Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN TENTANG PROSES UNTUK

MENJAWAB PERTANYAAN KOMPETENSI DAN


KEWENANGAN PPA
RSU MITRA SEHAT

Rumah Sakit Umum Mitra Sehat


Jl Sei Merah No.300
Desa Dagang Kerawang Dusun II
Tanjung Morawa-Deli Seradang
Sumatera Utara
T.A 2019 – 2020

1
KATA PENGANTAR

Buku panduan tentang proses untuk menjawab pertanyaan kompetensi dan kewenangan
PPA adalah standar baku yang ditentukan oleh rumah sakit guna meningkatkan mutu pelayanan
pasien. Buku ini berisi prosedur yang harus dipatuhi oleh semua instalasi atau unit pelayanan
dilingkungan RSU Mitra Sehat Tg.morawa. Buku panduan ini disusun bersama oleh Bidang
Pelayanan Medik yang merupakan bagian dari Panitia Akreditasi RSU Mitra Sehat Tg morawa.

Akhir kata semoga buku ini dapat digunakan sebagai mana mestinya, sehingga
bermanfaat bagi seluruh tenaga medis dalam memberikan pelayanan yang aman dan bermutu
menuju kepuasan pasien. Kritik dan saran untuk perbaikan buku panduan ini akan menambah
kesempurnaan penyusunan panduan di masa mendatang.

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................... i

Kata pengantar.............................................................................................................. ii

Daftar Isi ....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 5

B. TUJUAN ..................................................................................................... 6

C. SASARAN .................................................................................................. 6

BAB II RUANG LINGKUP .......................................................................................... 5

2.1 Prinsip dalam Pelayanan kesehatan………………………………………6

2.2 Hak Pasien dan Keluarga…………………………………………………….7

2.3 Kewajiban Rumah Sakit dalam Menghormati Hak Pasien Keluarga….8

2.4 Kewajiban Pasien……………………………………………………………..9

BAB III TATA LAKSANA ........................................................................................... 10


3.1 Pada Saat Pendaftaran………………………………………………………11
3.2 Pada Saat Pengobatan………………………………………………………12
3.3 Pada Saat Perawatan………………………………………………………...13
BAB IV DOKUMENTASI .......................................................................................... 14
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau
kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau
meminimalkan resiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses
pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu keselamatan pasin di rumah sakit merupakan prioritas utama
dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan yang
efektif, efisien dan aman bagi pasien, diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang
tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan kompetensi
dan kewenangannya.
Selanjutnya pelayanan berfokus pada pasien, patient centered care, dengan elemen utama
asuhan terintegrasi merupakan standar dalam akreditasi. Untuk penerapannya diperlukan
kolaborasi interprofesional para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) karena merupakan
persyarat untuk mencapai tujuan tersebut dan dilengkapi dengan kompetensi praktek
kolaborasi termasuk komunikasi yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter
sebagai ketua tim (Clinical Leader) sangat besar dan sentral dalam menjaga keselamatan
pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh dokter.
Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor
catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien
direkam secara real time dan akurat. Apabila terjadi sengketa medis maka rekam medis
ini benar-benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan telah
dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula
berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.
Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien (patient care) adalah
asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan
pasien disbut DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pelayanan.
Pengaturan tentang DPJP sangat diperlukan dalam pelaksanaan asuhan medis di rumah
sakit untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelayanan yang kuarang baik karena

4
terjadinya duplikasi, interaksi obat yang kurang terkontrol, kontra indeksi, ketidak jelasan
peranan dokter bila hanya diminta pendapat saja, dll.
Panduan ini disusun untuk memudahkan rumah sakit mengelola penyelenggaraan asuhan
medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Tujuan Khusus :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien agar memperoleh asuhan medis yang
terbaik.
b. Memberikan kemudahan kepada rumah sakit untuk mengelola penyelenggaraan
asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit.
c. Memberikan panduan dan penjelasan tentang peranan DPJP.
d. Memberikan panduan dan penjelasan tentang mekanisme koordinasi, kolaborasi
interprofesional dan kerja sama tim dalam memberikan asuhan kepada pasien di
rumah sakit.
C. SASARAN
1. Para Direktur Rumah Sakit dan Para Manajer Pelayanan di Rumah sakit
2. Komite Medis
3. Para dokter pemberi asuhan medis di rumah sakit
4. Kelompok profesi medis / Kelompok staf medis.

