Anda di halaman 1dari 66

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………

ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...

ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 3

1.1 Latar Belakang Penelitian…………………………………………………. 6

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………... 11

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………… 11

1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………………..11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………12

2.1 Kajian Teori ………………………………………………………………12

2.1.1 Sistem Panas Bumi ………………………………………………….12

2.1.2 Proses terjadinya Sistem Panas bumi ………………………………….15

2.1.3 Parameter fisik batuan ………………………………………………….19

2.1.4 Jenis dan fasa fluida ……………………………………………………22

2.1.5 Metode Simulasi Reservoir …………………………………………….32

2.2 Tinjauan Daerah Penelitian ………………………………………………36

1
2.2.1 Kondisi Geologi……………………………………………………….. 36

2.2.2 Data Geokimia………………………………………………………….39

2.2.3 Data Geofisika…………………………………………………………. 40

2.2.4 Distribusi Permeabilitas reservoir……………………………………... 42

2.2.5 Model Konseptual Lapangan Panas bumi Lahendong …………………43

2.3 Penelitian terkait ………………………………………………………….45

2.4 Kerangka pemikiran ………………………………………………………49

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………..52

3.1 Lokasi Penelitian …………………………………………………………52

3.2 Alat dan bahan .…………………………………………………………..54

3.3 Desain Penelitian …………………………………………………………54

3.4 Variabel dan Teknik Pengumpulan data ………………………………….57

3.4.1 Variabel Penelitian ……………………………………………………..57

3.4.2 Parameter Peneletian …………………………………………………..57

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data …………………………………..58

3.5.1 Simulasi Reservoir …………………………………………………..58

3.5.2 Menghitung Besar Potensi Energi Panas Bumi …………………….61

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………65

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Ringkasan PLTP panas bumi…………………………………………..9

Tabel 2.1 Nilai parameter fisik batuan…………………………………………...19

Tabel 2.2 Tabel titik didih terhadap tekanan……………………………………..23

Tabel 2.1 Volume Spesifik Terhadap Tekanan…………………………………..26

Tabel 2.2 Tabel Densitas Terhadap Tekanan………………………………...…..27

Tabel 2.3 Tabel Energi Dalam Terhadap Tekanan…………………………...….28

Tabel 2.4 Tabel Entalpi Terhadap Tekanan………………………………….…..29

Tabel 2.5 Tabel Entropy Terhadap Tekanan……………………………………..29

Tabel 2.8 Sifat Hidrokimia dari berbagai Mata air panas……………………….40

Tabel 3.1 Geometri grid dan layer………………………………………….……57

Tabel 3.2 Properti batuan reservoir………………………………………..……. 57

Tabel 3.3 Source and Sink………………………………………………….…….58

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta distribusi area panas bumi di Indonesia……………..…………8

Gambar 2.1 Model Panas Bumi………………………………..………………..13

Gambar 2.2 Manifestasi panas bumi…………………………………………….14

Gambar 2.3 Lapisan bumi……………………………………………………....16

Gambar 2.4 Lempengan-lempengan tektonik…………………………………...17

Gambar 2.5 Pergerkan lempeng-lempeng tektonik……………………………...18

Gambar 2.6 Perpindahan panas di bawah permukaan…………………………..19

Gambar 2.7 Hubungan temperature saturasi terhadap tekanan………………….24

Gambar 2.8 Pengaruh CO2 dan NaCl

Terhadap Temperatur dan Tekanan Saturasi……………………….25

Gambar 2.9 Grafik Tekanan Terhadap Densitas………………………………...28

Gambar 2.10 Hubungan Entropi Terhadap Temperatur Saturasi………………...30

Gambar 2.11 Unsur-unsur tektonik daerah Sulawesi Utara……………………...36

Gambar 2.12 Peta Geologi dan Pola Patahan Daerah Minahasa………………...37

Gambar 2.13 Evolusi Kompartemen Vulkanik Minahasa………………………38

Gambar 2.14 struktur resistivity bawah permukaan daerah Lahendong…………41

4
Gambar 2.15 Distribusi permeabilitas dan Anisotropi

Lapangan Panas Bumi Lahendong………….……………………43

Gambar 2.16 Model Konseptual Lapangan panas bumi Lahendong…………….44

Gambar 2.17 Model Konseptual Lapangan panas bumi Lahendong…………….45

Gambar 2.18 Kerangka Pemikiran……………………………………………….51

Gambar 3.1 Peta Lapangan Panas Bumi Lahendong…………….……………...52

Gambar 3.2 Desain Penelitian…………………………………………………...56

Gambar 3.3 Pengolahan Data……………………………………………………64

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di

bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Energi panas

bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Itali sejak tahun 1913 dan di

New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non‐

listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun. Meningkatnya

kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada tahun

1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk

mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan

energi panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk

pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu energi panas

bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk

pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil

produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.

Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panas bumi pertama kali

dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga

tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari

sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau

dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin

merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.

6
Setelah studi pertama gunung api aktif di pulau Jawa dan daerah hidrotermal

pada 1854, oleh Dutch Colonial Geological Survey (DCGS) di bagian awal abad

ke 20 yang memetakan perempat gunung api, Fumarol dan ladang Solfatara di

Indonesia (Hochstein & Sudarman 2008). Pada tahun 1969, setelah lama tidak aktif

akibat dampak dari mengikuti kemerdekaan negara pada tahun 1945 Geologis

Survei Indonesia (GSI) mulai bekerja pada pengintain survei dengan dukungan dari

bantuan lembaga internasional. Pada tahun 1974, Volcanological Survey of

Indonesia (VSI) bekerjasama dengan PLN melakukan pemetaan geologi . Pada

tahun 1981, keputusan presiden dikeluarkan memungkinkan Pertamina untuk

masuk ke dalam kontrak kerjasama operasi dengan PT perusahaan yang ingin

berinvestasi dalam sumber daya panas bumi dari gunung berapi aktif dan daerah

hidrotermal, kerangka kerja operasi yang sejak saat itu telah digantikan oleh Hukum

Panas Bumi 2003. Pada pertengahan tahun 1980-an sekitar 70 lapangan panas bumi

yang memiliki potensi temperatur yang tinggi telah diidentifikasi menggunakan

metode geologi dan mengurangi jumlah panas bumi sampai dengan 15 lokasi

produktif. Pada tahun 1995, tiga dari lapangan tersebut dikembangkan untuk

menjalankan PLTP dengan total kapasitas hingga 305 MWe, dan pada tahun 2000,

total kapasitas pun meningkat hingga 800 MWe pada enam lapangan panas bumi

(Hochstein & Sudarman 2008). Dan pada tahun 2010, dua proyek besar geothermal

(PLTP Darajat-3 dan Kamojang-4 di Jawa Barat) telah disetujui untuk pendanaan

dan konstruksi (IEA 2010). Pemerintah Indonesia berencana untuk membangun

4000 MW energy panas bumi pada tahun 2015 dengan rencana jangka panjang

untuk 9500 MW sampai tahun 2025 (Sanyal et al. 2011).

7
Gambar 1.1 Peta distribusi area panas bumi di Indonesia (Sukhyar, 2011)

karena meningkatnya permintaan listrik dan infrastruktur yang memadai

pengembangan panas bumi di Indonesia kebanyakan difokuskan di Pulau Jawa-

Bali, Sumatra, dan Sulawesi Utara (Tabel 1.1). studi awal yang dilakukan oleh

kelompok peneliti New Zealand melihat tingginya potensi listrik pada lima

lapangan, empat diantaranya terletak di Pulau Jawa, yaitu Gunung Salak,

Kamojang,darajat dan Cisolok (Hochstein & Sudarman 2008). Gunung Salak

merupakan pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar keempat di dunia, dengan

total 377 MW. Pengalaman dari operasi panas bumi pada lapangan panas bumi di

Gunung Salak, Kamojang, Darajat, Dieng, dan Wayang Windu, telah membantu

meningkatakan pengetahuan tentang reservoir management & reinjection

strategies panas bumi.

8
Tabel 1.1 Ringkasan PLTP panas bumi
yang beroperasi di indonesia (Hutapea & Lestari 2010)

Power Plant Location Capacity Development


Construction Commencemen
t
Kamojang, Units I, Java 140 MW 1980s Unit 1: 1982
II, III
Unit II & III : 1987
Darajat I Java 55 MW 1994 1994
Awibengkok I Java 3x55 1994 (2 units)
MW
1997 (1 unit)
Awibengkok Java 3x55 1994 1997
II/Salak MW
Dieng I Java 60 MW 1994 1998
Darajat II Java 90 MW 1997 2000
Wayang Windu II Java 110 MW 1997 2000
Kamojang, Unit IV Java 60 MW 2006 2007
Darajat III Java 117 MW 2006
Dieng II Java 60 MW Planning phase 2012-2014
Sarulla Sumatra 3x110 Planning phase 2011
Ulubelu Sumatra 2x55 Planning phase 2011-2012
MW
Sibayak Sumatra 11.3 MW Planning phase 2013
Lahendong I Sulawesi 20 MW 2001
Lahendong II Sulawesi 20 MW 2007
Lahendong III Sulawesi 20 MW 2008

Lapangan panas bumi Lahendong terletak di sekitar 30 km ke selatan dari

Kota Manado, di lengan bagian utara Pulau Sulawesi. Pulau Sulawesi terbentuk

karena adanya subduksi aktif di bagian timur laut (Laut Mollusca) dan bagian utara

(Laut Celebes). Lapangan panas bumi ini ditemukan pada tahun 1982 dan penelitian

geologi, geokimia dan geofisika telah dilakukan sejak saat itu. Tiga sumur dangkal

dibor di sekitar Danau Linau pada tahun yang sama. Dari tahun 1982 hingga 1987,

Pertamina mengebor 7 sumur eksplorasi LHD-1 dan LHD-5 di sistem reservoir

utara, LHD-4 di sistem reservoir selatan dan LHD-3, LHD-6 dan LHD-7 di batas-

batas prospek daerah (Robert, 1987; Siahaan, 2005). Sumur pengembangan LHD-

9
8 hingga LHD-16 di Lahendong dibor pada tahun 1991 hingga 1998 dan

pembangkit listrik 20 MW pertama dimulai pada tahun 2001. Tahap pengembangan

berlanjut pada tahun 2005 hingga 2007 di mana 7 sumur produksi dibor yang

menghasilkan listrik 2 X 20 MW untuk pembangkit listrik Unit II dan III dan

dimulai pada tahun 2007 dan 2008. Hasil yang diperoleh dari 7 sumur produksi

yang ada, menunjukan bahwa sistem panas bumi Lahendong memiliki potensi

energi panas bumi yang besar dan dapat dimnafaatkan. Maka diperlu dilakukan

simulasi reservoir, dengan menggunakan metode simulasi reservoir yang bertujuan

untuk mengetahui karakeristik reservoir dan model natural state reservoir dari

lapangan panas bumi Lahendong, Metode ini juga memberikan gambaran yang

lebih baik mengenai penyebaran permeabilitas di dalam reservoir dan perubahan-

perubahan yang terjadi di dalamnya pada saat diproduksikan. Simulasi reservoir

dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan data geofisika, geologi,dan geokimia

yang diintegrasikan dengan data sumur serta karakterisik dari reservoir.

