Laporan Pre-operatif
Subjektif :
Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Pasien mengeluhkan sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak napas dan
tekanan darah tinggi selama hamil. Pasien merupakan rujukan RS
Ananda dengan Preeklamsia berat. Sebelumnya, pasien rutin kontrol
ANC di bidan dan hasil tekanan darahnya selalu tinggi sehingga dirujuk
ke RS. Pasien merasa sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk RSMS
dan semakin memberat. Selain itu, pasien mengatakan bahwa ia merasa
lemas dan mudah lelah sejak 3 bulan terakhir. Keluhan lain seperti nyeri
kepala, kejang, mual, dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien saat ini
sedang mengandung anak kedua, dengan usia kehamilan 39 minggu.
HPHT pasien 15 September 2018. HPL nya yaitu 22 Juni 2019. Pasien
mengaku belum merasakan kenceng-kenceng dan menyangkal
keluarnya air, lendir, atau darah dari jalan lahir.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
1) Penyakit Jantung : disangkal
2) Penyakit Paru : disangkal
3) Penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
4) Penyakit Ginjal : disangkal
5) Penyakit Hipertensi : (+) saat hamil anak kedua
6) Riwayat Alergi : disangkal
7) Riwayat Penyakit Hati : disangkal
8) Riwayat Asma : disangkal
9) Riwayat Operasi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
1) Penyakit Jantung : (+) ayah pasien bengkak jantung
2) Penyakit Paru : (+) ibu pasien bronkhitis
3) Penyakit Hipertensi : (+) ayah pasien
4) Penyakit Ginjal : disangkal
5) Penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
6) Riwayat Alergi : disangkal
7) Riwayat Penyakit Hati : disangkal
8) Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat Menstruasi:
1) Menarche : 13 Tahun
2) Lama Haid : + 8 hari
3) Siklus Haid : Tidak teratur, 20 – 40 hari
4) Dismenore : Tidak ada
5) Jumlah Darah Haid : 2-3x/hari ganti pembalut
f. Riwayat ANC:
Pasien mengaku rutin memeriksakan kandungan ke bidan selama
kehamilan ini. Terakhir melakukan kunjungan ANC di bidan pada usia
kehamilan 36 minggu.
g. Riwayat Menikah
Pasien menikah 1x saat berusia 19 tahun hingga saat ini.
h. Riwayat Obstetri
G2P1A0:
1) Anak pertama perempuan/ lahir spontan/ ditolong bidan/ BB lahir
4400 gram/ usia 18 tahun
2) Anak kedua : hamil ini
i. Riwayat KB
Pasien menggunakan alat kontrasepsi pil KB.
j. Riwayat Ginekologi
Riwayat Operasi : Tidak ada
Riwayat Keputihan : Tidak ada
Riwayat Kuret : Tidak ada
Riwayat Perdarahan Pervaginam : Tidak ada
k. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan suami dan seorang anaknya, serta seorang
keponakan perempuannya. Pasien merupakan seorang ibu rumah
tangga. Suaminya bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan
Rp3.000.000-4.000.000,-. Anak pertama pasien sudah bekerja
sebagai karyawan. Kesan sosial ekonomi keluarga pasien adalah
golongan menengah. Pasien menggunakan Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan (BPJS NON PBI) untuk kontrol kehamilan dan
persalinan. Pasien mengaku tidak merokok. Pasien mengaku jarang
berolahraga. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal oleh pasien.