A. DASAR HUKUM
1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah Sakit mempunyai fungsi : huruf
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan tiga sesuai kebutahan medis
2. Penjelasan Pasal 29 huruf r : yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital by laws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (hospital by laws) dan
peraturan medis Rumah Sakit (hospital by laws) yang disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola Perusahaan yang baik (good corporate governance) dan
tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf medis
Rumah Sakit (medical staff by law) antara lain diatur kewenangan klinis (Clinical
Privilege).
3. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan praktik kedokteran
bertujuan untuk
a. Memberikan perlindungan kepada pasien
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi; dan

5
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44/2009 tetang Rumah sakit pasal 43 menyatakan rumah sakit wajib
menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
5. Pada Lampiran Permenkes 1691/2011 pengaturan tentang Standar I. Hak pasien,
adalah sebagai berikut :
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden Kriteris
:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rancana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
6. Permenkes 755/2011tentang penyelengaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
7. Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.

B. PENGERTIAN

1. DPJP (Dokter Penanggung Jawap Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai dengan
kewenang klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket)
kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan akhir
perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Asuhan
medis lengkap artinya rencana serta tindakan lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi, maka harus ada
DPJP Utama. Contoh: pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola
oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata dan
Dokter Spesialis Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketahui oleh seorang DPJP
Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien yang bersangkutan (“Kedua Tim”), dengan tugas menjaga
Terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan
pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah
duplikasi serta mendorong penyesuaian pendapat (adjustmen) antar anggota / DPJP,
mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat kontributif (bukan
intervensi).

6
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan uraian / data
tentang hasil laboratorium atau hasil radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena
tidak memberikan asuhan medis yang lengkap
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dsb.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered
Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung aspek pasien
merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin /
klinis dengan DPJP sebagi ketua tim klinis – Clinical Leader, PPA dengan
kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain. Terdiri dari dokter,
perawat, bidan, nutrisionis / sietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dsb.
C. PELAYANAN KESEHATAN DIRUMAH SAKIT

Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan di rumah


sakit adalah pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut
dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna ketiga adalah upaya kesehatan
perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
sub sepesialistik. Dengan demikian asuhan medis di rumah sakit kepada pasien diberikan
oleh dokter spesialis

D. PATIENT CENTERED CARE DAN ASUHAN TERINTEGRASI


Asuhan pasien dalam standar akreditasi harus dilaksanakan berdasarkan pola
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis
kebutuhan pelayanan pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberia
Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi pasien.
PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien,
a.I. dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi,dsb.
Dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada konstribusi
profesinya, masing – masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif. PPA
memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim interdisiplin
dengan kolaborasi interprofesional. DPJP dalam tim adalah sebagai ketua tim klinis
(Clinical Leader), melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien.

7
PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Asesmen pasien dan Implementasi
rencana termasuk monitoring. Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah (IAR) :
1. Informasi dikumpulkan, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain /
penunjang, dsb (I)
2. Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan antara lain maslah, kondisi, diagnosis,
untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien (A)
3. Rencana pelayanan / Care Plan dirumuskan, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
pasien (R). Implementasi rencana serta monitoring adalah pemberian pelayanannya.
Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada Catatan Perkembangan Pasien
Trintegrasi.

Profesional Pemberi Asuhan (PPA)

DPJP

Perawat /
Bidan Apoteker

Pasien
Keluarga

Nutrisionis/
Penata
Dietisien
Anestesi

Lainnya

a. Masing – masing PPA memberikan asuhan melalui tugas mandiri delegatif dan
kolaboratif dengan pola IAR
b. Menggunakan Pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME (untuk GIZI)
c. Berkolaborasi interprofesional
d. Meningkatkan kompetensi untuk praktik kolaborasi interprofesional dalam 4
ranah :
1) Nilai dan etika praktik interprofesional
8
2) Peran dan tanggung jawab
3) Komunikasi interprefesional
4) Kerjasama dalam tim klinis / interdisplin
5) Edukasi untuk kolaborasi Interprofesion.

Proses Asuhan Pasien


Oleh PPA
Tugas Mandiri

 Tugas Mandiri

1. Asesmen Pasien : IAR


a. Informasi dikumpukan : Anamnesa, pemeriksaan, pemeriksaan lain /
penunjang, dsb
b. Analisis informasi : Dihasilkan Diagnosis / Masalah / Kondisi, untuk
dapat mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c. Rencana Pelayanan / Care Plan : Dirumuskan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan pasien

2. Pemberian Pelayanan
3. Implementasi Rencana
4. Monitoring

9
E. ASUHAN MEDIS
Asuhan medis di rumah sakit dibberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di Instalasi Gawat Darurat dokter juga yang bersertifikat kegawatdaruratan, antara lain
ATLS, ACLS, PPGD, General Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada saat
asuhan awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan
memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP pasien tsb mengantikan
DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD tsb diatas.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no 18/KKI/KEP/IX/2006).
Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dpat
menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb :
1. Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan
dan keselamatan pasien
2. Kaidah dasar moral :
a. Menghormati martabat manusia (respect for person)
b. Berbuar baik (benefincence)
c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
d. Keadilan (justice)
3. Tujuan :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
4. Tumpuan dasar kompetensi dokter mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) (Perkonsil No 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter
Indonesia) yang adalah :
a. Profesionalitas yang Luhur
b. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
c. Komunikasi efektif
d. Pengelolaan Informasi
e. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
f. Keterampilan Klinis
g. Pengelolaan Masalah Kesehatan

