Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fisiologi tumbuhan merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang
mempelajari proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tumbuhan yang
menyebabkan tumbuhan tersebut dapat hidup. Laju proses-proses metabolisme
ini di pengaruhi oleh (dapat pula tergantung pada) faktor-faktor lingkungan
mikro di sekitar tumbuhan tersebut.
Fisiologi tumbuhan dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana
sinar matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk menghasilkan karbohidrat
dari bahan baku anorganik berupa air dan karbondioksida, mengapa tumbuhan
membutuhkan banyak air, bagaimana jika berkecambah, mengapa tumbuhan
layu jika kekeringan, bagaimana terjadinya fotosintesis dan bagaimana proses
dan penyebab terjadinya cekaman (stress) fisiologi pada tumbuhan. Semua ini
tidak bisa dihilangkan dari pemahaman konsep fisologi tumbuhan.
Prinsip besar yang terkandung di dalam fisiologi tumbuhan, yaitu
adanya kisaran tertentu pada mahluk hidup (tumbuhan) terhadap faktor
lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi
Shelford yang berbunyi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan
maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungannya” (Dharmawan,
2005). Setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum
terhadap faktor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di
bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress
fisiologis. Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila
kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai
batas toleransi kelulushidupan, maka organisme tersebut akan mati.
Cekaman pada tumbuhan didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak
menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman (Fallah, 2006).
Campbell (2003) menambahkan bahwa cekaman dapat diartikan sebagai

1
kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan,
reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Salisburry dan Ross (1992)
juga menyatakan bahwa cekaman fisiologi pada tumbuhan merupakan segala
perubahan kondisi lingkungan yang mungkin akan menurunkan atau
merugikan pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan atau fungsi normalnya.
Cekaman terjadi karena adanya perubahan yang menyimpang dari proses
fisiologi yang dihasilkan dari satu atau kombinasi faktor-faktor biologi dan
lingkungan. Cekaman dapat terjadi melalui beberapa sumber yang ada di
lingkungan.
Menurut Hidayat (2002), pada umumnya cekaman lingkungan pada
tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) Cekaman biotik, terdiri dari:
(a) Kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) Infeksi oleh herbivora, hama
dan penyakit, dan (2) Cekaman abiotik berupa: (a) Suhu, (b) Air (kelebihan dan
kekurangan), (c) Cahaya, (d) Unsur Hara, dan (e) Salinitas.
Ekosistem mencakup hubungan antara tanah, tumbuhan, hara dan air
yang merupakan bagian yang paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air
dari dalam tanah untuk dipengaruhi dalam proses-proses metabolisme dalam
tubuhnya. Sebaliknya tanaman memberikan masukan bahan organik melalui
seresah yang tertimbun di permukaan tanah berupa daun, ranting serta cabang
yang rontok. Bagian akar tanaman memberikan masukan bahan organik
melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar.
Kurangnya ketersediaan unsur hara esensial dari jumlah yang
dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang
secara visual dapat dilihat dari penyimpangan-penyimpangan pada
pertumbuhannya. Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan
akar, batang atau daun yang terhambat (kerdil) dan khlorosis atau nekrosis
pada berbagai organ tumbuhan. Gejala yang ditampakkan tanaman karena
kurang suatu unsur hara dapat menjadi petunjuk kasar dari fungsi unsur hara
yang bersangkutan. Suatu tumbuhan dikatakan kekurangan (defisiensi) unsur
hara tertentu apabila pertumbuhan terhambat yakni hanya mencapai 80% dari

2
pertumbuhan maksimum walaupun semua unsur hara esensial lainnya tersedia
berkecukupan.
Defisiensi unsur hara terjadi jika unsur hara ada tapi yang diperlukan
tanaman tidak cukup untuk kebutuhan. Fenomena lain yang akhir-akhir ini
menjadi faktor pembatas pertumbuhan pada tapak rusa yaitu kekurangan hara
karena dalam areal tumbuhnya unsur hara yang diperlukan tidak ada
(malnutrisi). Permasalahan hara yang lebih komplek lagi adalah adanya
kekacauan unsur hara (nutrient disorder). Menurut Supijatno (2003),
penyerapan hara yang efisien sangat ditentukan oleh morfologi akar dan
genotip yang efisien umumnya mempunyai nisbah akar tajuk yang besar.
Kemampuan akar menyerap hara dipengaruhi oleh daya serap akar,
kemampuan mentranslokasikan dari akar ke daun, dan kemampuan
memperluas sistem perakarannya. Menurut Marschner (1995), di bawah
beberapa kondisi iklim, ketersediaan hara pada lapisan permukaan tanah (top
soil) banyak mengalami kemundurun selama musim pertumbuhan. Hal ini
disebabkan karena rendahnya kandungan air tanah yang menjadi faktor
penghambat bagi transpor hara ke permukaan akar.
Contoh tanaman yang mengalami cekaman unsur hara, yaitu: Akar pada
suatu tanaman tidak akan mampu tumbuh dan berkembang pada kondisi Al
(alumunium) yang tinggi, akan tetapi pada kedelai, pertumbuhan akarnya dapat
berkembang dengan baik. Blum (1996) dalam Hanum, dkk (2007) bahwa
tanaman yang mampu beradaptasi pada Al tinggi disebabkan oleh tanaman
tersebut yang memiliki suatu mekanisme tertentu untuk menekan pengaruh
buruk Al sehingga tidak mengganggu serapan hara dan air, juga mampu
mengefsienkannya. Efsiensi ini dapat dalam proses absorbsi, reduksi,
translokasi, dan redistribusi hara.
Pada umumnya kemampuan tanah menyediakan hara, dapt
mencerminkan tingkat kesuburan tanah dan berkorelasi positif dengan hasil
tanaman yang diusahakan. Di lain pihak tingkat kesuburan tanah berkorelasi
negative dengan kebutuhan pupuk atau dapat diartikan makin tinggi tingkat
kesuburan tanah, maka makin rendah penggunaan pupuk buatan dan tdak perlu

