Anda di halaman 1dari 27

ACARA V11I

PIGMEN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman merupakan organisme yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan.
Tanaman bersifat autotrof, yaitu dapat menghasilkan makanannya sendiri melalui proses
fotosintesis dengan cahaya matahari dan menghasilkan fotosintrat serta oksigen yang berguna
bagi manusia. Proses fotosintesis terjadi pada kloroplas sel-sel mesofil daun yang mengandung
pigmen klorofil. Tanaman memiliki beberapa pigmen yang akan memberikan warna yang
bervarietas pada tanaman terutama tanaman buah-buahan dan sayuran. Sebuah warna dapat
dihasilkan karena adanya kemampuan ikatan kimia suatu pigmen untuk menyeleksi gelombang
cahaya yang diserap dan dipantulkan (Johannes, 2014).
Pigmen adalah molekul yang menyerap dan memantulkan cahaya. Proses fotosintesis
terjadi pada pigmen fotosintesis. Tanpa adanya pigmen tersebut mustahil tumbuhan mampu
melakukan fotosintesis. Fotosintesis terjadi pada kloroplas yang menghasilkan dan memiliki
pigmen klorofil. Klorofil merupakan pigmen yang paling utama, juga warna merah, oranye, biru,
dan ungu dalam jumlah banyak. Namun cahaya kuning diserap sedikit. Klorofil memantulkan
cahaya kuning dan hijau sehingga klorofil tampak seperti warna hijau. Terdapat banyak jenis
klorofil, diantaranya klorofil a, b, c dan d. Klorofil a adalah pigmen utama yang terdapat hampir
disemua tumbuhan yang melakukan fotosintesis karena klorofil a sangat baik menyerap energi
dibandingkan dengan klorofil yang lain. Kombinasi klorofil a dan b berpengaruh terhadap
panjang gelombang yang diterima oleh klorofil. Fungsi klorofil adalah menangkap foton dari
cahaya matahari dengan menggunakan energi penggerak elektron (Ferdinand, 2007).
Pigmen-pigmen alam biasanya akan mengalami perubahan kimia, misalnya yang terjadi
pematangan buah-buahan. Pigmen juga sangat sensitif terhadap pengaruh kimi dan fisik selama
pengolahan. Terutama panas sangat berpengaruh terhadap pigmen bahan pangan, juga pukulan
mekanik dan penggilingan biasanya menyebabkan perubahan warna bahan pangan. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar pigmen tanaman terkumpul didalam sel-sel tenunan dan dalam
pigmen body, misalnya klorofil yang terdapat dalam kloroplas, jika sel-sel ini pecah karena
penggilingan atau pukulan, maka pigmen akan keluar dan sebaginya akan rusak atau troksidasi
karena kontak dengan udara. Masing-masing pigmen mempunyai kesetabilan yang berbeda-beda
terhadap kondisi pengolahan. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan utuk mengetahui
proses terjadinya perubahan selama proses pengolahan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses terjadinya perubahan
pigmen selama proses pengolahan.
TINJAUAN PUSTAKA