10
1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kondisi natural state dari hasil simulasi model numerikal

tiga dimensi dari reservoir lapangan panas bumi lahendong?

2. Bagaimanakah besar potensi energi dari sistem panas bumi lahendong dari

hasil simulasi dengan menggunakan metode volumetrik?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui model natural state dari reservoir panas bumi lahendong.

2. Untuk mengetahui besar potensi energy dari sistem panas bumi lahendong.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan


gambaran yang lebih baik dari kondisi termodinamika reservoir sistem panas bumi
Lahendong yang dapat nerguna untuk analisis dan pengembangan dari prospek
lapangan panas bumi lahendong.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Sistem Panas Bumi

Geothermal dapat diartikan sebagai energi panas yang tersimpan dalam

batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya yang

dapat ditemukan di kawasan jalur vulkanis. Setidaknya ada 6 syarat sumber panas

yang dapa dikatergorikan kedalam energi panas bumi, diantaranya;

 Adanya batuan panas bumi berupa magma.

 Adanya persediaan air tanah secukupnya.

 Adanya batuan reservoir yang mampu menyimpan uap dan air panas

 Adanya batuan keras yang menahan hilangnya uap dan air panas (cap rock)

 Adanya gejala-gejala tektonik, dimana dapat terbentuk rekahan-rekahan di

kulit bumi yang memberikan jalan kepada uap dan air panas bergerak ke

permukaan bumi

 Panasnya harus mencapai suhu tertentu minimum sekitar 180° – 250 °

celcius.

Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal

(Gambar 2.1) yang mempunyai temperatur tinggi (>225°C), hanya beberapa

diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225°C). Pada dasarnya

sistem panas bumi jenis hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas

dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara

12
konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan

perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan

suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi

karena gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai

kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak

dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga

temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan.

Gambar 2.1 Model Panas Bumi (White, 1967)

Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air

yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus

konveksi. Adanya suatu sistem hidrothermal di bawah permukaan sering kali

ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface

13
manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser

dan manifestasi panas bumi lainnya, dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air

panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi,

berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panas bumi (Gambar 2.3) di permukaan

diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau

karena adanya rekahanrekahan yang memungkinkan fluida panas bumi (uap dan air

panas) mengalir ke permukaan.

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 Manifestasi panas bumi


a. Mata air panas (Yanfidra, 1995), b. Geyser (Nenny Saptadji, 1993), c.
Kubangan Lumpur panas ( Sutopo, 1996)

Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida

utamanya, sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau

sistim dua fasa. Pada sistim satu fasa, sistim umumnya berisi air yang mempunyai

temperatur 90 - 180◦C dan tidak terjadi pendidihan bahkan selama eksploitasi. Ada

dua jenis sistim dua fasa, yaitu:

 Sistim dominasi uap atau vapour dominated system, yaitu sistim panasbumi

di mana sumur-sumurnya memproduksikan uap kering atau uap basah

karena rongga-rongga batuan reservoirnya sebagian besar berisi uap panas.

14
Dalam sistim dominasi uap, diperkirakan uap mengisi rongga-rongga,

saluran terbuka atau rekahan-rekahan, sedangkan air mengisi pori-pori

batuan. Karena jumlah air yang terkandung di dalam pori-pori relatif sedikit,

maka saturasi air mungkin sama atau hanya sedikit lebih besar dari saturasi

air konat (Swc) sehingga air terperangkap dalam pori-pori batuan dan tidak

bergerak

 Sistim dominasi air atau water dominated system yaitu sistim panas bumi

dimana sumur-sumurnya menghasilkan fluida dua fasa berupa campuran

uap air. Dalam sistim dominasi air, diperkirakan air mengisi rongga-rongga,

saluran terbuka atau rekahan-rekahan. Pada sistim dominasi air, baik

tekanan maupun temperatur tidak konstant terhadap kedalaman.

2.1.2 Proses terjadinya Sistem Panas bumi

Secara garis besar bumi ini terdiri dari tiga lapisan utama (Gambar 2.4),

yaitu kulit bumi (crust), selubung bumi (mantle) dan inti bumi (core). Kulit bumi

adalah bagian terluar dari bumi. Ketebalan dari kulit bumi bervariasi, tetapi

umumnya kulit bumi di bawah suatu daratan (continent) lebih tebal dari yang

terdapat di bawah suatu lautan. Di bawah suatu daratan ketebalan kulit bumi

umumnya sekitar 35 kilometer sedangkan di bawah lautan hanya sekitar 5

kilometer.

15
Gambar 2.3 Lapisan bumi (Erwin Edwar, 2018)

Di bawah kulit bumi terdapat suatu lapisan tebal yang disebut selubung

bumi (mantel) yang diperkirakan mempunyai ketebalan sekitar 2900 km. Bagian

terdalam dari bumi adalah inti bumi (core) yang mempunyai ketebalan sekitar 3450

kilometer. Lapisan ini mempunyai temperatur dan tekanan yang sangat tinggi

sehingga lapisan ini berupa lelehan yang sangat panas yang diperkirakan

mempunyai density sekitar 10.2 - 11.5 gr/cm3. Diperkirakan temperatur pada pusat

bumi dapat mencapai sekitar 57270 °C.

Kulit bumi dan bagian teratas dari selubung bumi kemudian dinamakan

litosfir (80 - 200 km). Bagian selubung bumi yang terletak tepat di bawah litosfir

merupakan batuan lunak tapi pekat dan jauh lebih panas. Bagian dari selubung bumi

ini kemudian dinamakan astenosfer (200 - 300 km). Di bawah lapisan ini, yaitu

bagian bawah dari selubung bumi terdiri dari material-material cair, pekat dan

panas, dengan density sekitar 3.3 - 5.7 gr/cm3. Hasil penyelidikan menunjukkan

16
bahwa litosfer sebenarnya bukan merupakan permukaan yang utuh, tetapi terdiri

dari sejumlah lempeng-lempeng tipis dan kaku (Gambar 2.5).

Gambar 2.4 Lempengan-lempengan tektonik (Scott Nash, 1996)

Lempeng-lempeng tersebut merupakan bentangan batuan setebal 64 – 145

km yang mengapung di atas astenosfer. Lempeng-lempeng ini bergerak secara

perlahan-lahan dan menerus. Di beberapa tempat lempeng-lempeng bergerak

memisah sementara di beberapa tempat lainnya lempeng-lempeng saling

mendorong dan salah satu diantaranya akan menujam di bawah lempeng lainnya

(Gambar 2.5). Karena panas di dalam astenosfere dan panas akibat gesekan, ujung

dari lempengan tersebut hancur meleleh dan mempunyai temperatur tinggi (proses

magmatisasi). Adanya material panas pada kedalaman beberapa ribu kilometer di

bawah permukaan bumi menyebabkan terjadinya aliran panas dari sumber panas

tersebut hingga ke pemukaan. Hal ini menyebabkan tejadinya perubahan

temperatur dari bawah hingga ke permukaan, dengan gradien temperatur rata-rata

sebesar 300°C/km. Di perbatasan antara dua lempeng (di daerah penujaman) harga

laju aliran panas umumnya lebih besar dari harga rata-rata tersebut. Hal ini

17
menyebabkan gradien temperatur di daerah tersebut menjadi lebih besar dari

gradien tempetatur rata-rata, sehingga dapat mencapai 70-800°C/km, bahkan di

suatu tempat di Lanzarote (Canary Island) besarnya gradien temperatur sangat

tinggi sekali hingga besarnya tidak lagi dinyatakan dalam °C/km tetapi dalam

°C/cm.

Gambar 2.5 Pergerkan lempeng-lempeng tektonik (USGS, 1997)

Pada dasarnya sistem panas bumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas

dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara

konveksi (Gambar 2.6). Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan,

sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara

air dengan suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya

terjadi karena gaya apung (bouyancy) air karena gaya gravitasi selalu mempunyai

kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak

dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga

temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini

18
menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin

bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi.

Gambar 2.6 Perpindahan panas di bawah permukaan (Saptadji, 2001)

2.1.3 Parameter fisik batuan

Parameter fisik batuan yang terdiri dari konduktivitas panas,

kapasitas panas spesifik, permeabilitas, porositas, dan densitas dapat dilihat pada

table 2.1

Tabel 2.1 Nilai parameter fisik batuan

SPECIFIC
THERMAL
DENSITY PERMEABILITY HEAT
3
POROSITY 2
CONDOCTIVITY
(ton/kg ) (m ) CAPACITY
JENIS BATUAN (W/m °C)
(kj/kg K)
Wohlenber Freeze and Hearst, Nelson Engineering
Engineering ToolBox
g (1982) Cherry (1979) (1985) ToolBox
Tuff - - - 0.5 – 2.5 -
Clay 1.3 2-3 0.40 – 0.70 10-15 - 10-19 0.6 -2.5 0.92
Fractured basalt 2.8 – 3.0 0.05 – 0.50 10-14 - 10-9 - 0.84
Gravel 1.3 – 2.3 0.25 – 0.40 10-10 - 10-7 - -
Sand 1.4 – 2.3 0.25 – 0.50 10 -13
- 10 -9
2.0 – 4.0 0.8
Silt - 0.45 – 0.50 10 -16
- 10 -13
- -
Karst Limestone 2.3 – 2.8 0.05 – 0.50 10-13 - 10-9 - -
Sandstone 2.2 – 2.8 0.05 – 0.30 10 -17
- 10 -13
1.7 0.92
Limestone, dolomite 2.4 -2.9 0.00 – 0.20 10-17 - 10-12 1.26 – 1.33 -
Shale 2.3 -2.8 0.00 – 0.10 10 -20
- 10 -18
- -

19
 Porositas Batuan

Porositas adalah perbandingan antara volume ruang pori vp terhadap volume

total atau volume bulk v dari massa batuan yang secara matematis dituliskan

sebagai,

𝑣𝑝 𝑣𝑚
Φ= = 1− (2.1)
𝑣 𝑣

Porositas adalah besaran yang tidak berdimensi dan sering dinyatakan

dalam bagian (fraction) atau persen. Porositas merupakan hasil proses geologis,

fisis dan kimiawi selama dalam proses pembentukan batuan tersebut maupun pada

tahap setelah pembentukan, sehingga dapat menimbulkan porositas primer maupun

porositas sekunder.