Objektif
KU/Kesadaran : Gelisah, tampak sesak napas/ CM, E4V5M6
Tekanan Darah : 165/120 mmHg
Laju Nadi : 175 x/menit kuat, reguler
Laju Pernapasan : 33 x/menit
Suhu : 36.5 0C
BB sebelum hamil : 65 kg
Berat Badan hamil : 83 kg
Penambahan BB selama kehamilan : 18 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Indeks Massa Tubuh : 34.1 kg/m2 (Obesitas II)
Airway:
Clear (+), snorling (-), gurgling (-), buka 3 jari, TMD 6 cm, mallampati (II),
gitang (-), karies (-), gisu (-), giyang (-), massa jalan napas (-), massa leher (-)
Status Generalis:
- Kepala : mesocephal (+)
- Mata : CA (-)/(-), SI (-)/(-), RC (+)/(+), isokor 3mm/3mm
- Telinga : discharge (-)
- Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut : discharge (-), sianosis (-)
- Leher : deviasi trakea (-)
- Thoraks : simetris, jejas (-)
Pulmo : SDV (+)/(+), RBK (+)/(+), RBH (-)/(-), Whz (-)/(-)
Cor : S1 > S2, M (-), G (-)
- Abdomen : cembung gravid, BU (+) N, defans muscular (-), NT (-), pekak
janin (+)
- Ekstremitas : AH (+)/(+)//(+)/(+), Edema (-)/(-)//(+)/(+)
Pemeriksaan Leopold:
- L1 : Bokong
- L2 : Punggung Kanan
- L3 : Kepala
- L4 : Divergen
- DJJ : sulit dinilai, HIS (-)
- His :-
- VT : belum ada pembukaan
- TFU : 34 cm
- TBJ : 3565 gram
Kesan :
- Kardiomegali
- Gambaran pneumonia DD/ edema pulmonum
- Suspek efusi pleura kanan
Assesment
G2P1A0 Usia 41 Tahun Hamil 39 Minggu dengan PEB dan edem pulmo
Usulan ASA : ASA IVE
Rencana Operasi : SCTP Cito
Rencana Anestesi : GA dengan intubasi
Planning
Pro SCTP Cito tanggal 15 Juni 2019
Terapi Cairan
Rumus:
Maintenance (M) : 2 x kgBB/jam
Pengganti Puasa (PP) : Puasa (jam) x M
Stress Operasi (SO) : 6cc/kgBB (operasi sedang)
Jam I : ½ PP + M + SO
Jam II : ¼ PP + M + SO
Jam III : Jam II
Jam IV : M + SO
30 Menit : 1/2 Jam I
EBV : 65 (wanita) x BB
Perhitungan (BB= 83 Kg):
Maintenance (M) : 2 x 83 kg : 166 cc
Pengganti puasa (PP) : 4 x 166 cc : 664 cc
Stress operasi (SO) : 6 x 83 kg : 498 cc
EBV : 65 x 83 : 5395 cc
Lama operasi (55 menit)
Kebutuhan cairan durante operasi
Jam I : ½ PP + M + SO
: ½ 664 + 166 + 498
: 996 cc
Output durante operasi
Jumlah perdarahan = 300 cc
Urin output = 50 cc
Total output durante operasi = 350 cc
Status Nifas
Lochia rubra: 5 cc
Kontraksi: keras
TFU: 1 jari di bawah
pusat
Status Vegetatif
BAK (+) DC 300 cc / 6
jam
BAB (-) Flatus (+)
Minggu, S: P2A0 usia 41 - IVFD RL
16/06/2019 Pasien mengeluhkan tahun Post - IVFD Tutofusin
pkl 07.00 di lemas dan sedikit sesak SCTP a.i PEB - IVFD NS
ICU dan edem pulmo - Inj. Meropenem
O: 3x1 gr
KU/ kes : lemah, tampak - Inj. Dexametason 1
gelisah/ E4V5M6 amp extra
TD : 120/85 mmHg - Infus paracetamol
Nadi : 127 x/menit 3x 1 gr
RR : 15 x/menit - Furosemid pump
S: 39,3 0C 5mg/jam
Status Generalis
- Mata : CA -/-, SI -/-, RC - Morphin pump 1 gr
+/+ pupil isokor /jam
3mm/3mm - ISDN pump 1 - 2
- Hidung : terpasang gr /jam
NGT - PO Dopamet 3 x
- Mulut : ETT + 500 mg
ventilator spontan - PO Kalk 2 x 1 tab
- Thorax : retraksi - - Nebulizer NaCl
- Pulmo : Suara dasar
vesikuler +/+, Ronki
kasar -/-, Ronki halus -
/-, wheezing +/+
- Cor : S1>S2, regular,
murmur -, gallop –
- Abdomen : cembung,
supel, BU (+) normal,
kassa rembes –
Ekstremitas: akral hangat
+/+//+/+, edema +/+//+/+
Status Nifas
Lochia rubra: 5 cc
Kontraksi: keras
TFU: 2 jari di bawah
pusat
Status Vegetatif
BAK (+) DC 700 cc / 6
jam
BAB (-) Flatus (+).