Sayur-mayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan (bahan makanan
nabati). Bagian tumbuhan yang biasanya dapat dibuat sayur, diantaranya daun (sebagian sayur
adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga (jantung pisang), buah muda (kacang
panjang), labu, dan nangka muda. Dapat dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat
dijadikan bahan makanan sayur. Sayur yang berwarna hijau merupakan sumber kaya karoten
(provitamin A). Semakin tua warna hijau itu, semakin banyak kandungannya akan karoten
tersebut. Terdapat hubungan yang erat antara klorofil (hijau daun) dan karoten didalam
tumbuhan, yaitu kedua-duanya terdapat bersama-sama di butir kloroplas. Sayur yang berwarna
hijau tua tersebut diantaranya kangkung, daun singkong, daun katuk, daun papaya, genjer dan
daun kelor (Sediaoetama, 2004).
Warna bahan makanan merupakan faktor yang ikut menentukan mutu. Selain itu, warna
juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara
pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan
merata. Dalam bahan pangan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya warna,
diantaranya adalah pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Warna buah
dipengaruhi pigmen tertentu, misalnya pigmen karotenoid dan flavonoid. Pigmen ini terjadi
setelah adanya penambahan atau degradasi dari klorofil, yang kemudian menyebabkan warna
buah berubah dari kehijauan menjadi kekuningan. Perubahan warna ini terjadi setelah mencapai
tahap klimakterik, yang diikuti perubahan tekstur. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada
dinding sel dan substansi pektin yang lain (Haliza, 2011).
Pigmen pada membran tilakoid sebagian besar terdiri dari dua jenis klorofil hijau, yakni
klorofil a dan klorofil b. Juga terdapat pigmen kuning sampai jingga yang digolongkan sebagai
karotenoid. Ada dua macam karotenoid, yaitu karotenoid hidrokarbon murni dan xantofil yang
mengandung oksigen. Karotenoid tertentu juga ditemukan pada selimut kloroplas yang
memberinya warna kekuningan, sedangkan klorofil tidak dijumpai pada selimut tersebut. Fungsi
utama sejumlah pigmen karotenoid tertentu ialah melindungi tumbuhan terhadap solarisasi
dengan cara menyerap kelebihan energi cahaya dan kemudian dilepas sebagai bahan (Yumizal,
2008).
Hunter lab menggunakan sistem warna L, a dan b, sehingga model RGB diperoleh dari
hasil konversi dari persamaan (1) sampai persamaan (8). Kisaran warna dapat dilihat dari nilai a
dan sudut warna (0Hue) diperoleh hasil konversi nilai L, a dan b menjadi nilai Hue (0Hue).
Rumusnya sebagai berikut: 0Hue = tan -1
(b/a). Dengan keterangan nilai L* menunjukkan
kecerahan warna dengan nilai berkisar antara 0-100 yang menunjukkan warna hitam hinggga
putih, a* dengan nilai berkisar antara -80 – (+80) yang menunjukkan warna hijau hingga merah,
b* dengan nilai berkisar antara -70 – (+70) yang menunjukkan warna biru hingga kuning, dan
terakhir H atau Hue, merupakan sudut warna (00 = warna netral, 900 = kuning, 1800 = hijau dan
2700 = biru) (Fahmy, 2017).
Nilai L dinyatakan sebagai tingkat kecerahan dengan nilai 0 untuk hitam (gelap) dan 100
untuk putih (terang). Nilai a* menunjukkan intensitas warna merah (nilai +) dan hijau (nilai -),
dimana semakin tinggi nilai a* maka kecenderungan warna merah pada produk atau bahan
semakin kuat. Nilai b* menunjukkan intensitas warna kuning (nilai +) dan biru (nilai -), dimana
semakin tinggi nilai b* maka kecenderungan warna kuning pada produk atau bahan semakin
kuat. Semakin lama waktu ekstraksi menyebabkan rerata tingkat kecerahan semakin menurun
namun rerata tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan (b*) nya cenderung menunjukkan
nilai yang meningkat. Semakin banyak pigmen yang terekstrak menyebabkan warna ekstrak akan
semakin gelap dan pekat, sehingga nilai kecerahan menjadi turun namun nilai kemerahan dan
kekuningan bahan semakin meningkat karena ekstrak yang dihasilkan warnanya semakin pekat
(Manasika, 2015).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, November 2019 di Laboratorium Kimia dan
Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain panci, kompor, piring
Show case, plastic wrap, garpu dan colorimeter.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain air, bayam dan
kangkung dan kelor.

Prosedur Kerja
a. Uji Tekstur Bahan Selama Proses Thermal
Disiapkan kangkung, bayam, dan kelor

Direbus dengan panci terbuka dan tertutup

Diamati parameter tekstur daun dan


tangkai sebelum dan sesudah perebusan

b. Uji Pigmen Bahan dengan Colorimeter


Disiapkan kangkung dan bayam

Direbus dengan panci terbuka dan tertutup


seselama

Diamati perubahan tekstur

Diukur pigmen dengan colorimeter


HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Tabel 8.1 Hasil Pengamatan Uji Tekstur Bahan Selama Proses Thermal
Parameter Tekstur
Klp. Bahan Perlakuan Daun Tangkai
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Rebus
Agak Agak
dengan panci Lunak Keras
keras lunak
Kangkung terbuka
1
Rebus
Agak Agak
dengan panci Lunak Keras
keras lunak
tertutup
Rebus
Agak Agak Agak
2 Kelor dengan panci Lunak
keras Keras Lunak
terbuka
Rebus
Agak Agak Agak
3 Kelor dengan panci Lunak
keras Keras lunak
tertutup
Rebus
Agak Agak
4 Bayam dengan panci Lunak Keras
keras Lunak
terbuka
Rebus
Agak Agak
5 Bayam dengan panci Lunak Keras
keras lunak
tertutup

Tabel 8.2 Hasil Pengamatan Uji Pigmen Bahan Pangan Colorimeter


0
B Hue
Klp. Bahan Perlakuan Pengujian L A
18,05 117,41
1 29,56 -9,36
Kangkung direbus dengan 16,21 121,03
2 29,41 -9,75
panci terbuka
3 30,31 -10,41 17,98 120,07

14,85 123,13
1 1 23,38 -9,69

2 30,26 -9,96 19,68 116,85


Kangkung direbus dengan
panci terbuka 15,12 115,38
3
30,90 -7,17
1 26,84 -9,25 12,31 126,93

Kelor direbus dengan panci 14,13 125,1


2. Kelor 2 27,37 -9,93
terbuka
3 22,82 -9,41 13,41 125,06

11,72 127,37
1 28,50 -8,95
Kangkung direbus dengan 12,34 127,53
3 Kelor 2 23,50 -9,14
panci tertutup
3 21,90 -9,64 14,04 124,62

1 29,62 -10,84 18,48 120,4

Bayam direbus dengan panci 29,17 114,37


4 Bayam 2 37,55 -13,21
terbuka
3 31,73 -9,54 23,17 116,82

1 26,87 -71,327 16,26 120,41


Bayam direbus dengan panci
5
terbuka 31,19 112,83
2 38,86 -13,13

Hasil Perhitungan
b
Rumus °Hue= tan−1 a

1. Kangkung
- (rebus terbuka)
a. Pengujian 1
b
°Hue = tan-1
a
18,05
= tan-1
-9,36

= -62,59+180
= 117,41
b. Pengujian 2
b
Hue = tan-1
a
16,21
= tan-1
-9,75

= -58,97+180
= 121,03
c. Pengujian 3
b
Hue = tan-1
a
17,98
= tan-1
-16,41

= -59,93+180
= 120+07
- (rebus tertutup)
a. Pengujian 1
b
°Hue = tan-1
a
14,85
= tan-1
-9,69