 Permeabilitas

Permeabilitas merupakan sifat batuan berpori yang mengalirkan fluida

melalui ruang-ruang pori. Permeabilitas bergantung pada porositas, dimensi dan

geometri ruang pori sehingga dapat merupakan sebuah tensor. Henry Darcy

menemukan hubungan dasar untuk suatu aliran laminer fluida viskos yang melalui

batuan berpori sebagai,

𝑘
𝜇= − . ∇𝑝 (2.2)
𝜂

dengan 𝜇 adalah volume densitas aliran atau volume fluida yang mengalir

persatuan luas, sering disebut juga sebagai kecepatan filtrasi. p adalah tekanan

20
fluida, 𝜂 adalah viskositas dinamik dan k adalah permeabilitas batuan. Untuk

menyatakan permeabilitas persamaannya dituliskan kembali sebagai,

𝜇
𝑘 = −𝜂 (2.3)
∇𝑝

 Densitas batuan

Densitas merupakan sifat fisis batuan yang mempunyai pengaruh signifikan

terhadap parameter fisis lainnya dari beberapa jenis batuan. Densitas 𝜌

didefinisikan sebagai perbandingan massa m terhadap volume v suatu batuan.

Dalam SI densitas mempunyai satuan kg/m3.

𝑚
𝜌= (2.4)
𝑣

 Konduktivitas panas

Konduktivitas termal batuan mengindikasikan seberapa cepat panas dalam

reservoir mengalir sampai ke permukaan bumi. Tinggi rendahnya nilai

konduktivitas termal batuan reservoir menentukan potensi reservoir dari panas

bumi sebagai energi geotermal. Menurut Raina (1993), nilai konduktivitas batuan

sekitar 0,05 W/m°C sampai 3,0 W/m°C. Konduktivitas termal batuan dapat

diketahui dengan menggunakan suatu metode TDB (Trancient Divided Bar),

dengan cara batuan sampel diletakkan diantara dua blok tembaga berbentuk

silinder, dimana kapasitas termal batuan diketahui dan disimpan pada suhu kamar.

Blok bawah tembaga didinginkan kemudian perubahan suhu kedua blok tembaga

terus diamati saat sistem berada dalam kondisi tunak. Kondisi tunak terjadi saat

21
suhu masing-masing bahan tidak mengalami perubahan pada suhu tertentu,

sehingga tidak terjadinya kesetimbangan termal.

 Panas Spesifik

Panas spesifik batuan adalah suatu parameter yang menyatakan banyaknya

jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikan suhu sebuah massa batuan sebanyak

1 °C. Satuan dari panas spesifik batuan adalah kJ/kg°C. Panas spesifik batuan

umumnya mempunyai harga sebagai berikut:

• Pada temperatur rendah : T = 0,75–0,85 kJ/kg°C

• Pada temperatur sedang : T = 0,85–0,95 kJ/kg°C

• Pada temperatur tinggi : T = 0,95–1,10 kJ/kg°C

2.1.4 Jenis dan fasa fluida

Fluida panasbumi dapat berada dalam keadaan cair atau uap tergantung dari

tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya. Fluida berada dalam keadaan cair

hanya apabila pada suatu tekanan tertentu, temperaturnya lebih kecil dari

temperatur titik didih atau temperatur saturasi. Fluida berada dalam keadaan uap

apabila pada suatu tekanan tertentu, temperaturnya lebih besar dari temperatur titik

didih air atau temperatur saturasi.

Pada tekanan 1 atm (1.01325 bar), misalnya, air mendidih pada temperatur

100˚C. Apabila pada tekanan 1 atm besamya temperatur adalah 5O˚C, yaitu

dibawah temperatur titik didih air, maka fluida ada dalam keadaan cair. Apabila

22
pada tekanan 1 atm besamya temperatur adalah 100˚C, yaitu diatas temperatur titik

didih air, maka fluida ada dalam keadaan uap.

Pada tekanan yang lebih tinggi dari 1 atm, air akan mendidih pada

temperatur yang lebih tinggi, misalnya pada tekanan 20 bar, air mendidih pada

temperatur 212.9˚C Besar tekanan pada berbagai temperatur saturasi, atau besar

temperatur pada berbagai tekanan saturasi untuk air murni selengkapnya dapat

dilihat pada Tabel Uap. Fasa cair dapat berada bersama-sama dengan fasa uap pada

kondisi tekanan dan temperatur tertentu, yaitu pada tekanan dan temperatur

saturasi.

Tabel 2.2 Tabel titik didih terhadap tekanan (Saptadji, 2001)

Hubungan antara tekanan dan temperatur saturasi diperlihatkan pada

(Gambar 2.7).

23
Gambar 2.7 Hubungan temperature
saturasi terhadap tekanan (Saptadji, 2001)

Fasa cair dapat berada bersama-sama dengan fasa uap pada kondisi tekanan

dan temperatur tertentu, yaitu pada tekanan dan temperatur saturasi.

Kurva pada Gambar 5.11 diatas disebut Kurva saturasi. Didaerah diatas

kurva saturasi, yaitu daerah dimana temperatur lebih besar dari temperatur saturasi,

hanya fasa uap yang terdapat didalam sistim. Pada keadaan ini uap disebut

superheated steam (uap lewat panas).

Di daerah dibawah kurva saturasi, yaitu daerah dimana temperatur lebih

kecil dari temperatur saturasi, hanya fasa cair yang terdapat didalam sistim. Pada

keadaan ini fasa cair disebut sebagai compressed liquid.

Pada temperatur dan tekanan saturasi, fasa cair dapat berada bersama sama

dengan fasa uap. Fluida merupakan fluida dua fasa, yaitu berupa campuran uap-air.

Fraksi uap didalam fluida sering disebut kwalitas uap atau dryness (notasi x), yang

didefinisikan sebagai perbandingan antara laju alir masa uap dengan laju alir masa

total. Harga fraksi uap (x) bervariasi dari nol sampai dengan satu. • Apabila pada

24
kondisi saturasi, hanya terdapat fasa cair saja, maka fasa cair tersebut disebut cairan

jenuh atau saturated liquid (x=0). • Bila hanya uap saja yang terdapat pada tekanan

dan temperatur saturasi, maka uap tersebut disebut uap jenuh atau saturated vapour

(x=l).

Adanya kandungan non-condensible gas didalam air akan menyebabkan

temperatur saturasi atau temperatur titik didih menjadi lebih rendah (Lihat Gambar

2.8), sedangkan adanya kandungan garam akan menaikan temperatur saturasi.

Tidak hanya jenis fluida, tetapi sifat fluida juga sangat ditentukan oleh besarnya

tekanan dan temperatur didalam sistim.

Gambar 2.8 Pengaruh CO2 dan NaCl Terhadap Temperatur dan Tekanan
Saturasi (Saptadji, 2001)

Fluida yang terkandung dibawah permukaan dapat ditentukan dari landaian

tekanan dan temperatur hasil pengukuran di dalam sumur. Dari data tekanan dan

dengan menggunakan Tabel Uap, kita dapat menentukan temperatur saturasi atau

temperatur titik didih. Temperatur saturasi kemudian diplot terhadap kedalaman.

Kurva biasa disebut sebagai “Kurva BPD”, dimana BPD adalah singkatan dari

Boiling Point with Depth. Apabila landaian temperatur dari pengukuran di sumur

25
terletak di sebelah kiri kurva BPD, maka fluida hanya terdiri dari satu fasa saja,

yaitu air.

Apabila landaian temperatur dari pengukuran sumur terletak disebelah

kanan dari kurva BPD, maka fluida hanya terdiri satu fasa saja, yaitu uap. Apabila

landaian temperatur berimpit dengan kurva BPD maka fluida terdiri dari dua fasa,

yaitu uap dan air.

 Sifat Fluida 2 Fasa

Sifat termodinamika uap dan air murni, yaitu volume spesifik (νf dan νg),

densitas (ρf dan ρg), energi dalam (uf dan ug), enthalpy (hf dan hg), panas laten

(hfg), entropi (sf dan sg) dan viskositas (µf dan µg) pada berbagai tekanan dan

temperatur saturasi dapat ditentukan dari Tabel Uap dan dijelaskan dibawah ini.

Volume Spesifik

Volume spesifik suatu fasa fluida adalah perbandingan antara volume

dengan masa dari fasa fluida tersebut. Satuan dari volume spesifik adalah m3kg.

Volume spesifik air (νf) dan uap (νg) tergantung dari besarnya tekanan dan

temperatur dimana harganya dapat dilihat pada Tabel Uap. Sebagai contoh

beberapa harga volume spesifik air dan uap diberikan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2.6 Volume Spesifik Terhadap Tekanan

Tekanan (bar) Temperatur (0C) Vf x 10-12 m3/kg Vg (m3/kg)

1.01325 100 0.1044 1.673

10 179.9 0.11278 0.1944

20 212.9 0.11768 0.09957

26
30 233.8 0.12163 0.0706

Densitas

Densitas suatu fasa fluida adalah perbandingan antara massa dengan volume

dari fasa fluida tersebut. Satuan densitas adalah kg/m3. Densitas air (ρf) dan uap

(ρf) tergantung

dari besarnya tekanan dan temperatur dimana harganya ditentukan dari

harga volume spesifik, yaitu sebagai berikut:

ρ = 1/ν (2.5)

Sebagai contoh pada Tabel dibawah ini diberikan harga densitas air dan uap

pada beberapa tekanan dan temperatur.

Tabel 2.7 Tabel Densitas Terhadap Tekanan

Tekanan (bar) Temperatur (0C) ρf (kg/m3) ρg (kg/m3)

1.01325 100 957.9 0.05977

10 179.9 886.7 5.144

20 212.9 849.8 10.043

30 233.8 822.2 15.004

Pada Gambar 2.9 diperlihatkan hubungan antara tekanan dengan densitas

air pada temperatur dan tekanan saturasi. permukaan sebagai gelombang getar.

