PENGEMBANGANDESAWISATABERWAWASANLINGKUNGAN
PENGEMBANGANDESAWISATABERWAWASANLINGKUNGAN
net/publication/324992191
CITATIONS READS
0 4,319
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Tari Budayanti Usop on 07 May 2018.
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas, juga di hulu sungai Mahakam. Bentuk-
bentuk desa-desa yang terdapat di Kalimantan Tengah membuktikan bahwa awal mulanya
terbentuk sebuah perkampungan yang mendiami disepanjang Daerah Aliran Sungai
(DAS).
Desa Wisata dinilai sangat potensial untuk dikembangkan sebagai produk
pariwisata, mengingat pada tahun-tahun ini wisata alam dan budaya sangat diminati oleh
wisatawan. Desa Wisata dinilai efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
dengan mengembangkan karakter wisata desa yang bersangkutan. Desa wisata yang sudah
memiliki potensi yang menarik seperti bentuk arsitekturnya dari warisan rumah tua
bersejarah jaman dulu, adat istiadatnya yang masih khas, serta panorama pemandangan
alamnya yang eksotis. Model wisata desa yang berwawasan lingkungan biasanya tidak
memiliki pengaruh bahaya di dalam lingkungannya karena bersifat tidak merubah budaya
dan adat istiadat setempat tetapi meningkatkan potensi yang ada menjadi memiliki nilai
jual untuk mendatangkan para wisatawan berkunjung serta melengkapinya dengan sarana
dan prasarana pendukung guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas merupakan
objek wisata budaya yang menarik karena memiliki Rumah Betang “Toyoi” yang dibangun
oleh Toyoi Bin Pandji yang dibangun pada tahun 1894-1901 dan menempati areal 1 (satu)
hektar. Dalam setiap tahunnya tercatat lebih dari 5000 orang yang berkunjung ke betang
tersebut untuk melihat keaslian dari bangunan tersebut baik untuk sekedar berkunjung atau
untuk meneliti bentuk bangunan betangnya. Di samping bangunan Rumah Betangnya yang
menarik karena kelestarian arsitekturnya, juga terdapat suasana pedesaan khas. Penduduk
desa rata-rata masih memeluk agama Hindu Kaharingan / agama asli suku Dayak
Kalimantan Tengah. Sehingga dalam setiap tahun diadakan prosesi ritual adat / upacara
Tiwah yaitu upacara memindahkan tulang belulang nenek moyang ke dalam sandung yaitu
bangunan rumah-rumahan kecil dari kayu besi dengan ketinggian ± 2 m. Untuk mencapai
Desa Tumbang Melahoi ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua
maupun roda empat melalui jalan darat, dengan jarak tempuh ± 73,1 km dari Kota Kuala
Kurun atau jika ditempuh dari Kota Palangka Raya memakan waktu 5-6 jam dengan
kondisi jalan yang cukup baik.
2
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
Secara keseluruhan suasana pedesaan di desa Tumbang Malahoi masih sangat baik,
warga masyarakat dinilai sangat ramah terhadap para tamu / pengunjung yang datang ke
desa ini. Namun infrastruktur pedesaan masih sangat minim sekali dari segi kebersihan
lingkungan, serta sumberdaya manusianya, atraksi wisatanya pun tidak ada. Misalnya tidak
jauh dari lokasi desa Tumbang Melahoi ini terdapat Riam Guhung Rawai yang memiliki
arus riam yang sangat deras sekali, areal disekitar kawasan hanya didiami beberapa rumah
penduduk, kawasan ini masih asli dan hijau, sehingga sangat baik dijadikan sebagai potensi
wisata alam. Kekurangan dari Riam ini adalah tidak terawat kebersihan yaitu sampah-
sampah sungai / riam (kayu-kayu besar / tunggul) masih banyak berserakan di bebatuan
sehingga mengurangi keindahannya.
Dengan melihat potensi dan permasalahan yang ada maka penelitian ini berusaha
mengembangkan kawasan desa wisata di Tumbang Malahoi berwawasan lingkungan
dengan memperhatikan konsep pelestarian, budaya dan adat masyarakat Dayak Kalimantan
Tengah, dimana dalam kajian mengenai Pengembangan secara umum terdapat empat pilar
pokok (Ernan Rustiadi, 2011: 14), yaitu ; (1) Inventarisasi, Klasifikasi, dan Evaluasi
sumberdaya, (2) Aspek Ekonomi, (3) Aspek Kelembagaan (Institusional), dan (4) Aspek
Lokasi / Spasial. Ke empat pilar ini merupakan langkah-langkah untuk menganalisa kondisi
desa Tumbang Malahoi agar dapat meningkatkan ke unggulan potensi wisata suatu desa.
Di latarbelakangi potensi desa Tumbang Malahoi juga yang memiliki warisan
arsitektur Rumah Betang (artifak) dan budaya (adat istiadat) yang khas, kiranya perlu
penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan nilai jual produk pariwisata dengan
membina masyarakat desa dalam menjaga kelestarian arsitektur dan budayanya agar selalu
lestari. Sedangkan kondisi perkampungan / desa Tumbang Malahoi dan kawasan Riam
Guhung Rawai yang tidak terawat, perlunya tindakan perbaikan dan peningkatan kualitas
ruang lewat tindakan pelestarian untuk menghindari terjadinya kejutan arus wisatawan
yang banyak berkunjung nantinya sehingga perlu dipersiapkan instrument perencanaan dan
pengembangan yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan dan budaya, adat istiadat masyarakat setempat.
Dengan penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat desa, aktivitas ekonomi terpacu akibat dari industry pariwisata tesebut.
3
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
Sehingga bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat desa dengan tidak merusak
lingkungan desa.
4
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
5
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
1). Desa Tumbang Malahoi yang dijadikan sebagai pilot proyek pembentukan desa wisata
tentukan bisa dikembangkan di desa-desa mana saja yang terdapat di Kalimantan
Tengah yang tentunya dengan perbedaan asset budaya, arsitektur, dan bentang alam
yang unik dan menarik.
2). Publikasi pada jurnal nasional dan internasional yang terakreditas.
6
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
7
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
PETA LOKASI
Betang Konut di
Betang Toyoi di Desa Konut Kec.
desa Malahoi Kec. Tanah Siang Kab.
Tumbang Jutuh Murung Raya
Kab. Gunung Mas
Karak Betang di
Bukit Rawi Palangka
Raya
Karak Betang di Desa
parit Kec. Cempaka
Mulya Kab. Kota
Waringin Timur
Huma Gantung di
Desa Buntoi Kec.
Kahayan Hilir Kab.
Pulang Pisau
8
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
PETA LOKASI
Betang
Toyoi
Karak Betang
Bukit Rawi
U Huma
Gantung
Buntoi
SKALA 1 : 3.200.000
9
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
BETANG TOYOI
DI TUMBANG MALAHOI KEC. RUNGAN
KABUPATEN GUNUNG MAS
10
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
11
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
12
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
Gambar Riam Guhung Rawai, yang bisa dijadikan sebagai Atraksi Wisata Alam di Desa
Tumbang Malahoi
13
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
METODE PENELITIAN
14
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
wawancara secara langsung. Beberapa nara sumber yang diwawancarai yaitu : penjaga
betang, tokoh masyarakat desa, Kepala desa
15
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
merupakan satu kesatuan dengan desa Tumbang malahoi yang dilestarikan. Tolak
ukurnya dengan melakukan nilai arsitektonis yaitu : bentuk bangunan, struktur,
ruang, dan ornament. Kemudian terkait dengan pengembangan desa Wisata akan
dikeluarkan suatu model desain tata ruang didirikan suatu rumah Betang sebagai
tempat para pengunjung untuk bisa menginap untuk bernostalgia dengan masa lalu,
dengan maksud agar tidak merusak bangunan yang aslinya. Selajutnya (2) peran
memperkuat kawasan ; bangunan atau bagian dari desa tumbang Malahoi yang
karena investasi di dalamnya akan mempengaruhi kawasan disekitarnya, atau
kehadirannya sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan
sekitarnya. Sehingga diperlukan teknik penataan kawasan sekitar Betang Toyoi
untuk meningkatkan kualitas kawasan tersebut.
e. Out-put akhir dari perencanaan dan pengembangan ini adalah dikeluarkan model
desain perancangan desa wisata dengan memberikan data informasi desain yang jelas
areal lokasi pelestarian desa wisata yang dijadikan kawasan konservasi, serta bentuk-
bentuk model desain.
2. Tahun Kedua :
a. Melakukan sosialisasi desain yang telah direncanakan dan dikembangkan dengan
melakukan perlibatan masyarakat desa. Artinya, pelestarian dan konservasi kawasan
Betang Toyoi harus merajut keseluruhan serta kehidupan social, komersial, seni
budaya, dan tradisi. Rencana tindak yang melibatkan partisipasi seluruh warga.
b. Implementatif desain yang akan rencanakan sesuai dengan tahapan perencanaan dan
pengembangan dengan membagi areal lokasi wisata yang bersifat konservasi dan
yang dikembangkan secara dinamis untuk menghindari terjadinya ketidakteraturan
pengembangan.
c. Promosi desa Tumbang Malahoi melalui data informasi di website
16
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
17
Pengembangan Desa Wisata Berwawasan Lingkungan
Studi Kasus : Desa Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas
DAFTAR PUSTAKA
Catanese, J. Anthony dan James C. Snyder : Perencanaan Kota, Erlangga, Jakarta, 1996.
Elbas Lambertus, Akmad Akya, Bahen Tunika Bahen : Arsitektur Tradisional Daerah
Kalimantan Tengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, 1986.
Ernan RUstiadi, Sunsun Saefulhakim, dan Dyah R. Panuju : Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah, Yayasan Pustaka Obor, Jakarta, 2011.
Juhana, 2000. Arsitektur dalam Kehidupan Masyarakat, Pengaruh Bentukan Arsitektur dan
Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah Tinggal Suku Bajo di Wilayah Pesisir
Bajoe Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, Bendera, Semarang.
Pemerintah Daerah Tingkat II Kapuas, 2004. Mengenal Betang dan Sandung.
Riwut, Tjilik, 2003. Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur. Pusaka
Lima, Palangka Raya.
Salilah, Damang Yohanes, 1977. Teknologi Dayak Ngaju, Lembaga Bahasa dan Seni Budaya
(LBSB), Universitas Palangka Raya (UNPAR).
Syahrozy, 2004. Tesis : Bentuk Awal Komplek Huma Gantung Buntoi Kalimantan Tengah,
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
18