Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN MINI PROJECT PENGANTAR PENELITIAN BIOKIMIA

EKSPRESI, PEMURNIAN AWAL, DAN KARAKTERISASI α-


AMILASE HIPERTERMOSTABIL Pyrococcus furiosus (PFA)
REKOMBINAN YANG DIEKSPRESIKAN PADA RAGI Pichia pastoris
KM71

Asisten: Yovin

Anggota Kelompok:

M. Irfan Rifqi Kresnadi (10513061)


Sunda Okto Sinurat (10516036)
F Elvan S.C (10516057)
Gusti Agung Ayu Dewi Jayanti (10516070)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
9 Desember 2019

Page | 1
DAFTAR ISI
Cover ……………………………………………………………………………Page 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………...Page 2
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………….Page 3
I.1 Latar Belakang……………………………………………………….Page 3
I.2 Tujuan Penelitian……………………………………………………..Page 4
Bab II Tinjauan Pustaka………………………………………………………….Page 5
II.1 α-Amilase Termostabil Pyrococcus furiosus ……………………….Page 5
II.2 Pichia pastoris KM71……………………………………………….Page 6
Bab III. Metodologi Penelitian …………………………………………………..Page 7
III.1 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………Page 7
III.2 Alat dan Bahan ……………………………………………………..Page 7
III.3 Cara Kerja ……………………………………………………….....Page 7
Bab IV. Hasil dan Pembahasan…………………………………………………..Page 11
IV.1 Pembuatan Media YPD……………………………………………..Page 11
IV.2 Pembuatan Media BMGY…………………………………………..Page 12
IV.3 Pembuatan Media BMMY……………………………………….....Page 12
IV.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Dekstrosa……………………………...Page 13
IV.5 Uji Aktivitas Pasca Induksi Metanol Dan Setelah Fraksinasi Ammonium
Sulfat Dengan Metode DNS……………………………………………...Page 15
IV.6 Fraksinasi Ammonium Sulfat…………………………………….. ..Page 21
IV.7 Dialisis Hasil Fraksinasi Amonium Sulfat………………………….Page 22
IV.8 Penentuan Berat Molekul Protein Dengan Metode SDS-PAGE........Page 23
IV.9 Analisis Konsentrasi Molekul Protein dengan Nanodrop…………..Page 24
Bab V. Kesimpulan ………………………………………………………………Page 26
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………Page 27
Lampiran …………………………………………………………………………Page 28

Page | 2
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

α-amilase (1,4-α-D-glucan glucanohydrolase EC 3.2.1.1) merupakan famili ke-13 dari


enzim grup hidrolase glukosida yang mengkatalisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati,
amilosa dan amilopektin [Vengadaramana dkk., 2013 dan Wang dkk.,2007] yang
merupakan salah satu enzim yang paling penting dan banyak digunakan dalam
bioteknologi. Salah satu penggunaan enzim α-amilase banyak digunakan dalam proses
pembuatan sirup. Adapun bahan gula pembuat sirup yaitu glukosa dan fruktosa yang
diperoleh dari pati. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik impor gula Indonesia periode
Januari-Oktober 2018 mencapai 4,07 juta Ton, dengan 30% pemakaian pada produksi
sirup. Seiring produksi sirup meningkat maka kebutuhan enzim α-amilase termostabil juga
meningkat, oleh karena itu meskipun telah banyak diisolasi dan dikristalisasi, eksplorasi
sumber α -amilase yang lebih efisien masih dibutuhkan [Atmaja dkk., 2013].

Pembuatan sirup dari pati melalui tahapan hidrolisis bulir pati secara enzimatik. Tahapan
ini terdiri dari gelatinisasi, likuifasi, dan sakarifikasi. Tahapan gelatinase yaitu tahap
dimana bertujuan untuk meningkatkan viskositas pada suhu yang relatif tinggi. Tahap
likuifasi yaitu dimana viskositasnya turun, proses ini berlangsung pada suhu 90o - 100 oC
selama 90 menit dan membutuhkan α-amilase yang mempunyai kestabilan termal tinggi.
Tahap sakarifikasi yaitu tahap dimana pati telah menjadi glukosa [Crabb dan Mitchinson,
1997].

Salah satu archaea yang telah dipelajari α-amilasenya adalah α-amilase yang berasal dari
Pyrococcus furiosus. P. furiosus adalah archaea obligat anaerob yang berasal dari sedimen
panas lautan dangkal porto Levante, Itali yang pertama kali diisolasi oleh Fiala dan Stetter
(1986). Archaea ini bersifat heterotrof anaerobic yang tumbuh optimum pada suhu 100 oC
Aktivitas α-amilase yang telah dilaporkan ditemukan dalam bentuk homogenat sel dan
dalam medium pertumbuhan P. furiosus (Brown, 1990). Enzim α-amilase P. furiosus
(PFA) ini merupakan homodimer dengan berat molekul sebesar 130 kDa dimana aktivitas
optimumnya berada pada suhu optimum pertumbuhannya. Sehingga P. furiosus ini cukup
sulit dikembangkan untuk menghasilkan enzim α-amilase [Ladermant dkk., 1993].

Page | 3
I.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk ekspresi α-amilase hipertermostabil Pyrococcus furiosus (PFA).


2. Pemurnian awal PFA berupa fraksinasi ammonium sulfat.
3. Karakterisasi PFA berupa uji aktivitas dengan metode DNS dan SDS-PAGE.