10
F. ASUHAN PASIEN TRINTEGRASI DAN PATIENT CENTERED CARE

Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien (patient
centered care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien di rumah sakit.
Konsep inti (core concept) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :
1. Perspektif Pasien :
a. Martabat dan Respek.
1) Profesional pemberi asuhan mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
2) Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien – keluarga
dimasukkan dlam perencanaan pelayanan dan pemberi pelayanan kesehatan.
b. Berbagi informasi.
1) Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara
lengkap kepada pasien – keluarga.
2) Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
c. Partisipasi
1) Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
d. Kolaborasi / kerjasama
1) Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga dalam pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah mitra
PPA.
2. Perspektif PPA
a. Tim Interdisiplin
1) Profesional pemberia asuhan diposisikan mengelilingi pasien
2) Kompetensi yang memadai
3) Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
4) Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan memberikan
asuhan yang terintegrasi
b. Interprofesionalitas
1) Kolaborasi interprofesional
2) Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
3) Termasuk bermitra dengan pasien
c. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
1) DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien
d. Personalized Care

11
1) Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilaii-nilai pasien
2) Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan

G. DPJP SEBAGAI CLINICAL LEADER


1. Dalam asuhan/pelayanan berfokus pada pasien (patient centered care) para PPA
memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin, masing-masing PPA melakukan tugas
mandiri, tugas delegatif dan tugas kolaboratif dengan pola IAR.
2. Asuhan pasien terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dlam fungsi sebagai ketua tim klinis
(Clinical leader) yang melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis. DPJP
melakukan review rencana PPA lainya dan menverifikasinya, lihat standar PP 2.1. elemen
penilaian 5.
3. Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana para PPA dan memberikan
catatan/notasi pada CPPT (Catatan Pelayanan Pasien terintegrasi).
H. KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA
1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk
pelyanan interpretatif (antara lain Dr.Sp.PK, Dr.Sp.PA, Dr.Sp.Rad., dsb.), harus memiliki
SK dari Direktur Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical
appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK (Delineation of
Clinical Privilage). Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui proses kredensial dan
rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan
Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan Direktur Rumah Sakit
dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS
(Kualifikasi dan Pendidikan Staf, Standar KPS 11).
I. PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF MEDIS
1. Regulasi tentang penunjukan seseorang DPJP untuk mengelola seorang pasien,
pengantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya telah tuntas, ditetapkan oleh
Direktur Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat antara lain berdasarkan
permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung. Pergantian
DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak dibenarkan
pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu dengan pola hari
Senin oleh DrSp PD X, hari Rabu DrSp PD Y, hari Sabtu DrSp PD Z; karena hal tersebut
akan mengakibatkan tidak adanya kontinuitas pelayanan.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan penunjukan
DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur Rumah Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir-butir sbb :

12
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada awal
perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit dalam
kondisi (relatif) menonjol atau terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis
Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan / diorganisir oleh Direktur
Rumah Sakit sesuai kebutuhan, disebut KSM (Kelompok Staf Medis). Pengelompokan
dapat dilakukan antara lain dengan pola disiplin ilmu / spesialisasi (Kelompok Staf Medis
Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata dsb), kategori penyakit (KSM Diabetes, KSM
Onkologi) kategori organ (KSM Ginjal, KSM Gestro-entero Hepatologi) kategori usia
(KSM Geriatri) dan Kategori interes tertentu/lainya (KSM Sel Punca, dll).

BAB III TATA LAKSANA DPJP


A. TATA LAKSANA ASUHAN DPJP
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat
inap harus memiliki DPJP
2. Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter gawat darurat, dokter jaga (dengan sertifikasi
kegawat daruratan, antara lain PPGD, ATLS, ACLS, GELS) menjadi DPJP pada
pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat daruratan. Kemudian selanjutnya
saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on side) atau konsultasi lisan kepada dokter
spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara
lisan) maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien ysb, sehingga saat itulah DPJP
telah berganti dari dokter gawat darurat / dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tsb.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP maka harus ditujuk DPJP
Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim
dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi (dibedakan
dengan bekerja sendiri-sendiri).
4. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi
pasien ysb (sebagai “Ketua Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis
komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi yang
efektif dan membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat
(adjustment) antar Anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP
bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi obat.
5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama.
Keputusan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ktepatan waktu misalnya antar lain