Senin, S: P2A0 usia 41 - IVFD RL
17/06/2019 Pasien mengatakan lemas
tahun Post - Inj. Meropenem
pkl 14.00 di dan tenggorokan tidak
SCTP a.i PEB 3x1 gr
ICU nyaman karena terpasang
dan edem pulmo - Inj. Dexametason
NGT extra 5 mg
- Inj. Ranitidin 3x 50
O: mg
KU/ Kes : tampak - Infus paracetamol
gelisah/ E4V5M6 3x 1 gr
TD : 140/100 mmHg - Furosemid pump
Nadi : 130 x/menit 2,5 cc/ jam
RR : 21 x/menit
S: 39.2 C - Morphin pump 2
Status Generalis cc/ jam
- Mata : CA -/-, SI -/-, RC - ISDN pump 1 - 2
+/+ pupil isokor gr /jam
3mm/3mm - PO Dopamet 3 x
- Hidung : terpasang 500 mg
NGT - PO Nifedipin 3x 10
- Mulut : ETT (+) mg
sekret kental - PO Kalk 2 x 1 tab
- Pulmo : Suara dasar - Tranfusi albumin 1
vesikuler +/+, Ronki kolf (pelan)
kasar +/+, Ronki halus -
/-, wheezing -/-
- Cor : S1>S2, regular,
murmur -, gallop –
- Abdomen : cembung,
supel, BU (+) normal,
kassa rembes –
Ekstremitas: akral hangat
+/+//+/+, edema +/+//+/+
Status Nifas
Lochia rubra: 3 cc
Kontraksi: keras
TFU: 2 jari di bawah
pusat
Status Vegetatif
BAK (+) DC 650 cc / 6
jam
BAB (-) Flatus (+)
Selasa, S: P2A0 usia 41 - IVFD RL
18/06/2019 Pasien mengatakan sesak tahun Post - Inj. Meropenem
pkl 11.00 di napas SCTP a.i PEB 3x1 gr
ICU O: dan edem pulmo - Inj. Ranitidin 3x 50
KU/ Kes : tampak mg
gelisah, mengamuk/ - Infus paracetamol
E4V4M6 3x 1 gr
TD : 122/95 mmHg - Furosemid pump 5
Nadi : 130 x/menit mg/jam
RR : 21 x/menit - Morphin pump 1
S: 39.8 C gr/jam
Status Generalis - ISDN pump 1 - 2
- Mata : CA -/-, SI -/-, RC gr /jam
+/+ pupil isokor - PO Dopamet 3 x
3mm/3mm 500 mg
- Hidung : terpasang - PO Nifedipin 3x 10
NGT mg
- Mulut : ETT + - PO Kalk 2 x 1 tab
ventilator spontan
- Thorax : retraksi -
- Pulmo : Suara dasar
vesikuler +/+, Ronki
kasar +/+, Ronki halus -
/-, wheezing -/-
- Cor : S1>S2, regular,
murmur -, gallop –
- Abdomen : cembung,
supel, BU (+) normal,
kassa rembes –
Ekstremitas: akral hangat
+/+//+/+, edema +/+//+/+
Status Nifas
Lochia rubra: 5 cc
Kontraksi: keras
TFU: 2 jari di bawah
pusat
Status Vegetatif
BAK (+) 850 cc/6 jam
Rabu, S: P2A0 usia 41 - IVFD RL
19/06/2019 Pasien mengatakan ingin tahun Post SCTP - Inj. Meropenem
pkl 14.00 di pulang. Pasien tidak a.i PEB dan 3x1 gr
ICU kooperatif. Pasien tidak edem pulmo - Infus paracetamol
mau makan sejak pagi. 3x 1 gr
- Furosemid pump 5
O: mg/ jam
KU :tampak gelisah - Morphin pump 1
Kes : E4V4M6 mg/jam
TD : 119/90 mmHg - Fentanil pump 3cc
Nadi : 153 x/menit /jam
RR : 24 x/menit - ISDN pump 2 mg/
S: 39.8 C jam
Status Generalis - PO Dopamet 3 x
- Mata : CA -/-, SI -/-, RC 500 mg
+/+ pupil isokor - PO Kalk 2 x 1 tab
3mm/3mm - PO curcuma
- Hidung : NGT (-)