27
Gambar 2.9 Grafik Tekanan Terhadap Densitas (Saptadji, 2001)

Energi Dalam

Energi dalam (u) merupakan parameter yang menyatakan banyaknya panas

yang terkandung didalam suatu fasa persatuan masa. Satuan dari energi dalam

adalah kJ/kg. Besarnya energi dalam uap (ug) dan energi dalam air (uf) juga

tergantung dari tekanan dan temperatur dan harganva dapat ditentukan dari Tabel

Uap.

Tabel 2.8 Tabel Energi Dalam Terhadap Tekanan

Tekanan (bar) Temperatur (0C) uf (kJ/kg) ug (kJ/kg)

1.01325 100 418 2506.5

10 179.9 762 2584

20 212.9 907 2600

30 233.8 1004 2603

28
Entalpi dan Panas Laten

Entalpi adalah jumlah dari energi dalam (u) dengan energi yang dihasilkan

oleh kerja tekanan.

Hubungan dari energi dalam dengan entalpi adalah:

hf = uf + p/υf (2.6)

hg = ug + p/υg (2.7)

Satuan dari entalpi adalah kJ/kg. Besarnya entalpi uap (hg) dan entalpi air (hf)

juga tergantung dari tekanan dan temperatur dan harganya, dapat ditentukan dari

Tabel Uap. Beberapa contoh diberikan pada dibawah ini.

Tabel 2.9 Tabel Entalpi Terhadap Tekanan


Tekanan (bar) Temperatur (0C) hf (kJ/kg) hg (kJ/kg)

1.01325 100 419 2675.8

10 179.9 763 2015

20 212.9 909 1890

30 233.8 1008 1795

Entropi

Seperti sifat termodinamika lainnya, entropi (s) juga tergantung dari tekanan

dan temperatur dan harganya dapat ditentukan dari Tabel Uap. Beberapa contoh

diberikan pada Tabel berikut.

Tabel 2.10 Tabel Entropy Terhadap Tekanan

Tekanan (bar) Temperatur (0C) sf (kJ/kgK) sg (kJ/kgK)

29
1.01325 100 1.307 7.355

10 179.9 2.318 6.586

20 212.9 2.477 6.340

30 233.8 2.645 6.186

Gambar 2.10 Hubungan Entropi Terhadap Temperatur Saturasi (Saptadji, 2001)

Viskositas

G Viskositas adalah ukuran keengganan suatu fluida untuk mengalir.

Viskositas dibedakan menjadi dua, yaitu viskositas dinamik (µ) dan viskositas

kinematik (ν). Viskositas kinematis adalah viskositas dinamis dibagi dengan

densitasnya, yaitu:

ν = µ/ρ (2.8)

30
Viskositas juga tergantung dari tekanan dan temperatur dan harganya dapat

ditentukan dari Tabel Uap. Beberapa contoh diberikan pada Tabel dibawah ini.

Hubungan antara viskositas dengan tekanan diperlihatkan pada Tabel 2.6.

 Sifat Fluida 1 Fasa

Sifat fluida dua fasa, yaitu campuran uap-air tergantung dari kwalitas uapnya

atau dryness. Secara matematis dryness (x) dinyatakan sebagai berikut :

x = mV/mT (2.9)

Atau

x = mV/(mV + mL) (2.10)

dimana :

mv = laju alir masa uap (kg/det atau ton/jam)

mL = laju alir masa air (kg/det atau ton/jam)

mT = laju alir masa total (kg/det atau tonljam)

Apabila hfg adalah panas laten, νf, ρf , uf , hf , sf, µf adalah sifat-sifat air pada

kondisi saturasi, dan νg, ρg, ug, hg, sg, µg adalah sifat-sifat uap pada kondisi

saturasi, maka sifat fluida dua fasa (campuran uap-air) yang fraksi uapnya

dinyatakan dengan notasi x, dapat ditentukan sebagai berikut:

h = hf + x hfg (2.11)

s = sf + x sg (2.12)

υ =x υg + (1-x) υf (2.13)

u =x ug + (1-x) uf (2.14)

31
Jenis fluida, apakah satu fasa atau dua fasa, biasanya ditentukan dengan

membandingkan harga entalpinya (h) dengan entalpi air dan entalpi uap (hf dan hg)

pada kondisi saturasi. Kriteria dibawah ini umumnya digunakan untuk menentukan

jenis fluida panasbumi.

2.1.5 Metode Simulasi Reservoir

Metode simulasi reservoir merupakan salah satu metode yang digunakan

untuk mengetahui model natural state dari reservoir dan mengetahui besar potensi

yang dimiliki reservoir tersebut. Pembuatan model geometri dan karakteristik

reservoir menggunakan simulator TOUGH2. Model simulasi dibuat dalam bentuk

grid yang memiliki bentuk geometri serta batas reservoir yang didapatkan dari data

geofisika. Model konseptual yang didapatkan dari data MT (Magnetotelluric)

Sangat menentukan model grid yang akan digunakan dalam melakukan simulasi.

Batas geometri dan banyaknya grid yang digunakan akan mempengaruhi hasil dari

simulasi model reservoir geothermal.

Tough2 pertama kali dirilis ke publik pada tahun 1991, kode 1991 telah

diupdate pada tahun 1994 ketika satu set preconditioned conjugate gradient solvers

ditambahkan yang memungkinkan solusi yang lebih efisien untuk masalah yang

lebih besar. Versi 2.0 memiliki beberapa fitur baru modul properti fluida dan

menawarkan kemampuan pemodelan yang prosesnya ditingkatkan, seperti

ditambah reservoir-aliran lubang sumur, curah hujan dan efek disolusi, dan difusi

multifase. Banyak perbaikan dalam versi terbaru ini dibandingkan versi yang dirilis

sebelumnya dan fitur pengguna baru telah ditambahkan, seperti peningkatan

pemecah persamaan linear, dan menulis file grafis. Modul T2VOC untuk tiga fase

32
aliran air, udara dan bahan kimia organik yang mudah menguap (VOC), dan modul

T2DM untuk dispersi hidrodinamik dalam 2-D sistem aliran telah terintegrasi ke

dalam keseluruhan struktur kode dan termasuk dalam versi 2.0.

TOUGH (Transport Of Unsaturated Groundwater and Heat) merupakan

program untuk simulasi massa multi-dimensi dan alir panas untuk berbagai

komponen dan berbagai fase fluida pada poros dan fractured media. Dimiliki oleh

MULCOM pengembang berbagai simulator yang di kembangkan di Lawrence

Berkeley National Laboratory (LBNL), USA (pruess er al., 1999).

Program TOUGH2 dikembangkan untuk studi isolasi limbah nuklir, tetapi

sekarang spektrum aplikasinya jauh lebih luas. Rilis TOUGH2 pada tahun 1991

termasuk lima modul untuk sifat fluida yang berbeda, atau EOS-modules

(persamaan status):

EOS1: water, water with tracer;

EOS2: water, CO2;

EOS3: water, air;

EOS4: water, air, with vapour pressure lowering; and

EOS5: water, hydrogen

Persamaan yang mengatur simulator TOUGH2 adalah persamaan massa

dan kesetimbangan energi karena perpindahan panas dan massa yang

disimulasikan. Konsep di balik pendekatan pemodelan melibatkan simulasi dengan

33
sekumpulan elemen yang terhubung satu sama lain. Massa dan panas yang

terakumulasi dalam setiap elemen, massa dan panas mengalir melalui batas-batas

elemen, dan mendefinisikan kemungkinan massa / heat sinks / sources (inflow,

wells, hot springs) . Oleh karena itu, persamaan keseimbangan massa dan energi

untuk setiap elemen memiliki volume V yang ditulis sebagai (Pruess et al., 1999;

Björnsson, 2003):

𝑑
𝑑𝑡
∰𝑉 𝑀(𝑘) dV = ∯𝑟 𝐹 (𝑘) . nd𝒯 + ∰𝑉 𝑞 (𝑘) Dv (2.15)

1 2 3
Dimana

 Term 1 menjelaskan untuk massa/panas yang terakumulasi

kedalam elemen (volume) V;

 Term 2 memberikan aliran massa/panas kepermukaan elemen V;

 Term 3 mengandung sinks/sources dari massa dan panas.

indeks k sama dengan; 1 untuk air, 2 untuk udara, 3 untuk panas, dan 4 untuk

tracer, dll.

akumulasi panas dan massa dalam volume V diberikan oleh:

(𝑘)
𝑚𝑘 = 𝜙 ∑ 𝑆𝛽 𝜌𝛽 𝑋𝛽 𝑘 = 1,2,3 (2.16)
𝛽=𝐼.𝑔

(𝑘)
𝑚𝑘 = (1 − 𝜙)𝜌𝑅 𝐶𝑅 𝑇 + 𝜙 ∑ 𝑆𝛽 𝜌𝛽 𝑋𝛽 (2.17)
𝛽=𝐼.𝑔

dimana φ = Porositas;

34
Sβ = saturasi fasa β;

ρβ = Densitas (kg/m3 ); dan

Xβ (k) fraksi massa dari komponen k pada fase β.

Alir panas dan massa diberikan oleh:

(𝑘)
𝐹 (𝑘) = ∑ 𝐹𝛽 (2.18)
𝛽=𝐼.𝑔

(𝑘) (𝑘)
𝐹 (𝑘) = 𝐾∇𝑇 + ∑𝛽=𝐼.𝑔 ℎ𝛽 𝐹𝛽 (2.19)
𝑘=1,2

Dimana

(𝑘) 𝐾𝑟𝛽 (𝑘)


F𝛽 = −𝐾 𝜌𝛽 𝑋𝛽 (2.20)
𝜇𝛽

Metode ini umumnya digunakan pada lapangan panas bumi yang

mempunyai sumur telah berproduksi, sehingga keanekaragaman sifat batuan dapat

diketahui dari data sumur bor. Dengan metode ini reservoar dimodelkan sebagai

suatu sistim yang terdiri dari sejumlah blok dan masing-masing saling

berhubungan. Dalam proses perhitungan, diperlukan simulator reservoar yang

harganya relatif mahal dan diperlukan keahlian khusus untuk mengoperasikannya.

Metode ini juga memberikan gambaran yang lebih baik mengenai penyebaran

permeabilitas di dalam reservoar dan perubahan-perubahan yang terjadi di

dalamnya pada saat diproduksikan.