= -56,87+180
= 123,13
b. Pengujian 2
b
Hue = tan-1
a
19,68
= tan-1
-9,96

= -63,15+180
= 116,85
c. Pengujian 3
b
Hue = tan-1
a
15,12
= tan-1
-1,12

= -64,62+180
= 115+07
2. Kelor rebus terbuka
a. Pengujian 1
b
°Hue = tan-1
a
12,31
= tan-1
-9,25

= -53,07+180
= 126,93
b. Pengujian 2
b
Hue = tan-1
a
14,13
= tan-1
-9,93

= -54,90+180
= 125,1
c. Pengujian 3
b
Hue = tan-1
a
13,41
= tan-1
-9,41

= -54,94 +180
= 125,06
3. Kelor rebus tertutup
a. Pengujian 1
b
°Hue = tan-1
a
11,72
= tan-1
−8,95

= -52,63+180
= 127,37
b. Pengujian 2
b
Hue = tan-1
a
12,34
= tan-1
-9,14

= -53,47+180
= 126,53

c. Pengujian 3
b
Hue = tan-1
a
14,04
= tan-1
-9,69

= -55,38 +180
= 124,62
4. Bayam Direbus dengan Panci Terbuka
a. Pengujian 1
b
°Hue = tan-1
a
18,48
= tan-1
−10,84