3
ditambahkan (Suyamto dan Z. Arifin, 2002). Tetapi jika jumlah unsur hara
tidak dapat memenuhi kebutuhan tanaman setelah melalui analisis tanah maka
perlu ditambahkan nutrisi yang ditambahkan dalam bentuk pupuk.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini
adalah bagaimana adaptasi tanaman terhadap lahan dengan ketersediaan unsur
hara rendah?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan pada makalah ini adalah
untuk mengetahui adaptasi tanaman terhadap lahan dengan ketersediaan unsur
hara rendah

4
BAB II

PEMBAHASAN

Salah satu faktor yang menunjang tanaman untuk tumbuh dan berproduksi
secara optimal adalah ketersediaan unsur hara dalam jumlah yang cukup di dalam
tanah. Jika tanah tidak dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman,
maka pemberian pupuk perlu dilakukan untuk memenuhi kekurangan tersebut.
Unsur hara merupakan komponen penting dalam pertumbuhan tanaman, unsur
hara banyak tersedia di alam, sehingga tumbuhan bias memanfaatkannya untuk
kebutuhan metabolismenya.
Ketersedian unsur hara di satu tempat dengan tempat lainnya memiliki
jumlah yang berbeda, ada yang berkecukupan sehingga pertumbuhan tanaman
menjadi baik namun ada juga yang kekurangan sehingga pertumbuhannya
menjadi terhambat. Tanaman budidaya membutuhkan unsur hara yang tinggi
dikarenakan pada lahan yang digunakan sebelumnya ditanami tanaman
membutuhkan jumlah unsur hara yang banyak setiap waktunya.
Berdasarkan keesensialan unsur hara yang dibutuhkan tanaman terbagi
menjadi dua yaitu unsur hara esensial dan unsur hara non-esensial (beneficial).
unsur hara esensial merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman dan
fungsinya tidak bisa digantikan oleh unsur lain, tidak terpenuhinya salah satu
unsur hara akan mengakibatkan tanaman tersebut tidak dapat menyelsaikan siklus
hidupnya. Sedangkan unsur hara non-esensial adalah unsur tambahan yang tidak
dibutuhkan oleh semua tanaman, namun perannanya cukup penting pada tanaman
tertentu.

A. Karakteristik Tanah dengan Unsur Hara Rendah


1. Nitrogen
Nitrogen (N) merupakan unsur esensial bagi tumbuhan. N
dibutuhkan dalam jumlah yang banyak (Hanafiah et al. 2010). N di dalam
tanah dan tanaman bersifat sangat mobil, sehingga keberadaan N didalam

5
tanah cepat berubah atau bahkan hilang. Kehilangan N dapat melalui
denitrifikasi, volatilisasi, pengangkutan hasil panen atau pencucian dan
erosi permukaan tanah. Hilangnya N melalui pencucian umumnya terjadi
pada tanah-tanah yang bertekstur kasar, kandungan bahan organik sedikit
dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah. Rendahnya kandungan
unsur N serta unsur hara lain dapat terjadi pada tanah yang memiliki tingkat
kemasaman tinggi (pH 5.5), hal ini umum terjadi pada tanah yang
diusahakan dalam bidang pertanian, seperti pada tanah Entisol, Inceptisol
dan Ultisol (Hardjowogeno, 2010). Rendahnya kandungan N juga
merupakan masalah pada Ultisol, sebagai akibat dari pencucian, penguapan
keudara dan terangkut panen. Kehilangan N dalam bentuk gas adalah lebih
besar daripada tercuci. Hasil-hasil penelitian dengan lisimeter 15 tahun di
Cornel menunjukkan 40 – 45 kg N/ha hilang akibat penguapan.
Rendahnya kandungan unsur N dalam tanah dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Dalam tanaman yang mengalami kekahatan unsur
N, dalam jaringan tua akan diimobilisasi ke titik dan jaringan tua akan
menguning, jika kekahatan terus berlanjut maka keseluruhan tanaman akan
menguning, layu dan mati. Adapun dampak lainnya adalah mengakibatkan
rendahnya produksi bobot kering tanaman. Bahwa peningkatan dosis pupuk
N di dalam tanah secara langsung dapat meningkatkan kadar protein dan
produksi tanaman Winarso (2003).
2. Fosfor
Ketersediaan fosfor dipengaruhi kondisi tanah dan daya serap
tanaman. Ketersediaan fosfor di dalam tanah dipengaruhi oleh pH tanah,
tipe liat, temperatur, bahan organik dan waktu aplikasi (Novriani, 2010).
Kekahatan (defisiensi) P merupakan faktor pembatas utama produktivitas
tanaman pada sekitar 30–40% lahan di dunia. Di samping lahan-lahan
yang memang mempunyai kandungan P rendah, kekahatan P juga muncul
pada lahan-lahan di mana P tidak tersedia karena cenderung membentuk
kompleks yang tidak larut.

6
Fosfor merupakan hara pembatas utama pada kebanyakan tanah-
tanah ini (Uexkull dan Mutert, 1995 Dalam Sopandi 2013). Tanah-tanah
dengan keterbatasan P di daerah tropis umumnya (43%) tergolong pada
ordo Oxisols dan Ultisols (Sanchez dan Uehara, 1980 Dalam Sopandie
2013). Tanah-tanah ordo lainnya, terutama subgrup rodik dan oksik dari
Alfisols dan Inceptisols juga memiliki keterbatasan P karena komposisi
mineralnya yang termasuk pengerap P tinggi. Oxisols dan Ultisols memiliki
kapasitas fiksasi P sedang sampai tinggi karena adanya permukaan yang
luas untuk sorbsi P akibat tingginya kandungan amorfus, mikrokristalin
aluminium, dan besi oksihidroksida. Dari berbagai jenis tanah yang
terdapat di Indonesia, Oxisols dan Ultisols merupakan jenis tanah yang
dominan yakni sekitar 36,4% dari luas tanah. Pemanfaatan tanah-tanah ini
untuk budi daya padi sawah menghadapi kendala kekurangan P, sehingga
memerlukan pemupukan P yang cukup tinggi (Roechan dan Sudarman,
1982 Dalam Sopandie 2013).
Tipe-tipe tanah dengan kecenderungan terdapat defisiensi P adalah
tanah bertekstur kasar dengan kandungan bahan organik rendah, tanah
dengan pelapukan lanjut Ultisols, Oxisols, tanah sawah terdegradasi, tanah
berkapur, tanah salin, tanah sodik, tanah vulkanis dengan sorpsi P tinggi
(Andisols), serta tanah gambut dan sulfat masam dengan kandungan Al dan
Fe aktif tinggi. Di Indonesia telah dipetakan status P sekitar 7,5 juta ha
sawah, dari jumlah ini terdapat 17% (1,27 juta ha) berstatus P rendah, 43%
(3,24 juta ha) berstatus sedang, dan 40% (2,99 juta ha) berstatus tinggi
(Sofyan dan Adimihardja, 2001 Dalam Sopandie 2013). Tanah latosol
merupakan kelompok tanah yang mengalami pencucian dan pelapukan
lanjut sehingga P pada tanah masam pada umumnya bersenyawa dalam
bentuk Al-P dan Fe-P (Suminar dkk 2017).

3. Kalium
Tanah merupakan suatu sistem yang salah satunya berfungsi sebagai
media tumbuh tanaman. Tanah mengandung berbagai jenis unsur hara

7
penting yang dibutuhkan oleh tanaman. Beberapa jenis tanaman memiliki
kebutuhan hara yang berbeda-beda tergantung dari sistem metabolismenya
masing-masing. Kalium atau Potassium (K) adalah hara penting yang
sangat dibutuhkan tanaman. Penyerapan kalium oleh tanaman tergolong
tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. Keberadaan kalium pada
beberapa jenis tanah berkisar 0,5-2,5%. Umumnya kandungan total kalium
yang lebih rendah terdapat pada tanah bertekstur kasar (coarsetexture) yang
berasal dari batuan pasir atau kuarsa, sebaliknya kandungan kalium akan
lebih tinggi pada tanah yang bertekstur halus yang terbentuk dari batuan
dengan kandungan mineral K yang tinggi Havlin et al.,1999; Rosemarkam
& Yuwono, 2002 (dalam Nugroho, 2015).

B. Respon Fisiologi terhadap Cekaman Unsur Hara


1. Nitrogen
Nitrogen merupakan anasir penting dalam pembentukan klorofil,
protoplasma, protein, dan asam-asam nukleat. Unsur ini mempunyai
peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan semua
jaringan hidup (Brady and Weil, 2002). Unsur seperti nitrogen, Mg, dan Fe
sangat penting dalam biosintesis klorofil. Nitrogen dan Mg merupakan
unsur pembentuk struktur klorofil sementara Fe dibutuhkan sebagai
kofaktor enzim yang penting untuk pembentukan klorofil. Defisiensi unsur
Fe menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang berperan dalam konversi
protoporphyrin menjadi klorofil (Marsh et al., 1963), sedangkan defisiensi
Mg dan nitogen menyebabkan penurunan fungsi klorofil. Mekanisme
gerakan unsur hara dari larutan tanah ke permukaan akar terkhusus bagi
hara N paling banyak dapat melalaui tahapan aliran massa yaitu pergerakan
hara didalam tanah ke permukaan akar tanaman yang terangkut oleh aliran
konvektif air akibat penyerapan air oleh tanaman atau sebagai air
transpirasi.

8
 Jumlah hara yang bergerak dengan model aliran masa, sebanding
dengan jumlah air yang diserap tanaman dan konsentrasi hara didalam
air tersebut.
 Unsur haranya dalam kondisi aktif, akar tanamannya pasif.
 Lokasi unsur hara agak jauh dari permukaan akar.
 Kekeringan akan mengakibatkan penurunan jumlah hara yang bergerak
dengan model aliran massa.

2. Fosfor
Secara garis besar, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam
tiga bagian (Marschner, 1995 Dalam Sopandie 2013). Fungsi pertama
adalah sebagai penyusun makromolekul. Dua contoh utama atau terpenting
dari makromolekul yang melibatkan P adalah asam nukleat (DNA, RNA)
dan fosfolipid biomembran. Asam nukleat adalah senyawa yang berperan
dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran, P
membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainnya
seperti asam amino, amina, atau alkohol membentuk fosfatidilkolin (lesitin)
yang menjaga intergritas membran. Fungsi kedua dari P adalah sebagai
unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua
senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi
dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahannya akan
melepaskan energi, dikenal dengan proses fosforilasi. ATP merupakan
sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan
energi. Unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis, yakni pada
fotofosporilasi dan pembentukan ribulosa 1,5-bifosfat.
Gangguan pertumbuhan tanaman juga terjadi karena pengaruh
langsung interaksi Al dengan P sehingga P menjadi tidak tersedia bagi
tanaman. Aluminium membentuk ikatan dengan adenosin trifosfat (ATP)
yang menjadikan energi. tidak tersedia (Marschner, 1995). Cekaman Al dan
defisiensi P sangat menghambat proses pembelahan sel sehingga menjadi
kendala dalam produksi tanaman di tanah masam (Zheng, 2010). Fungsi

9
ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia melalui fosforilasi yang
dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor
kunci dalam transduksi sinyal.
Secara agronomis unsur P diketahui berperan dalam percepatan
pematangan biji, kekuatan batang sereal, serta mutu buah, hijauan, dan biji-
bijian. Ketenggangan tanaman terhadap penyakit juga meningkat pada
tanaman yang mendapat cukup P (Tisdale et al., 1985 Dalam Sopandie
2013). Benih yang dihasilkan dari tanaman yang mendapat cukup P akan
memiliki daya kecambah dan vigor yang tinggi karena kandungan senyawa
phytin yang tinggi (Mengel dan Kirby, 1982 Dalam Sopandie 2013). Pada
tanaman padi, P diperlukan dalam perkembangan akar, mempercepat
pembungaan dan pematangan (terutama pada suhu rendah), serta
mendorong pembentukan anakan dan biji (De Datta, 1981 Dalam Sopandie
2013).
Tanaman menyerap P dari larutan tanah terutama dalam bentuk
ortofosfat primer dan sekunder (H2PO4- dan HPO42-) dan sedikit dalam
bentuk senyawa organik (Tisdale et al. 1985 Dalam Sopandie 2013).
Ortofosfat sekunder lebih dominan pada pH di atas 7,2, tetapi tanaman
menyerap P ini lebih lambat dibandingkan dengan orthophosfat primer.
Bagian tanaman yang aktif menyerap P adalah jaringan muda dekat ujung
akar. Konsentrasi P yang relatif tinggi menumpuk di ujung akar diikuti oleh
akumulasi yang rendah pada bagian pemanjangan, kemudian oleh
akumulasi tinggi kedua pada bagian perkembangan rambut akar.
Penyerapan P oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif
karena melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991 Dalam
Sopandie 2013). Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya
1μM atau kurang, sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai
104 lebih tinggi. Kedua larutan dengan perbedaan konsentrasi yang besar
ini dipisahkan oleh membran plasma dengan ketebalan hanya sekitar 8 nm.
Untuk membawa 1 mol P ke dalam akar sel dibutuhkan energi minimal 25–
40 kJ, setara dengan energi bebas yang dilepas dari hidrolisis 1 mol ATP.

10
Energi dari hidrolisis ATP digunakan untuk memompa proton keluar
membran plasma (proton-pump), menciptakan gradien pH antara
sitoplasma dan apoplas (dinding sel). Ion fosfat (anion) akan masuk ke
dalam sitoplasma bersama proton (symport) ataupun OH/ anion antiport
yang difasilitasi oleh protein khusus (transporter). Beberapa gen yang
menyandi transporter P dan terekspresi di akar telah berhasil diisolasi
(Smith 2000 Dalam Sopandie 2013). Ekspresi gen tersebut dipengaruhi
oleh status P tanaman, kekurangan P meningkatkan transkripsi transporter
di akar. Berbeda dengan nitrogen, fosfor yang diserap tanaman tidak
mengalami reduksi tetapi tetap dalam bentuk oksidatif tertinggi (Marschner
1995 Dalam Sopandie 2013). Setelah diserap, fosfat dapat tetap sebagai P
inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidroksil) dengan rantai
karbon (C-O-P) sebagai ester P sederhana (gula P) atau terikat dengan P
lainnya dengan ikatan pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau diester (C-
P-C).
Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri atas dua cara,
yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985 Dalam Sopandie 2013).
Aliran massa adalah pergerakan ion mengikuti pergerakan air menuju akar
yang terjadi sebagai akibat transpirasi. Berdasarkan perhitungan besaran
transpirasi dan konsentrasi ion P dalam tanah, sumbangan aliran massa
dalam penyediaan P untuk tanaman dianggap kurang berarti. Dengan
asumsi kadar ion P tanah (tanpa pemupukan) 0,05 ppm, aliran massa hanya
menyumbang 1% kebutuhan P tanaman. Pada tanah yang dipupuk
sumbangan aliran massa dapat lebih tinggi karena pemupukan
meningkatkan konsentrasi ion P. Kadar P larut pada zona reaksi
pupuktanaman dapat mencapai 2 sampai 14 ppm. Namun, keadaan ini
hanya berlangsung sementara karena terjadinya transformasi P yang
diberikan.
Pergerakan secara difusi merupakan mekanisme pergerakan P
menuju akar yang paling penting, kecuali pada tanah dengan kadar P sangat
tinggi. Difusi P sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tanah, yakni kadar

11
air tanah, kapasitas penyangga P tanah, temperatur, dan bentuk lintasan
difusi.
Gejala khas defisiensi sering sukar terlihat, tidak seperti gejala
defisiensi unsur lainnya seperti K dan Mg. Kekerdilan dan pengurangan
jumlah anakan pada tanaman monokotil atau cabang pada dikotil, daun
pendek dan tegak, serta penundaan pembungaan adalah gejala yang umum
pada kebanyakan tanaman (Rao dan Terry 1989 Dalam Sopandie 2013).
Penurunan luas dan jumlah daun juga merupakan gejala defisiensi P akibat
tertekannya perkembangan sel epidermis daun (Lynch et al. 1991 Dalam
Sopandie 2013). Tanaman yang defisien P juga sering memperlihatkan
daun sempit bewarna hijau gelap (Rao dan Terry 1989 Dalam Sopandie
2013). Hal ini disebabkan oleh pertambahan luas daun lebih tertekan
dibandingkan dengan pembentukan kloroplas dan klorofil.
Pada tanaman padi defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan
tanaman yang kerdil dengan pengurangan jumlah anakan, daun sempit,
pendek, kaku, dan bewarna hijau kotor. Jumlah daun, malai, dan biji per
malai juga berkurang. Daun muda kelihatan sehat, tetapi daun tua berwarna
kecokelatan dan mati. Pada tanaman yang dapat membentuk antosianin
dapat muncul gejala daun berwarna merah atau ungu. Defisiensi P pada
tingkat sedang sukar diamati di lapang (Dobermann dan Fairhust 2000
Dalam Sopandie 2013). Pemberian P dapat mengurangi toksisitas Al
terutama pada genotype Numbu. Pemberian P dapat mengurangi
penghambatan panjang akar dan menurunkan sekresi asam oksalat (Lestari,
dkk 2017)
3. Kalium
Kandungan kalium dalam jaringan tanaman sangat penting dan
dibutuhkan dalam beberapa proses penting biokimia dan fisiologi yang
mempengaruhi produktivitas tanaman secara langsung. (Havlin et al.,
1999); Menurut Krishna (2002) bahwa kalium mempunyai beberapa
peranan diantaranya : 1) pengaktivasi enzim (enzyme activation); 2)

12
berhubungan dengan aktivitas air (water relations); 3) berhubungan dengan
aktivitas energi (energy relations); 4) mempengaruhi translokasi asimilat.
Samarapuli et al. (1993), melaporkan bahwa terdapat keterkaitan
antara jumlah kalium dan ketahanan terhadap kekeringan pada tanaman
karet. Konduktansi stomata (stomatal conductance) dan laju transpirasi
pada tanaman karet yang mengandung kalium cukup akan menurun seiring
dengan meningkatnya stress kelembaban tanah. Pada penurunan kapasitas
lapang 10% dan 30% ketiadaan unsur kalium (tanpa pemupukan) akan
menyebabkan aktivitas stomata menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang dipupuk sesuai dosis rekomendasi.
Tanaman karet dengan kandungan kalium yang cukup akan lebih
mudah untuk menutup stomata dan mengurangi transpirasi dibandingkan
tanaman yang kekurangan K pada saat mengalami kekeringan.

C. Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Unsur Hara Rendah


1. Nitrogen
Menurut Tando (2018), Nitrogen (N) yang merupakan penyusun
utama protein, relative tidak tersedia bagi tanaman walaupun molekul
nitrogen menduduki 80 persen dari total unsur di atmosfir. Pada umumnya,
nitrogen di atmosfir secara kimiawi bersifat (innert) dan tidak bisa
langsung digunakan oleh tanaman. Sebagai pengganti tanaman harus
bergantung pada sejumlah kecil senyawa Nitrogen (N) yang terdapat
dalam tanah, terutama yang berbentuk ion bagi nitrit dan ammonium,
selanjutnya fiksasi hayati telah dilaporkan pada berbagai jenis organism,
baik organism yang hidup bebas maupun simbiosis anatara jasad renik dan
tanaman tinggi terutama jenis legume (kacang-kacangan)Nitrogen pada
umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3", yang
dipengaruhi oleh sifat tanah, jenis tanaman dan tahapan dalam
pertumbuhan tanaman. Pada tanah dengan pengatusan yang baik N diserap
tanaman dalam bentuk ion nitrat, karena sudah terjadi perubahan bentuk
NH4+ menjadiNO3, sebaliknya pada tanah tergenang tanaman cenderung

13
menyerap NH4+(Havlin et al., 2005 dalam Arifin et all 2010). N adalah
unsur yang mobil, mudah sekali terlindi dan mudah menguap, sehingga
tanaman seringkali mengalami defisiensi. Tanaman nonlegume biasanya
menyerap Nitrogen (N) dari dalam tanah dalam bentuk nitrat (NO3- ) atau
ammonium (NH4+), dimana pada kebanyakan tanah pertanian nitrat
merupakan bentuk senyarwa Nitrogen (N) yang paling banyak diserap
tanaman. Tanaman legume mampu mengambil N2 dari atmosfir dengan
bantuan Rhizobia sp. Hanya sedikit Nitrogen (N) tanah yang digunakan
oleh tanaman legume. N organik dalam tanaman akan segera diubah
menjadi asam - asam amino dan akhirnya dirangkai menjadi protein
tanaman. Protein sel-sel vegetatif sebagian besar lebih bersifat fungsional
daripada struktural dan bentuknya tidak stabil sehingga selalu mengalamai
pemecahan dan reformasi. Secara agronomis, Nitrogen biasanya
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan
reproduktif tanaman Sirait 2007 (dalam Sari, dkk., 2018).

2. Fosfor
Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekahatan P dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu (1) mekanisme internal yang
berkaitan dengan efisiensi penggunaan P oleh jaringan dan (2) mekanisme
eksternal yang memungkinkan efisiensi serapan P yang lebih tinggi oleh
akar (Peng dan Ismail, 2004 Dalam Sopandie 2013). Mekanisme internal
dicapai melalui kemampuan tanaman untuk (a) memanfaatkan P dengan
efisien dan (b) memobilisasi P dari jaringan yang tidak lagi aktif
bermetabolisme. Menurut Kochian et al. Dalam Sopandie (2013),
ketersediaan P tanah yang rendah akibat mudahnya P terfiksasi oleh bahan
organik menyebabkan mekanisme eksternal menjadi lebih penting di mana
tanaman mengembangkan berbagai mekanisme untuk membuat P menjadi
tersedia dan juga meningkatkan kemampuan menyerap P.
Mekanisme eksternal dalam adaptasi terhadap kekahatan P meliputi:
(1) kemampuan tanaman untuk membentuk perakaran yang lebih panjang,

14
(2) kemampuan meningkatkan luas serapan dengan pertumbuhan
rambutrambut akar, (3) kemampuan melarutkan P tidak tersedia melalui
perubahan pH atau sekresi senyawa pengkelat, (4) kemampuan
menggunakan P organik melalui sekresi phosphatase, dan (5) kemampuan
dalam bersimbiosis dengan mikorhiza (Peng dan Ismail 2004 Dalam
Sopandie 2013).
Serapan hara fosfor tanaman padi akibat pemupukan fosfor tergolong
rendah, ini diduga karena peningkatan pemupukan yang tinggi sehingga
serapan unsur hara menurun dan respon tanaman padi untuk menyerap
unsur fosfor menurun. Pemberian pupuk fosfat secara terus menerus
menyebabkan penimbunan P, sehingga menurunkan respon tanaman
terhadap pemupukan fosfat. Penimbunan P selain mengurangi efisiensi P
juga dapat mempengaruhi ketersediaan hara lain bagi tanaman (Bustami,
et.al 2012).

3. Kalium
Defisiensi kalium pada tanaman akan menyebabkan terganggunya
penyerapan unsur hara lainnya diantaranya dapat menghambat penyerapan
N (Brhane et al., 2017 Dalam Fauzi dan Putra 2019), menurunkan serapan P
(Du et al., 2017; Dalam Fauzi dan Putra 2019). Peningkatan kandungan K di
dalam jaringan tanaman juga akan mempengaruhi keseimbangan hara
lainnya, terutama yang berbentuk kation seperti Ca dan Mg, sebagaimana
yang dilaporkan Filho et al., 2017, Dalam Fauzi dan Putra 2019) pada
tanaman padi bahwa peningkatan level K berdampak pada terjadinya
penurunan kandungan Ca dan Mg tanaman. Hal sebaliknya terjadi apabila
dalam kondisi tercekam kekeringan dimana peningkatan K tanaman akan
meningkatkan serapan Ca dan Mg tanaman (Tuna et al., 2010 Dalam Fauzi
dan Putra 2019).
Kalium didalam tanaman berfungsi dalam proses pembentukan
gula dan pati, translokasi gula, aktifitas enzym dan pergerakan stomata.
Peningkatan bobot dan kandungan gula pada tongkol dapat dilakukan

15
dengan cara mengefisienkan proses fotosintesis pada tanaman dan
meningkatkan translokasi fotosintat ke bagian tongkol. Selain itu unsur
kalium juga mempunyai peranan dalam mengatur tata air di dalam sel dan
transfer kation melewati membran (Setyono, 1980).
Tanaman yang kekurangan unsur hara ini menunjukkan gejala pada
daun bawah ujungnya menguning dan mati, kemudian menjalar ke bagian
pinggir daun Meskipun kekurangan kalium masih mampu berbuah, tetapi
tongkol yang dihasilkannya kecil dan ujungnya meruncing. Kalium dalam
tanah sering ditemui sebagai faktor pembatas, karena K merupakan unsur
hara yang mobil dan sangat peka terhadap pencucian, terutama di daerah
tropik dengan curah hujan yang tinggi (Soepardi, 1985).
Kalium diserap tanaman dalam jumlah yang cukup besar atau
bahkan kadang-kadang melebihi jumlah nitrogen terutama pada tanaman
umbiumbian, walaupun K tersedia terbatas (Hakim, dkk. 1986). Kebutuhan
K pada tanaman jagung berubah sesuai dengan kebutuhan dari proses-proses
yang membutuhkan K, seperti proses fotosintesis dan fiksasi CO2, transfer
fotosintat ke berbagai pengguna serta hubungan dengan air dalam tanaman.
Pemupukan K disamping pupuk N dan P secara berimbang pada jagung,
membuat pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik, tahan kerebahan,
tahan terhadap hama dan penyakit serta kualitasnya dapat meningkat (Alfon
dan Aryantoro, 1993)

D. Pengaruh Gangguan Unsur Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pengaruh defisiensi unsru hara yang nyata adalah menghambat


pertumbuhan tanaman sehingga ukuran tanaman menjadi relativ lebih
kecil. Efek lebih jauh adalah menurunkan asimiliat (hasil fotosintesis)
bersih tanaman

Defisiensi unsur hara dapat menyebabkan terhambatnya


pertumbuhan sel secara tiba-tiba. Akan tetapi respon sel berbeda-beda
menurut jaringan dan organ tanaman. Respon sel akar (root) dan tajuk

16
(shoot) terhadap defisiensi unsur hara menghasilkan root/shoot rasio yang
makin besar. Artinya pada kondisi defisiensi, akar memiliki tingkat
pertumbuhan yang lebih baik dari pada tajuk. Keadaan ini terjadi
disebabkan oleh distribusi asimilat lebih besar ditujukan pada akar dengan
harapan akar akan tumbuh lebih cepat, lebih panjang, lebih dalam dan
kelak akan mampu memasok nutrisi untuk pertumbuhan tajuk lebih baik.
Pengaruh defisiensi berbagai unsure hara dan jaringan/organ yang
dipengaruhi seperti Tabel 1, sedangkan gejala-gejala umum defisiensi dan
toksisitas unsur hara seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Pengaruh defisiensi berbagai unsur hara dan jaringan/ organ yang
dipengaruhi

Pengaruh Jaringan/organ
Defisiensi N
- Menekan jumlah sel Akar
- Menghambat pembesaran sel Daun dan akar Kortek
- Meningkatkan denukleasi akar Kortek akar
- Meningkatkan pembentukan sel aerenchyma
Defisiensi P
- Menghambat pembesaran sel Daun Akar
- Meningkatkan pembentukan sel aerenchyma
Defisiensi K
- Ukuran sel mengecil Daun
Defisiensi Ca
- Menghambat pembelahan sel Berbagai organ Pollen
- Menghambat pembesaran sel tube
- Meningkat denukleasi Kortek akar
Defisiensi Fe
- Memacu pembelahan sel Akar
Defisiensi Mn
- Memacu pembesaran sel Akar Akar
- Memacu pembelahan sel
Defisiensi B
- Menekan pembelahan sel Akar Akar Akar
- Menekan pembesaran sel
- Menekan pemanjangan sel

17
Kelebihan Na
- Menekn pembelahan sel Akar Akar
- Menekan pembesaran sel
Sumber: Wiraatmaja (2017)

Tabel 2. Gejala-gejala Umum Defisiensi Unsur hara

Unsur Gejala defisiensi unsur


Nitrogen (N) Perubahan warna menjadi pucat (klorosis) terjadi pada daun-
daun tua. Secara keseluruhan daun-daun berwarna hijau
kekuningan (pucat) dan pertumbuhan terhambat (kerdil)

Fosfor (P) Pertumbuhan terhambat (kerdil), daun-daun tua ungu oranye,


daun-daun muda berwarna hijau tua kusam

Kalium (K) Daun-daun tua menunjukkan gejala flek-flek terbakar atau pada
tepi daun mulai dari ujung daun. Tanaman lebih peka terhadap
penyakit, kekeringan dan udara dingin.

Kalsium (Ca) Daun-daun muda yang baru terbentuk berwarna putih, titik
tumbuh mati (mati pucuk) dan mengeriting.

Magnesium Tepi-tepi daun helaian di sela-sela tulang daun dan mengalami


(Mg) klorosis dan disertai perubahan warna daun tua menjadi
bersemu merah muda, daun kadang-kadang menggulung mirip
dengan gejala kekeringan.

Sulfur (S) Klorosis terjadi pada daun-daun muda. Pada kasus berat seluruh
daun tanaman berwarna hijau kekuningan (pucat) seperti gejala
defisiensi N.

Seng (Zn) Timbul strip-strip karat pada daun tua dan disertai klorosis pada
daun-daun dewasa, ukuran daun lebih sempit-sempit.

Besi (Fe) Klorosis terjadi pada helaian di sela-sela tulang daun muda,
pada kasus berat seluruh daun berubah warna menjadi kuning
yang akhirnya putih.

Mangan (Mn) Gejala yang timbul akibat defisiensi Mn mirip dengan gejala
defisiensi Fe, tetapi pada taraf berat daun tidak menjadi putih
melainkan mengalami nekrosis (mati)

Tembaga (Cu) Klorosis pada daun-daun muda, daun menggulung dan mati
pucuk.

18
Molibdenum Daun-daun muda menjadi burik pucat, daun-daun menjadi putih
(Mo) dan mengalami kelayuan.

Boron (B0) Pucuk daun berwarna hijau pucat, berwarna perunggu dan
kematian pada titik tumbuh.

Sumber: Wiraatmaja (2017)

Tabel 3. Gejala-gejala Umum Keracunan Unsur hara

Unsur Gejala Keracunan unsur


N Tanaman berwarna hijau tua, rimbun, namun biasanya membentuk
sistem perakaran yang kecil (dangkal dan terbatas), gejala terbakar
pada daerah tepi daun dan diikuti mati jaringan pada helaian di sela-
sela tulang daun

P Nekrosis dan mati titik tumbuh. Klorosis pada helaian daun di sela-
sela tulang daun muda dan gejala gosong di daerah tepi daun tua

K
Kelebihan K menyebabkan defisiensi Mg, Mn, Zn dan Fe.
S
Pertumbuhan terhambat dan ukuran daun menjadi sempit, tulang daun
menguning dan menimbulkan gejala terbakar pada daun.
Mg

Fe Kelebihan Mg dapat menginduksi defisiensi k

Menyebabkan timbulnya warna perunggu pada daun-daun tua dan


Zn
menyebabkan defisiensi unsure P, K dan Zn.

Kelebihan Zn dapat menyebabkan defisiensi Fe.


Klorosis terjadi pada helaian di sela-sela tulang daun muda, pada
kasus berat seluruh daun berubah warna menjadi kuning yang
Mn
akhirnya putih.

Penguningan daun yang dimulai dari tepi daun-daun tua.


Cu
Penyebaran klorofil yang tidak merata.

Pertumbuhan terhenti, cabang yang terbentuk sedikit,


B
menginduksi defisiensi Fe.

19
Interveinal necrosis
Sumber: Wiraatmaja (2017)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan adaptasi tanaman terhadap lahan dengan
ketersediaan unsur hara rendah terlihat pada:
1. Karakteristik tanah pada unsur hara rendah
 Nitrogen
Rendahnya kandungan unsur N serta unsur hara lain dapat terjadi
pada tanah yang memiliki tingkat kemasaman tinggi (pH 5.5), hal ini
umum terjadi pada tanah yang diusahakan dalam bidang pertanian,
seperti pada tanah Entisol, Inceptisol dan Ultisol.
 Fosfor
Tanah bertekstur kasar dengan kandungan bahan organik rendah,
tanah dengan pelapukan lanjut Ultisols, Oxisols, tanah sawah
terdegradasi, tanah berkapur, tanah salin, tanah sodik, tanah vulkanis
dengan sorpsi P tinggi (Andisols), serta tanah gambut dan sulfat masam
dengan kandungan Al dan Fe aktif tinggi.
 Kalium
Terdapat pada tanah bertekstur kasar (coarsetexture) yang berasal
dari batuan pasir atau kuarsa.
2. Respon fisiologi terhadap cekaman unsur hara rendah
 Nitrogen

20
Mekanisme gerakan unsur hara dari larutan tanah ke permukaan
akar terkhusus bagi hara N paling banyak dapat melalaui tahapan aliran
massa yaitu pergerakan hara didalam tanah ke permukaan akar tanaman
yang terangkut oleh aliran konvektif air akibat penyerapan air oleh
tanaman atau sebagai air transpirasi. Kekeringan akan mengakibatkan
penurunan jumlah hara yang bergerak dengan model aliran massa.
 Fosfor
Gejala khas defisiensi sering sukar terlihat, tidak seperti gejala
defisiensi unsur lainnya seperti K dan Mg. Kekerdilan dan pengurangan
jumlah anakan pada tanaman monokotil atau cabang pada dikotil, daun
pendek dan tegak, serta penundaan pembungaan adalah gejala yang
umum pada kebanyakan tanaman
 Kalium
Pada penurunan kapasitas lapang 10% dan 30% ketiadaan unsur
kalium (tanpa pemupukan) akan menyebabkan aktivitas stomata menjadi
lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk sesuai dosis
rekomendasi.
3. Mekanisme adaptasi tanaman terhadap unsur hara rendah
 Nitrogen
Pada tanah dengan pengatusan yang baik N diserap tanaman
dalam bentuk ion nitrat, karena sudah terjadi perubahan bentuk NH4+
menjadiNO3, sebaliknya pada tanah tergenang tanaman cenderung
menyerap NH4+.
 Fosfor
Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekahatan P dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu (1) mekanisme internal
yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan P oleh jaringan dan (2)
mekanisme eksternal yang memungkinkan efisiensi serapan P yang lebih
tinggi oleh akar
 Kalium

21
Defisiensi kalium pada tanaman akan menyebabkan terganggunya
penyerapan unsur hara lainnya diantaranya dapat menghambat
penyerapan N menurunkan serapan P. Peningkatan kandungan K di
dalam jaringan tanaman juga akan mempengaruhi keseimbangan hara
lainnya, terutama yang berbentuk kation seperti Ca dan Mg.

4. Pengaruh gangguan unsur hara terhadap pertumbuhan tanaman


Pengaruh defisiensi berbagai unsure hara dan jaringan/organ yang
dipengaruhi, sedangkan gejala-gejala umum defisiensi dan toksisitas unsur
hara seperti.

22

Anda mungkin juga menyukai