35
2.2 Tinjauan Daerah Penelitian

2.2.1 Kondisi Geologi

Lapangan panas bumi lahendong terletak pada lengan utara pulau Sulawesi,

dan menjadi bagian dari busur gunung api yang membentang dari pulau Sangihe ke

Kompartemen Minahasa. Trench Sulawesi Utara terbentuk karena hasil dari

subduksi dari lempeng Celebes Sea sampai ke bagian seletan di bawah lengan utara

dari pulau Sulawesi. sedangkan busur vulkanik membentang dari Pulau Sangihe ke

Daerah Minahasa terbentuk karena hasil subduksi Lempeng Laut Maluku di sebelah

barat (Hamilton, 1979; Hamilton, 1988; Simandjuntak & Barber, 1996;

Lumbanbatu et al, 2003). di Kompartemen Minahasa yang memiliki beberapa

gunung berapi aktif yang membentuk busur di sekitar gunung api Minahasa, yang

terdiri dari gunung Soputan, gunung Lokon-Empung, gunung Mahawu dan gunung

Klabat dan gunung Dua Saudara yang berarah barat daya - timur laut.

Gambar 2.11 Unsur-unsur tektonik


daerah Sulawesi Utara (Hamilton, 1988)

Secara struktural, Daerah minahasa terdiri dari beberapa pola patahan yang

merupakan sesar mendatar yang Membentang dari Timur laut – Barat laut , Barat

36
laut - Tenggara dan patahan normal yang Membentang dari Utara - Selatan. Daerah

yang terdapat banyak patahan berada di sisi barat kaldera Pangalombian (di sekitar

danau Linau). Patahan lateral kiri sesar mendatar dari patahan sesar sebelah timur

NE-SW yang terletak di puncak busur dalam gunung api dari Minahasa yang sejajar

dari gunung Soputan di sisi barat daya ke gunung Klabat di sisi timur laut. Sesar ini

mengontrol perkembangan kaldera Tondano dan Pangalombian dan memisahkan

sistem panas bumi dari lapangan Lahendong dan prospek Tompaso (Gambar 2.10).

Gambar 2.12 Peta Geologi dan Pola Patahan


Daerah Minahasa ( Siahaan E.E. 2005)

Pada kaldera pangolombian terdapat danau linau yang merupakan hasil

erupsi hidrotermal dan kawah tampusu. Kawah linau berperan sebagai titik tengah

manifestasi panas bumi, maka daerah tersebut memiliki permeabilitas vertical yang

37
tinggi yang dikarenakan oleh lapisan kondensat asam ( Siahaan EE. 1999 dan

Hasibun. A. 2000).

Struktur stratigrafi vulkanik di daerah minahasa dapat di 3 (tiga) bagian

batuan, yaitu Pre-Tondano, Syn-Tondano, dan Post Tondano. Berdasarkan

stratigrafi dari batuan, evolusi kompartemen vukanik minahasa dapat di rangkum

pada gambar 2.11

Gambar 2.13 Evolusi Kompartemen


Vulkanik Minahasa ( Siahaan E.E, 2000)

38
Batuan Pra Tondano tersusun dari batuan hyaloclastyc, andesit basaltic,

piroklastik yang tersusun dengan batuan sedimen yang ditemukan dalam pemboran

panas bumi lahendong. Terbentuknya deperesi tektonik gunung api terkarakterisasi

oleh adanya batuan tuff, lapilli tuff, dan ignimbrite . Berdasarkan kejadian unit

pasca-Tondano yang terkait dengan depresi Pangalombian, unit batuan dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) sub unit batuan yaitu Sub-unit Pre-Pangalombian

dan Post-Pangalombian. Sub unit batuan Pre-Pangalombian terdiri dari batuan lava

basaltik andesit yang terdapat dibagian utara dan selatan dari depresi pangalombian.

2.2.2 Data Geokimia

Sifat fisikokimia dari air tanah permukaan berupa konduktifitas listrik, pH

dan temperature telah di ukur pada mata air panas, kolam air panas, dan sumur bor

(table 3.1). Lapangan panas bumi lahendong terbagi menjadi 2 bagian hidrokimia

berdasarkan temperatur, konduktifitas listrik, dan pH dari fluida.konduktifitas yang

tinggi bernilai sekitar 4620-9700 𝜇S/cm, pH in range of 2.7 – 3.2, dan temperature

bernilai sekitar 200 – 274℃ , pH bernilai sekitar 2.7 – 3.2 mengkarakterisasi sifat

asam dari air sumur. Sebaliknya dengan nilai konduktifitas listrik yang berkisar

400-1729 𝜇S/cm, pH berkisar 4.2 – 6.5, dan temperatur sekitar 232 – 341 ℃

mengkarakterisasi sifat air yang netral. Air yang bertipe asam berada di bagian barat

laut dari sumur (di bawah danau linau) sedangkan sifat air yang netral terdapat di

bagian selatan dan timur laut dari danau linau. mata air panas juga dapat dibagi

menjadi dua bagian, mata air panas yang bersifat asam dan netral (table 3.1). mata

air panas terdapat di bagian timur laut, dimana yang juga terdapat reservoir yang

bersifat asam. Sedangkan mata air panas yang bersifat netral tersebar luas (gambar

39
3.4) Mata air panas biasanya terdapat di sekitar patahan tetapi juga terdapat jauh

dari zona patahan (M4, M9, dan M13 pada table 3.1), dimana bisa ditafsirkan

daerah tersubut merupakan reservoir dangkal yang dipanaskan oleh uap panas (M

Brehme 2014).

Tabel 2.8 Sifat Hidrokimia dari


berbagai Mata air panas (M Brehme 2014)
EC
Elevation pH T[℃] S04[mg/l] CI [mg/L] Si [mg/L]
[𝜇S/cm]
Acid hot springs
M1 774 3865 2.1 82 3047 27 155
M2 647 2480 2.4 53 653 116 55
M4 751 6880 1.8 66 1936 2 67
M9 883 7835 2.0 57 2985 2 123
M10 856 1291 2.7 82 1517 20 133
M12 744 2250 2.7 40 535 43 42
M13 775 4460 2.4 62 3236 1 124
Neutral hot springs
M3 756 385 6.1 80 104 1 83
M5 704 1156 6.6 47 102 122 67
M6 693 434 7.0 41 7 21 58
M11 709 522 5.8 45 151 4 56
M14 714 1228 6.7 45 80 121 73

2.2.3 Data Geofisika

Hasil inversi 3-D daerah Lahendong, menunjukkan keberadaan updome

struktur resistivity di dalam prospek Lahendong, dengan upflow menunjuk ke arah

Danau Linau. Updome tersebut berupa koleksi blok yang mempunyai harga

resistivity bervariasi dari 20-60 ohm.m, dan dibungkus oleh lapisan konduktor

(<10.m). Referensi posisi upflow dari updome tersebut ditunjukkan oleh penipisan

lapisan kondukor di sekitar Danau Linau (gambar 3.5). Pada kedalaman ~1.5 km

ukuran dari dome tersebut sekitar 3x4 km2 . Secara lebih rinci, updome tersebut

dapat dilihat dalam bentuk snapshot pada gambar antar layer lapisan pertama

40
menunjukkan layer dangkal, yang berasosiasi dengan struktur resistivity dangkal.

Pada lapisan ini, Danau Linau ditampilkan sebagai area berwarna ungu. Secara

sepintas dapat diverifikasi bahwa di sekitar Linau tedapat blok-blok konduktor.

Dari pengamatan lapangan lapisan konduktor tersebut berasosiasi dengan shallow

hydrothermal alteration di sekitar Linau, antara lain: altered gorund, superheated

fumaroles, dan mudpool.Pada layer kedua pada kedalaman 0.6-0.8 km, dijumpai

kelompok blok yang berwarna biru muda yang dikelilingii oleh blok berwarna

merah. Konfigurasi ini mencerminkan area dengan resistifity 20 – 60 ohm.m yang

dikeliling oleh blok-blok < 10ohm.m. pada gambar 3.6, layer kedua dipilih

mencerminkan resistifity pada kedalaman 1.3-1.6 km. Pada layer ini, konfigurasi

enclosure dari interesting blocks melebar lebih luas. Jika dibandingkan dengan

gambar 2.12, perubahan ini merupakan ekspresi dari bentuk subsurface dome

reservoir Lahendong.

Gambar 2.14 struktur resistivity bawah permukaan daerah Lahendong.


resistivity pada kedalaman 0.6-0.8 km (Raharjo, 2008)

41
2.2.4 Distribusi Permeabilitas reservoir

untuk memahami distribusi permeabilitas bawah permukaan yang terperinci

dilakukan Pemodelan termal-hidraulik. Geometri model adalah 2D vertikal SW-NE

trending cross section yang membentang 6 km di horizontal dan 3 km dalam arah

vertikal. Profil yang sejajar dengan arah aliran air tanah yang memotong patahan

dan sumur, yang digunakan untuk perbandingan suhu dan tekanan. Hasil

menunjukkan aliran fluida yang digerakkan oleh tekanan dan diinduksi secara

termal. Dengan rata-rata 1,5E-14m2 tetap dalam kisaran permeabilitas khas dari

batuan beku fraktosa (Schön 2004). Namun, permeabilitas model umumnya lebih

tinggi daripada yang diukur dalam urutan hingga empat besaran. Hal ini disebabkan

pola fraktur, yang tidak terdeteksi pada skala sampel-inti. Selanjutnya, distribusi

permeabilitas model di reservoir Lahendong bergantung pada arah dan overprints

litologi. Ada permeabilitas dengan faktor 10 lebih tinggi dalam arah vertikal

daripada di arah horizontal. Di area antara sesar, permeabilitas ada di beberapa

bagian dengan faktor 10-100 lebih rendah dalam arah vertikal (Gambar 3.7).

Dengan mengadaptasi pola permeabilitas struktur berskala besar dengan anisotropi

permeabilitas tinggi dapat ditemukan, yang belum diketahui sebelum pemodelan.

Oleh karena itu, di bawah Danau Linau, zona sesar lainnya telah ditambahkan

antara dua sesar yang diketahui dengan dip vertikal dan pemogokan NW.patahan

ini belum pernah terlihat dalam data dari studi sebelumnya maupun di lapangan di

permukaan, karena ini ditutupi oleh Danau Linau (Gambar 2.14). Selanjutnya,

simulasi permeabilitas distribusi menunjukkan bentuk zona sesar, yang tidak selalu

berupa garis lurus tetapi sebenarnya dapat memiliki bentuk yang ditekuk (yaitu

42
timur laut Danau Linau). Distribusi tekanan yang dihasilkan di daerah penelitian

dikendalikan oleh aliran air tanah dalam batuan permeabel rendah dan zona sesar

vertikal permeabel tinggi. Isobars drop mengikuti gradien hidrolik alami dari Barat

daya ke Timur laut. Keluaran tekanan yang tinggi melalui zona permeabel tinggi di

bawah Danau Linau dandi keluarkan ke permukaan. Distribusi temperatur

sepanjang reservoir panas bumi Lahendong menunjukkan transportasi panas

konvektif dalam batuan reservoir.