= -59,60+180
= 120,4
b. Pengujian 2
b
Hue = tan-1
a
29,17
= tan-1
-13,21

= -65,63+180
= 114,37
c. Pengujian 3
b
Hue = tan-1
a
18,48
= tan-1
-9,69

= -55,38 +180
= 124,62

PEMBAHASAN
Perkembangan dan pertumbuhan suatu tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Adapun faktor-faktor internal yang mencangkup adalah struktur anatomi,
morfologi organ tumbuhan, gen, hormon serta kandungan klorofil dalam tanaman. Klorofil
merupakan kelompok pigmen fotosintesis yang ada dalam tumbuhan. Klorofil menyerap cahaya
merah, biru dan ungu serta merefleksikan cahaya hijau sehingga tumbuhan tersebut memperoleh
ciri warnanya.
Pigmen merupakan suatu molekul yang dapat menyerap serta memantulkan cahaya
matahari. Susunan warna ditemukan dalam jaringan tanaman seperti pada daun, bunga dan buah
yang mana bertanggung jawab atas keberadaan dari ribuan berbagai jenis pigmen tumbuhan.
Selain itu, pigmen adalah molekul yang menyerap dan memantulkan cahaya. Proses fotosintesis
terjadi pada pigmen fotosintesis. Tanpa adanya pigmen tersebut mustahil tumbuhan mampu
melakukan fotosintesis. Fotosintesis terjadi pada kloroplas yang menghasilkan dan memiliki
pigmen klorofil. Klorofil merupakan pigmen yang paling utama. Warna merah, oranye, biru, dan
ungu dalam jumlah banyak. Namun cahaya kuning diserap sedikit. Klorofil memantulkan cahaya
kuning dan hijau sehingga klorofil tampak seperti warna hijau. Terdapat banyak jenis klorofil,
diantaranya klorofil a, b, c dan d. Klorofil ialah pigmen utama yang terdapat hampir disemua
tumbuhan yang melakukan fotosintesis karena klorofil a sangat baik menyerap energi
dibandingkan dengan klorofil yang lain. Kombinasi klorofil a dan b berpengaruh terhadap
panjang gelombang yang diterima oleh klorofil. Fungsi klorofil adalah menangkap foton dari
cahaya matahari dengan menggunakan energi penggerak elektron (Ferdinand, 2007).
Macam-macam pigmen yang terkandung didalam tumbuhan adalah klorofil, anthosianin,
karotenoid. Klorofil atau yang biasa dikenal dengan zat hijau daun, sama sperti namanya
merupakan kandungan yang menyebabkan warna hijau pada tanaman. Klorofil ini akan
menyerap energi dari matahari untuk memfasilitasi berlangsungnya proses fotosintesis pada
tumbuhan. Zat ini juga sangat berperan dalam fungsi metabolisme seperti pertumbuhan dan
respirasi (pernapasan) tumbuhan. Atom sentral klorofil tersusun dari magnesium. Antosianin
merupakan pigmen yang dapat memberikan warna biru, ungu, violet, magenta, merah dan orange
pada bagian tanaman seperti buah, sayuran, bunga, daun, akar, umbi, legum, dan sereal. Pigmen
ini tidak bersifat toksik dan aman dikonsumsi. Antosianin juga menjadi zat yang dapat digunakan
untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Karotenoid dibagi menjadi karoten dan xantofil.
Karoten adalah pigmen yang menyebabkan warna oranye, sedangkan xantofil adalah pigmen
yang menyebabkan warna kuning. Karotenoid mampu melindungi tumbuhan terhadap solarisasi
dengan cara menyerap kelebihan energi cahaya dan kemudian dilepas sebagai bahang.
Karotenoid mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat tinggi dimana akan memiliki dampak
pada meningkatnya sistem imun atau kekebalan tubuh.
Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor sehingga
mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Pengukuran warna ini menggunakan
color reader dengan seri CR-10, dengan ukuran dan lebar sinar 360g/12.7oz, gampang
digunakan karena hanya menggunakan satu tangan, dan perbedaan warna dalam bentuk delta (L,
a, b), delta (E, a, b) atau delta (L, c, h), dapat beriluminasi 8/d. Menggunakan stander CIE D65,
sumber energi berupa 4 batrai AA atau adapter AC-A12. Dapat mendeteksi dalam 10 detik
dengan temperatur operasi 0-40°C. Ukrannya 59 x 158 x 85 mm. Beratnya 360 gr tanpa batrai.
Casing standar CR-A68, cap pelindung CR-A72. Prinsip kerja color reader adalah sistem
pemaparan warna dengan menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L, a, b
Hunter. Lambang L menunjukkan tingkat kecerahan berdasarkan warna putih, lambang a
menunjukkan kemerahan atau kehijauan, dan lambang b menunjukkan kekuningan atau
kebiruan. Derajat Putih (L) merupakan pengukuran yang umum dilakukan untuk menentukan
kecerahan warna tepung.
Prinsip pengukuran warna secara instrumental atau menggunakan alat meliputi proses
analisa dan pendeskripsian. Ada beberapa sistem pengukuran warna (color measurement system)
yaitu Hunter L, a, b Color Scale; CIE L*a*b* Color Scale, dan L C H. Setiap sistem pengukuran
memiliki keunggulan dan kelemahan. Namun demikian CIE (Commission Internationale de
L’Clairage) merekomendasikan menggunakan sistem CIE L*, a*, b*. Rekomendasi tentang
pengukuran warna pertama kali dibentuk pada tahun 1931 oleh CIE. Seiring dengan
perkembangan teknologi, perbaikan terus dilakukan untuk kesempurnaan pengukuran warna. L
(lightness) menunjukkan tingkat terangnya suatu warna dimana 0 mengindikasikan warna hitam
dan 100 menunjukkan putih. Notasi a (red-green) menunjukkan bahwa positif a (+a) adalah
merah, negatif a (-a) menunjukkan hijau, dan 0 adalah netral. Notasi b (blue-green) dimana
positif b (+b) adalah kuning, negatif b (-b) adalah biru, dan 0 adalah netral.
Praktikum mengenai pigmen kali ini menggunakan dua uji, yaitu uji pigmen dengan
perlakuan thermal dan uji pigmen dengan colorimeter. Adapun bahan-bahan yang digunakan,
yaitu kangkung dan bayam dan daun kelor . Kangkung dan bayam merupakan jenis sayuran yang
cenderung memiliki kandungan klorofil yang banyak. Kandungan klorofil dalam sayuran daun
merupakan salah satu kriteria sebagai penentu kandungan zat gizi sayuran tersebut. Klorofil
diketahui mempunyai peran sebagai antioksidan bagi tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan uji tekstur bahan selama proses thermal, sampel kangkung
dengan perlakuan direbus dengan panci terbuka menghasilkan tekstur daun yang agak keras saat
sebelum perebusan dan menjadi lunak setelah direbus, sedangkan untuk bagian tangkai
teksturnya berubah dari keras menjadi agak lunak. Pada sampel bayam dengan perlakuan direbus
dengan panci terbuka, menghasilkan perubahan tekstur pada kondisi sebelum dan sesudah
direbus, yaitu pada tekstur daun dari agak keras menjadi lunak dan tekstur batang dari kaku dan
keras menjadi lunak. Pada sampel kangkung dengan perlakuan direbus dengan panci tertutup,
menghasilkan perubahan tekstur pada kondisi sebelum dan sesudah direbus, yaitu pada tekstur
daun dari agak keras menjadi lunak dan tekstur batang dari keras menjadi agak keras. Pada
sampel bayam dengan perlakuan direbus dengan panci tertutup, menghasilkan perubahan tekstur
pada kondisi sebelum dan sesudah direbus, yaitu pada tekstur daun dari agak keras menjadi
lunak dan tekstur batang dari keras menjadi lunak.
Berdasarkan uji dengan colorimeter, diperoleh hasil perhitungan °Hue pada sampel
kangkung yang direbus dengan panci terbuka, yaitu 117,41 dengan identifikasi warna Yellow
Green. Pada sampel kangkung yang direbus dengan panci tertutup didapatkan nilai °Hue sebesar
123,13. dengan identifikasi warna Green. Pada sampel bayam yang direbus dengan panci
terbuka didapatkan nilai °Hue sebesar 120,4 dengan identifikasi warna. Pada sampel bayam yang
direbus dengan panci tertutup didapatkan nilai °Hue -dengan identifikasi warna Yellow Green.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2010) yang menyatakan bahwa pigmen akan
mengalami perubahan karena sensitif terhadap pengaruh thermal, kimiawi dan fisik selama
pengolahan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan pengaruh pemanasan
secara terbuka seperti perlakuan perebusan dengan panci terbuka menghasilkan warna hijau yang
agak cerah dari sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh senyawa organik asam akan keluar dari
atom hidrogen menggantikan posisi magnesium, sehingga menghasilkan feofitin. Selanjutnya,
senyawa bebas magnesium feofitin a yang merupakan pigmen hijau keabuan dan feofitin b yang
merupakan pigmen hijau olive terbentuk. Pemanasan sayur-sayuran menyebabkan lepasnya
senyawa plant acid yang bersifat volatil yang bila diendapkan dalam kuah akan menyebabkan
reaksi pemindahan magnesium (Vacklavik, 2008), sehingga warna bahan sebelum dilakukan
pemanasan lebih hijau. Secara teori, bahan lebih dapat mempertahankan warnanya pada
pemanasan terbuka karena pada pemanasan terbuka uap air akan bebas ke udara, sehingga tidak
akan berpengaruh lagi pada proses pemanasan, sedangkan pada pemanasan tertutup
mengakibatkan atom hidrogen tidak menguap tetapi kembali lagi ke dalam bahan. Atom H akan
menggantikan magnesium pada inti klorofil, sehingga warna yang dihasilkan akan menjadi lebih
pucat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terdegradasinya pigmen tanaman, yaitu faktor fisik,
seperti suhu, pukulan dan memar akibat jatuh. Faktor kimia, seperti reaksi enzimatis atau non
enzimatis. Adapun wara pigmen yang berubah menjadi kecoklatan karena akibat dari pemanasan
yang dilalui saat pengolahan. Enzim klorofilase yang terdapat pada daun akan menyebabkan
klorofil berubah menjadi pheopytin sehingga daun akan berubah warna menjadi kecoklatan saat
dipanaskan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempertahankan warna pigmen pada
sayur-sayuran, yaitu dengan mengatur suhu pada saat pengolahan dan mengendalikan enzim
yang dapat menyebabkan kecoklatan.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pigmen merupakan suatu molekul yang dapat menyerap serta memantulkan cahaya
matahari, sehingga dapat menghasilkan warna yang susunan warnanya ditemukan dalam
jaringan tanaman seperti pada daun, bunga dan buah.
2. Kangkung dan bayam merupakan jenis sayuran yang cenderung memiliki kandungan
klorofil yang banyak sehingga berwarna hijau.
3. Pada uji thermal, perlakuan panci terbuka dan tertutup serta sampel bayam dan kangkung
tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
4. Pada uji colorimeter, pada sampel kangkung dengan panci terbuka memiliki nilai °Hue –
Lebih kecil dibandingkan yang tertutup.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi terdegradasinya pigmen tanaman, yaitu suhu, pukulan
dan memar saat jauh, sedangkan faktor kimia seperti reaksi enzimatis atau non enzimatis.
DAFTAR PUSTAKA