Page | 4
BAB II TIJAUAN PUSTAKA

II.1 α-Amilase Termostabil Pyrococcus furiosus

Pati merupakan polisakarida yang tersusun dalam 2 tipe polomerisasi antara lain
Amilosa dan Amilopektin Amilosa merupakan polimer berantai lurus dengan ikatan (alfa-
1-4 glikosidik) yang memiliki lebih dari 6000 unit glukosa serta jumlahnya didalam pati
berkisar 20-25%. Amilopektin merupakan polimer berantai lurus pendek (alfa-1-4
glikosidik) dan bercabang (alfa 1-6 glikosidik) yang memiliki rentang 10-60 unit glukosa
dan 15-45 unit glukosa. Jumlahnya didalam pati berkisar 75-80%. [Thompson,2000].Sifat
Fisik Amilosa dan Amilopektin berbeda, Kelarutan Amilosa lebih tinggi dibandingkan
amilopektin. Dengan beberapa pati yang sudah dijelaskan , Diperlukan enzim alfa-amilase
termostabil untuk mendegradasi Pati pada suhu tinggi yang beriksar (90-100°C). Enzim
Alfa-amilase merupakan family ke-13 dari enzim grup hydrolase glukoisida yang
mengkatalisis Ikatan alfa 1,4 glikosidik pada pati,amilosa, dan amilopektin
[Vengadaramana dkk, 2013]. Alfa – amilase hipertermostabil sangat laku digunakan dalam
industry. Salah satunya alfa-amilase yang berasal dari archae yang menunjukkan sifat
termostabilnya. Banyak mikroba yang tumbuh pada pati sehingga diduga menghasilkan
enzim amilolitik yang hipertermostabil.

Amilase adalah enzim yang memecah pati, mengubahnya menjadi gula. Ada dua
jenis utama: alpha dan beta. α-amilase ditemukan dalam air liur manusia, di mana ia
memulai proses kimia dalam pencernaan dengan hidrolisis pati. α-amilase juga ditemukan
dalam pankreas. Selain itu, dalam industri yang membutuhkan glukosa, seringkali
menggunakan enzim α-amilase ini. ß-amilase ditemukan dalam biji beberapa tanaman,
serta bakteri, ragi, dan jamur. Amilase juga ditemukan pada hewan lain yang
menggunakannya untuk membantu proses pencernaan.

α-Amilase P. furiosus merupakan α-amilase hipertermofilik yang berasal dari


archaea. P. furiosus adalah archaea obligat anaerob yang tumbuh optimal pada suhu 100
oC yang diisolasi pertama kali oleh Fiala dan Stetter (1986) dari sedimen panas Vulcano
island, Itali. Aktivitas α-amilase ditemukana pada homgenat sel dan pada medium
pertumbuhan P. furiosus [Brown dkk., 1990] dan enzimnya telah dimurnikan menjadi
homogenat. Memiliki aktivitas hidrolisis pati optimum pada suhu 90°C dan pH 5,0. Dan
memiliki ukuran ~56kDa.

Page | 5
Gambar: Pyrococcus furiosus Gambar : Enzim α-Amilase

II.2 Pichia pastoris KM71

Kebutuhan dunia industri sangat tinggi akan enzim alfa-amilase yang salah satunya
dilakukan dengan mengekspresikan gen dalam pichia pastoris. Pichia pastoris memiliki
banyak kelebihan yaitu memliki efisiensi sekresi yang tinggi, mampu tumbuh hingga
densitas sel yang tinggi , memiliki media kultur murah, mudah dimanipulasi secara
genetika, memiliki kemana pununtuk memproduksi protein asing secara intraseluler dan
ekstraseluler dalam jumlah besar, dan memiliki kemampuan untuk modifikasi
pascatranslasi, serta tersedianya system ekspresi secara komersial [ceregino,2000]

P. pastoris adalah salah satu sistem heterolog yang paling banyak digunakan dalam
produksi komersil berbagai protein asing. Sebagai organisme eukariotik, P.pastoris
mempunyai banyak kelebihan digunakan sebagai inang yaitu memiliki sistem ekspresi
yang tinggi, mampu melakukan modifikasi pascatranslasi, pelipatan protein dan
mensekresi protein ke dalam medium, dan mudah dimanipulasi. Sebagai ragi, memiliki
keuntungan molekular dan manipulasi genetik semudah Saccharomyces dan juga
memberikan ekspresi yang tinggi [Ahmad dkk., 2014].

Gambar: Pichia pastoris KM71

Page | 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. 1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai Desember 2019 di
Laboratorium Penelitian Biokimia, Program studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

III. 2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer 2 L, 250 mL, gelas
kimia 2 L, 600 mL, 100 mL, tip, microtube, autoclav, dan shaker.

Sedangkan bahan yang yang diperlukan adalah yeast extract, peptop, YNB, gliserol,
metanol, dextrosa, amonium sulfat, NaCl, KH2PO4, K2HPO4, NaH2PO4, dan Na2HPO4.