Gambar 2.15 Distribusi permeabilitas dan Anisotropi Lapangan Panas


Bumi Lahendong (M Brehme, 2016)

2.2.5 Model Konseptual Lapangan Panas bumi Lahendong

Berdasarkan analisis struktur geologi, geokimia, suhu bawah

permukaan dan kondisi tekanan, model konseptual bidang panas bumi

Lahendong dikembangkan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3.8 dan 3.9.

Pembaruan data tekanan dan suhu dari sumur di pad LHD-5 setuju dengan

model konseptual dari area ini. Area downflow (recharge) berada di sekitar

sumur LHD-7, terletak di lereng utara Mt. Tampusu. Dalam

Mempertimbangkan hal ini, disimpulkan bahwa asal-usul cairan geotermal

43
dan mata air panas harus berupa air meteorik yang diisi ulang dari

pegunungan yang mengelilingi lapangan Panas Bumi Lahendong.

Gambar 2.16 Model Konseptual Lapangan panas bumi


Lahendong ( Ahmad Yani 2006)

Distribusi suhu bawah tanah menunjukkan bahwa sumber panas

utama atau area aliran naik dari sistem panas bumi dekat bor pad LHD-4.

Fluida utama mengalir di sekitar persimpangan patahan F1 dengan

kesalahan F8 dekat bor pad LHD-4, dan memanjang ke barat laut (sekitar

bor pad LHD-13) sepanjang patahan F1, dan timur laut bersama patahan F7.

Suhu dari bagian reservoir ini adalah 330-350 ° C. berdasarkan tekanan

yang diukur dalam sumur yang dibor dari pad LHD-4, fluida berada dalam

kondisi satu fasa (fase cair), tetapi kondisi tekanan temperaturnya

mendekati kondisi dua fase. Aliran fluida yang sama ditemukan melalui

persimpangan kesalahan F1-F7, F1- F6 dan F1-F11.

Air dingin mengalir dari tenggara ke barat laut (menuju bor pad

LHD-5) dan bercampur dengan aliran air panas dari barat daya ke timur laut.

Air waduk didinginkan oleh air dingin dalam proses mengalir. Air dingin

44
mengalir turun ke dalam reservoir yang dalam di sekitar bor pad LHD-5.

Reservoir sekitar pad LHD-5 memiliki suhu lebih tinggi dari 253 ° C.

Injeksi ulang dengan baik LHD-7 dibor dekat kesalahan F7, meskipun tidak

dianggap menyeberang patahan. Diperkirakan bahwa sejumlah air yang

disuntikkan kembali mengalir ke selatan, sepanjang patahan F7.

(a) (b)

(c)
Gambar 2.17 Model Konseptual
(a) 0 masl, (b) 600 mbsl, (c) 1000 mbsl (Ahmad Yani 2006)

2.3 Penelitian terkait

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sedikit banyak terinspirasi dan

mereferensi dari penelitian – penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan latar

belakang masalah pada skripsi ini. Adapun penelitian yang berhubungan dengan

skripsi ini antara lain yaitu :

45
Penelitian yang dilakukan oleh Montegrossi G, Pasqua C, Battistelli A,

Mwawongo G, Ofwona C, 2015 yang berjudul “3D Natural State Model of the

Menengai Geothermal System, Kenya”, penilitian ini dibuat untuk membangun

model numerik 3 dimensi dari sistem geothermal Menengai, Kenya, untuk

mensimulasikan natural state, memeriksa konsistensi data yang diperoleh, dan

untuk mengatur alat pemodelan selanjutnya untuk skenario eksploitasi berdasarkan

Model konseptual, yang terintegrasi dengan hasil pengujian produksi. Model

numerik dibangun dengan simulator reservoir TOUGH2 menggunakan EOS2.

Pemodelan dari natural state dimaksudkan untuk memeriksa konsistensi model

konseptual, dan memberikan gambaran yang lebih baik dari kondisi termodinamika

reservoir, massa dan panas yang mengalir melalui sistem.

Penelitian yang dilakukan oleh Rheza akbar, 2017 yang berjudul

“Pemodelan Lapangan Panasbumi Dieng, Indonesia Dengan Software Petrasim”,

Model reservoir panasbumi 3D daerah Dieng ,Indonesia dikembangkan sebagai

dasar untuk tahapan produksi dan skenario lanjutan untuk memenuhi produksi

listrik dengan menggunakan

simulator TOUGH2 dengan metode analisis secara numerik.Model dalam simulasi

ini berdimensi 3,6km x 3km x3kmdengan temperature pada heat source sebesar

325̊C dengan integrasi beberapa data untuk rekonstruksi model. Hasil akhir

akanmendapatkan model konseptual yang merepresentasikan kondisi sebenarnya

dan digunakan sebagai dasar skenario pengembangan penelitian ini dibuat untuk

membuat Model numerik lapangan panasbumi Dieng dengan software Petrasim

untuk mengetahui letak distribusi permeabilitas batuan, distribusi temperature dan

46
distribusi tekanan. Simulasi dilakukan selama 1 juta tahun untuk mendapat natural

state condition.

Penelitian yang dilakukan oleh Sophie C. P. Pearson, S. A. Alcaraz, P. A.

White, and C. Tschritter, 2012 yang berjudul “Geological and Fluid Flow

Modelling of the Tauranga Low-Enthalpy Geothermal System, New Zealand”,

penelitian ini dilakukan untuk membangun model 3 dimensi dari sistem geothermal

Tauranga, New Zealand, yang memiliki enthalpy rendah menggunakan software

TOUGH2 dan LEAPFROG. dengan Menggabungkan Leapfrog geothermal dengan

model TOUGH2-Petrasim memungkinkan untuk membuat model yang lebih

akurat, lebih mudah untuk memvisualisasikan model output, dan membandingkan

model output secara langsung dengan data yang baik. Hal ini tidak hanya membuat

pemodelan proses lebih mudah, tetapi juga memfasilitasi penyebaran Model

TOUGH2 ke khalayak yang lebih luas.

Penelitian yang dilakukan oleh Frans Richard K., H. Suharsono, Damar

Nandiwardhana 2015 yang berjudul “Model Numerikal Reservoir sistem panas

bumi pada daerah topografi relative datar untuk mencari kondisi natural state dan

meng analisa sensitivitas panas pada reservoir menggunakan Software TOUGH2”,

Telah dilakukan pemodelan reservoir menggunakan software Tough2 dengan data

sintetik, berupa data permeabilitas dan pororsitas. Dimana terdiri dari 4 lapisan,

yaitu lapisan overburden, lapisan clay caps, lapisan recharge area + lapisan

reservoir (berada pada lapisan yang sama), dan lapisan basement dengan tujuan

untuk menganalisa sensitivitas panas, serta untuk mencari kondisi natural state

(natural state merupakan kondisi setimbang, yaitu dimana kondisi tekanan,

47
temperatur dan kondisi reservoirnya tidak berubah terhadap waktu).Dari hasil

pemodelan reservoir oleh Tough2 didapat bahwa kondisi natural state selama

2,20857E+4 tahun, dimana terjadi penurunan suhu dari kondisi natural state tanpa

sumur produksi berbanding kondisi natural state dengan sumur produksi, dimana

suhu pada saat kondisi natural state tanpa sumur produksi sebesar 245˚C dan suhu

pada saat kondisi natural state dengan sumur produksi sebesar 235˚C pada

kedalaman 1350 m. Sedangkan untuk penggunaan rate 20kg/s, 25 kg/s, 30 kg/s dan

35 kg/s untuk melihat sensitivitas heat nya, didapatkan bahwa semakin besar nilai

rate yang dipakai dalam suatu sumur produksi, maka akan menurunnya nilai

temperatur di sumur produksi tersebut.

No. Penulis Judul Kajian Penelitian

1.  Montegrossi G. 3D Natural State Membuat model


 Pasqua C. Model of the numerikal 3
 Battistelli A. Menengai dimensi
 Mwawongo G. Geothermal System, berdasarkan model
 Ofwona C. Kenya konseptual untuk
mendapatkan
kondisi natural state
system geothermal
Menengai, Kenya.
2.  Rheza Akbar Pemodelan Lapangan Untuk mengetahui
 Khasani Panasbumi Dieng, letak distribusi
Indonesia Dengan permeabilitas
Software Petrasim batuan, distribusi
temperature dan
distribusi tekanan.
3.  Sophie C. P. Improved Membuat model
Pearson Visualisation of numerical 3
 S. A. Alcaraz Reservoir dimensi system
 P. A. White Simulations: geothermal
 C. Tschritter Geological and Fluid Taurangan, New
Flow Modelling Zealang dengan
menggabungkan

48
of the Tauranga Low- TOUGH2 dan
Enthalpy Geothermal LEAPFROG
System, New Zealand GEOTHERMAL
untuk mendapatkan
model yang lebih
akurat.
4.  Frans Richard K. Model Numerikal Pemodelan
 H. Suharsono Reservoir system numerical 3
 Damar panas bumi pada dimensi untuk
Nandiwardhana daerah topografi menganalisa
relative datar untuk sensivitas panas
mencari kondisi dimana semakin
natural state dan besar nilai rate
meng analisa yang dipakai dalam
sensitivitas panas suatu sumur
pada reservoir produksi, maka
menggunakan akan menurunnya
Software TOUGH2 nilai temperatur di
sumur produksi
tersebut

2.4 Kerangka pemikiran

Reservoir panas bumi merupakan formasi geologis yang terdapat dibawah

permukaan tanah dimana terdapat fluida panas yang dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan energi listrik. Untuk mengetahui Kondisi reservoir panas bumi yang

berada di bawah permukaan tanah, peneliti menggunakan metode simulasi

reservoir. Model dari reservoir didapatkan berdasarkan model konseptual, data

geologi, geokimia, dan geofisika ,dan data Well measurement. Model reservoir

menggunakan parameter batuan reservoir, seperti permeabilitas, porositas, dan

konduktivitas panas. Dalam simulasi reservoir, metode numerikal digunakan untuk

mensimulasikan performa dari rerservoir, baik dalam kondisi natural state ataupun

dalam berbagai skema exploitasi reservoir. Dalam penelitian ini Simulasi model

numerikal reservoir bertujuan untuk mendapatkan kondisi natural state reservoir

49
lapangan panas bumi lahendong. Dalam metode ini kondisi reservoir disimulasikan

oleh model numerical 3 dimensi yang terdiri dari cell atau block yang saling

terhubung. Hasil dari simulasi model numerik reservoir merupakan temperatur,

tekanan, properti fluida reservoir, dan aliran panas dan massa pada semua blocks

dapat digunakan untuk berbagai macam metode analisis performa reservoir, dalam

hal ini peneliti menggunakan hasil dari simulasi reservoir untuk menghitung potensi

energi yang dapat dimanfaatkan menggunakan metode volumetric. Kerangka

pemikiran ini dapat dilihat pada gambar

50
Gambar 2.18 Kerangka Pemikiran

51
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lapangan panas bumi Lahendong terletak sekitar 30 km ke selatan dari

Ibukota Manado, Provinsi Sulawesi Utara,dan berada pada ketinggian sekitar 750

m di atas permukaan laut. Lapangan ini adalah lapangan panas bumi pertama yang

dikembangkan di bagian timur Indonesia dengan luas lapangan sekitar 12km2.