Fahmy, K., A. Suryani dan R. Esvendiarmi, 2017. Rancang Bangun Alat Grading Buah Tomat
(Solanum lycopersicum, L) Menggunakan Sensor Warna TCS230, Jurnal Prosiding
Seminar Nasional FKPT-TPI. 1 (02) : 1-7.
Ferdinand, 2007. Praktis Belajar Biologi. Visindo Media Persada. Jakarta Timur.
Halika, 2011. Biokimia dalam Industri. Erlangga. Jakarta.
Johannes, E., 2014. Pedoman Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Manasika, A. dan S. B. Widjanarko, 2015. Ekstraksi Pigmen Karotenoid Labu Kabocha
Menggunakan Metode Ultrasonik (Kajian Rasio Bahan: Pelarut Dan Lama Ekstraksi),
Jurnal Pangan dan Agroindusttri. 3 (3) : 928-938.
Yumizal, 2008. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti. Yogyakarta.
Sediaoetama, 2004. Kimia Makanan. ITB. Bandung.
ACARA VII
GELATINISASI

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pati merupakan karbohidrat yang paling banyak dan luas yang terdapat di alam. Pati
banyak digunakan dalam industri pangan dan keberadaannya dapat ditemukan pada tanaman
yang sebagian besar terdapat dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, kentang dan lain-lain), biji
(jagung, padi, gandum), batang (sagu) dan buah. Penggunaan pati sangat luas baik di industri
pengolahan pangan maupun industri lainnya. Disamping itu pati merupakan zat gizi yang penting
dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam tubuh manusia kebutuhan energi hampir 80%
dipenuhi dari karbohidrat. Pati alami diperoleh dari pemisahan sari pati yang terdapat pada
tanaman dalam bentuk aslinya berupa butiran-butiran kecil yang disebut granula (Zulaidah,
2010).
Gelatinisasi merupakan proses ketika granula pati mengalami pemecahan. Pemecahan
granula pati menyebabkan amilosa keluar dari granula karena pati menyerap air. Kondisi ini
menyebabkan pati mengalami pembengkakan sehingga meningkatkan viskositas dari bahan
pangan. Proses gelatinisasi pada bahan pangan terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya konsentrasi pati, pH larutan dan penambahan gula. Setiap pati pada bahan pangan
yang mempunyai kandungan karbohidrat tinggi memiliki suhu yang berbeda-beda dalam
melakukan proses gelatinisasi.
Pati dapat diolah menjadi berbagai macam produk baik dalam industry pangan maupun
industry non pangan. Industry pangan dapat memproduksi pati menjadi tepung, mie instan, pasta
dan masih banyak produk yang dapat dihasilkan dari pati sedangkan industry non pangan dapat
dijadikan produk seperti kertas, lem dan sebagainya. Pati yang diproduksi menjadi tepung sudah
banyak digunakan dalam pengolahan pangan khususnya dalam pembuatan kue. Kaarkteristik pati
yang unik serta kemampuannya dalam mempengaruhi tekstur, warna, rasa dan aroma membuat
pati sangat perlu untuk dikaji lebih lanjut. Oleh karena itu, dilakukan praktikum mengenai proses
gelatinisasi pada pati agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam proses pengolahan makanan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk menganalisa kadar pati bahan
pangan,,mengetahui proses terjadinya gelatinisasi,dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
TINJAUAN PUSTAKA