13
kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi pemenuhan
kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-hari.
6. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang melibatkan
semua DPJP ysb beserta profesi terkait lainya sesuai kebutuhan pasien; rumah sakit
diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat tim di tempat-tempat pelayanan, misalnya
di Rawat Inap, ICU, UGD, dll. DPJP Utama juga bertugas untuk menghimpun
komunikasi / data tentang pasien.
7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan pasien dan /
keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah
DPJP bila terjadi pelangaran prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai
kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih
tanggung jawabnya. Harap digunakan formulir daftar DPJP (Contoh Formulir Daftar
DPJP terlampir).
9. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan
tingkatan keikut sertaan para DPJP terkait, tergantung pada sistem yang ditetapkan dalam
kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka. Bila rumah sakit
memakai sistem terbuka, gunakan kriteria tsb .
10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di
kamar operasi tsb.
11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikan instruksi, maka
otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP di bantu oleh dokter
lain (antara lain dokter ruangan, residen) dimana ysb boleh menulis / mencatat di rekam
medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP yang
bersangkuatan harus memberi supervisi, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf
/ tanda tangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis setiap hari.
13. Asuhan pasien dilakukan oleh para profesional pemberi asuhan yang bekerja
secara tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team Leader) harus proaktif
melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif
dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang
(discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat
inap
14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien
dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang berempati.
Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan fokus pada pasien

14
(Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area
kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006).
15. Pendokumentasian yang di lakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tsb dilakukan antara
lain di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT
(integrated note), form asesmen pra anestesi / sedasi, intruksi pasca bedah, form edukasi /
informasi ke pasien dsb. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan
tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen, dsb. (contoh
Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dan contoh Formulir Perintah Lisan
terlampir).
16. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional pemberi asuhan
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), sesuai
dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien agar terjaga kontinuitas
pelayanan baik waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri
dirumah, kontrol dsb.
17. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu)
tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang di isi secara periodik sesuai kebutuhan /
penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP, tanggal
mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan
akhir sebagai DPJP Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir. (Formulir
Daftar DPJP, terlampir).
18. Rumah Sakit terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil, penetapan
kebijakan tentang asuhan medis yang sifatnya khusus agar di konsultasikan dengan
pemangku kepentingan antara lain Komite Medis, Fakultas Kedokteran ysb bagi residen,
Organisasi Profesi, IDI, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit Propinsi,
Kolegium dsb.
19. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktik Klinis / Alur Perjalanan Klinis /
Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan peroses asuhan pasien
(baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainyan) yang diberikan
kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Kinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway yang telah di tetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis
/ Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan
Audit Medis.
20. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway /
Panduan Praktek Klinis maka harus memberikan penjelasan tertulis dan dicatat di rekam
medis.
B. SUPERVISI

15
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibutuhkan oleh Staf
Medis non DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR), dsb, maka
diperlukan supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap
asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat diperlukan untuk
memastikan asuhan pasien aman dan memastikan koordinasi dan kerjasama tim yang
baik adalah pengalaman belajar bagi para profesional pemberi asuhan, bahwa pelayanan
telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk kepastian hukumnya bagi
pemegang kewenangan klinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengat tingkat pelatihan dan tingkat
kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis.
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses supervisi klinis:
siapa supervisor dan frekuensi sepervisinya penandatanganan harian dari semua catatan
dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan catatan harian, atau
membuat entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga, jelas tentang bagaimana
bukti pengawasan yang didokumentasikan, termasuk frekuensi dan lokasi dokumentasi.
4. Rumah sakit memiliki prosedur megidentifikasi dan memonitorinng keseragaman proses
supervisi klinis, memonitoring dan evaluasi pelayanan asuhan klinis.
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan potensi
untuk terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, atau menurunnya mutu asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk mengakuisisi dan
mengembangkan keterampilan klinis dan profesionalisme sluruh staf medis yang terlibat
dalam asuhan medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan otoritas dan
kemandirian, pengawasan dan umpan balik.
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan para staf untuk menjadi
praktisi yang kompeten dalam disiplin mereka.
8. RS harus menetapkan kebjakan tentang tingkatan supervisi masing-masing staf medis no
DPJP.
9. Tingkatan Supervisi bagi DPJP dan DR :

16
BAB V

PENUTUP

Panduan ini disusun untuk menjadi acuan proses untuk menjawab pertanyaan
kompetensi dan kewenangan PPA di RSU Mitra Sehat. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahan dan pembuatan panduan ini, karena terbatasnya pengetahuan dan kurang nya
rujukan atau refrensi.

Tim penyusun berharap pihak dapat memberikan kritik dan saran membangun demi
kesempurnaan panduan di kesempatan berikutnya. Semoga panduan ini berguna bagi Tim
Akses Pelayanan di RSU Mitra Sehat pada khusus nya juga untuk para pembaca pada
umumnya.

17

Anda mungkin juga menyukai