Daerah ini terkarakterisasi oleh gunung berapi aktif yang membentuk busur dalam

gunung api di Minahasa.

Gambar 3.1 Peta Lapangan Panas Bumi


Lahendong (Robert, 1987, & Siahaan, 2003)

Sistem panas bumi lahendong dibagi menjadi dua kategori yang berbeda

berdasarkan suhu reservoir, suhu yang sangat tinggi (350 ° C) berada di bagian

selatan dan suhu yang lebih rendah berada di bagian utara (250 ° C). Sampai saat

ini, Suplai uap untuk PLTP Lahendong Unit 1, 2 dan 3 berasal dari 9 sumur

produksi yang terdapat di 3 kluster produksi. Dari zona selatan, terdapat kluster

LHD-4 yang terdiri dar 5 sumur produksi, yaitu sumur LHD- 8, LHD-10, LHD-11,

52
LHD-12 dan LHD-15 serta kluster LHD-13 yang terdiri dari 2 sumur produksi,

yaitu sumur LHD-17 dan LHD-18. Dari zona utara, terdapat kluster LHD-5 yang

terdiri dari 2 sumur produksi, yaitu sumur LHD- 5 dan LHD23. Sementara itu, di

zona utara juga terdapat kluster pengembangan yaitu kuster LHD-24 yang terdiri

dari 2 calon sumur produksi, yaitu sumur LHD-24 dan LHD-28. Nama kluster

merupakan sumur pertama yang dibor di kluster tersebut. Sumur-sumur produksi di

zona selatan, yang terdiri dari dua kluster, menyuplai uap untuk pembangkitan

PLTP Lahendong Unit 1 dan Unit 2. Sedangkan sumur-sumur produksi di zona

utara, yaitu di kluster LHD-5, menyuplai uap untuk PLTP Lahendong Unit 3. Satu

kluster pengembangan di zona utara yaitu kluster LHD- 24 rencananya akan

menyuplai uap untuk PLTP Unit 4. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,

bahwa zona selatan memiliki karakter fluida sumur yang lebih kering, sehingga satu

sumur injeksi di kluster LHD-7, yaitu sumur LHD-7, cukup untuk menginjeksikan

brine dari sumursumur produksi di kluster LHD-4 dan LHD-13 serta kondensat dari

PLTP lahendong Unit 1 dan Unit 2. Injeksi air ke sumur LHD-7 merupakan cold

injection, dimana fluida dikumpulkan dan didinginkan terlebih dahulu di cooling

pond yang terdapat di kluster LHD-13. Sementara itu, zona utara yang lebih basah,

membutuhkan 3 sumur injeksi, yaitu sumur LHD-19, LHD-20, LHD-21 yang

berada di kluster LHD-5, untuk menginjeksikan brine dari sumur-sumur produksi

di kluster LHD-5 dan kondensat dari PLTP Lahendong Unit 3. Skema injeksi pada

3 sumur injeksi terakhir merupakan hot injection. Namun untuk ke depannya, mulai

akhir tahun 2011, semua injeksi brine dan kondensat akan diarahkan pada sumur-

sumur injeksi di kluster LHD-7, dimana selain sumur LHD-7, juga telah dibor

53
sumur LHD-36 dengan skema cold injection. Skematik laju alir uap dan brine di

Area Lahendong dapat dilihat pada gambar . Adapun penambahan sumur produksi

yang akan menyuplai PLTP Lahendong Unit 4, tidak akan mengubah strategi

injeksi yang sudah ada.

3.2 Alat dan bahan

1. Data geometri (konseptual Model)

2. Data Parameter Fisik Batuan (Ahmad yani 2006)

3. Data Formasi Batuan (Ahmad yani 2006)

4. Data Sink and Source (Ahmad yani 2006)

3. Software (Ms. Excel, PetraSim, TOUGH2)

4. Personal Computer (Laptop)

3.3 Desain Penelitian

Secara Umum desain penelitian yang dilakukan meliputi pengkajian data

geologi, geokimia, dan geofisika yang dimiliki. Setelah itu di interpretasi dengan

mengintegrasikan semua data yang telah dikaji dengan data sumur. Setelah data

yang dimiliki telah sesuai dengan data sumur yang ada, maka dilakukan pembuatan

konseptual model. Letak dan karakteristik reservoir geothermal diidentifikasi

melalui data distribusi permeabilitas pada daerah lapangan panas bumi Lahendong.

Lalu menetapkan bagian reservoir yang akan dimodelkan. Setalah menentukan

bagian reservoir yang akan dimodelkan, dipersiapkan pula data-data yang harus

diinput pada Simulator TOUGH2 yang telah dipadukan oleh software PetraSim

yang akan digunakan untuk simulasi. Data tersebut merupakan parameter-

54
parameter yang dibutuhkan untuk proses simulasi berupa porositas, permeabilitas,

densitas, kapasitas panas spesifik dan konduktifitas panas batuan. Setelah semua

data telah diinput dalam simulator. langkah selanjutnya adalah pembuatan model

dengan mendesain grid yang sesuai dengan konseptual model yang telah dibuat.

Setelah itu menentukan sink dan source dari model reservoir dan menentukan initial

condition. Lalu model yang telah dibuat pada Software PetraSim dilakukan

simulasi pada Software TOUGH2 untuk mendapatkan Natural State dari reservoir,

apabila simulasi tidak mencapai natural state. Dari data natural state yang telah

didapatkan lalu peneliti menghitung potensi energy panas bumi menggunakan

metode volumetrik.

55
Gambar 3.2 Desain Penelitian

56
3.4 Variabel dan Teknik Pengumpulan data

3.4.1 Variabel Penelitian:

yang diteliti dalam penelitian ini Model Natural State Reservoir

3.4.2 Parameter Peneletian:

Data yang didapatkan kemudian di input pada table dibawah.

Tabel 3.1 Geometri grid dan layer

GEOMETRY
MESH (m) LAYERS TOP (m) BASE (m)
X 1 Y 1 layer 1
X 1 Y 1 layer 2
X 1 Y 1 layer 3
X 1 Y 1 layer 4
X 1 Y 1 layer 5
X 1 Y 1 layer 6
X 1 Y 1 layer 7
X 1 Y 1 layer 8
X 1 Y 1 layer 9
X 1 Y 1 layer 10
X 1 Y 1 layer 11
X 1 Y 1 layer 12
X 1 Y 1 layer 13
X 1 Y 1 layer 14
X 1 Y 1 layer 15
X 1 Y 1 layer 16

Tabel 3.2 Properti batuan reservoir

ROCK PROPERTIES

NAME OF HEAT SPECIFIC


Permeability (m2)
LAYER ROCK DESCRIPTION POROSITY DENSITY(kg/m3 ) CONDUCTIVIT HEAT
PROPERTIES Y (W/m-C) (J/Kg-C)
Kx Ky Kz

57
Tabel 3.3 Source and Sink

Source Sink

CELL ENTHALPY RATE CELL Pbottom- RATE


LAYER LAYER PI (m3)
NAME (Kj/Kg) (kg/s) NAME Pmodel (Pa) (Kg/s)

total in TOTAL OUT

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Simulasi Reservoir

Metode ini umumnya digunakan pada lapangan panas bumi yang

mempunyai sumur telah berproduksi, sehingga keanekaragaman sifat batuan dapat

diketahui dari data sumur bor. Dengan metode ini reservoar dimodelkan sebagai

suatu sistim yang terdiri dari sejumlah blok dan masing-masing saling

berhubungan. Dalam proses perhitungan, diperlukan simulator reservoar yang

harganya relatif mahal dan diperlukan keahlian khusus untuk mengoperasikannya.

Metode ini juga memberikan gambaran yang lebih baik mengenai penyebaran

permeabilitas di dalam reservoar dan perubahan-perubahan yang terjadi di

dalamnya pada saat diproduksikan.

Dengan menggunakan simulator kemudian dihitung besarnya tekanan,

temperatur, saturasi air dan saturasi uap di tiap blok serta laju alir masa dan laju alir

aup dari blok yang satu ke blok lainnya untuk berbagai variasi waktu. Hasil

perhitungan yang didapat berupa :

58
 Perubahan tekanan dan temperatur terhadap kedalaman, baik di sumur

maupun di tempat-tempat lainnya.

 Perubahan tekanan, temperatur, laju alir masa dan entalpi fluida terhadap

waktu.

Untuk mendapatkan kondisi awal reservoar (natural state), perlu dilakukan

perhitungan dengan waktu yang lama sehingga diperoleh kondisi setimbang

(steady), yaitu kondisi reservoar, yang tekanan dan temperaturnya tidak berubah

terhadap waktu. Model ini diuji validitasnya dengan cara membandingkan hasil

perhitungan dengan data sebenarnya, yaitu hasil pengukuran di lapangan pada

keadaan awal (sebelum reservoir diproduksi). Kalibrasi dilakukan dengan

mengubah-ubah parameter batuan dan aliran panas ke dalam reservoar yang

mempunyai tingkat ketidak pastian tinggi.

Penelitian ini difokuskan untuk mencari kondisi natural state dari reservoir.

Natural State merupakan kondisi dimana tidak terdapat fluida yang keluar atau

masuk ke dalam system. Begitu pula dengan panasnya. Kondisi natural state

didapatkan ketika terjadinya kesetimbangan massa dan juga kesetimbangan energy.

Tidak terdapat lagi perubahan tekanan dan perubahan temperature di dalam system.