Pati merupakan karbohidrat yang paling banyak dan luas yang terdapat di alam. Pati
banyak digunakan dalam industri pangan dan keberadaannya dapat ditemukan pada tanaman
yang sebagian besar terdapat dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, kentang dan lain-lain), biji
(jagung, padi, gandum), batang (sagu) dan buah. Penggunaan pati sangat luas baik di industri
pengolahan pangan maupun industri lainnya. Disamping itu pati merupakan zat gizi yang penting
dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam tubuh manusia kebutuhan energi hampir 80%
dipenuhi dari karbohidrat. Pati alami diperoleh dari pemisahan sari pati yang terdapat pada
tanaman dalam bentuk aslinya berupa butiran-butiran kecil yang disebut granula (Zulaidah,
2010).
Pati memiliki gugus hidroksil yang jumlahnya sangat banyak. Hal inilah yang
menyebabkan kemampuan menyerap airnya sangat besar. Hal tersebut yang menyebabkan
granula pati membengkak. Peningkatan viskositas terjadi karena air yang awalnya berada diluar
granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan kini berada didalam butir-butir pati
dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi. Peningkatan viskositas terjadi akibat friksi yang
lebih besar dengan semakin membengkaknya granula dan keluarnya eksudat granula ke dalam
larutan. Bila pati telah mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan
kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa
berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin membentuk jaring-
jaring mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami
gelatinisasi ini disebut retrogradasi (Hernawan, 2016).
Pada beras, amilosa berkontribusi dalam mempengaruhi tekstur dan kelengketan
sedangkan amilopektin mempengaruhi suhu gelatinisasi, karakter tanak dan pasta pati. Amilosa
memiliki peran sebagai pengencer sekaligus penghambat penyerapan. Amilosa merupakan rantai
polimer lurus yang tersusun hampir seluruhnya dari D-glukopiranosa yang disambung dengan
ikatan α-1,4. Namun beberapa molekul amilosa memiliki cabang ikatan α-1,6 (hanya sekitar 0,3-
0,5% dari total ikatan). Cabang ini pada umumnya terlalu panjang atau terlalu pendek dan
dipisahkan oleh jarak yang lebar. Bentuk ini membuat molekul-molekul dapat berprilaku seperti
rantai lurus, membentuk serat dan selaput yang kuat serta menyebabkan mudah ter-retrogradasi
(Indrasari, 2010).
Pada saat pati mulai mengembang, suspensi pati akan mengalami peningkatan viskositas.
Suhu pada saat suspensi pati meningkat disebut dengan suhu awal gelatinisasi. Setelah melewati
suhu awal granula pati berangsur-angsur kehilangan sifat birefringence yang berarti struktur
kristal pati mulai hilang dan sel pati menjadi bening. Dengan meningkatnya suhu pemanasan
diatas suhu gelatinisasi granula pati akan semakin mengembang dan tidak akan mampu lagi
menampung air sebagai akibat granula pati akan pecah dan molekul amilosa dan amilopektin
akan menyatu dengan fase air (Kusnandar, 2010).
Penambahan maizena pada pembuatan pasta “fettuccine” dapat meningkatkan kadar air.
Hal ini dikarenakan tepung maizena memiliki kandungan amilopektin yang tinggi. Amilopektin
dapat mengikat air yang tinggi pada saat terjadi gelatinisasi. Air tersebut diserap oleh pati,
sehingga dalam pembuatan pasta “fettuccine” menghasilkan kadar air yang tinggi. Amilopektin
mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen sehingga membentuk gel yang
lembek dan relatif jernih (Zainuddin, 2016).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 21 Oktober 2019 di Laboratorium Kimia dan
Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik,
tabung reaksi,pipet tetes,penjepit kayu,thermometer sendok, stopwatch, waterbatch dan
batang pengaduk..
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tepung tapioka, ,
tepung beras, tepung terigu, HCl 10%, larutan gula dan aquades.