- Mulut : ETT (-), NRM
(+)
- Thorax : retraksi -
- Pulmo : Suara dasar
vesikuler +/+, Ronki
kasar +/+, Ronki halus -
/-, wheezing -/-
- Cor : S1 dan S2 sdn,
murmur -, gallop –
- Abdomen : cembung,
supel, BU (+) normal,
kassa rembes –
- Ekstremitas: akral
hangat +/+//+/+, edema
+/+//+/+
Status Nifas
Lochia rubra: 5 cc
Kontraksi: keras
TFU: 2 jari di bawah
pusat
Status Vegetatif
BAK (+) 700 cc/ 6 jam
Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 19 Juni 2019 pukul 20.00.
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Edema Paru
Edem pulmo atau edema paru adalah akumulasi cairan di intersisial dan
alveolus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh
tekanan intravaskular yang tinggi (Edem pulmo kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (Edem pulmo non kardiak) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia (Harun dan Saly, 2009).
Edema paru terjadi bila volume plasma berlebihan memasuki ruang
interstisial dan alveoli. Edema paru merupakan suatu keadaan klinis akut yang
ditandai dengan gejala distres pernafasan dan takipnea yang sebanding dengan
penurunan PaO2 dan P(A-a)O2. Gangguan fisiologis yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia adalah adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(ventilation-perfusion missmatch).
Pada paru normal (Gambar 1), cairan dan protein keluar dari mikrovaskular
terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruang interstitial
sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta
permeabilitas membran kapiler. Cairan yang keluar dari sirkulasi ke ruang
alveolar intertisial pada keadaan normal tidak dapat masuk ke ruang alveolar
hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain
itu, ketika cairan memasuki ruang intertisial, cairan tersebut akan dialirkan ke
ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh sistem limfatik
ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan.
Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari
mikrosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang
dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein (Maria, 2010).
1. Etiologi
a. Peningkatan tekanan hidrostatik mikrovaskular paru
Salah satu penyebab edema paru adalah perbedaan antara tekanan
mikrovaskular dan tekanan interstisial. Kenaikan tekanan mikrovaskular
paru dapat dikarenakan pemberian cairan intravena yang berlebihan
(meskipun pemberian ini juga mempengaruhi tekanan osmotik), dan
defek-defek kardiak, termasuk di antaranya adalah shunt (pirai) kiri-ke-
kanan, obstruksi vena paru dan atrium kiri, serta disfungsi ventrikel kiri.
b. Penurunan tekanan osmotik koloid
Terjadi akibat kadar protein yang rendah. Biasanya terjadi pada
malnutrisi berat, enteropati yang menyebabkan kehilangan protein, dan
nefrosis
c. Penurunan tekanan hidrostatik interstisial
Nilai tekanan interstisial telah diperkirakan antara -5 hingga -10
mmHg. Penurunan tekanan hidrostatatik interstisial dapat terjadi karena
tiga keadaan, yaitu penurunan tekanan intratorakal, peningkatan tekanan
hidrostatik intravaskular, dan peningkatan tekanan negatif pleura.
d. Peningkatan permeabilitas kapiler paru
Dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu penambahan jumlah total
poros dan pelebaran diameter poros. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
lepasnya mediator inflamasi, inhalasi zat toksik, terbakar, toksin, dan
lain-lain. Bila merujuk persamaan Starling, hal ini merupakan jumlah
peningkatan koefisien filtrasi (Kf) dan penurunan koefisien refleksi. Hal
tersebut akan menyebabkan cairan edema yang relatif kaya protein.
e. Insufisiensi aliran pembuluh limfatik
Edema paru yang disebabkan oleh insufisiensi limfatik adalah satu-
satunya edema paru yang sejauh ini tidak dideskripsikan dalam
persamaan Starling. Aliran limfatik diperkirakan sebesar 10-20 ml/jam
pada orang dewasa dengan kemampuan untuk mengatasi peningkatan
sebesar 10 tanpa perubahan signifikan dalam akumulasi cairan
interstisial. Kontribusi relatif dari faktor-faktor di dalam sistem limfatik,
seperti valvula limfatik dan otot polos, yaitu bekerja sebagai pompa
untuk mengatasi peningkatan tekanan vena sistemik, masih
diperdebatkan.
f. Peningkatan luas permukaan vaskular paru
Satu hal yang perlu untuk diingat adalah, dibandingkan dengan
dewasa, area permukaan vaskular yang berisi darah lebih luas pada bayi
dan anak. Oleh karena itu, keadaan tersebut mempermudah terjadinya
perpindahan cairan paru.
2. Klasifikasi dan Patomekanisme
Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan
edema paru non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat terjadi akibat
perfusi berlebihan baik dari infus darah maupun produk darah dan cairan
lainnya, sedangkan edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler paru (Rampengan, 2014).
a. Edema pulmo kardiogenik
Edem pulmo kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvaskular. Ketika tekanan interstitial paru
lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura
visceralis yang menyebabkan efusi pleura. Jika permeabilitas kapiler
endotel tetap normal maka cairan edema yang meninggalkan sirkulasi
memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik
di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan
vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18 – 25
mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang intersisial
peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25)
maka cairan edema akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus
(gambar 2).
Secara patofisilogi edem pulmo kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi
ini terjadi tanpa perubahan pada permiabilitas atau integritas dari membran
alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan
difusi, hiposemia dan sesak nafas (Harun dan Sally, 2009). Edem pulmo
kardiogenik terdiri dari tiga stage, yaitu (Rampengan, 2014):
1) Cairan dan koloid berpindah dari kapiler paru ke interstisial paru tapi
terdapat peningkatan cairan yang keluar dari aliran limfatik.
2) Kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan
koloid mulai terakumulasi pada ruang interstisial sekitar bronkioli,
arteriol, dan venula.
3) Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveoli.
Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas.
Gambar 2. Mekanisme edem pulmo kardiogenik dan non kardiogenik
4. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru,
misalnya adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai
dengan gagal jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya
sangat cepat dan terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim.
Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien
karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam
(Harun dan Sally, 2009; Maria, 2010).
b. Pemeriksaan fisik
Terdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan). Takikardia,
hipotensi atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam
posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan
lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat
retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang
menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada
saat inspirasi, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink
frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan
terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi jantung 3
dan 4. Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan sianosis (Harun
dan Sally, 2009; Maria, 2010).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji
etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi / darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa,
analisa gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain
Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan prekursornya Pro BNP dapat
digunakan sebagai rapid test untuk menilai edema paru kardiogenik pada
kondisi gawat darurat.
Gambaran radiografi pada edema paru tidak spesifik. Bentuk-bentuk
edema paru yang lebih berat seringkali menghasilkan kesuraman
perihiler, kemungkinan karena terdapat kumpulan cairan yang banyak di
perivaskular dan peribronkial di daerah ini. Penebalan septum (edema
septum septum interlobular) terlihat sebagai garis tipis, lurus, sepanjang
2-6 cm. Pada daerah perihiler disebut sebagai garis Kerley “A”. Garis-
garis yang mirip, tidak lebih dari 2 cm, ditemukan pada lapangan paru
perifer tegak lurus terhadap garis pleura, disebut sebagai garis Kerley
“B”. Garis garis Kerley “C” lebih pendek dan membentuk pola retikuler
di bagian basiler sentral paru dan biasanya paling baik terlihat pada foto
lateral. Gambaran lain yang bisa terlihat adalah penebalan perivaskular
dan peribronkial, gambaran pembuluh darah yang lebih menonjol, serta
gambaran diafragma yang terlihat rendah. Gambaran foto thorax dapat
digunakan untuk membedakan edem pulmo kardiogenik atau non
kardiogenik.
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi
yang non iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif
yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik
dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu.
Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan
yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-
endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau ketokolamin (Harun dan
Sally, 2009).
5. Penatalaksanaan
Terapi awal yang paling penting adalah pemberian oksigen, jika perlu
dengan ventilasi mekanik. Pemberian ventilasi mekanik bertujuan tidak
hanya untuk mengurangi kerja pernapasan saja, tetapi juga meningkatkan
oksigenasi dengan mencegah kolaps alveoli memakai positive end expiratory
pressure (PEEP). Peningkatan oksigenasi menyebabkan cairan keluar ke
intersitisial sehingga tidak mengganggu pertukaran gas.
Jika edema paru disebabkan oleh gagal jantung dengan peningkatan
tekanan mikrovaskular pulmonal, maka dapat dilakukan terapi untuk
perbaikan fungsi jantung. Perbaikan fungsi jantung dapat dicapai dengan
berbagai cara, oksigen dan digitalis diberikan untuk meningkatkan volume
semenit, pemberian morfin dapat membantu mengurangi preload dan
afterload karena mengurangi ansietas. Penurunan afterload ventrikel kiri
akan memungkinkan peningkatan fraksi ejeksi tanpa meningkatkan kerja
miokardial. Aminofilin dapat diberikan, karena selain mengurangi afterload,
efek lainnya dapat memperbaiki kontraktilitas dan menyebabkan
bronkodilatasi. Perbaikan kontraktilitas miokardium dapat melalui stimulasi
adrenergik dengan obat-obat inotropik seperti dopamin, dobutamin, atau
isoproterenol dengan meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan
pengisian ventrikel. Preload juga dapat dikurangi dengan posisi duduk, juga
dengan pemberian ventilasi tekanan positif. Sebagai tambahan, perlu juga
diberikan terapi suportif, seperti merencanakan pemberian cairan dengan
cermat, dengan memberikan sejumlah cairan pengganti dehidrasi, sambil
melakukan koreksi asam basa, dan kemudian memberikan cairan
pemeliharaan.
Diuretik diberikan dengan tujuan mengurangi volume plasma dan
pengisian atrium kiri, juga untuk meningkatkan tekanan koloid osmotik.
Mekanisme kerja diuretik dalam mengatasi edema paru adalah dengan
meningkatkan kapasitas vena, dan meningkatkan eksresi garam dan air
sehingga mengurangi pengeluaran cairan dari mikrovaskular paru. Pada
edema berat, furosemid dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-2
mg/kgBB. Dosis ini biasanya menghasilkan diuresis nyata yang menurunkan
tekanan mikrovaskular paru dan meningkatkan konsentrasi protein di dalam
plasma. Dua perubahan ini menghambat filtrasi cairan ke dalam paru dan
mempercepat masuknya air ke dalam mikrosirkulasi paru dari interstisial.
Terapi berkelanjutan dengan furosemid, kadangkala disertai dengan
penggunaan diuretik lain seperti spironolakton dan tiazid, digunakan untuk
membantu mengendalikan edema paru. Pada terapi jangka panjang dengan
diuretik sering terjadi kehilangan sejumlah besar kalium klorida. Deplesi
elektrolit ini biasanya dapat dicegah dengan menggunakan suplementasi
kalium klorida, 3-5 mEq/kgBB setiap hari.
Jika terdapat hipotensi, zat inotropik seperti dopamin dan dobutamin juga
mempunyai efek terhadap pembuluh darah paru. Jika terdapat resistensi
vaskular yang tinggi, maka dobutamin lebih efektif karena dapat
meningkatkan volume jantung semenit tanpa meningkatkan resistensi
vaskular sistemik, bahkan menyebabkan vasodilatasi sistemik.
Pemberian albumin intravena bermanfaat jika edema paru disebabkan
oleh penurunan tekanan koloid osmotik. Untuk mencegah efek penumpukan
cairan sementara akibat albumin, maka pemberiannya harus lambat dan
disertai diuretik. Pada bayi, serta anak-anak dengan edema paru berat, infus
albumin atau plasma biasanya tidak memberikan keuntungan. Pemberian
tersebut cenderung meningkatkan tekanan mikrovaskular paru, sebagai usaha
mengimbangi efek peningkatan tekanan osmotik protein intravaskular.
Selanjutnya, protein yang diberikan dapat bocor ke interstisial paru, sehingga
menambah beratnya edema.
Pada edema paru yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas kapiler,
seperti ARDS, maka dapat ditambahkan steroid dan nonsteroid
antiinflammation drugs (NSAID) dosis tinggi. Jika disebabkan sepsis dan
disseminate intravascular coagulation (DIC), maka dapat diberikan heparin
dan dekstran. Pemberian antioksidan dapat dipertimbangkan pada beberapa
kasus ARDS atau NRDS.
Kondisi-kondisi yang merusak kerja miokardium (hipoglikemia,
hipokalsemia, infeksi) membutuhkan terapi spesifik, sementara faktor-
faktor/keadaan yang meningkatkan aliran darah paru (hipoksia, nyeri, dan
demam) seharusnya dihindari atau diterapi secepatnya. Jika tindakan-
tindakan ini tidak berhasil mengurangi edema, perlu diberikan dukungan
ventilator dengan PEEP. Positive end-expiratory pressure tidak mengurangi
kandungan air paru, tetapi mendistribusi ulang cairan dalam rongga-rongga
udara, dan memperbaiki pertukaran gas respirasi. Beberapa penelitian
menemukan bahwa pemberian ventilasi mekanik dengan PEEP dan
continuous positive airway pressure (CPAP) cukup efektif. Positive end-
expiratory pressure dapat mengurangi penumpukan cairan di paru, sedangkan
CPAP dapat mencegah terjadinya kolaps unit alveoli dan membuka kembali
unit alveoli yang sudah kolaps. Keadaan ini akan meningkatkan kapasitas
residu fungsional (functional residual capacity, FRC). Peningkatan FRC akan
memperbaiki komplians paru, meningkatkan produksi surfaktan, dan
menurunkan resistensi vaskular. Hasil akhirnya adalah penurunan kerja
pernapasan, peningkatan oksigenasi, dan penurunan afterload jantung.
Tatalaksana edem pulmo akut kardiogenik berdasarkan ESC 2012
sebagai berikut.
Selain itu, untuk memprediksi keadaan buruk yang spesifik yang akan
berpengaruh pada kelancaran operasi seperti (Latief, 2002):
a. Masalah dengan jalan napas
Masalah dengan jalan napas berhubungan dengan kesulitan intubasi
pada proses operasi, sehingga pemeriksaan pre operasi harus tepat.
Identifikasi pasien yang potensial diduga akan terjadi kesulitan dalam
melakukan intubasi harus dilakukan untuk menentukan tindakan atau
teknik anestesi yang tepat harus dilakukan. Pada penatalaksanaan pre
operasi, salah satu penilaian klinik yang dapat dilakukan untuk menilai
kemungkinan terjadinya kesulitan intubasi adalah tes Mallampati dan
Thyromental Distance (TMD).
Tes mallampati dilakukan dengan cara pasien membuka mulut
semaksimal mungkin yang dapat dilakukan disertai dengan lidah
menjulur ke depan, dan pada saat itu yang dilihat adalah daerah bagian
faring posterior. Apabila pada tes Mallampati ditemukan bagian faring
posterior tidak dapat terlihat, maka kemungkinan akan terjadi kesulitan
dalam intubasi. Adapun interpretasi dari tes Mallampati adalah
(Downing, 2008):
- Grade I: Faring posterior, uvula, dan palatum mole terlihat jelas,
seluruh tonsil terlihat jelas
- Grade II: faring posterior tidak terlihat, uvula dan palatum mole
terlihat sedangkan, setengah keatas dari fossa tonsil terlihat
- Grade III: faring posterior tidak terlihat, uvulu hanya terlihat bagian
basis, palatum mole dan palatum durum masih terlihat
- Grade IV: Faring posterior, uvula dan palatum mole tidak terlihat,
hanya palatum durum yang terlihat.
.
Gambar 7. Thyromental Distance (TMD)
c. Komplikasi respirasi
Pasien dengan kebiasaan merokok, riwayat penyakit paru, obesitas
dan pasien yang menjalani operasi daerah toraks atau abdomen
memunyai kemungkinan untuk timbulnya komplikasi masalah respirasi
secara operasi. Untuk memprediksi diperlukan pemeriksaan lain seperti
Analisa Gas Darah preoperasi. Bila nilai PaO2 preoperasi kurang dari
9 kPa, ditambah dengan dispneu saat istirahat, hampir dapat dipastikan
diperlukan bantuan ventilasi mekanik pasca bedah (Morgan, 2002).
A. Edem pulmo adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang
terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular
yang tinggi (edem paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di
alveoli.
B. Edem pulmo pada masa kehamilan merupakan penyebab penting morbiditas
dan mortalitas, di tandai dengan sesak nafas mendadak, dapat disertai agitasi,
dan merupakan manifestasi klinis proses penyakit yang berat.
C. Preeklampsia berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik, dengan atau tanpa proteinuria. Ibu
hamil dengan PE/PEB dengan gejala pemberat biasanya akan dilakukan
tindakan terminasi segera untuk menghindarkan komplikasi maternal maupun
fetal yang ada.
D. Anestesi pada obstetri, termasuk prosedur SCTP, biasanya menggunakan
teknik regional anestesi. Anestesi umum dipertimbangkan untuk digunakan
jika terdapat bradikardi fetal berat, ruptur uteri, perdarahan hebat dan solusio
plasenta berat, dengan lebih banyak kesulitan dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
HIPERTENSI KRONIK
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
menetap setelah persalinan
Diagnosis
Tekanan darah ≥140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
Anjurkan istirahat lebih banyak.
Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu perfusi
serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan memperbaiki
keadaan janin dan ibu.
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan terkontrol
dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
Jika tekanan diastolik >110 atau tekanan sistolik >160, berikan antihipertensi
Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed
preeklampsia dan tangani seperti preeclampsia.
Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
Jika denyut jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti
gawat janin.
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
HIPERTENSI GESTASIONAL
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda
preeklampsi tetapi tanpa proteinuria.