Beberapa hal yang diperlukan ketika membuat model natural state adalah lokasi

yang akan dimodelkan, ukuran dan jumlah grid, initital condition, distribusi batuan

dengan perbedaan permeabilitas, sumber panas (heat source), serta manifestasi

permukaan yang ada. Pada penelitian ini peneliti menggunakan software TOUGH2

yang dipadukan dengan software Petrasim.

59
Secara garis besar tahapan kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

 Memasukan Batasan koordinat

Batasan koordinat merupakan luas (x) dan kedalaman (y)


dari reservoir.

 Menentukan EOS (Equation of state)

Pada simulasi ini modul EOS yang digunakan adalah EOS 1


karena sistem pada daerah geothermal Lahendong berupa
water(EOS1).

 Menentukan Sistem Grid

Ukuran dan banyaknya grid yang disimulasikan disesuaikan


dengan seberapa besar luas dan volume dari reservoir dengan ukuran
dari masing-masing grid yang merepresentasikan satu luasan zona
reservoir. Semakin kecil grid yang digunakan, maka akan semakin
detail hasil simulasi yang akan didapatkan dan begitupula
sebaliknya.

 Memasukan Parameter fisik batuan

Tipe tipe batuan dimasukan sesuai dengan data batuan yang


berupa, Permeabilitas, porositas, konduktivitas panas, densitas dan
panas spesifik

 Menentukan Batas dan initial condition

Batas reservoir diatur agar tidak ada panas atau fluida yang
masuk ataupun keluar dari sistem, sehingga diasumsikan daerah
disekeliling reservoir merupakan batuan impermeable. Initial
condition merupakan asumsi kondisi awal dari reservoir yang
berupa temperatur dan tekanan dalam reservoir

 Memasukan Sink and Source

Sinks merupakan sumur produksi dan source merupakan


sumur injeksi yang ada di lapangan panas bumi.

60
 Memulai simulasi

Setelah semua data telah diinput model reservoir


disimulasikan sampai mencapai kondisi natural state dari reservoir
tersebut.

3.5.2 Menghitung Besar Potensi Energi Panas Bumi

Prinsip dasar metode volumetrik adalah menganggap reservoar panas bumi


sebagai suatu bentuk kotak yang volumenya dapat dihitung dengan mengalikan luas
sebaran dan ketebalannya. Dalam metoda volumetrik besarnya potensi energi
sumber daya atau cadangan diperkirakan berdasarkan kandungan energi panas di
dalam reservoar. Kandungan energi panas di dalam reservoar adalah jumlah
keseluruhan dari kandungan panas di dalam batuan dan fluida. Metode volumetrik
digunakan pada kelas sumberdaya hipotetis sampai dengan terbukti. Beberapa
asumsi dibutuhkan untuk estimasi kesetaraan energi panas dengan energi listrik.

He = A h {(1 − Φ) ρr cr T + Φ (ρL UL SL + ρvUvSv)} (3.1)

dimana :

He = Kandungan energi panas (kJ)


A = Luas area panas bumi (m2)
h = Tebal reservoar (m)
T = Temperatur reservoar (°C)
SL = Saturasi air (fraksi)
Sv = Saturasi uap (fraksi)
UL = Energi dalam air (kJ/kg)
Ф = Porositas batuan reservoar (fraksi)
Cr = kapasitas panas batuan (kJ/kg°C)
ρr = density batuan (kg/m3)
ρL = density air (kg/m3)
ρv = density uap (kg/m3)

61
 Prosedur Perhitungan

Estimasi potensi energi panas bumi metode volumetrik dapat dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut :

a) Menghitung kandungan energi di dalam reservoar pada keadaan awal (Ti)

Hei = A h {(1 - Ф ) ρr cr Ti + Ф (ρL UL SL + ρv Uv Sv)i} (3.2)

b) Menghitung kandungan energi dalam reservoar pada keadaan akhir (Tf) :

Hef = A h {(1 - Ф ) ρr cr Tf + Ф (ρL UL SL + ρv Uv Sv)f} (3.3)

c) Menghitung maximum energi yang dapat dimanfaatkan (sumber daya) :

Hth = Hei – Hef (3.4)

Menghitung energi panas yang pada kenyataannya dapat diambil (cadangan

panas bumi). Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan kJ, maka besarnya

cadangan ditentukan sebagai berikut :

Hde = Rf . Hth (3.5)

d) Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan MWth, maka besarnya

cadangan ditentukan sebagai berikut :

𝐻𝑑𝑒
𝐻𝑟𝑒 = (3.6)
t x 365 x 24 x 3600 x 1000

62
e) Menghitung besarnya potensi listrik panas bumi yaitu besarnya energi

listrik yang dapat dibangkitkan selama periode waktu t tahun (dalam

satuan MWe).
𝐻𝑑𝑒 η
𝐻𝑒𝑙 = (3.7)
t x 365 x 24 x 3600 x 1000

Dimana :

Ti = Temperature reservoar pada keadaan awal, °C


Tf = Temperature reservoar pada keadaan awal, °C
Hei = Kandungan energi dalam batuan dan fluida pada keadaan awal, kJ
Hef = Kandungan energi dalam batuan dan fluida pada keadaan akhir, kJ
Hth = Energi panas bumi maksimum yang dapat dimanfaatkan, kJ
Hde = Energi panas bumi maksimum yang dapat diambil ke permukaan
(cadangan panas bumi), kJ
Hre = energi panas bumi maksimum yang dapat diambil ke permukaan selama
perioda waktu tertentu (cadangan panas bumi), MWth
Hel = potensi listrik panas bumi, MWe
Rf = faktor perolehan, fraksi
t = lama waktu (umur) pembangkit listrik, tahun
η = faktor konversi listrik, fraksi

63
Gambar 3.3 Pengolahan Data

64
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani. 2006. Numerical Modelling Of Lahending Geothermal System,


Indonesia. UNU-GTP, Reports 2006-Number 24. Pertamina : Area
Geothermal Lahendong.
Pri Utami, E.E. Siahaan, T. Azimudin, Suroto, P.R.L Browne, S.F. Simmons. 2004.
Overview Of The Lahendong Geothermal Field, North Sulawesi, Indonesia:
a Progress Report. Proceedings 26th NZ Geothermal Workshop 2004.
Geology Dept, The University of Auckland : New Zealand.
Hary Koestono, Eben Ezer Siahaan, Marihot Silaban, Hjalti Franzson. 2010.
Geothermal Model of the Lahendong Geothermal Field, Indonesia.
Proceedings World Geothermal Congress 2010. Pertamina Geothermal
Energy: Jakarta, Indonesia.
James W. Mercer, Jr., and Charles Faust. 2010. Geothermal Reservoir Simulation.
U. S. Geological Survey: Reston, Virginia.
Badan Standardisasi Nasional, 1999, Metode Estimasi Potensi Energi Panas Bumi.
SNI 13-6171-1999.
Karsten Pruess, Curt Oldenburg, George Moridis. 1999. TOUGH2 USER’S
GUIDE, VERSION 2.0. Earth Sciences Division, Lawrence Berkeley National
Laboratory. University of California, Berkeley: California.
Pri Utami, Khasami. Roeroe. N. Tuerah. Z. I. Bachrun, K. Rozaq, M.
Gumalag.2011. Lahendong Geothermal Education Park: A proposed
geothermal public education facility in the eastern part of Indonesia. Jurnal
of Glociology, New Zealand Geothermal Workshop 2011 Proceedings.
Geothermal Research Centre, Faculty of Engineering. Gadja Mada
University: Yogyakarta.
Ali Ashat, Fitrian Ardiansyah. 2012. A Vision for Developing Indonesia’s
Geothermal Power. WWF: Indonesia.
Nur Suhartono. 2012. Pola Sistem Panas dan Jenis Geothermal dalam Estimasi
Cadangan Dearah Kamojang. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012.
Teknik Geologi UPN ”Veteran” Yogyakarta: Yogyakarta

Prof. Dr. Sismanto. 2012. Fisika Batuan. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Prihadi Sumintadireja, Sayogi Sudarman, Ismail Zaini. 2001. Lahendong


Geothermal Field Boundary Based On Geological and Geophysical Data.
Proceeding Of The 5th Inaga Annual Scientific Conference & Exhibitions

65
Yogyakarta, 2001. Department of Geology – FIKTM – Institut Teknologi
Bandung: Bandung.

Khasani, Ryuichi Itoi, Michihiro Fukuda, and Sayogi Sudarman. 2001.


Interpretation Of Well Logging Data On Lahendong Geothermal Field,
Indonesia. Proceeding Of The 5th Inaga Annual Scientific Conference &
Exhibitions Yogyakarta, 2001. Energy Resources Engineering Laboratory,
Graduate School of Engineering, Kyushu University: Hakozaki, Higashi-ku,
Fukuoka, Japan.
Imam B Raharjo, Phil E Wannamaker, David P Timisela, Anita F Arumsari. 2008.
3-D Inversi Magnetotelurik, Studi Lapangan Geothermal Lahendong.
Progress Research Prepared for the 33th HAGI Annual Meeting, 2008.
Pertamina Geothermal Energy: Jakarta.
Maren Brehmea, Guido Blöchera, Mauro Cacacea, Fiorenza Deona, Inga Moecka,
Bettina Wiegandb, Yustin Kamahc, Simona Regenspurga, Günter
Zimmermanna, Martin Sauterb, Ernst Huengesa. 2016. Characterizing
permeability structures in geothermal reservoirs – A case study in
Lahendong. Proceedings, 41st Workshop on Geothermal Reservoir
Engineering Stanford University, Stanford, California, February 22-24, 2016.
Helmholtz Centre Potsdam - GFZ German Research Centre for Geosciences,
Telegrafenberg: Potsdam, Germany.
Maren Brehmea, Inga Moecka, Yustin Kamah, Günter Zimmermann, Martin
Sauter. 2014. hydrotectonic model of a geothermal reservoir – A study in
Lahendong, Indonesia. Helmholtz Centre Potsdam - GFZ German Research
Centre for Geosciences, Telegrafenberg: Potsdam, Germany.
Eben Ezer Siahaan, Sukusen Soemarinda, Amir Fauzi, Timbul Silitonga, Tafif
Azimudin, Imam B. Raharjo. 2005, Tectonism and Volcanism Study in the
Minahasa Compartment of the North Arm of Sulawesi Related to Lahendong
Geothermal Field, Indonesia. Proceedings World Geothermal Congress 2005.
PT. Pertamina Geothermal Energi: Jakarta.

66

Anda mungkin juga menyukai