Prosedur Kerja
Tepung Tapioka, , Tepung Beras, Tepung
Terigu

Ditimbang 1 gram tepung

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan HCl, gula pasir dan Aquades

Dipanaskan T= 37 C selama 30 menit

Diamati
HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan
Tabel 8.1 Uji Gelatinisasi Tepung

No Bahan Perlakuan 0 10 20 30
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Tepung Penambahan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Sedikit Tidak Banyak
Terigu Hcl ada ada ada ada ada gumpalan ada gumpalan
gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
Penambahan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Sedikit Tidak Sedikit
10 ml gula ada ada ada ada ada gumpalan ada gumpalan
gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
Penambahan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
aquades ada ada ada ada ada ada ada ada
gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
2. Tepung Penambahan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
tapioka Hcl ada ada ada ada ada ada ada ada
gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
Penambahan Tidak Tidak Tidak Sedikit Sedikit Banyak Banyak Banyak
10 ml gula ada ada ada gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
gumpalan gumpalan gumpalan
Penambahan Tidak Tidak Tidak Sedikit Tidak Banyak Tidak Banyak
aquades ada ada ada gumpalan ada gumpalan ada gumpalan
gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
3. Tepung Penambahan Tidak Tidak Sedikit Sedikit Tidak Banyak Banyak Banyak
beras Hcl ada ada gumpalan gumpalan ada gumpalan gumpalan gumpalan
gumpalan gumpalan gumpalan
Penambahan Tidak Tidak Tidak Banyak Sedikit Banyak Banyak Banyak
10 ml gula ada ada ada gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
gumpalan gumpalan gumpalan
Penambahan Tidak Tidak Sedikit Banyak Sedikit Banyak Banyak Banyak
aquades ada ada gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan gumpalan
gumpalan gumpalan
PEMBAHASAN

Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin yang banyak
terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian dan umbi-umbian. Dalam bentuk aslinya secara
alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Saat dipanaskan maka
granula pati akan mengalami pengembangan dan bersifat tidak kembali kebentuk semula yang
disebut gelatinisasi. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar dari granula yang terjadi dibawah suhu
gelatinisasi. Proses terjadinya gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi
pati, suhu gelatinisasi, pH larutan dan penambahan gula (Ekafitri, 2009).
Gelatinisasi merupakan proses ketika granula pati mengalami pemecahan. Pemecahan
granula pati menyebabkan amilosa keluar dari granula karena pati menyerap air. Kondisi ini
menyebabkan pati mengalami pembengkakan sehingga meningkatkan viskositas dari bahan
pangan. Proses gelatinisasi pada bahan pangan terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya konsentrasi pati, pH larutan dan penambahan gula. Setiap pati pada bahan pangan
yang mempunyai kandungan karbohidrat tinggi memiliki suhu yang berbeda-beda dalam
melakukan proses gelatinisasi.
Praktikum analisis kadar pati ini dilakukan menggunakan tiga sampel yaitu tepung beras,
tepung tapioca, tepung terigu. Menurut Imanningsih (2012), tepung beras merupakan bahan
pokok yang sangat penting dalam pembuatan kue-kue Indonesia. Tepung beras membentuk
tekstur yang lembut, tetapi tidak lengket saat dimasak. Pati beras memberikan tampilan opaque
atau tidak bening setelah proses pemassakan. Contoh produk semi-solid yang menggunakan
tepung beras sebagai bahan utama adalah bubur sum-sum, es cendol, palu butung dan kue
pisang. Tepung terigu dibuat dari bagian dalam gandum setelah membuang bagian luarnya yang
kerasdan banyak mengandung serat dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang
mengandung banyak vitamin dan mineral. Pati gandum memiliki viskositas suhu panas yang
rendah dan menghasilkan gel berwarna opaque dan mudah putus. Walaupun gandum bukan
tanaman asli Indonesia, tetapi tepung terigu merupakan bahan baku dari sejumlah besar makanan
tradisional Indonesia seperti bakwan, bolu kukus, putu ayu dan lain-lain. Tepung tapioka
merupakan tepung yang berasal dari umbi yang banyak digunakan di Indonesia. Tepung ini
diproduksi dari umbi tanaman singkong, mengandung 90% pati berbasis berat kering. Tepung
tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional seperti ongol-ongol, pempek,
tiwui dan tekwan.
Berdasarkan hasil pengamatan proses gelatinisasi yang terjadi pada tepung tapioka, tepung
terigu dan tepung beras diberi perlakuan pemanasan selama 30 menit diperoleh pembentukan gel
yang berbeda-beda. Hasil pengamatan yang diperoleh pada perlakuan penambahan aquades pada
sampel tepung terigu menit ke 0, 10, dan 20 dan 30 tidak terbentuk gel dan baru terbentuk pada
menit ke 30. Pada sampel tepung beras gel tidak terbentuk sama sekali dari menit ke 5 sampai ke
menit 20. Pada sampel tepung tapioka terbentuk tidak terbentuk gel pada menit ke 10 – 20 dan
mulai terbentuk saat menit ke 3o . Pada sampel tepung tapioka tidak terbentuk gel pada menit ke
10 dan , gel mulai terbentuk pada menit ke 20.
Hasil pengamatan gelatinisasi pada tepung tapioka menunjukkan tepung tapioka satu-
satunya tepung dari keempat sampel yang terbentuk gel paling cepat yaitu di menit ke 20.
Menurut Imanningsih (2012) tepung tapioka memiliki viskositas puncak yang paling tinggi
dibandingkan dengan tepung lainnya dan memiliki waktu gelatinisasi yang lebih cepat
dibandingkan dengan tepung beras dan tepung terigu. Hasil gelatinisasi tepung beras sampai
menit ke 30 tidak terbentuk gel sama sekali. Sesuai pendapat Imanningsih (2012) tepung-
tepungan dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung beras dan tepung terigu,
memerlukan temperatur yang lebih tinggi agar patinya tergelatinisasi. Maka dari itu pada tepung
terigu baru terbentuk gel pada menit ke 30 dan pada tepung beras gel tidak terbentuk sama sekali
selama kurun waktu yang ditentukan yaitu 20 menit. Jika suhu tidak cukup tinggi untuk
membentuk gel maka waktu yang dibutuhkan akan lebih lama. Menurut Koswara (2006),
perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung maizena adalah 25:75.
Imanningsih (2012) menjelaskan pati yang mengandung amilopektin lebih banyak akan
membengkak lebih cepat dibandingkan dengan pati lain. Hal ini terlihat dari hasil uji yang
menunjukkan gel tepung maizena terbentuk pada menit ke 15, lebih cepat daripada tepung terigu
dan tepung beras.
Selama proses gelatinisasi pati terjadi perubahan viskositas dari suspensi pati yaitu selama
fase pemanasan dan pendinginan. Sebelum mengalami gelatinisasi granula pati memberikan pola
maltasecross kemudian bila suspensi pati dipanaskan berangsur-angsur, energi kinetik dari
molekul air akan melemah dan memecah ikatan hidrogen antara molekul amilosa dan
amilopektin sehingga kekompakan kristal granula terganggu, selanjutnya air akan menggantikan
posisi ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini menyebabkan air berangsur-angsur terpenetrasi
kedalam granula pati dan membuatnya menjadi mengembang. Pada saat pati mulai
mengembang, suspensi pati akan mengalami peningkatan viskositas. Suhu pada saat suspensi
pati meningkat disebut suhu awal gelatinisasi. Setelah melewati suhu awal granula pati
berangsur-angsur kehilangan sifat birefringence yang berarti struktur pati mulai hilang dan sol
pati menjadi bening. Dengan meningkatnya suhu pemanasan diatas suhu gelatinisasi granula pati
akan semakin mengembang dan tidak akan mampu lagi menampung air sebagai akibatnya
granula pati akan pecah dan molekul amilosa dan amilopektin menyatu dengan fase air.
Kecepatan pembentukan gel dapat terjadi dengan penambahan pH tinggi apabila dilakukan
pemanasan terus menerus. Untuk sampel tepung tapioka, dan tepung beras yang ditambahkan
larutan HCI tidak terbentuk gel. Hal ini sesuai dengan Winarno (2008), bahwa pada pH yang
rendah kecepatan terbentuknya gel lambat karena HCI merupakan asam kuat yang dapat
menurunkan kekentalan gel sehingga tidak terjadi gelatinisasi. Formulasi makanan berbahan
dasar pati dan tepung sangat umum ditemukan pada makanan tradisional Indonesia. Tepung dan
pati yang umum digunakan adalah berasal dari beras, ketan, terigu dan singkong. Berbagai
macam tepung atau pati memberikan sifat yang berbeda pada bahan makanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi antara lain pH. Pembentukan gel atu
gelatinisasi terjadi secara optimum pada pH 4-7. Apabila pH terlalu tinggi maka pembentukan
gel akan semakin cepat tercapai, tetapi cepat mengalami penurunan kembali. Sedangkan pada pH
yang terlalu rendah maka pembentukan gel akan semakin lambat bahkan tidak dapat terbentuk.
Semakin tinggi konsentrasi gel yang terbentuk maka viskositas akan berkurang dan setelah
beberapa waktu akan turun. Suhu gelatinisasi berbeda-beda pada tiap jenis pati. Semakin tinggi
suhu maka akan semakin cepat terbentuknya gel. Semakin kental suatu larutan maka proses
gelatinisasi semakin cepat pada suhu tinggi, maka dapat terbentuk gel dengan cepat dan tidak
terjadi perubahan viskositas selama pemanasan. Semakin rendah kekentalan suatu larutan maka
pembengkakan granula pati akan semakin lambat (Kusnandar, 2010).
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin yang banyak terdapat
pada tumbuhan terutama pada biji-bijian dan umbi-umbian.
2. Gelatinisasi adalah proses pengembangan granula pati dimana amilosa keluar dari granula
pati dan bersifat tidak dapat kembali ke bentuk semula.
3. Hasil pengamatan menunjukkan sampel tepung terigu dan tepung beras memiliki waktu
pembentukan gel yang lama, yang disebabkan oleh tingginya kadar amilosa pada kedua jenis
pati.
4. Pembentukan gel paling cepat terdapat pada sampel pati dengan kadar amilopektin yang
tinggi seperti tepung tapioka.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi adalah Ph yaitu semakin tinggi Ph maka
pembentukan gel akan semakin cepat dan suhu yaitu semakin tinggi suhu maka akan
semakin cepat terbentuknya gel.
DAFTAR PUSTAKA

Hernawan, E. dan V. Meylani, 2016. Analisis Karakteristik Fisikokimia Beras Putih, Beras
Merah, Dan Beras Hitam (Oryza Sativa L., Oryza Nivara Dan Oryza Sativa L. Indica),
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 15 (1) : 79-91.
Indrasari, 2010. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Kusnandar, F., 2010. Manfaat Gelatin Pada Tepung. Universitas Makasar. Makassar.
Kuswara, 2006. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Winarno, F. G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zulaidah., 2010. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai