Anda di halaman 1dari 4

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktercampuran pelarut-pelarut :

Polaritas adalah sifat fisika dari suatu bahan, yang berhubungan dengan sifat fisika lainnya seperti
titik leleh dan titik didih, kelarutan dan interaksi intermolekular diantara molekul-molekul. Secara
umum, ada hubungan langsung antara polaritsa suatu molekul dengan jumlah dan tipe ikatan polar
atau ikatan kovalen non polar yang ada. Dalam beberapa kasus, sebuah mulekul dengan ikatan
polar, tetapi berada dalam pengaturan yang simetrik, dapat menghasilkan molekul yang nonpolar,
misalnya karbon dioksida (CO2).(1)
Istilah ikatan polar sering digunakan untuk menggambarkan penggunaan/pembagian elektron
diantara atom-atom. Dalam ikatan kovalen nonpolar, elektron digunakan secara bersama-sama
diantara dua atom. Ikatan kovalen polar adalah dimana satu atom memiliki kekuatan yang lebih
besar terhadap elektron dibandingkan atom lainnya. Jika interaksi relatif ini lebih kuat, maka ikatan
ini adalah ikatan ionik. (1)
Kelarutan adalah sejumlah zat terlarut ( solute) yang dapat larut dalam pelarut spesifik dibawah
kondisi yang diberikan. Bahan yang terlarut disebut solute dan cairan pelarut disebut sebagai
solvent, yang keduanya secara bersama-sama membentuk larutan ( solution). Proses pelarutan
disebut sebagai solvasi, atau hidrasi jika pelarut yang digunakan adalah air. (1)
Kelarutan suatu mulekul dapat dijelaskan dengan dasar polaritas dari molekul. Misalnya air ( polar )
dan benzene ( nonpolar), pelarut-pelarut ini tidak bercampur. Secara umum, like dissolve like ;
bahan dengan polaritas yang ssama akan larut kedalam bagian lainnya. Pelarut polar seperti air,
mempunyai muatan parsial yang akan berinteraksi dengan dengan muatan parsial dari suatu
senyawa polar, misalnya natrium klorida. Begitupula dengan senyawa nonpolar yang tidak memiliki
muatan, pelarut polar tidakdapat berinteraksi dengan senyawa tersebut. Alkana adalan senyawa
nonpolar, dan tidak larut kedalam pelarut polar misalnya petroleum eter. (1)
Pelarut dengan nilai konstanta dielektrik yang tinggi ( ԑr > 10 ), seperti air dan ammonia, dikenal
sebagai pelarut polar dan pelarut ionisasi, digunakan untuk pembentukan dan pemisahan ion-ion
dalam larutannya, dan jika nilai ԑr sekitar 2, seperti dietil eter, tetraklorometan, dan heksan, adalah
pelarut non polar dan pelarut non ionisasi. Terdapat pula banyak pelarut-pelarut dengan sifat yang
berada dipertengahan antara keduanya. (2)

Properties of Some Solvents


Secara umum, konstanta dielektrik pelarut digunakan sebagai perhitungan kasar untuk
memperkirakan polatitas dari pelarut tersebut. Polaritas air yang tinggi diindikasikan dari konstanta
dielektriknya yaitu 80,10 pada suhu 20°C. Pelarut dengan konstanta dielektrik kurang dari 15 secara
umum dikenal sebagai pelarut non polar. Secara teknik, konstanta dielektrik mengukur kemampuan
pelarut untuk mereduksi medan gaya dari medan elektrik disekitar partikel bermuatan yang tercelup
didalamnya. Reduksi ini selanjutnya dibandingkan dengan medan gaya dari partikel bermuatan
didalam kondisi vakum. Dalam istilah Layperson, konstanta dielektrik pelarut dapat pikirkan sebagai
kemampuan pelarut tersebut untuk mereduksi muatan internal dari solute. ( 3)
Jika dua cairan berbeda dicampurkan, maka berbagai tipe sifat-sifat dapat timbul akibat
pencampuran ini. Jika molekul dalam cairan pelarut memiliki ukuran, bentuk, polaritas sifat kimia
yang sama, maka keduanya akan bercampur dalam berbagai perbandingan. Sebagai contoh,
benzene dan metilbenzen ( toluene ) keduanya akan tercampur secara sempurna. Seperti halnya
dengan larutan ideal, yang tidak memenuhi Hukum Raoult’s, koefisien aktivitas mendekati nilai 1 :
ɑ = p/pᶱ = x
Jika komponen molekul jauh berbeda dalam polaritas, ukuran dan sifat kimia ( misalnya air dan
tetraklorometan), maka keduanya tidak dapat bercampur seluruhnya. Hal ini merupakan kondisi
yang penting untuk pelarut ekstraksi. Distribusi dari solute diantara pasangan pelarut yang
tidakbercampur ( immiscible solvent ) tergantung terutama pada kelarutan solute pada masing-
masing cairan tersebut. (2)
Untuk sistem kromatografi cair dikenal deret eluotropik dikembangkan untuk kuantitasi polaritas dari
pelarut. Digunakan index polaritas setelah Snyder, yang mengklasifikasikan pelarut-pelarut sebagai
pelarut polar kuat atau sebagai pelarut polar lemah atau nonpolar. Skala polaritas ini berdasarkan
pengukuran kelarutan dalam dioksan, nitrometan dan etanol.. Tabel berikut dalah daftar indeks
polaritas, P’, untuk pemilihan pelarut yang digunakan dalam kromatografi cair. (4)
Untuk mengevaluasi polaritas dari campuran pelarut, polaritas dari pelarut secara individual dapat
dirata-ratakan. Sebagai contoh polaritas campuran methanol/air 30:70 (v/v), adalah sebagai berikut :
P methanol/air = 0,3P methanol + 0,7Pair =1,53 + 7,14 = 8,67
Kesimpulan :
1. Faktor yang mempengaruhi ketidakbercampuran suatu pelarut dengan pelarut lainnya tergantung
pada polaritas, ukuran, bentuk dan sifat kimia yang sama.
2. Untuk memprediksi ketidaktercampuran suatu pelarut dapat dgunakan perbandingan polaritas
dari pelarut-pelarut tersebut.
3. Aturan umum yang berlaku dalam kelarutan adalah “ like dissolve like”. Pelarut hidrokarbon
nonpolar seperti heksan merupakan pelarut yang paling baik untuk hidrokarbon padat seperti
naftalen. Ester merupakan pelarut yang baimbagi ester-ester, dan air atau pelarut polar lainnya
diperuntukkan untuk senyawa-senyawa polar dan ionic.
Referensi :
1. Chemistry for Phrmacy Students : General, Organic and Natural Product Chemistry. 2007. Satyajit
D. Sarker & Lutfun Nahar. John Willey & Sons Ltd. England.
2. Instant Notes : Analytical Chemistry. 2002. D. Kealey & P. J. Haines. BIOS Scientific Publishers
Limited. UK.
3. Wikipedia : Solvent. http://www.wikipedia.org/wiki/solvent . Diakses 15 Spetember 2012.
4. Analytical Chemistry : A Modern Approach to Analytical Science Second Edition. 2004. Editor : R.
Kellner, et.all. Willey-VCH Verlag GmbH & Co. Weinheim.

Anda mungkin juga menyukai