III. 3 Cara Kerja

1. Pembuatan Media
a. Media YPD (Yeast Peptone Dextrose)

Yeast ekstrak 0.3 g, pepton 0.6 g, dan dekstrosa 0.6 g dicampur dan dimasukkan ke
erlenmeyer 125 mL. Kemudian ditambahkan miliQ hingga 30 mL, ditutup dengan
sumbat kapas berlemak dan aluminium foil, dan diautoklav selama 15 menit pada
suhu 110 oC.

b. Media BMGY (Buffered Glycerol-complex Medium)

Yeast ekstrak 5 g, pepton 10 g, YNB (Yeast nitrogen base) 6.7 g dicampur dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer 2 L. Kemudian ditambahkan buffer pospat pH 6
volume 50 mL, ditambahkan gliserol 50 mL, ditambahkan aqua dm 400 mL, ditutup
dengan sumbat kapas berlemak dan aluminium foil, dan diautoklav selama 15 menit
pada suhu 110 oC.

c. Media BMMY (Buffered Methanol-complex Medium)

Yeast ekstrak 0.5 g, pepton 1 g, YNB (Yeast nitrogen base) 0.7 g, dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250 mL, ditamba 5 mL buffer kalsium fosfat pH 6, ditambah
43,5 mL aqua dm, ditutup dengan sumbat kapas berlemak dan aluminium foil, dan
diautoklav selama 15 menit pada suhu 110 oC.

Page | 7
2. Pembuatan Buffer dan Bahan Pendukung Lainnya

a. Pembuatan Gliserol

Stok gliserol 85% volume 5.882 mL diencerkan menjadi 10% dengan volume 50 mL.

b. Pembuatan NaCl

NaCl dilarutkan sebanyak 29.22 g kedalam 500 mL air.

c. Penggerusan Ammonium Sulfat

Ammonium Sulfat digerus sebanyak 22 g.

d. Pembuatan Stok KH2PO4 1M

KH2PO4 ditimbang sebanyak 13.6086 g dan dilarutkan kedalam 100 mL miliQ.

e. Pembuatan Stok K2HPO4

K2HPO4 ditimbang sebanyak 17.42 g dan dilarutkan hingga 100 mL dengan miliQ.

f. Pembuatan Stok NaH2PO4

NaH2PO4 ditimbang sebanyak 59.99 g dan dilarutkan hingga 500 mL dengan miliQ

g. Pembuatan Stok Na2HPO4

Na2HPO4 ditimbang sebanyak 70.98 g dan dilarutkan hingga 500 mL dengan miliQ.

h. Pembuatan Buffer Kalium Fosfat

Dicampurkan 13.2 mL stok K2HPO4 dan 86.8 mL stok KH2PO4 dan dicek dengan pH
meter hingga pH 6 lalu disimpat pata botol Scoot Duran.

i. Pembuatan Buffer Natrium Fosfat

Dicampur 34 mL stok NaH2PO4 dan 466 mL stok Na2HPO4 dan dicek dengan pH meter
hingga pH 8 lalu disimpan pada botol Scoot Duran.

Page | 8
3. Starter P.pastoris ke YPD

YPD ditambahkan zeozin 100 mg/mL sebanyak 30 mL, ditambahkan stok P.pastoris dalam
gliserol kedalam campuran YPD dan zeozin, ditutup dengan kapas lemak dan dimasukkan
kedalam shaker dengan suhu 30 oC dan kecepatan 225 rpm selama over night (16-18 jam).

4. Pemindahaan (inokulasi) koloni YPD ke BMGY

Mulut erlenmeyer yang berisi koloni pada YPD didekatkan ke api bunsen, dipipet 3.125
mL sebanyak 2 kali ke media BMGY. Mulut erlenmeyer kembali dipanaskan dan ditutup
kembali erlenmeyer YPD dengan sumbat kapas yang telah dipansakan dan juga media
BMGY. Dilakukan inokulasi pada suhu 30 oC dengan kecepatan 225 rpm selama 16-18
jam.

5. Pemindahan BMGY ke BMMY

BMGY disentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm suhu 4oC selama 10 menit. Padatan yang
diperoleh ditambahkan ke dalam media BMMY, lalu diaduk sampai larut. Ditambahkan
metanol sebanyak 1.5 mL. Kemudian dimasukkan ke alat shaker selama 24 jam.

6. Pembuatan Kurva Kalibrasi Dekstrosa (Metode DNS)

Padatan dekstrosa 0.18015 g dilarutkan dengan 10 mL miliQ, dipipet larutan dekstrosa 100
mM sebanyak 20 µL, 40 µL, 50 µL, 80 µL dan 80 µL. Masing - masing ditambahkan
miliQ hingga 1 mL, dipipet 50 µL, ditambahkan 50 µL DNS, dipanaskan kemudian
didinginkan pada suhu ruang. Kemudian ditambahkan miliQ hingga 1 mL. Dilakukan
pengamatan tiap konsentrasi dekstrosa pada panjang gelombang 500 nm. Kemudian dibuat
kurva dari hasil absorbansi.

7. Induksi Metanol

Hasil media BMMY dipipet sebanyak 1.5 mL ke microtube, lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 12 rpm. Kemudian ditambahkan 1.5 mL metanol ke BMMY, lalu ditutup dan
diinkubasi dalam shaker 225 rpm pada suhu 30 oC. Dipisahkan supernatan dan pelet
kemudian disimpan dalam dalam microtube.

8. Uji Aktivitas

Enzim hasil induksi metanol dipipet sebanyak 1 mL dan diencerkan 10x, diperoleh enzim
encer. Dibuat blanko( dicampur air 100 µL, diinkubasi pada suhu 90oC selama 10 menit,
ditambah 100 µL DNS, lalu dipanaskan, ditambahkan 800 µL). Dibuat sampel (50 µL
enzim encer, ditambah 50 µL substrat, diinkubasi, ditambahkan 100 µL DNS, dipanaskan,
ditambahkan air sebanyak 800 µL). Dibuat kontrol (50 µL enzim encer, ditambahkan 100

Page | 9
µL DNS, diinkubasi, 50 µL substrat dan dipanaskan). Lalu kontrol dan sampel diukur pada
panjang gelombang 500 nm.

