Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (15/9/2016).

"Yang tidak sesuai. Jadi kalau dia sudah memenuhi syarat menjadi apotek
tentu kita bisa memberi izin untuk melanjutkan. Tapi dengan syarat dia
menjadi apotek, tapi kalau tidak memenuhi syarat ya harus ditutup,"
tambahnya.

Sedang menurut perwakilan dari Ikatan Apoteker Indonesia Novandi,


apotek rakyat sudah tidak sesuai dengan cita-cita awal memberikan obat
murah untuk rakyat.

"Nah sekarang kan pemerintah sudah berhasil mengkampanyekan obat


generik, obat generik sudah sangat murah sekali sudah berhasil, dan obat
ini bisa didapatkan di semua apotek. Sehingga keberadaan apotek rakyat
tidak lagi menjadi strategis. Karena apotek rakyat ini kan dulunya adalah
toko-toko obat yang digabung-gabungkan menjadi semacam apotek. Nah
sekarangkan sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita awal makanya kami
sangat setuju sekali kalau pemerintah pada akhirnya akan mencabut
Permenkes tentang apotek rakyat," jelas dia.(dra/dra)

Penggunaan vaksin hpv harus di wajibkan


bagi seluruh wanita
HPV
Human papillomavirus atau HPV adalah virus yang dapat menyebabkan
tumbuhnya kutil di berbagai bagian tubuh. Virus ini hidup pada sel-sel kulit dan
memiliki lebih dari 100 jenis. Ada sekitar 60 jenis HPV penyebab kutil yang biasanya
menginfeksi bagian-bagian tubuh seperti kaki dan tangan, sementara 40 lainnnya
memicu munculnya kutil kelamin.

Tidak semua HPV dapat menyebabkan kanker. Namun ada beberapa jenis HPV yang
berbahaya, seperti HPV 16 dan HPV 18, berpotensi besar memicu terjadinya kanker
serviks. WHO (World HealthOrganisation) memperkirakan sekitar 70% kanker serviks
disebabkan oleh kedua jenis HPV tersebut.

Saat ini, terdapat dua jenis vaksin HPV yang telah terdistribusi di seluruh penjuru dunia,
termasuk Indonesia. Vaksin jenis bivalen dan kuadrivalen ini terbukti efektif untuk
mencegah infeksi HPV, termasuk mencegah kejadian kanker serviks. Maka dari itu,
vaksinasi HPV ini sangat disarankan untuk kelompok wanita usia remaja, terutama usia
9-14 tahun.

Cara Penularan HPV

Sebagian besar penularan HPV terjadi akibat adanya sentuhan langsung kulit ke kulit
dengan pengidap. Demikian pula dengan benda yang terkontaminasi virus HPV.

Hubungan seksual juga termasuk salah satu sarana penularan virus ini pada kelamin.
Misalnya melalui kontak langsung dengan kulit kelamin, membran mukosa, pertukaran
cairan tubuh, serta seks oral atau anal.

Gejala dan Jenis Kutil Akibat HPV

HPV cenderung tidak menimbulkan gejala sehingga jarang disadari oleh pengidap.
Sistem kekebalan tubuh kita juga biasanya akan memberantas infeksi HPV sebelum
virus ini menyebabkan gejala sehingga tidak membutuhkan penanganan.

Namun apabila tubuh kita tidak berhasil memberantasnya, infeksi HPV dengan jenis
tertentu berpotensi menyebabkan kanker serviks. Karena itu, para wanita dianjurkan
untuk selalu memeriksakan kesehatannya serta menjalani vaksin pencegah HPV.

Jika infeksi HPV sampai pada tahap menimbulkan gejala, indikasi utama adalah
tumbuhnya kutil. Jenis kutil terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu:

 Kutil biasa yang umumnya berupa benjolan bulat yang kasar.


 Kutil plantar atau mata ikan. Kutil ini berbentuk rata dengan lubang di tengahnya yang
terkadang disertai titik-titik hitam.
 Kutil datar (flat wart) dengan bentuk seperti bekas cakar di kulit. Warnanya juga
beragam, bisa cokelat, kekuning-kuningan, atau merahmuda.
 Kutil filiform yang biasanya berupa bintil daging tumbuh dengan warna yang sama
seperti kulit.
 Kutil periungual. Jenis kutil yang biasa tumbuh di kaki dan tangan ini berbentuk pecah-
pecah seperti kembang kol serta menebal di lempeng kuku.

Sementara kutil kelamin umumnya dapat berupa lesi datar serta bentol dengan
permukaan pecah-pecah yang mirip kembang kol. Kutil ini akan menyebabkan rasa
gatal, tapi jarang terasa sakit.

Apabila kutil yang Anda derita terasa sakit, gatal atau mengganggu penampilan,
hubungilah dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Faktor Risiko Dalam Infeksi HPV

Infeksi HPV sangat mudah menular dan dapat terjadi pada siapa saja. Terdapat
sejumlah faktor yang berpotensi meningkatkan risiko seseorang untuk terkena virus ini.
Faktor-faktor risiko tersebut meliputi:

 Sering berganti pasangan. Berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan akan
mempertinggi risiko Anda.
 Berbagi pemakaian barang pribadi, seperti handuk, saputangan, atau kaus kaki.
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya mengidap HIV/AIDS atau menjalani
kemoterapi.
 Kulit yang rusak, contohnya pada luka terbuka.
 Usia. Kutil biasa umum diderita oleh anak-anak, sementara kutil plantar dan kelamin
lebih sering terjadi pada remaja dan kalangan dewasa muda.
 Tidak menjaga kebersihan, misalnya ke kamar mandi umum tanpa mengenakan alas
kaki.

Proses Diagnosis Infeksi HPV

Diagnosis infeksi HPV yang utama adalah melalui pemeriksaan kutil. Apabila tidak ada
kutil yang muncul, dokter akan menganjurkan beberapa tes untuk membantu proses
dianosis. Jenis-jenis pemeriksaan yang mungkin dijalani pasien dapat berupa:

 Tes larutan asam asetat. Kulit di bagian genital yang terinfeksi virus HPV akan
berubah menjadi putih setelah diolesi larutan asam asetat sehingga mudah terdeteksi.
 Pap smear dan tes DNA. Dalam tes ini, dokter akan mengambil sampel sel-sel dari
serviks dan vagina untuk diperiksa di laboratorium. Tes Pap smear juga dapat
digunakan untuk mendeteksi keabnormalan sel serviks yang dapat berubah menjadi
kanker.

Metode Pengobatan Infeksi HPV

Setelah diagnosis positif, terdapat 2 metode medis yang dapat Anda pilih, yaitu
penanganan dengan obat atau prosedur operasi.

Penanganan melalui obat umumnya menggunakan obat oles dan membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk menghilangkan kutil. Beberapa contoh obat oles untuk
mengatasi kutil adalah:
 Asam salisilat yang berfungsi mengikis lapisan kutil secara bertahap.
 Asam trikloroasetat yang akan membakar protein dalam sel-sel kutil.
 Imiquimod yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap HPV.
 Podofilox yang bekerja dengan menghancurkan jaringan pada kutil kelamin.

Selain obat oles, kutil juga dapat diatasi dengan langkah operasi yang
meliputi cryotherapy, bedah listrik, operasi pengangkatan, dan bedah laser.

Beberapa jenis HPV bahkan dapat memicu perubahan abnormal pada sel-sel serviks.
Perubahan yang tidak segera terdeteksi dan ditangani ini bisa berkembang menjadi
kanker serviks. Meski jarang, perubahan abnormal pada sel-sel penis serta anus juga
termasuk komplikasi yang dapat ditimbulkan infeksi HPV.

Langkah Pencegahan Infeksi HPV

Kutil memang dapat hilang tanpa penanganan khusus, tapi bukan berarti virus HPV juga
ikut lenyap. Virus ini akan tetap bersembunyi dalam tubuh pengidap dan dapat
menularkannya kepada orang lain.

Langkah utama pencegahan infeksi HPV adalah vaksinasi. Cervarix, Gardasil, serta
Gardasil 9 merupakan jenis-jenis vaksin HPV yang dapat membantu mencegah kutil
kelamin serta kanker serviks.

Vaksin ini umumnya dianjurkan bagi remaja perempuan dan dapat diberikan sejak usia
10 tahun hingga 26 tahun.

Di samping vaksinasi, terdapat sejumlah langkah pencegahan yang mungkin berguna.


Langkah-langkah sederhana tersebut meliputi:

 Hindari menyentuh kutil secara langsung. Segera mencuci tangan dengan sabun
apabila tidak sengaja menyentuh kutil.
 Jangan berganti-ganti pasangan dan setialah pada pasangan Anda.
 Gunakan kondom tiap kali berhubungan seks. Meski tidak sepenuhnya efektif,
langkah ini dapat mengurangi risiko penularan.
 Menjaga kebersihan, misalnya mengenakan alas kaki di tempat umum yang lembap
(seperti tepi kolam renang) dan memakai kaus kaki yang bersih.
 Hindari berbagi pemakaian barang pribadi, seperti pisau cukur atau gunting kuku.

Kenali Apa Itu Vaksin HPV

Vaksin HPV adalah jenis vaksin yang berfungsi untuk mencegah infeksi virus HPV
(human papillomavirus). Vaksin HPV umumnya diberikan kepada perempuan
sebelum aktif melakukan hubungan seksual. Akan tetapi, vaksin ini juga dapat
diberikan kepada laki-laki untuk lebih melindungi pasangannya dari terkena
infeksi HPV.
Virus HPV dapat menyebabkan infeksi pada kulit, menimbulkan kutil kelamin, serta
menyebabkan kanker. Kanker yang disebabkan oleh HPV dapat berupa kanker serviks,
vulva, vagina, penis, dan anus. HPV juga dapat menyebabkan kanker pada bagian
belakang tenggorokan, pangkal lidah, dan amandel, yang disebut juga kanker orofaring.
HPV menyebar melalui hubungan seksual, termasuk melalui seks oral.

Hingga saat ini, vaksin HPV diketahui dapat mengurangi risiko infeksi HPV, terutama di
organ kelamin. Vaksin ini juga berperan penting dalam menurunkan jumlah kasus dan
penyebaran kanker serviks.

Indikasi Vaksin HPV

Berdasarkan analisis terhadap beberapa penelitian, vaksin HPV idealnya diberikan


kepada anak perempuan dan laki-laki pada usia 9-12 tahun. Tujuannya adalah untuk
memberikan kekebalan terhadap infeksi HPV sebelum penerima vaksin aktif melakukan
hubungan seksual. Vaksin HPV akan bekerja lebih baik jika diberikan pada saat masih
remaja, dibanding ketika diberikan sesudah dewasa.

Namun, bila belum menerima atau belum lengkap menerima vaksin HPV saat usia 9-12
tahun, vaksin HPV dapat diberikan kepada perempuan berusia 13-26 tahun. Vaksin HPV
juga dapat diberikan kepada perempuan yang sudah aktif melakukan hubungan seksual.
Namun, perlu diingat bahwa vaksin ini tidak dapat mengobati infeksi HPV yang sedang
terjadi.

Peringatan Vaksin HPV

Vaksin HPV tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada perempuan yang sedang
hamil atau kepada orang yang sedang sakit berat. Selain itu, vaksin HPV sebaiknya tidak
diberikan kepada orang yang memiliki alergi terhadap komponen vaksin atau pernah
mengalami alergi setelah diberikan vaksin HPV sebelumnya. Bagi Anda yang memiliki
alergi terhadap lateks atau ragi, beri tahu dokter sebelum menerima vaksin HPV.

Meskipun vaksin HPV tidak disarankan untuk diberikan kepada ibu hamil, sejauh ini
vaksin HPV tidak menimbulkan efek samping kepada janin. Namun, jika ibu hamil ingin
mendapatkan vaksin ini, dia harus menunggu hingga persalinannya selesai.

Persiapan sebelum Pemberian Vaksin HPV

Sebelum seseorang mendapatkan vaksin HPV, dokter terlebih dahulu akan memeriksa
kondisi fisiknya untuk memastikan bahwa dia sehat. Dokter juga akan menanyakan
riwayat medis orang tersebut terkait vaksin HPV. Jika pernah menerima vaksin HPV,
dokter akan menanyakan tentang waktu pemberian vaksin HPV sebelumnya, dan
menanyakan apakah dia mengalami alergi atau efek samping setelah mendapatkan
vaksin. Tujuannya adalah untuk menghindari kemungkinan munculnya reaksi alergi
atau efek samping dari vaksinasi HPV.
Prosedur Pemberian Vaksin HPV

Vaksin HPV akan diberikan oleh dokter dalam bentuk suntikan. Dokter umumnya akan
melakukan penyuntikan di bagian lengan atas. Selain di lengan atas, dokter dapat
melakukan penyuntikan vaksin HPV di bagian paha bagian atas. Metode penyuntikan
yang dilakukan adalah injeksi intramuskular atau penyuntikan ke dalam otot.

Vaksinasi HPV akan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Vaksinasi yang dilakukan sebanyak 2
kali ditujukan kepada anak berusia 9-14 tahun. Rentang waktu antara suntikan pertama
dan kedua adalah 6-12 bulan.

Sedangkan vaksinasi HPV yang dilakukan sebanyak 3 kali ditujukan kepada remaja dan
dewasa berusia 15-26 tahun. Peserta vaksinasi HPV yang sistem imunnya terganggu
juga dapat menjalani vaksinasi sebanyak 3 kali. Rentang waktu antara suntikan pertama
dan kedua adalah 1-2 bulan. Sedangkan rentang waktu antara suntikan kedua dan
ketiga adalah 6 bulan.

Anak-anak dan remaja perempuan akan diberi tahu kapan waktu vaksinasi HPV perlu
dilakukan. Pemberitahuan ini biasanya disampaikan melalui sekolah atau oleh dokter.
Bagi orang tua yang anak perempuannya sudah menjalani vaksinasi HPV dosis pertama,
namun melewatkan dosis kedua, harus segera memberitahukan hal ini kepada dokter.

Setelah Pemberian Vaksin HPV

Setelah menerima vaksin, disarankan untuk beristirahat terlebih dahulu selama 15


menit setelah penyuntikan. Tujuannya adalah untuk menghindari munculnya efek
samping setelah penyuntikan, seperti pusing dan sakit kepala. Dokter akan memantau
kondisi penerima vaksin hingga diperbolehkan untuk pulang.

Meskipun vaksinasi HPV dapat mencegah kanker serviks, penerima vaksinasi tetap
disarankan untuk menjalani papsmear secara rutin sesuai jadwal yang
direkomendasikan oleh dokter. Vaksinasi HPV sangat efektif dalam mencegah kanker
serviks, namun perlu diingat bahwa prosedur ini tidak bisa mencegah infeksi menular
seksual lainnya.

Risiko Pemberian Vaksin HPV

Vaksinasi HPV tergolong aman, dan jarang menimbulkan efek samping. Efek samping
vaksinasi HPV dapat berupa:

 Pusing
 Mual
 Muntah
 Sakit kepala
 Lemas
 Pingsan
Segera temui dokter jika efek samping tersebut muncul, agar dapat diberikan
penanganan secepatnya

Vaksin HPV: Vaksin Wajib Bagi Semua


Wanita Dan Anak-Anak
RA'IDAH AZYYATI FAUZIYAH SURTANA

808

Kamis, 15 Juni 2017

Pada 10 Juni lalu, Indonesia dikejutkan dengan kabar duka kepergian Julia Perez ke pangkuan
Illahi. Penyanyi dan pemain film berusia 37 tahun tersebut harus beristirahat untuk selama-
lamanya setelah 4 tahun berjuang melawan kanker serviks yang dideritanya. Meskipun kondisi
Jupe melemah sejak tiga bulan yang lalu, namun kabar kematiannya tetap mengejutkan publik
sebab Jupe selalu menunjukkan ketegaran dan semangat ingin sembuh. Indonesia sangat
menyayangi Jupe, namun Tuhan jauh lebih menyayangi wanita kelahiran Jakarta tersebut.

Kepergian Jupe pun seakan membangunkan publik mengenai bahaya kanker serviks. Jika
Ladies belum mengetahui apa itu kanker serviks, Ladies bisa mengeceknya di artikel ini. Secara
singkat, kanker serviks adalah kanker yang menyerang bagian leher rahim wanita, atau daerah di
antara vagina dan kantong rahim. Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma
Virus), yang memiliki lebih dari 100 strain virus. Hingga saat ini, hanya dua jenis virus HPV yang
dianggap paling berbahaya yaitu HPV 16 dan HPV 18, yang keduanya menyebabkan 70% kasus
kanker serviks. Hingga saat ini, cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah mencegah
infeksi HPV karena 99% kanker serviks diakibatkan oleh HPV. Pencegahan infeksi tersebut
dapat dilakukan dengan pemberian vaksin HPV. Ada beberapa fakta mengenai vaksin HPV yang
harus Ladiesketahui. Yuk kita simak sama-sama di bawah ini ya, Ladies.

Vaksin HPV ternyata sudah harus diberikan sejak usia 11 tahun.

Foto: naturalnews.com
Sedia payung sebelum hujan. Lakukan vaksin sebelum aktif secara
seksual.

Kanker serviks memang menyerang perempuan yang aktif secara seksual, namun vaksin HPV
ternyata sebaiknya diberikan sejak dini. Para ahli mengatakan bahwa semakin muda seseorang
mendapatkan vaksin ini, maka kerja vaksin HPV ini akan semakin efektif. Anak perempuan
disarankan mendapatkan vaksin ini mulai usia 11 tahun, sementara laki-laki mulai usia 11 tahun
hingga 26 tahun. Pemberian vaksin HPV ini, selain akan melindungi diri dari strain virus HPV
yang menyebabkan penyakit kutil kelamin, laki-laki juga dapat menurunkan risiko
penularan strain virus HPV penyebab kanker serviks pada pasangan seksualnya di kemudian
hari.

Jika sampai saat ini Ladies belum mendapatkan vaksin HPV, maka segeralah lakukan vaksin
HPV.

Jika Ladies sudah aktif secara seksual tetapi belum divaksin,


lakukan papsmearterlebih dahulu.

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Jika Ladies belum mendapatkan vaksin HPV
padahal sudah aktif secara sekual, segeralah dapatkan vaksin. Namun sebelumnya, Ladies
harus melakukan papsmeartest terlebih dahulu. Pap smeartest adalah pemeriksaan sel lapisan
leher rahim. Dari pemeriksaan ini bisa diketahui apakah kondisi leher rahim Ladies masih normal
atau sudah terjadi perubahan sel yang mengindikasikan kelainan. Jika hasil papsmear normal,
Ladies boleh langsung mendapatkan vaksin HPV. Namun jika tidak normal. dokter akan
melakukan pemeriksaan lanjutan (biopsi/ pemeriksaan invasif lain) untuk memastikan terjadi atau
tidaknya proses keganasan.

Bagaimanakah prosedur pemberian vaksin HPV?

Foto: kevinmd.com

Ada dua jenis vaksin HPV yang tersedia di Indonesia, yaitu Gardasil dan Cervarix. Gardasil
melindungi tubuh dari infeksi virus HPV strain 6, 11, 16, dan 18. Virus HPV strain 6 dan 11
adalah penyebab utama penyakit kutil kelamin. Cervarix melindungi tubuh dari infeksi virus
HPV strain 16 dan 18. Vaksin ini disuntikkan ke lengan bagian atas. Vaksin HPV perlu diberikan
3x dalam jangka waktu 6 bulan. Vaksin HPV kedua diberikan 1-2 bulan setelah vaksin HPV
pertama. Vaksin HPV ketiga diberikan 6 bulan setelah vaksin HPV pertama.

Apakah vaksin HPV memiliki efek samping?

Setelah mendapatkan vaksin HPV, Ladies akan mengalami efek samping selayaknya vaksin
pada umumnya, yaitu berupa nyeri dan kemerahan pada daerah bekas suntikan. Selain itu, ada
efek samping cukup berat yang tidak umum tapi bisa terjadi, yaitu pingsan dan pembekuan darah
balik. Untuk menghindari pingsan, sebaiknya Ladies duduk selama minimal 15 menit setelah
pemberian vaksin. Pembekuan darah balik biasanya terjadi pada pasien yang mengonsumsi obat
kontrasepsi oral.

Satu hal yang perlu diingat, wanita hamil sebaiknya tidak mendapatkan vaksin ini. Hingga saat ini, belum
ada penelitian mengenai efek samping vaksin terhadap kehamilan. Selain itu, orang dengan alergi
terhadap komponen-komponen yang ada dalam vaksin ini (seperti lateks atau yeast) sebaiknya juga tidak
divaksin. Terakhir, apabila Ladies sedang sakit, sebaiknya lebih baik Ladies sembuhkan dulu tubuh
Ladies. Akan lebih baik jika Ladies berdiskusi dengan dokter mengenai kesehatan Ladies sebelum
mendapatkan vaksin ini.

Pemanfaatan tenaga nuklir untuk pengendalian faktot penyakit

Bidang Kedokteran

Teknologi nuklir dapat dimanfaatkan untuk kesehatan, baik untuk diagnosa maupun untuk
pengobatan atau terapi.

Dengan menggunakan radiasi dari isotop radioaktif cobalt pada dosis tertentu terhadap sel-
sel kanker, sel-sel ini akan mati, sedangkan sel-sel normal tidak begitu terpengaruh selama
pengobatan. Selain itu untuk mendiagnosa penyakit pasien tanpa harus melakukan
pembedahan, para dokter biasanya menggunakan sinar-X. Selain itu, kedokteran nuklir
juga mampu mendeteksi adanya kekambuhan penyakit kanker.

Sejak puluhan tahun lalu, berbagai rumah sakit nasional telah memanfaatkan radioisotope
produksi dalam negeri guna keperluan diagnosa atau pun terapi aneka macam penyakit.

Bidang kedokteran telah mengambil manfaat dari teknik nuklir seperti pemeriksaan medik
dengan menggunakan pesawat gamma kamera, renograf-prototipe yang berguna untuk
diagnosis fungsi ginjal, pesawat sinar X-prototipe yang berguna sebagai diagnosis anatomi
organ tubuh, Thyroiduptake-prototipe untuk uji tangkap gondok, dan brachterapi yang
digunakan sebagai terapi kanker rahim, pemeriksaan jantung koroner, dan mendeteksi
pendarahan pada saluran pencernaan.

Selain untuk Brakiterapi, radisotop Cs-137 dan Co-60 juga dimanfaatkan untuk Teleterapi,
meskipun belakangan ini teleterapi dengan menggunakan radioisotop Cs-137 sudah tidak
direkomendasikan lagi untuk digunakan. Meskipun pada dekade belakangan ini jumlah
pesawat teleterapi Co-60 mulai menurun digantikan dengan akselerator medik. Radioisotop
tersebut selain digunakan untuk brakiterapi dan teleterapi, saat ini juga telah banyak
digunakan untuk keperluan Gamma Knife, sebagai suatu cara lain pengobatan kanker yang
berlokasi di kepala.

Generator radioisotop-pun saat ini juga berperan besar dalam memproduksi radioisotop
untuk kesehatan, terutama kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan
generator Mo-99/Tc-99m merupakan dampak positif dalam aplikasi nuklir untuk kesehatan
dan farmasi. Dengan generator ini masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan
jarak terhadap tempat yang memproduksi radioisotop, selain juga mengurangi dosis yang
diterima oleh pasien.

Teknologi Nuklir untuk Pemandulan Vektor Malaria. Salah satu cara pemandulan
nyamuk/vektor adalah dengan cara radiasi ionisasi yang dikenakan pada salah satu stadium
perkembangannya. Radiasi untuk pemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar
X atau neutron.

Kemampuan lainnya adalah menentukan lokasi kelainan pada keadaan di mana kadar
petanda tumor dalam darah meningkat. Manfaat lain dari teknik kedokteran nuklir adalah
dapat digunakan untuk memantau fungsi organ dan mendeteksi kerusakan yang
ditimbulkan oleh pengobatan, misalnya memantau fungsi jantung penderita yang mendapat
perawatan kemoterapi. Selain itu, pencitraan tulang menggunakan teknik kedokteran nuklir
merupakan cara untuk mendeteksi penyebaran kanker ke tulang. Metode yang sama juga
digunakan juga untuk memantau. teknologi nuklir juga sangat membantu dalam
penyembuhan penyakit jantung. Teknologi nuklit memiliki kemampuan dalam
mendiagnosis dan menentukan prognosis penyakit jantung koroner. Secara umum teknik
kedokteran nuklir dalam bidang kardiologi (penyakit jantung) menggunakan kamera
gamma yang dapat digunakan untuk menilai fungsi jantung secara kualitatif dan kuantitatif.
Selain itu, dapat pula dilakukan penilaian fungsi jantung secara global maupun regional.
Selain itu, untuk memindai paru-paru dan menilai masalah pernapasan.

Menggeser atau meminimalisirkan Obat berendetdengan penggunaan obat generik


Obat Generik Tak Bergigi?
Pro dan kontra mengenai obat generik selalu menjadi isu menarik di bidang kesehatan. Tidak
pernah diketahui siapa yang mendengungkan, tetapi sebagian masyarakat, bahkan dokter, sudah
telanjur menganggap bahwa obat generik adalah obat untuk orang miskin.
Peresepan obat generik dianggap tidak bergengsi, murah, diragukan kemanfaatannya, dan
kandungan zat aktifnya di bawah standar. Harga obat generik yang murah juga tidak jarang
dijadikan alasan penolakan. Mana mungkin obat murah memberi khasiat setara obat yang mahal?
Fenomena ini menunjukkan ada yang salah dalam menjelaskan apa itu obat generik. Distorsi
informasi mengenai obat generik juga diperparah oleh kurang konsistennya pemerintah dalam
menerapkan kebijakan obat generik. Berbagai kebijakan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan
seolah-olah tak berdaya ketika berhadapan dengan realitas di lapangan.

Para dokter tetap meresepkan obat merek dagang, duta-duta farmasi tetap berkeliaran
menyodorkan obat produk perusahaan, dan masyarakat lebih memilih tidak diresepkan obat
generik. Entah apa yang keliru, tetapi kebijakan obat generik tampaknya akan selalu menemui
jalan buntu jika upaya sistematik dan komprehensif tak dilaksanakan secara intens oleh berbagai
pemangku kepentingan.
Obat generik adalah obat duplikat. Ketika suatu industri farmasi mengembangkan obat baru, yang
bersangkutan memiliki hak paten selama 15-20 tahun untuk memasarkan obat produknya tanpa
diusik industri farmasi lain. Obat yang memiliki hak paten ini lazim disebut obat originator. Setelah
masa paten terlewati, industri farmasi lain boleh memproduksi obat yang kandungan zat aktifnya
sama persis. Ini yang disebut sebagai obat duplikat atau obat generik. Jika obat generik diberi logo,
disebut obat generik berlogo. Jadi, obat merek dagang dan obat generik berlogo pada dasarnya
obat generik.
Pertanyaannya, mengapa obat generik murah, sedangkan obat originator sangat mahal? Industri
farmasi yang memproduksi obat originator harus mengeluarkan biaya yang teramat besar untuk
riset, antara lain uji pra klinik in vitro dan in vivo, uji pada hewan coba, ataupun uji klinis pada
manusia yang umumnya melibatkan ratusan hingga ribuan subyek.
Tidak demikian halnya industri farmasi yang memproduksi obat duplikat. Produsen obat merek
dagang juga tak perlu melakukan uji klinis sehingga biaya produksi obat merek dagang tak beda
dengan obat generik. Soal obat, banyak yang aneh di negeri ini. Harga obat merek dagang bisa
sama mahal dengan produk originatornya, bahkan 50-80 kali lebih mahal, padahal bahan aktif dan
kandungan sama persis. Namun, siapa yang peduli? Rakyat tak berdaya, sementara wakil rakyat
lebih memikirkan politik dan diri sendiri. Di sisi lain, pemerintah tidak punya energi untuk
mengatasi masalah ini dan tak bernyali menghadapi industri farmasi.
Obat generik hanya bertaring di puskesmas, tetapi tak bergigi di pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi, apalagi swasta. Dengan dalih harga yang terlalu murah, ketersediaan obat generik di banyak
daerah juga sering langka. Herannya, industri farmasi yang sama justru menyodorkan obat merek
dagang produk mereka yang harganya tiga kali lipat obat generik.
Lingkaran setan
Lalu, bagaimana dengan dokter? Mengapa mayoritas dokter lebih senang meresepkan obat merek
dagang? Bukan rahasia lagi, ada insentif tak kasatmata di balik peresepan obat merek dagang. Tiket
dan akomodasi gratis di hotel bintang lima untuk menghadiri seminar atau kongres yang didanai
industri farmasi. Sarapan pagi ala Eropa, makan siang sepuasnya, makan malam di restoran mahal,
siapa yang tak suka?
Toh, dokter perlu menambah ilmu, mengumpulkan poin demi poin agar setelah lima tahun dapat
memperpanjang lagi izin praktik, sesuai UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004. Kelompok
dokter seperti ini sering berujar ke pasien, kalau ingin cepat sembuh, jangan minum obat generik.
Dokter yang secara tegas menyangsikan mutu obat generik juga tidak sedikit. Pemerintah sendiri
dianggap tak transparan soal produsen yang nakal, yang sebetulnya belum 100 persen memenuhi
persyaratan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). Jadi, tak salah kita menyebut masalah obat,
dokter, industri farmasi, dan pemerintah sebagai circulusvitiosus (lingkaran setan).
Masyarakat sendiri terpolarisasi secara acak mengenai obat generik ini. Jika dulu kelompok sosial-
ekonomi menengah dan atas merasa alergi terhadap obat generik, akhir-akhir ini pun masyarakat
miskin sudah terpapar secara sistematik dengan istilah obat generik adalah obat yang tidak
menyembuhkan. Beginilah nasib obat generik. Di kota tidak dipercaya, di daerah pelosok mulai
terpojok.
Masalah mendasar lain yang tak kalah penting adalah bahan baku obat. Sekitar 96 persen bahan
baku obat masih impor dan sangat rentan terhadap fluktuasi dollar AS. Sulit memang, tetapi
bukannya tak ada solusi. Kebijakan obat harus disusun lebih komprehensif. Industri farmasi yang tak
lagi mau memproduksi obat generik dengan alasan minim profit perlu dijewer. Kalau perlu,
pengajuan registrasi untuk obat berikutnya disuspensi untuk efek jera. Pemerintah perlu terus
mendorong pemberlakuan managedcare secara nasional. Hanya lembaga asuransi berskala besar,
seperti PT Askes yang memiliki posisi tawar sangat tangguh dalam memperoleh obat dengan harga
masuk akal.
Ikatan Dokter Indonesia juga harus mengambil peran sentral mengingatkan para dokter bahwa salah
satu area kompetensi dokter adalah moral, etika, dan medikolegal. Jika di Malaysia semua dokter
pemerintah wajib menuliskan resep dalam bentuk nama generik, mengapa itu sulit dilakukan di
negara ini? Pemerintah juga tidak boleh membiarkan industri farmasi yang belum CPOB 100 persen;
karena melindungi industri farmasi nakal akan selalu memberi citra obat generik sebagai obat yang
mutunya rendah.
Terakhir, diseminasi informasi yang seimbang, terbuka, dan lugas harus selalu didengungkan ke
masyarakat bahwa obat generik memiliki mutu sama dengan obat merek dagang. Biarlah
masyarakat yang menilai industri farmasi mana yang menghasilkan obat yang patut dikonsumsi
karena terbukti mutunya.
Iwan DwiprahastoPemerhati Masalah Obat dan Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai