Pandangan psikologi terhadap sumber keagamaan dapat di kelompokkan
menjadi dua kelompok yaitu: kelompok teori monistik dan kelompok teori fakulti. Kelompok teori monistik melihat sumber jiwa beragama manusia merupakan sebuah kesatuan dalam jiwa manusia. Sementara kelompok teori fakulti melihat sumber jiwa beragama manusia merupakan gabungan dari berbagai unsur kejiwaan dalam diri manusia.1 A. Teori Monistik Menurut teori monistik sumber kejiwaan agama hanya ada satu. Dan dari satu sumber tersebut ada yang lebih dominan sebagai sumber kejiwaan agama. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan sebagai berikut:2 1. Thomas Van Aquino Menurutnya, yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah berfikir. Manusia bertuhan karena mereka berfikir. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pendapat ini masih ada sampai sekarang yang mana, para ahli mengunggulkan rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama. 2. Fredrick Hegel Hampir sama dengan pendapat Thomas. Agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal tersebut agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran. 3. Fredrick Schleimacher Yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ini maka manusia merasa dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu bergantung kepada suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya. 1 Masganti Sit, Psikologi Agama, (Medan: Perdana Publishing, 2015), 25. 2 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), 21. Manusia merasa tidak berdaya menghadapi tantangan-tantangan yang dialami, makanya mereka menggantung harapannya kepada suatu kekuasaan yang mereka angap mutlak adanya. Rasa ketergantungan ini dapat dibuktikan dengan adanya upacara keagamaan dan pengabdian kepada sesuatu yang kekuasaanyang mereka namakan Tuhan.3 4. Rudolf Otto Sumber jiwa agama adalah rasa kagum yang berasal dari The Whaly Other (yang sama sekali lain), jika seseorang dipengaruhi oleh rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari yang lain, maka keadaan mental seperti itu oleh Otto disebut “Numinous”. Perasaan itulah menurut R. Otto sebagai sumber dari kejiwaan agama manusia. 5. Sigmund Freud Unsur kejiwaan yang menjadi sumber keiwaan agama adalah lidido sexual (naluri seksual). Berdasarkan lidibo ini timbulah ide tentang Tuhan dan upacara keagamaan, melalui proses: a. Oedipus Complex Oedipus Complex yaitu mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya. Setelah ayahnya mati timbullah rasa bersalah pada diri sendiri. b. Father Image (cinta bapak) Setelah membunuh bapaknya Oedipus dihantui rasa bersalah, lalu timbul rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk membuat suatu cara sebagai penebus kesalahan manusia yang mereka lakukan. Timbullah keinginan untuk memuja arwah ayah yang telah dibunuh itu. Realisasi dari pemujaan itulah menurutnya sebagai asal dari acara kegamaan. Sigmund Freud bertambah yakin akan kebenaran pendapatnya berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa.4 6. William Mac Dougall 3 Ibid,.........22. 4 Ibid,.........23-24. Sebagai salah seorang ahli Psikologi Insting, Ia berpendapat bahwa memang insting khusus sebagai sumber agama tidak ada. Ia berpendapat, sumber jiwa keagamaan adalah kumpulan beberapa insting, dimana pada diri manusia terdapat 14 insting dan agama timbul dari dorongan insting yang terintegrasi. Namun demikian teori insting agama ini banyak mendapat bantahan dari para ahli psikologi agama. Alasannya, jika agama merupakan insting, maka setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan terdorong secara spontan kegereja, begitu mendengar lonceng gereja. Tetapi kenyataannya tidak demikian.5