9. Fraksinasi Ammonium Sulfat

Larutan protein didalam cold room ditambahkan 4.77 g (NH4)2SO4. Diaduk dengan
pengaduk magnetik selama 10 menit hingga larut. Dilakukan sentrifugasu selama 20 menit
dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4oC. Supernatan (fraksi 0-20%) yang diperoleh
ditambahkan 7.875 g (NH4)2SO4 didalam cold room. Diaduk dengan pengaduk magnetik
selama 10 menit atau sampai larut. Kemudian dilakukan sentrifugasi lagi selama 20 menit
dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4oC. Supernatan (fraksi 20-50%) yang diperoleh
ditambahkan (NH4)2SO4 dalam cold room kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik
selama 10 menit dan disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm pada
suhu 4oC sehingga diperoleh supernatan (fraksi 50-70%).

10. Dialisis

Dicampurkan gliserol 85% sebanyak 176.47%, NaCl 1 M sebanyak 450 mL, Fosfat
sebanyak 15 mL dan miliQ sebanyak 798.53 mL. Ketiga fraksi protein yaitu fraksi 0-20%,
20-50%, dan 50-70% dimasukkan ke dalam larutan campuran dalam bentuk telah
terbungkus dengan membran salovan.

Page | 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan meliputi pembuatan media YPD, pembuatan media BMGY, pembuatan
media BMMY, pembuatan kurva kalibrasi dekstrosa, Uji aktivitas pasca induksi metanol dan
setelah fraksinasi ammonium sulfat dengan metode DNS, fraksinasi ammonium sulfat, dialisis
protein hasil fraksinasi ammonium sulfat, penentuan berat molekul protein dengan SDS-PAGE,
dan analisis konsentrasi protein dengan nanodrop.

1. Pembuatan Media YPD

Gambar 1. Media YPD

Pada media YPD, yeast extract berfungsi sebagai sumber karbon pada sistemnya, sedangkan
pepton sebagai sumber nitrogen pada media dengan dekstrosa sebagai substrat nutrien bagi
P.pastoris yang akan dibiakkan. Dilakukan autoklaf pada media untuk menghilangkan pengotor
lain berupa makhluk hidup yang dapat hidup dalam media. Zeosin ditambahkan ke dalam YPD
ketika dilakukannya starter untuk mensortir bakteri dalam sistem karena pada sistem P.pastoris
yang hendak di analisis resisten mengandung gen resisten terhadap zeosin.

Page | 11
2. Pembuatan Media BMGY

Gambar 2. Media BMGY

Pada media BMGY penambahan gliserol sebagai basis dari media, sedangkan pada sistem ini
nutrien yang digunakan adalah YNB dan buffer sebagai pembentuk sistem elektrolit dalam media
yang digunakan dan membentuk lingkungan optimum untuk perbanyakan sel P.pastoris dalam
sistemnya.

3. Pembuatan Media BMMY

Gambar 3. Media BMMY Setelah Induksi ke 2

Pada media BMMY digunakan metanol untuk melihat ekspresi dari P.pastoris untuk
mensekresikan enzim amilase yang dimaksudkan dan efek konsentrasi metanol yang bertambah

Page | 12
terhadap sekresi dari protein enzim yang diinginkan yaitu α-amilase. Metanol ditambahkan
selanjutnya untuk menghindari habisnya metanol ketika dipanaskan dalam autoklaf.

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Dekstrosa

Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 500 nm dan dihasilkan set data sebagai berikut:

Tabel 1. Data Hasil Spektrometri

No. [glukosa] A Arata-rata


(mM)

1 2 0,198 0,197667

2 2 0,175

3 2 0,220

4 4 0,538 0,552

5 4 0,559

6 4 0,599

7 6 0,837 0,861667

8 6 0,867

9 6 0,881

10 8 1,194 1,228

11 8 1,212

Page | 13
12 8 1,278

13 10 1,518 1,559

14 10 1,555

15 10 1,604

Gambar 4. Kurva Kalibrasi Dekstrosa

Berdasarkan kurva kalibrasi yang telah didapatkan, maka dalam sistem tersebut linear dengan nilai
R2 mendekati 1, sehingga berdasarkan hasil yang didapatkan nilai yang didapatkan untuk
konsentrasi tidak jauh berbeda signifikan dengan nilai sebenarnya untuk konsentrasi dekstrosa
yang akan dianalisis. Dalam sistemnya kurva kalibrasi perlu dibuat sebagai standar acuan
penentuan konsentrasi dekstrosa pada sampel yang akan dianalisis untuk pengukuran setelah reaksi
enzimatik terjadi. Karena nilai yang dihasilkan pada pengamatan 8 ppm dan 10 ppm tidak
memenuhi aturan Lambert-Beer dimana nilai dari absorbansi yang teramati diatas nilai 0,8 maka
kemumngkinan galat yang dihasilkan akan relatif besar, sehingga untuk pengamatan selanjutnya,

Page | 14
pembuatan kurva kalibrasi berada pada range 2 mM hingga 5 mM sudah memenuhi hukum
Lambert-Beer. Dari kurva tersebut didapatkan persamaan;

y = 0,1699x - 0,1399

Dimana nilai y berpadanan dengan nilai absorbansi dari sampel yang diamati dan nilai x yang
berpadanan dengan konsentrasi dekstrosa pada suatu sampel yang diamati dari reaksi redoks antara
dekstrosa sebagai gula pereduksi dengan senyawa DNS. Reaksi tersebut menghasilkan dektrosa
yang teroksidasi gugus sampingnya menghasilkan senyawa aldehid ataupun menjadi senyawa
karboksilat. Dalam reaksinya dengan DNS akan menghasilkan senyawa aldehid sebagai produk
hasil reaksi redoksnya.

5. Uji Aktivitas Pasca Induksi Metanol Dan Setelah Fraksinasi Ammonium

Sulfat Dengan Metode DNS

Pada uji aktifitas yang dilakukan pada percobaan ini dilakukan 2 (dua) kali, yaitu setelah
dilakukannya induksi metanol pada hari ke dua dan juga dilakukan pengujian aktifitas setalah
dilakukan fraksinasi ammonium sulfat sebagai metode pemurnian yang dilakukan.

Pada hasil pasca induksi metanol di hari kedua dihasilkan set data pengamatan absorbansi dengan
metode DNS.

Tabel 2. Data Absorbansi Pasca Induksii Metanol Ke 2

Keterangan Absorbansi Absrata-rata

Kontro D-1 1 0,265 0,20567

Kontro D-1 2 0,155

Kontro D-1 3 0,197

Page | 15
Kontro D-2 1 0,677 0,69233

Kontro D-2 2 0,666

Kontro D-2 3 0,734

Sampel D-1 1 0,841 0,800

Sampel D-1 2 0,717

Sampel D-1 3 0,842

Sampel D-2 1 1,966 2,107

Sampel D-2 2 2,215

Sampel D-2 3 2,140

Untuk hasil pengamatan setelah fraksinasi ammonium sulfat didapatkan set data;

Tabel 3. Pengamatan Absorbansi Setelah Fraksinasi

Keterangan Absorbansi A500

A1 A2 A3

K0 0,254 0,341 0,239 0,278

Page | 16
K20 0,284 0,324 0,277 0,295

K50 0,249 0,347 0,486 0,3606667

S0 0,635 0,677 0,953 0,755

S20 0,994 0,910 0,796 0,9

S50 0,972 1,116 1,070 1,0526667

KS 0,171 0,370 0,262 0,2676667

SS 0,332 0,277 0,250 0,2863333

Dari set data yang telah didapatkan, maka dapat ditentukan hubungan antar absorbansi kontrol
dengan absorbansi dari sampel yang diteliti dengan menggunakan hubungan persamaan untuk
dapat menentukan nilai aktivitas dari sistem yang diamati. Pada bagian sampel sendiri, dalam
percobaannya ditambahkan substrat terlebih dahulu baru ditambahkan DNS sedangkan untuk
kontrol ditambahkan DNS terlebih dahulu. Penambahan DNS pada sistem akan menyebabkan
interaksi antara substrat dengan enzim sendiri akan berkurang seiring dengan waktu. Hal tersebut
diakibatkan sisi aktif dari enzim yang terhalang oleh DNS sehingga karena interaksi antara enzim
dengan substrat sangat sedikit akan menghasilkan interaksi dominan antara DNS dengan substrat
yang akibatnya warna yang terbentuk tidak terlalu pekat karena sebagian besar pati tidak terurai
menjadi glukosa atau masih bentuk polisakarida yang dimana tidak terdapat gula pereduksi.
Sedangkan pada sampel, terjadi reaksi terlebih dahulu antara substrat dengan enzim yang
mengakibatkan dalam sistemnya akan terbentuk gula pereduksi dari degradasi poli sakarida
menjadi monomernya yang bila beriteraksi dengan DNS akan menghasilkan warna pekat akibat
reaksi redoks pada DNS. Aktifitas dari enzim pasca induksi dapat ditentukan dengan hubungan;

Page | 17
Karena persamaan kurva kalibrasi;

y = 0,1699x - 0,1399

Maka konsentrasi glukosanya;

Penentuan Unit Aktivitas Enzimnya;

Sehingga untuk penentuan aktivitasnya;

Dengan demikian diketahui bahwa dari hasil percobaan semakin banyak metanol yang
diinduksikan ke dalam sistem P.pastoris maka akan memperbanyak hasil dari ekspresi gen

Page | 18
penghasil enzim α-amilase yang ditunjukkan dengan kenaikan aktivitas yang cukup signifikan dari
hasil percobaan setelah induksi kedua pada sistem yang diamati. Karena pada sistemnya dihasilkan
nilai absorbansi melebihi hukum Lambert-Beer maka diketahui perbandingan 1:1 antara substrat
dengan enzim dinilai kurang baik, sehingga untuk pengamatan akan lebih baik jika waktu reaksi
dipersempit dan untuk substrat diperbanyak dari sistemnya. Dapat pula dilakukan pada sistem
pengenceran kembali enzim karena dinilai enzim terlalu pekat untuk pengenceran hanya 10 kali.

Setelah fraksinasi amonium sulfat dilakukan kembali pengujian aktivitas enzim dengan hubungan
yang sama;

Dengan persamaan kalibrasi yang sama, maka didapatkan hubungan;

Ditentukan pula unit dari protein sistem dengan persamaan;

Page | 19
Maka didapatkan aktivitas enzim;

Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa dalam sistem untuk supernatan pada fraksinasi setelah
50-80% masih terdapat aktivitas enzim yang menunjukkan bahwa pada sistem setelah pemurnian
masih ada protein yang belum terendapkan sehingga masih menunjukkan aktivitas enzimatik
dalam sistemnya. Namun setelah dilakukannya fraksinasi didapatkan semakin tinggi nilai
fraksinasi amonium didapatkan nilai kemurnian semakin tinggi setelah dilakukannya dialisis
karena pada sistemnya semakin tinggi fraksinasi amonium yang dilakukan akan menyebabkan
hanya protein murni saja yang terdapat pada sistem yang diamati, sehingga nilai kemurnian
semakin tinggi akan berakibat nilai aktivitasnya semakin tinggi karena hilangnya pengotor yang
menghambat kerja enzim. Terdapat penurunan kerja enzim setelah dilakukannya fraksinasi pada
percobaan memungkinkan karena banyaknya enzim lain terutama enzim yang bekerja mirip

Page | 20
dengan amilase dalam sistem yang diamati, selain itu juga dipengaruhi oleh besarnya pengenceran.
Pada percobaan yang dilakukan selanjutnya tersebut telah dilakukannya pengenceran enzim
sebanyak 100 kali sedangkan pada nilai untuk pasca pengamatan setelah induksi kedua dilakukan
pengenceran hanya 10 kali dimana pengaruh pengenceran menentukan pula konsentrasi enzim
yang terdapat dalam sistem. Dalam percobaan pula untuk sistem yang diamati pengamatan harus
dilakukan sesegera mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi lebih dari waktu
reaksi seharusnya. Enzim bersifat termostabil memiliki aktivitas yang relatif tinggi setelah
pengamatan dilakukan pada suhu tinggi yang menunjukkan pada suhu tinggi relatif enzim bekerja
optimum dibandingkan pada suhu ruang saja walaupun reaksi enzimatis suhu ruang juga mungkin
terjadi, hal tersebut sesuai dengan hukum kesetimbangan dimana reaksi enzimatik akan semakin
cepat terjadi pada suhu optimum enzim.

6. Fraksinasi Ammonium Sulfat

Dalam percobaan yang telah dilakukan dalam laboratorium dilakukan pengendapan protein murni
dengan fraksinasi amonium sulfat. Prinsip yang terjadi dalam percobaan fraksinasi amonium sulfat
adalah prinsip salting out, dimana dalam percobaan ini dengan penambahan ke dalam sistem
berupa garam amonium sulfat akan menyebabkan terjadinya penurunan kelarutan protein dalam
air, sehingga protein mengendap dalam sistemnya setelah dilakukan pencampuran dengan
ammonium sulfat hingga larut dalam sistemnya. Dilakukan fraksinasi 0-20%, 20-50% dan 50-80%
dengan dihasilkan endapan protein semakin banyak pada fraksi yang lebih tinggi. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip salting out dalam percobaannya. Dalam sistemnya protein dapat mengendap
pada sistem suhu ruang sama halnya dengan garam ammonium sulfat juga dapat mengendap dalam
sistem yang diamati, sehingga dilakukannya proses untuk pencampuran dalam ruang dingin untuk
memudahkan sistem salting out terjadi. Untuk menghasilkan suatu protein yang benar benar murni
maka perlu dilakukannya pemisahan antara amonium sulfat dengan protein dalam sistem dengan
cara dialisis untuk didapatkannya protein bebas Amonium sulfat. Dalam percobaan pencampuran
amonium sulfat dilakukan selama 10 menit sebagai patokan seluruh garam amonium sulfat larut
dalam sistemnya. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara protein dengan sistem dan
garam amonium sulfat. Supernatan hasil fraksinasi terakhir yang telah dilakukan dianalisis pula
untuk melihat apakah masih terdapat protein enzim yang akan diteliti selanjutnya yang masih

Page | 21
tersisa dalam sistem. Massa amonium sulfat didapatkan dari perhitungan yang dilakukan untuk
analisis dari tabel fraksinasi amonium sulfat.

7. Dialisis Hasil Fraksinasi Amonium Sulfat

Pada hasil Fraksinasi Amonium Sulfat didapatkan sejumlah padatan dalam suatu tabung hasil
sentrifugasi. Hasil sentrifugasi tersebut selanjutnya dilarutkan dalam mili-Q water sebanyak 1 mL
hingga protein larut dengan cara meresuspensi protein hingga protein larut. Setelah larut protein
dapat dimasukkan ke dalam sebuah membran selovan dimana membran tersebut bersifat
semipermeabel. Prinsip yang terjadi pada proses dialisis adalah sistem pertukaran dimana partikel
yang berada pada sistem akan berdifusi melalui membran ke luar sistem sehingga akan ada
kemungkinan dimana terjadinya pemasukan air ke dalam sistem sehingga dalam proses setelah
pemasukan diusahakan membran selovan tidak menggembung karena bisa terjadi lisis dari
membran yang digunakan dalam sistem. Sebagai pelarut dalam sistem dialisis digunakan mili-Q
water dengan dicampurkan NaCl 1 M sebagai garam membantu difusi, Buffer pH optimum protein
dimana tidak dilakukan pada pI dari protein sehingga protein dapat mengendap, lalu gliserol dalam
sistem yang membentuk lapis difusi sehingga dimungkinkan terjadinya ikatan hidrogen dengan
sistem dan NaCl juga dapat mengikat ammonium sulfat sehingga amonium sulfat akan terpisah
dengan protein karena garam berbasis natrium jika direaksikan dengan amonium sulfat akan
membentuk garam yang larut dalam pelarut air. Dalam sistem protein tidak dapat keluar dari sistem
karena tidak dapat melalui membran semipermeabel karena ukurannya yang besar. Difusi
dilakukan selama 24 jam untuk memastikan protein yang dihasilkan murni. Setelah difusi yang
dilakukan selesai selanjutnya dilakukan pemindahan protein ke dalam mikrotube untuk analisis
selanjutnya. Sebelum dilakukan analisis dapat dilakukan tes untuk menguji kemungkinan
amonium sulfat masih ada dalam protein atau tidak dengan suatu uji kualitatif dengan
menambahkan barium klorida kedalam sistem. Garam barium jika direaksikan dengan suatu sistem
yang mengandung suatu anion sulfat akan menghasilkan garam barium sulfat yang memiliki nilai
kelarutan dalam pelarut air yang rendah sehingga ketika ditambahkan BaCl2 akan dihasilkan suatu
endapan putih setelah dikocok yang menandakan bahwa dalam sistem masih terdapat sejumlah
amonium sulfat. Untuk menghindari pengendapan amonium sulfat maka dialisis dilakukan dalam
suhu dingin dengan pengadukan konstan. Pengadukan dilakukan untuk mempermudah

Page | 22
terbentuknya aliran materi sehingga difusi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Bila dalam
percobaan difusi dilakukan tanpa diaduk maka lapis difusi hanya terjadi pada permukaan membran
saja yang menyebabkan dalam sistemnya tidak akan ada pertukaran materi yang signifikan
sehingga protein murni akan sulit didapatkan.

8. Penentuan Berat Molekul Protein Dengan Metode SDS-PAGE

Dalam percobaan yang dilakukan, untuk penentuan berat molekul dari protein dilakukan dengan
metode SDS-PAGE. Pada SDS Page digunakan 2 jenis gel, yaitu stacking gel dan juga separating
gel. Stacking gel merupakan tempat dimana gel dimasukkan awal dan pada sistemnya perlu pH
yang netral untuk dapat menahan protein yang dimana protein sendiri tidak bermuatan. Pemberian
muatan dilakukan dengan adanya penambahan SDS sehingga molekul protein menjadi bermuatan
negatif. Pada sistemnya muatan pada separating gel lebih negatif sehingga adanya tolakan antar
muatan negati sehingga molekul protein tertahan pada bagian stacking gel. TEMED dalam sistem
berfungsi untuk dapat membentuk suatu polimer yang membentuk gel dalam sistemnya, sehingga
ditambahkan terakhir sebelum dimasukkan ke dalam sumur/ cetakan gel dalam sistemnya. Pada
SDS Page ketika gel sudah dimasukkan ke dalam cetakan selanjutnya ditambahkan air sedikit
untuk meratakan gel dan menghilangkan peluang pengotor atau zat volatile yang tertahan dalam
chamber yang dapat membentuk gelembung dalam gel. Ketika diberikan arus listrik maka elektron
akan bergerak ke arah kutub yang positif sehingga dalam sistemnya akan terjadi lalu lintas akan
menyebabkan mulai bergerak menuju separating gel dan terhenti pada pori sesuai dengan ukuran
protein yang dianalisis dalam sistemnya. Pada percobaan digunakan gene ruler PM 1500 dimana
didapatkan berat molekul hasil menurut referensi sekitar 56 kda. Namun berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan didapatkan pita pada berat molekul protein hasil pada berat sekitar 45 kda
untuk hasil pengamatan setelah induksi protein pada media BMMY pada hasil hari pertama dan
kedua dan dihasilkan pita yang lebih jelas pada hasil untuk pengamatan setelah dilakukannya
proses fraksinasi amonium sulfat pada fraksi 50-80% dan terdapat 2 pita tebal pada nilai kurang
lebih 45 kda dan juga pada sekitar 50-55 kDa. Dihasilkan hasil seperti ada garis vertikal pada
pengamatan tersebut yang menunjukkan pada proses pemasukkan terlalu kencang sehingga ada
zat pewarna yang dalam sistemnya mengotori chamber tempat pembacaan protein sehingga

Page | 23
terbentuk hasil agak kotor. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan gel, sebagai
berikut;

Gambar 5. Hasil SDS PAGE dengan Gene ruler pada sumur ke 3. (beserta gene ruler di kanan)

9. Analisis Konsentrasi Molekul Protein dengan Nanodrop

Nanodrop adalah suatu metode penentuan konsentrasi dari suatu molekul didasarkan pada
deskripsi molekul dengan sistem tetes nano dimana prinsipnya sama dengan spektrometer namun
menggunakan laser sebagai sumber cahaya yang dianalisis dengan sistem menggunakan analit
volume dalam mikro dengan sistem fungsi retensi dan tegangan perukaan dari sistem. Pada
percobaan yang dilakukan dalam sistem dilakukan pengamatan dengan menggunakan instrumen
naonodrop untuk hasil dengan pengenceran 100 kali namun setelah dilakukan tidak didapatkan
puncak yang menunjukkan absorpsi dari molekul terhadap laser sehingga dalam pembacaan
konsentrasinya bernilai tak terdefinisi karena sangat kecil. Instrumen sangat peka terhadap
perubahan dan kebersihan detektor sehingga untuk pengamatan haruslah bersih dan untuk protein
tidak mengandung pengotor yang menyebabkan kesalahan pembacaan. Kesalahan pembacaan
mungkin terjadi karena adanya senyawa dengan sifat mirip dalam sistem yang mengganggu
pembacaan ataupun bentuk lain dari analit. Pertama tama karena memerlukan deskripsi, maka
instrumen nanodrop perlu diinputkan terlebih dahulu berat molekulnya dan juga nilai ε untuk

Page | 24
molekul protein tertentu yang dapat dilihat dengan memasukkan sequence atau mencari
informasinya pada database seperti NCBI dengan suatu izin. Setelah didapatkan lalu diinputkan
sebelum dilakukannya scanning dengan menggunakan blanko mili-Q khusus yang tidak
terkontaminasi agar dihasilkan data yang baik. Dari percobaan nilai didapatkan konsentrasi untuk
pengamatan pengenceran 10 kali untuk sampel hasil induksi metanol hari pertama 0,5287 mg/mL
dan hasil induksi metanol pada hari kedua 0,5588 mg/mL. Untuk hasil fraksinasi ammonium sulfat
didapatkan hasil untuk fraksi 0-20 % 0 mg/mL, 20-50% 0,0023 mg/mL, 50-80% 0,0568 mg/mL,
dan supernatan hasil fraksinasi 50-80% 0,0062 mg/mL (Data hasil terlampir pada bagian
lampiran). Hal tersebut menunjukkan ketika induksi metanol dengan konsentrasi metanol
meningkat maka sejalur dengan apa yang dikemukakan sebelumnya bahwa dari hasil pengamatan
dengan nanodrop menghasilkan hasil peningkatan konsentrasi yang menunjukkan sekresi dari
protein dalam sistem semakin meningkat seiring dengan peningkatan metanol dalam sistem yang
diamati. Selain itu juga dalam percobaan ini juga didapatkan bahwa semakin tinggi persen
fraksinasi dari suatu sistem akan menghasilkan endapan protein murni semakin besar pula sebagai
hasilnya. Dalam hal ini supernatan mengandung protein yang masih larut terlihat dari terdeteksinya
sejumlah kecil protein dalam pembacaan nanodrop.

Page | 25
BAB V KESIMPULAN

Pemurnian dan produksi α-amilase dalam skala laboratorium dari sel P.pastoris berhasil dilakukan
dalam laboratorium. Hasil pemurnian menunjukkan hasil yang lebih baik untuk aktivitas enzim,
yaitu untuk pengenceran 100 kali jika dibandingkan terhadap pengujian aktivitas setelah
dilakukannnya induksi metanol kedua, dihasilkan dengan nilai pengenceran 10 kali, maka
dihasilkan dalam percobaan nilai yang berada pada range Lambert Beer untuk pengamatan setelah
fraksinasi yang tidak berbeda signifikan, sehingga dalam sistem ini pemurniaan dianggap berhasil
dengan nilai konsentrasi protein yang didapatkan dalam sistem nanodrop sebesar 0,0568 mg/mL
yang menunjukkan bahwa terdapat hasil produksi dari protein yang diharapkan berhasil dan hasil
didapatkan sesuai dengan prosedur dengan berat molekul dari protein yang setelah pemurnian
mendekati nilai referensi seharusnya sekitar 50-55 kDa. Dalam pengembangan selanjutnya dapat
di uji coba fraksinasi untuk fraksi hingga 90% untuk tingkat kemurnian lebih tinggi.

Page | 26
DAFTAR PUSTAKA

Vengadaramana, A. (2013), Review Article Industrial Important Microbial alphaAmylase


on Starch-Converting Process, Scholars Academic Journal of Pharmacy (SAJP), 3, 209–
221.

Brown, I., Dafforn, T R., Fryer, P J. dan Cox, P W. (2013), Kinetic Study of the Thermal
Denaturation of a Hyperthermostable Extracellular α-Amylase from Pyrococcus furiosus.
Biochimica et biophysica acta, 1834, 2600-2605.

Ahmad, M., Hirz, M., Pichler, H.,dan Schwab, H., (2014), Protein Expression in Pichia
pastoris: Recent Achievements and Perspectives for Heterologous Protein Production.
Applied Microbiology and Biotechnology, 12, 5301–17.

Cereghino, J. L., dan Cregg, J. M. (2000), Heterologous Protein Ezxpression in the


Methylotrophic Yeast Pichia pastoris. FEMS Microbiology Reviews , 24, 45-66.

Van der Maarel, M. J. E. C., van der Veen, B., Uitdehaag, J. C. M., Thompson, (2000),
Properties and Applications of Starch-Converting Enzymes of the α-Amylase Family,
Journal of Biotechnology, 94, 137–155.

Thermoscientific, (2010), Thermo Scientific Pierce Protein Assay Technical Handbook,


Thermo Fisher Scientific, Inc., USA.

Fuwa, H., (1954), A New Method for Microdetermination of Amylase Activity by the Use
of Amylose as Substrate, The Journal of Biochemistry, 41, 583-603.

Boy, E. (2011), Recombinant Pyrococcus Furiosus Extracellular α-Amylase Expression In


Pichia Pastoris. A Thesis Submitted to the Graduate School of Natural and Applied
Sciences of Middle East Technical University.

Page | 27
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Nanodrop Induksi Metanol Hari-1 dan Hari-2

Page | 28
Lampiran 2. Hasil Nanodrop Setelah Fraksinasi Ammonium Sulfat

Page | 29
Page | 30

Anda mungkin juga menyukai