Anda di halaman 1dari 129

SKRIPSI

EFEKTIFITAS POSISI HIGH FOWLER (90o) DAN SEMI FOWLER (45o)


DENGAN KOMBINASI PURSED LIPS BREATHING TERHADAP
PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
DI RSUD CARUBAN

Oleh :
EKA FITRI ANDANI
201402071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
SKRIPSI

EFEKTIFITAS POSISI HIGH FOWLER (90o) DAN SEMI FOWLER (45o)


DENGAN KOMBINASI PURSED LIPS BREATHINGTERHADAP
PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK
DI RSUD CARUBAN

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :
EKA FITRI ANDANI
201402071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

ii
iii
iv
QUOTES

“ORANG LAIN TAKAN PEDULI DENGAN APA YANG KAMU KEJAR, BISA JADI ORANG LAIN MENGINGINKANMU
TETAP JADI ORANG KECIL, SEBAB MEREKA TAKUT KALAH SAING. TAPI YAKINLAH, KELUARGAMU ADALAH
PENDORONG TERCAPAINYA MASA DEPANMU, IA FASILITASI SEGALA HAL YANG KAMU BUTUH. HINGGA KAMU
MENJADI ORANG YANG DIBUTUH. HARAPKU, JIKA NANTI KAMU TERJATUH, JANGAN SESEKALI MENGELUH,
TETAPLAH MENJADI PRIBADI YANG UTUH”

“ Jangan pernah berfikir negatif tentang hidup ini, sesulit apapun


masalahmu dan seberat apapun bebanmu kamu tak akan
sendirian selagi mau berbagi”

“Mulailah dengan Bismillah kerjakan dengan iklas ahiri dengan Hamdalah,


insyaAllah segala urusanmu akan dipermudah”

v
Kata Persembahan
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan Yang Maha Esa dan
Maha Adil nan Penyayang, atas takdirmu telah jadikan aku manusia yang
senangtiasa berpikir, berilmu, beriman, dan bersabar dalam menjalani kehidupan
ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih
cita-cita besarku.

Ku persembahakan karya kecil ini yang berbalut peluh keringatmu. Mamah dan
Ayah, saya tidak bisa mulai menggambarkan betapa beruntungnya saya memiliki
orang tua yang menakjubkan dalam hidup saya. melihat cinta sejati melalui Anda
berdua membuat hatiku bahagia. Mamah selama saya ingat, Anda selalu berada
di sisi saya, untuk memberi saya dukungan, kepercayaan diri, dan bantuan. Anda
selalu orang yang saya cari, sangat kuat, sangat sensitif, sangat cantik ,
memberikan stabilitas dalam keluarga, penuh tawa, penuh air mata, penuh cinta,
dan masih hari ini, Anda adalah segalanya seorang ibu yang seharusnya. apa pun
yang saya miliki adalah karena Anda. Ayah tidak ada yang bisa saya bayar untuk
apa yang telah Anda lakukan kepada saya. tidak ada yang bisa menggantikan
Anda. tidak ada cara untuk menyesal menjadi anakmu. tidak ada imajinasi apa
yang aku inginkan tanpa dirimu. Maaf membuatmu sedih dan kecewa. aku minta
maaf bahwa aku selalu membelanjakan uangmu. Saya sangat menyesal bahwa
saya marah setiap kali Anda tidak membiarkan saya melakukan sesuatu yang
saya inginkan. saya sangat menyesal atas semua yang saya tidak ingat satu per
satu. pada akhirnya, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih dan maaf. aku
punya satu janji untukmu, aku akan membuatmu bangga suatu hari nanti.

Adek laki-laki saya Jouvan Dira Al-Ihram terima kasih membuat hari saya lebih
berwarna dengan tak pernah akur setiap bersama, semoga setiap langkahmu
lebih bermakna.

8 Tahun kebaikan kalian slalu membuat saya mengerti bahwa kebaikan adalah
yang utama. Terima kasih Bapak Agus dan Ibuk Susilo serta abang terbaik mas
iar yang suka ngajakakin maen dan njajain. Love you fams

Kadang saya merasa tidak punya siapa-siapa, ada orang yang saya ajak bicara
dan bergaul bahkan beberapa saya panggil teman terbaik. Tidak peduli berapa
banyak teman yang saya miliki,seberapa banyak saya berbicara dengan mereka
atau mengahabiskan waktu bersama mereka. Akan slalu tak tergantikan dirimu
sahabatku Siti Khasanah & Laelia Ema Angraini

vi
Untuk temanku Dina Putri Ardianti terimakasih atas langkah yang kamu temani
saat pembuatan skripsi ini, semoga kita bisa saling menemani sampai Altar
Pelaminan. Findy Nur Isa, , Tri Wulandari, Yona Hevi Seiyudha, Alvionita
kalian segalanya yang membantuku dalam mengerjakan skripsi ini dan tanpa
kalian tidak akan sampai pada titik ini, Rizky Dwi Oktaviani dan Eko Winarno
makasih untuk pertemanannya dan untuk anak keperawatan A-B terimakasih
untuk 4 tahun telah menemaniku.

Ketika saya menjengkelkan dan merasa tidak diinginkan, ketika mereka


menghela nafas dan tampak tidak peduli sama sekali, saat itu seseorang yang
bersedia meluangkan waktunya dan sering membantu saya. Dan untuk pertama
kali merasa nyaman seperti diperlakukan sebagai adek perempuan. Terima kasih
memberi peluang merasakan memiliki seorang kakak laki-laki sepertimu mas
Bagus Aji S.

Buat ibuk kos, terima kasih telah menjaga diriku slama ini. Terima kasih juga
buat anak kos yang ter’coks banget. And the last, makasih buat mbak rani yang
overload kalau ngomelin buat ngerjain skripsi dan yang sudah bikin skripsi saya
jadi rapi ( because di edittin ha ha ha).

Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kupersembahkan
kepada kalian semua.

Beribu-ribu maaf tercurahkan, skripsi ini kupersembahkan

vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Fitri Andani


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Pacitan, 04 ,Mei 1995
Agama : Islam
Email : fifiandani455@gmail.com
eka.fifiandani455@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. Lulus dari Sekolah Dasar Negeri Jetis Lor 3 Nawangan, Pacitan Tahun
2006/2007
2. Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Nawangan, Pacitan Tahun
2009/2010
3. Lulus dari Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kesehatan LPK ”Prima Husada”
Madiun Tahun 2010/2011
4. Lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Madiun Tahun 2013/2014
5. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2014- sekarang

ix
Program Studi Keperawatan STIKES Bhakti Mulia Madiun

ABSTRAK

Eka Fitri Andani

EFEKTIFITAS POSISI HIGH FOWLER (90o) DAN SEMI FOWLER (45o)


DENGAN KOMBINASI PURSED LIPS BREATHING TERHADAP
PENINGKATAN STURASI OKSIGEN PADA PASIEN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK

108 halaman + 14 tabel + 3 gambar + 19 lampiran

PPOK merupakan suatu penyakit kronik dan merupakan gabungan dari


Emfisiema, Bronkitis kronis, asma yang ditandai dengan batuk, dispnea,
obstruktif saluran nafas. Angka kejadian penyakit PPOK tinggi, sudah menjadi
masalah kesehatan jutaan orang didunia. Adapun tindakan yang dapat diberikan
untuk meningkatkan saturasi oksigen yang mengalami sesak nafas yaitu dengan
pemberian posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi
pursed lips breathing memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh sehingga peningkatan saturasi oksigen terkontrol dan
meningkatkan tekanan jalan nafas selama ekspirasi. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah posisi high fowler
(90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing di RSUD
Caruban Kabupaten Madiun.
Sampel dalam penelitian di ambil dengan teknik purposive sampling
dimana metode peeitian yang digunakan kuantitatif dengan penelitian Quasy
eksperimental dengan non Equavalent Control Group Design. Pengumpulan data
menggunakan studi lembar observasi dengan alat pulse oxymetry. Analisa data
mengunakan perhitungan statistic spss.16.0 dengan uji Wilcoxon dan mann-
Whitney U test dengan α (0.05).
Hasil menunjukkan bahwa nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
pada posisi high fowler (90o) dengan kombiasi PLB menunjukkan nilai rata-rata
pretest 91.93-posttest 99.87. Untuk nilai saturasi oksigen pada posisi semi fowler
(45o) dengan kombinasi PLB pretest 91.06-posttest 97.68. Ada pengaruh diantara
kedua tindakan posisi dengan kombinasi PLB. Akan tetapi lebih efektif posisi
high fowler (90) dengan kombinasi PLB untuk meningkatkan saturasi oksigen
dengan ρ-value (0.000) < α (0.05).
Ada efektifitas antara posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o)
dengan kombinasi Pursed lips breathing yang diberikan pada penderita PPOK di
RSUD Caruba Kabupaten Madiun, namun high fowler (90o) lebih efektif dalam
meningkatkan saturasi oksigen.

Kata kunci: PPOK, Posisi High Fowler (90o), Semi Fowler (45o), Pursed Lips
Breathing, Saturasi Oksigen

x
Program Studi Keperawatan STIKES Bhakti Mulia Madiun

ABSTRACT

Eka Fitri Andani

THE EFFECTIVENESS OF HIGH FOWLER POSITION (900) AND SEMI


FOWLER (450) WITH PURSED LIPS BREATHING COMBINATION ON
THE INCREASING OXYGEN SATURATION OF CHRONIC
OBSTRUCTIVE LUNG DISEASE PATIENTS

108 Pages + 14 Tables + 3 Figures + 19 Appendices

COLD is a chronic disease and a combination of Emfisiema, chronic


bronchitis, asthma which is characterized by coughing, dyspnea, obstructive
airway. The incidence of high COLD has become a health problem for millions of
people in the world. The actions that given to increase the oxygen saturation that
come through the shortness of breath by giving the pursed lips breathing high
fowler is (90o) and semi fowler is (45o) position allowing the abdomen to lift
slowly and the chest to expand fully so that the oxygen increased saturation is
controlled and increases the road pressure breath during expiration. The aim of
this study was to identify oxygen saturation values before and after high fowler is
(90o) and semi fowler is (45o) positions with pursed lips breathing combination in
Caruban Hospital of Madiun District.
The sample of the study was taken by purposive sampling technique where
the research method used quantitative of experimental Quasy research with Non
Equivalent Control Group Design. The data collection used observation sheet
study with pulse oxymetry tools. The data analysis is using statistical calculations
in Spss.16.0 with Wilcoxon and Mann-Whitney U tests with α (0.05).
The results showed that the oxygen saturation value before and after the
high fowler position is (90o) with the PLB combination showed an average of the
pretest score is 91.93-posttest is 99.87. For oxygen saturation value in semi-
fowler position is (45o) with a combination of PLB pretest is 91.06-posttest is
97.68. There is an effect between the two position actions with a combination of
PLB. However, it is more effective of the high fowler position (90o) with PLB
combination to increase oxygen saturation with ρ-value (0.000) <α (0.05).
There is an effectiveness between high fowler (90o) and semi fowler (45o)
positions with Pursed lips breathing combination that given to COLD patients in
Caruban Hospital of Madiun District, but the high Fowler (90o) is more effective
on increasing oxygen saturation.

Keywords: COLD, High Fowler Position (90o), Semi-Fowler (45o), Pursed Lips
Breathing, Oxygen Saturation

xi
DAFTAR ISI

Sampul Depan .................................................................................................... i


Sampul Dalam ..................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ............................................................................................. iii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iv
Quotes ................................................................................................................. v
Persembahan ....................................................................................................... vi
Halaman Pernyataan .......................................................................................... viii
Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... ix
Abstrak ............................................................................................................... x
Abstract .............................................................................................................. xi
Daftar Isi.............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv
Daftar Gambar ..................................................................................................... xv
Daftar Lampiran .................................................................................................. xvi
Daftar Istilah........................................................................................................ xvii
Daftar Singkatan..................................................................................................xviii
Kata Pengantar .................................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teori ..................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................ 6
1.5 Keaslian Penelitian ..................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ................................................ 10
2.1.1 Pengertian PPOK ............................................................... 10
2.1.2 Klasifikasi PPOK ............................................................... 11
2.1.3 Etiologi PPOK.................................................................... 12
2.1.4 Patofisiologi PPOK ............................................................ 15
2.1.5 Derajat PPOK ..................................................................... 16
2.1.6 Manisfestasi Klinis ............................................................. 16
2.1.7 Komplikasi PPOK .............................................................. 17
2.1.8 Penatalaksanaan PPOK ...................................................... 18
2.2 Konsep Sistem Pernafasan ......................................................... 24
2.2.1 Sistem Pernafasan .............................................................. 24
2.2.2 Pengertian Pernafasan ........................................................ 24
2.2.3 Perubahan Pola Nafas ........................................................ 26
2.2.4 Keefektifan Pola Nafas ...................................................... 27
2.3 Konsep Posisi High Fowler ......................................................... 29
2.3.1 Definisi Posisi High Fowler ............................................... 29
2.3.2 Tujuan dan Mekanisme High Fowler ................................ 29
2.3.3 Prosedur ............................................................................ 29

xii
2.4
Konsep Posisi Semi Fowler ......................................................... 30
2.4.1 Pengertian Posisi Semi Fowler ........................................... 30
2.4.2 Tujuan Posisi Semi Folwer ................................................ 31
2.4.3 Prosedur ............................................................................ 31
2.5 Konsep Pursed Lips Breathing.................................................... 32
2.5.1 Pengetian Pursed Lips Breathing ....................................... 32
2.5.2 Tujuan Pursed Lips Breathing ........................................... 34
2.5.3 Prosedur ............................................................................. 35
2.6 Konsep Saturasi Oksigen ............................................................. 35
2.6.1 Pengertian Oksigen ............................................................ 35
2.6.2 Pengertian Saturasi Oksigen ............................................. 36
2.6.3 Tujuan ............................................................................... 36
2.6.4 Prosedur ............................................................................ 37
2.7 Kerangka Teori ........................................................................... 38
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PEELITIAN
3.1 Kerangka Teori ............................................................................ 39
3.2 Hipotesis ...................................................................................... 40
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 41
4.2 Populasi dan Sampel ................................................................... 42
4.2.1 Populasi .............................................................................. 42
4.2.2 Sampel Penelitian ............................................................... 42
4.3 Teknik Sampling ......................................................................... 45
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 45
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .............. 47
4.5.1 Identitas Variabel ............................................................... 47
4.5.2 Definisi Opeasional Variabel ............................................. 47
4.6 Intrumen Penelitian ..................................................................... 49
4.7 Lokasi Waktu............................................................................... 49
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 49
4.9 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ................................ 50
4.9.1 Pengolahan Data ................................................................ 50
4.9.2 Analisa Data ....................................................................... 52
4.10 Etika Penelitian ........................................................................... 54
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian ............................................... 57
5.2 Hasil Penelitian ........................................................................... 58
5.2.1 Data Umum ....................................................................... 58
5.2.2 Data Khusus ....................................................................... 60
5.3 Pembahasan ................................................................................ 64
5.4 Keterbatasan Penelitian .............................................................. 69
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 70
6.2 Saran ........................................................................................... 71
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 73
Lampiran ............................................................................................................ 76

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................... 8


Tabel 2.1 Derajat PPOK .................................................................. 16
Tabel 4.1 Skema atau Rancangan Penelitian .................................... 42
Tabel 4.2 Definisi Operasional ......................................................... 48
Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur ....................... 58
Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin .......... 58
Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ............. 59
Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ............... 59
Tabel 5.5 Hasil nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit
paru obstruktif ................................................................... 60
Tabel 5.6 Hasil perubahan nilai saturasi oksigen .............................. 61
Tabel 5.7 Hasil nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit
paru obstruktif. .................................................................. 61
Tabel 5.8 Hasil perubahan nilai saturasi oksigen .............................. 62
Tabel 5.9 Hasil uji pengaruh nilai saturasi oksigen posisi
high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi
pursed lips breathing. ....................................................... 62
Tabel 5.10 Hasil perbandingan keefektifitassan posisi
high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi
pursed lips breathing ......................................................... 63

xiv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halamam

Gambar 2.2 Kerangka Teori ............................................................... 38


Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................... 39
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian .............................................. 46

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Surat Izin Pencarian Data Awal ............................ 76


Lampiran 2 Persetujuan Izin Penelitian RSUD Caruban ............................... 80
Lampiran 3 Surat Ijin Selesai Penelitian ........................................................ 81
Lampiran 4 Lembar Penjelasan Penelitian ..................................................... 82
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................... 83
Lampiran 6 Lembar SOP Posisi High Fowler (90) ....................................... 84
Lampiran 7 Lembar SOP Posisi Semi Fowler (45) ...................................... 86
Lampiran 8 Lembar SOP Pursed Lips Breathing .......................................... 88
Lampiran 9 Lembar SOP Saturasi Oksigen ................................................... 89
Lampiran 10 Lembar Observasi ....................................................................... 90
Lampiran 11 Hasil Observasi ............................................................................ 91
Lampiran 12 Tabulasi Data Responden ............................................................ 92
Lampiran 13 Distribusi Frekuensi..................................................................... 94
Lampiran 14 Uji normalitas .............................................................................. 96
Lampiran 15 Uji Wilcoxon .............................................................................. 99
Lampiran 16 Uji Mann-Whitney tes ................................................................. 101
Lampiran 17 Dokumentasi ............................................................................... 103
Lampiran 18 Jadwal Penyusunan Skripsi ........................................................ 105
Lampiran 19 Lembar Konsultasi Bimbingan ................................................... 106

xvi
DAFTAR ISTILAH

Air trapping :udara terperangkap dalam alveoli


Aktiviti :Aktifitas
Annonymity :Tanpa nama
Coding :Pengkodean
Composmentis :kesadaran Penuh
Contidentiality :Kerahasiaan
Delivery :Mengirim
Drop out :Keluar
Dyspnea :kondisi sesak
Editing :Penyuntingan Data
Eksaserbasi :perburukan progresif dari sesak, batuk, wheezing,
dada terasa berat atau kombinasi
Ekshalansi : mendorong keluar udara dari paru
Ekspansi : upaya untuk menjadi lebih besar atau lebih luas
Elastic Recoil : kecenderungan untuk kembali ke posisi/bentuk
semula setelah teregang
Forced expiratory maneuver : ekspirasi paksa
Heterogen : terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat atau
berlainan jenis
High fowler : posisi tidur dengan ketiggian kepala 60-90o
Inform Consent : Lembar Persetujuan
Intervensi : tindakan keperawatan
Kolaps : penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura
Malaise : gejala penyakit yang umum
Pursed lips braething : latihan pernafasan yang dihirup melalui hidung dan
dikeluakan melalui mulut
Reinforcement : suatu rangsangan yang diberikan untuk
memperkuat kemungkinan munculnya suatu
perilaku yang baik sehingga respons menjadi
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang
mendukung
Scoring : penilaian
Semi fowler : posisi tidur dengan kepala ditinggikan 15-45
Tabulating : tabel data
Takipnea : penafasan cepat dan dangkal
Tripsin : enzim pencernaan
Variable Dependen : Variabel bebas
Variable Independen : Variabel terikat

xvii
DAFTAR SINGKATAN

EKG : Elektrokardiogram
FEV1 : Forced Expired Volume in one second
FEV2/ FVC : Forced Vital Capacity
ICU : intensive care unit
PH : Potential of Hydrogen
PLB : Pursed Lips Breathing
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Paru
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SATS : Site Acceptance Test
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
VEP/ KVP : Kapasitas Vital Paksa
VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama
WHO : World Health Organization
ΔP : Tekanan Uap

xviii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Posisi High Fowler (90) dan Semi Fowler (45) dengan Kombinasi
Puersed Lips Breathing Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di RSUD Caruban” dengan baik. Tersusunnya
skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan, saran dan dukungan moral kepada
penulis, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun.

2. Ibu Mega Arianti Putri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana

Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

3. Bapak Edy Bachrun, S.KM., M.Kes selaku Dewan Penguji.

4. Bapak Kuswanto, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing 1 beserta

Bapak Cholik Harun R., M.Kes selaku dosen pembimbing 2 yang selalu

membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.

5. Seluruh Staf Rumah Sakit RSUD Caruban yang telah memberikan ijin dan

kesempatan untuk melakukan penelitian.

6. Kedua Orang tua saya Bapak Sulasno dan Ibu Ismiatin yang telah memberi

dorongan dan semangat tanpa henti.

7. Keluarga Madiun yang sudah 8 tahun ini selalu menemanku.

xix
8. Teman-teman yang telah memberi dorongan dan bantuan berupa apapun

dalam penyusunan tugas skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat

membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Madiun, 26 Juli 2018


Peneliti,

Eka Fitri Andani


NIM. 201402071

xx
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru-paru yang

ditandai dengan penyumbatan terus-menerus aliran udara dari paru-paru. Ini

adalah penyakit paru-paru yang mengancam kehidupan yang di diagnosis

mengganggu pernafasan normal dan tidak sepenuhnya reversible. Mencakup

bronkitis kronis dan efisiema (WHO, 2016). Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah

menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kejadian PPOK akan

semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perokok, polusi udara

dari industri dan asap kendaraan yang menjadi faktor risiko penyakit tersebut

(Khasanah, 2015). PPOK merupakan Penyakit Kronik yang ditandai dengan batuk

produktif dan dipnea, terjadinya obstruksi saluran nafas sekalipun penyakit ini

bersifat kronik dan merupakan gabungan dari emfisiema, bronkitis kronik,

maupun asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi

pernafasan (Tabrani, 2013).

Diperkirakan 65 juta orang memiliki risiko untuk mengalami penyakit

PPOK yang parah. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun

2005 (5% dari semua kematian global). Hal ini diketahui bahwa hampir 90% dari

kematian PPOK terjadi pada negara menengah yang berpenghasilan rendah.

PPOK lebih umum pada laki-laki, tetapi peningkatan penggunaan tembakau di

1
kalangan perempuan di negara-negara berpenghasian tinggi dan risiko yang lebih

tinggi dari paparan polusi udara dalam ruangan (seperti bahan bakar biomassa

yang digunakan untuk memasak dan pemanas) di negara-negara berpenghasilan

rendah, jumlah penyakit pada laki-laki dan perempuan hampir sama (WHO,

2016). Jumlah kematian akibat PPOK diproyeksikan meningkat lebih dari 30%

dalam 10 tahun kepedapan kecuali tindakan segera diambil untuk mengurangi

faktor risiko yang mendasari, terutama penggunaan tembakau. Ekstimasi

menunjukkan bahwa PPOK menjadi tahun 2030 penyebab utama ketiga kematian

di seluruh dunia.

Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre-velensi

PPOK sebesar 10,1%, pada laki-laki sebesar 11,8% dan untuk perempuan 8,5%.

Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu

18,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara Asia

Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam

(6,7%) dan China (6,3%) (Oemiti, 2013). Di Indonesia sendiri prevalensi PPOK

tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), di ikuti Sulawesi Tenngah

(8,0%), Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7% (Riskesdas,

2013). Penderita PPOK pada kabupaten Madiun pada tahun 2015 sebanyak 332,

pada tahun 2016 sebanyak 347 dan pada tahu 2017 terdapat 390 penderita (dinkes

kabupaten Madiun, 2017. Forbilitas penyakit RSUD CARUBAN Kabupaten

Madiun untuk kasus penyakit paru obstruktif kronik menyatakan pada tahun 2016

sebanyak 97 penderita dan terjadi peningkatan pada tahun 2017 menjadi 125

2
penderita. Sehingga terjadi adanya peningkatan kasus penyakit paru obstruktif

Kronik selama 3 tahun berturut-turut mulai tahun 2015-2017 di RSUD Caruban.

Sesak nafas atau dyspnoe merupakan gejala yang umum dijumpai pada

penderita PPOK (Khasanah, 2015). PPOK memiliki gejala-gejala yang progresif,

salah satunya yang sangat berpengaruh yang membuat pasien PPOK datang

berobat yaitu sesak nafas. Sesak nafas salah satu gejala kompleks yang merupakan

keluhan utama, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fisiologi, psikologi, sosial,

dan juga lingkungan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang diakibatkan oleh

elevasi kadar CO2 dan penungkatan risiko gagal nafas dan tidak melatih paru-paru

untuk bekerja sediri. Maka dari itu diberikan tindakan lain yang dapat membantu

meningkatkan oksigenasi, agar tidak ketergantungan dengan pemberian oksigen

dalam jangka panjang. Tindakan yang dapat dilakukan dengan terapi oksigen

dalam meningkatan satursi oksigen yaitu tindakan posisi high fowler dan semi

fowler dengan kombinasi pursed lips breathing. Posisi high fowler adalah posisi

dimana tempat tidur diposisikan dengan ketinggian dengan 60o-90o bagian lutut

tidak ditinggikan. Posisi high fowler sangan mambantu bagi klien yang

mengalami dyspnea karena menghilangkan tekanan pada diafragma yang

memungkinkan pertukaran volume yang lebih besar dari udara (Barbara, 2009).

Tujuan dari posisi high fowler yaitu menghilangkan tekanan pada diafragma dan

memungkinkan pertukaran volume yang lebih besar dari udara. Posisi high fowler

pada pasien PPOK telah dilakukan sebagai salah satu cara ubtuk menurunkan

sesak nafas, jika sesak nafas berkurang maka kebutuhan saturasi oksigen dalam

darah tercukupi.

3
Posisi semi fowler adalah sebuah posisi setengan duduk atau duduk

dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan menjadi 45o dan

posisi ini dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan kenyamanan dan

memfasilitasi fungsi pernafasan pasien (Musrifatul & Aziz, 2008). Tujuan dan

mekanisme dilakukan posisi ini adalah untuk memfasilitasi pasien yang sedang

kesulitan bernafas. Dikarenakan ada gaya gravitasi yang menarik diafragma

kebawah sehingga ekspansi paru lebih baik pada posisi semi fowler.

Latihan pernafasan sering kali indikasikan untuk klien yang ekspansi

parunya terbatas, seperti pada klien Penyakit Paru Obstruktif Menahun atau klien

yang baru pulih dari pembedahan totak (Kozier, 2010). Pursed lips breathing

adalah latihan pernafasan dengan menghirup udara melalui hidung dan

mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan

dengan waktu ekshalasi lebih diperpanjang. Terapi rehabilitasi pari-paru dengan

pursed lips breathing ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa

memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian

obat-obattan (Smeltzer & Bare, 2013). Tujuan dari pursed lips breathing ini

adalah untuk membantu klien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola

nafas lambat dan dalam, membatu pasien untuk mengontrol pernafasan, mencegah

kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan

meningkatkan tekanan jalan nafas selama ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara

yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013).

Peneliti lain pernah melakukan riset mengenai peningkatan saturasi

oksigen pada posisi high fowler dan semi fowler, namun peneliti yang

4
mengkombinasikan antara posisi high fowler dengan pursed lips breathing dan

posisi semi fowler dengan pursed lips breathing belum ada yang melakukan.

Maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efektifitas

posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips

breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien Penyakit Paru

Obstruktif Kronik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan rumusan masalah

penelitian ini adalah ”bagaimana efektifitas posisi high fowler (90o) dan semi

fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan

saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui keefektifan posisi high fowler (90o) dan semi

fowler(45o) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan

oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan

tidakan posisi high fowler (90o) dengan kombinasi pursed lips breathing.

2. Mengidentifikasi nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan

tindakan posisi semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing.

5
3. Menganalisis Pengaruh posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o)

dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi

oksigen

4. Membandingkan keefektifan posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o)

dengan kombinasi pursed lips breathing.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi penelitian

selanjutnya dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang

akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat Bagi Mahasiswa

Sebagai siswa penerapan ilmu yang di dapatkan di bangku kuliah dan

mendapatkan pengalaman dengan praktik langsung dilapangan atau

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama ini yang berhubungan

dengan efektifitas posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan

kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen

pada pasien penyakit paru obstruktif kronik.

2. Manfaat Bagi isntitusi pendidikan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada institusi bahwa

posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed

lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien penyakit

paru obstruktif kronik.

6
3. Manfaat Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat menambah wawasan pembaca di dalam masyarakat

tentang posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi

pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien

penyakit paru obstruktif kronik.

4. Bagi Peneliti

Mendapatkan kemampuan melakukan riset kuantitatif dan menambah

pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian di bidang keperawatan

tentang posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi

pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien

penyakit paru obstruktif kronik.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar oleh peneliti selanjutnya dalam

melakukan penelitian terkait dengan efektifitas posisi high fowler (90o)

dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap

peningkatan saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik.

7
1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


METODE
JUDUL NAMA TAHUN VARIABEL HASIL
PENELITIAN
EFEKTIFITAS Suci 2015 - Posisi Eeksperimen Ada perbedaan
POSISI khasanah condong randomized SaO2 pada klp 1,
CONDONG kedepan control trial pre ƿ (0,000), hasil
KEDEPAN - Pursed lips test with control post hoc SaO2
DAN PURSED breathing groub dengan hari ke-1 vs hari
LIPS - Saturasi random ke-2 ƿ = 0,170;
BREATHING oksigen sampling hari ke-1 vs hari
(PLB) ke-3 ƿ =0,003;
TERHADAP hari ke-2 vs hari
PENINGKATA ke-3 ƿ = 0,004.
N SATURASI Tidak ada
OKSIGEN perbedaan SaO2
PASIEN pada klp 2, ƿ
PENYAKIT (0,479).
PARU Adaperbedaan
OBSTRUKTIF SaO2 pada klp 3,
KRONIK ƿ (0,000) dan
hasil post hoc
SaO2 hari ke-1 vs
hari ke-2 ƿ =
0,01;hari ke-1 vs
hari ke-3 ƿ =
0,007; hari ke-2
vs hari ke-3 ƿ =
0,015. Tidak ada
perbedaan
SaO2antar
kelompok pada
hari ke-1, ƿ
(0,084) > α (0,05).
Hari kedua dan
ketiga tidak ada
perbedaanSaO2
antara klp 1
dengan klp 3 (ƿ =
0,089 & 0,156)
tetapi ada
perbedaan SaO2
antara klp
1dengan klp 2 (ƿ
= 0,033 & 0,003)
dan antara klp 2
dengan klp 3 (ƿ =
0,006 & 0,002).
POSISI Meili 2014 - Posisi Metode quasy Rerata perubahan
SEMIFOLER rianta semifouler eksperimen pre saturasi oksigen
DAN POSISI - Posisi and post test telah dilakukan
HIGHFOLER highfouler without control posisi semifouler
TERHADAP - Saturasi dengan sebvesar 93.20

8
METODE
JUDUL NAMA TAHUN VARIABEL HASIL
PENELITIAN
PERUBAHAN oksigen consecutive sedangkan pada
SATURASI sampling posisi high fouler
OKSIGEN sebesar 94.60.
PADA PASIEN berdasarkan uji
ASMA paired t-test
BRONKIAL diperoleh angka
diruang rawat signifikan yaitu
INAP D3 DAN p= 0.001
E3 RUMAH
SAKIT UMUM
DAERAH
CIBABAT
PENGARUH Stefanie 2015 - Pursed lips Quasi Analisis data
PURSED LIPS kusuma breathing experimen dengan
BREATHING dewi - nilai iforced design dengan menggunakan
(PLB) expiratory pendekatan pre wilcoxon test
TERHADAP volume in one test post test menunjukkan
NILAI second (fevi) design nilai ≤0,05
IFORCED sehingga h0
EXPIRATORY ditolak dan ha
VOLUME IN diterima.
ONE SECOND
(FEVI) PADA
PENDERITA
PENYAKIT
PARU
OBSTRUKTIF
DI RS PARU
DR ARIO
WIRAWAN
SALATIGA

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada terdapat pada

variabel, metode dan tempat penelitiannya, antara lain sebagai berikut:

1. Variabel penelitian ini menambahkan variabel Purshed Lips Breathing

guna mengetahui saturasi oksigen pada pasien PPOK.

2. Metode yang digunakan adalah quasy eksperimen dengan non equivalent

control grup design.

3. Tempat penelitian dilakukan di RSUD Caruban Kabupaten Madiun.

9
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

2.1.1 Pengertian PPOK

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit kronik yang ditandai

dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadinya osbtruktif saluran nafas

sekalipun penyakit ini bersifat kronik dan merupakan gabungan dari efisiema,

bronkitis kronis maupun asma, akan tetapi dalam keadaan tertentu terjadi

perburukan dari fungsi pernafasan (Tabrani, 2013). PPOK adalah sekelompok

penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi saluran nafas yang terjadi

akibat penyempitan lumen saluran nafas bawah. Ketika resistensi saluran nafas

meningkat, harus diciptakan gradien tekanan yang lebih besar untuk

mempertahankan kecepatan aliran udara yang normal sekalipun. Sebagai contoh

jika resisten lebih besar dua kali lipat akibat penyempitan lumen saluran nfas,

maka ΔP harus ditingkatkan dua kali lipat juga melalui kontraksi otot pernafasan

yang lebih besar untuk menghasilkan kecepatan aliran udara masuk dan keluar

paru seperti yang dicapai orang sehat dalam keadaan istirahat. Karena itu, orang

dengan PPOK harus bekerja lebih giat untuk bernafas. Penyakit Paru Obstruktif

Kronik mencangkup tiga penyakit kronik (jangka panjang): Bronkitis Kronis,

Asma, Emfisiema (Sherwood, 2013).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dapat dicegah dan penyakit

yang dapat diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus menerus

yang biasanya progresif dan terkaitan dengan kronis ditingkatkan respon inflamasi

10
di saluran udara dan paru-paru terhadap partikel atau gas. Eksaserbasi dan

kormobilitas berkontribusi pada keseluruhan keparahan pada pasien (GOLD,

2016). Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisiema, termasuk penderita asma persisten berat

dengan obstruktif jalan nafas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria

PPOK.

2.1.2 Klasifikasi PPOK

Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Sherwood

(2009):

1. Bronkitis Kronik

Bronkitis kronik adalah suatu penyakit peradangan saluran nafas bawah

jangka panjang, umunya dipicu oleh pajanan berulang ke asap rokok,

polutan udara, atau alergrn. Sebagai respon terhadap iritasi kronik, saluran

nafas menyempit karena penebalan edematosa kronik lapisan dalamnya

disertai oleh pembentukan berlebihan mukus kental.

2. Asma

Pada asma, sumbatan saluran nafas disebabkan oleh menebalnnya dinding

saluran nafas yang ditimbulkan oleh peradangan dan edema yang dipicu

oleh histamin, tersumbatnnya saluran nafas oleh sekresi berlebihan mukus

kental, hiperresponsivitas saluran nafas yang ditandai oleh kontraksi hebat

salura nafas kecil akibat spasme otot polos di dinding saluran nafas.

Pemicu yang menyebabkan peradangan dan respons bronkokonstriksi

yang berlebihan ini menyangkup pejanan berulang ke alergen (misalnya

11
kutu, debu rumah atau serbuk sari tanaman), iritan (misalnya asap rokok),

dan infeksi.

3. Emfisiema

Ditandai oleh kolapsnya saluran nafas halus dan rusaknya dinding

alveolus. Penyakit ireversibel dapat timbul melalui dua cara berbeda.

Efisiema paling sering terjadi karena pelepasan berlebih enzim perusak,

misalnya tripsin dari makrofag alveolus sebagai mekanisme pertahanan

terhadap pajanan kronik asap rokok atau iritan lain.

2.1.3 Etiologi

1. Merokok

Pada tahun 1964, penasehat committee surgeon general of the united states

menyatakan bahwa merokok merupakan faktor resiko utama mortalitas

bronkitis kronik dan emfisiema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

dalam waktu satu detik setelah forced expiratory maneuver (FEV1),

terjadi penurunan mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung

pada intensitas merokok. Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan

intesitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan merokok yang tinggi

dikalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevelensi PPOK

dikalangan pria. Sementara prevelensi PPOK dikalangan wanita semakin

meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun

ketahun (Reilly et al, 2008).

PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. Umur pertama kali

merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status

12
terbaru perokok memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang

merokok mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90%

perokok beresiko menderita PPOK(Kamangar, 2010).

2. Hiperesponsif saluran pernafasan

Menurut Dutch hypothesis, Asma, Bronkitis kronik, dan Emfisiema

adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor

genetik dan lingkunagn. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa

asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan

reaksi alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang

terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon

saluran pernafasan dengan penurunan fungsi paru membuktikan bahwa

peningkatan respon saluran pernafasan merukapan pengukuran yang

signifikan bagi penurunan fungsi paru (Reilly et al, 2008).

3. Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pernafasan adalah faktor resiko yang berpotensi

untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya

bahwa infeksi saluran nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai

faktor presdisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas

adalah penyebab peting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi

saluran nafas dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih

belum bisa dibuktikan (Reilly et al, 2008).

13
4. Pemaparan akibat pekerjaan

Peningkatan gejalan gangguan saluran pernafasan dan obstruksi

saluran nasaf juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu

selama bekerja. Pekerjaan seperti melombong arang abu dan perusahaan

penghasilan tekstil dari pada kapas untuk mengalami obstruksi saluran

nafas. Pada pekerjaan yang terpapar dengan kadmium pula, FEV1,

FEV2/FVC, dan Dlco carbon monoxide diffusing capacity of lung. Hal ini

terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi saluran nafas dan

emfisima

5. Polusi udara

Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran

pernfasan pada individu yang tinggal dikota daripada didesa yang

berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun

demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih bisa

dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran

biomass dikatakan menjadi faktor resiko yang signifikan terjadinya PPOK

pada kaum wanita dibeberapa negara. Meskipun begitu, polusi udara

adalah faktor resiko yang kurang penting berbanding merokok (Reilly et

al, 2008).

6. Faktor genetik

Definisi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang

beresiko untuk terjadinya PPOK. Insiden kasus ini PPOK yang disebabkan

defisiensi α1-antitripsin merupakan inhibitor protease di Amerika Serikat

14
adalah kurang daripada satu peratus. Α1-antitripsin merupakan inhibitor

protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi neutrophil

elatase diparu.

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi penyebab PPOK menurut Price et al, (2003) dan Stanley et

al., 2007). Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru.

Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding

dada sehingga terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot pernafasan dan

menyebabkan sulit bernafas. Kandungan asap rokok dapat merangsang terjadinya

peradangan kronik paru paru. Mediator peradangan dapat merusak struktur

penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya

alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi

karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif

setelah inspirasi. Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap

di dalam paru dan saluran udara kolaps (Grece et al, 2011).

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu jumlah

oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.

Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran darah ke paru-paru.

Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem

respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor risiko merokok dan polusi udara

menyebabkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada

dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan pada dinding bronkiolus

terminalis akan terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis yang mengalami

15
obstruksi pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat

inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi sehingga terjadi

penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang menyebabkan adanya

keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal

ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan

fase ekspirasi (Price et al, 2003).

2.1.5 Derajat PPOK

Tabel 2.1 Derajat PPOK Menurut GOLD (2010).

DERAJAT KLINIS FAAL PARU


Gejala klinis (batukm produksi, spuntum) Normal
Derajat I: Gejala batuk kronik dan produksi sputum VEP1 VEP /KVP < 70%
PPOK ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini 1 Derajat II : ≥80%
Ringan pasien sering tidak menyadari bahwa faal prediksi
paru mulai menurun
Derajat II: Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas VEP1 50% < VEP /KVP
PPOK dan kadang ditemukan gejala batuk dan < 70% 1 < 80% prediks
Sedang produksi sputum. Pada derajat ini biasanya
pasien mulai memeriksakan kesehatannya
Derajat III: Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1 30% < VEP /KVP
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan < 70% 1 Derajat IV : <
eksasernasi semakin sering dan berdampak 50% prediksi
pada kualitas hidup pasien
Derajat Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal VEP1 VEP /KVP < 70%
IV:POOK napas atau gagal jantung kanan dan 1 < 30% prediksi atau
Sangat Berat ketergantungan oksigen. Pada derajat ini VEP1 < 50% prediksi
kualitas hidup pasien memburuk dan jika disertai gagal nafas kronik
eksaserbasi dapat mengancam jiwa

2.1.6 Manisfestasi Klinis

Penyakit paru obstrukstif kronik (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala

eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi

sebelumnnya dan bersifat akut. Eksaserbasi aku ini dapat ditandai dengan gejala

yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk prodiktif dengan

perubahan volume atau purulesi spuntum atau dapat juga memberikan gejala yang

16
tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK

eksaserbasi akut ini dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala

sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,

peningkatan volume dan purulensi spuntum, batuk yang sering, dan nafas yang

dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,

peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien (Riyanto & Hisyam,

2006).

Serta menurut Mansjoer (2008) dan GOLD (2010) manifestasi klinis pada

PPOK yaitu malfungsi kronis pada sistem pernafasa yang manisfestasi awal

ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul dipagi

hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas

akut, frekuensi nafas yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi

lebih lama dari pada inspirasi.

2.1.7 Komplikasi PPOK

Komplikasi menurut PDPI (2016), yang dapat terjadi pada PPOK adalah

1. Gagal nafas

a. Gagal nafas kronik

Hasil analisis gas darah Po2< 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH

normal. Penatalaksanaan:

1) Jaga keseimbangan Po2 dan Pco2

2) Bronkodilator adekuat

3) Terapi oksigen yang ade kuat terutama waktu tidur

4) Antioksidan

17
b. Gagal nafas aku pada gagal nafas kronik

Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh:

1) Sesak nafas dengan atau tanfa sianosis

2) Spuntum bertambah dan pururlen

3) Demam

4) Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuknya koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi

berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah,

ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

3. Kor Pulmonal

Di tandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat

disertai gagal jantung kanan.

2.1.8 Penatalaksanaan PPOK

1. Penatalaksanaa Umum

a. Tujuan penatalaksaan

1) Mengurangi gejala

2) Mencegah eksaserbasi berulang

3) Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

4) Meningkatkan kualiti hidup penderita

18
b. Penatalaksanaan secara umum meliputi

1) Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka

panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan

edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang

ireversibel dan progesif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan

keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi

paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,

menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari

edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada

pasien PPOK meliputi :

a) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

b) Melaksanakan pengobatan yang maksimal

c) Mencapai aktifitas optimal

d) Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan

berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi

penderita sendiri mupun bagi keluarganya. Edukasi dapet diberikan

di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di

ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di kllinik

rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang

khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang diharapkan

dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, penyesuaian aktiviti

19
dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi

harus sesui dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,

lingkuan sosial, kultur dan kondisi ekonomi penderita. Secara

umum bahan edukasi yangn harus diberikan yaitu:

a) Penetahuaun dasar tentang PPOK

b) Obat-obatan, manfaat dan efek samping

c) Cara pencegahan perburukan penyakit

d) Menghindari pencetus (berhenti merokok)

e) Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat

dilaksanakan ditentukan skaa prioriti bahan edukasi sebagai

berikut:

a) Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu

diagnosis PPOK ditegakkan

b) Penggunaan obat-obatan

Macam obat dan sejenisnya, cara megunaannya yang benar

(oral, MDI, atau nebulizer), waktu pengunaan yang tepat (rutin

dengan selang waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis obat

yang tepat dan efek samping.

20
c) Penggunaan oksigen

Kapan oksigen digunakan, berapa dosisnya, mengetahui efek

samping kelebihan dosis oksigen.

d) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

e) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengeloalaannya. Tanda

ekasaserbasi antara lain batuk atau sesak bertambah, spuntum

bertambah, spuntum berubah warna.

f) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

g) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan

mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan

pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang

dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali

pertemuan. Edukasi merupakan hal penting pada setiap kali

pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan

jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan

penyakit kronik progresif yang ireversibel. Sedangkan pemberian

edukasi berdasarkan derajat penyakit:

a) Ringan

Penyebabkan dan pola penyakit PPOK yang ireversibel,

mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok, segera berobat bila timbul gejala.

21
b) Sedang

Menggunakan obat dengan tepat, mengenal dan mengatasi

eksaserbasi dini, program latihan fisik dan pernafasan.

c) Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi, penyesuaian

aktifiti dengan keterbatasan, penggunaan oksigen dirumah.

2) Obat-obatan

a) Bronkodilator

b) Antiinflamasi

c) Antioksida

d) Mukolitik

e) Antitusif

3) Terapi oksigen

Pada pasien PPOK terjadi hipoksemia progresif dan

berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.

Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahanakan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel

baik di otot maupun organ-organ lainnya.

4) Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi

dengan gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronik

atau pada pasien PPOK derajat verat dengan nafas kronik. Ventilasi

mekanik dapat digunakan dirumah sakit di ruang ICU atau di

22
rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara ventilasi

mekanik dengan intubasi dan ventilasi mekanik tanpa intubasi.

5) Nutrisi

Nutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambhanya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi

yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi

akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perunahan analisis gas darah.

6) Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi

latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderit PPOK, penderita

yang di masukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka

yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai simptom

pernafasan berat, beberapa masuk ruang gawat darurat dan kualiti

hidup yang menurun.

7) Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan

dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan

potensi jalan nafas (Davey, 2005).

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Peatalaksanaan pererawatan dari penyakit paru obstruktif adalah :

1) Mempertahankan patensi jalan nafas

2) Membantu tidakan untuk mempermudah pertukaran gas

23
3) Meningkatkan masukan nutrisi

4) Mencegah komplikasi, meperlambat memburuknya kondisi

5) Memberikan informasi tentang proses penyakit/ prognosis dan program

pengobatan (Doenges, 2000)

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah :

1) Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gelaja tidak hanya pada

fase akut, tetapi juga fase kronik.

2) Memperbaiki kemampuan penderiata dala melaksanakakn aktifitas

harian

3) Mengurangi laju progresivitas apabila penyakit dapat dideteksi lebih

awal

2.2 KONSEP SISTEM PERNAFASAN

2.2.1 Sistem Pernafasan

Fungsi sistem pernafasan adalah pertukaran gas. Oksigen dari udara yang

dihirup berdifusi dari alveolus paru ke darah dalam kapiler paru. Karbondioksida

yang dihasilkan selama metabolisme sel berdifusi dari darah kedalam alveolus dan

kemudian di keluarkan. Organ sistem pernafasan memfasilitasi pertukaran gas ini

dan melindungi tubuh dari benda asing seperti partikel dan patogen (Kozier,

2010).

2.2.2 Pengertian Pernafasan

Pernafasan adalah sebuah proses pertukaran gas antara individu dengan

lingkungan. Proses pernafasan melibatkan dua komponen:

24
1. Ventilasi paru atau pernafasan, perpindahan udara antara lingkunngan dan

alveolus.

2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveolus dan kapiler paru

(Kozier, 2010).

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengadung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini

disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2006).

Jadi diparu-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dari

udara masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis.

Seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernafasan)

dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian

masuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta lalu ke seluruh

tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran).

Sebagai ampas (sisanya) dari pertukaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan

melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan/ atrium dekstra)

lalu kebilik kanan (ventrikel dekstra) dan setelah itu keluar melalui arteri

pulmonalis ke jaringan paru-paru. Ahirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel

dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme,

sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus

urogenital dan kulit (Syaifuddin, 2006).

Setelah udara dari luar diproses, didalam hidung masih akan terjadi

perjalanan yang panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat

25
epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan

tidak masuk ke trakea, sedangkan waktu bernafas epiglotis terbuka begitu

seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita akan batuk, hal ini

untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring. Dan selain hal itu,

akan dibantu oleh bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu, kotoran

dan benda asing. Terdapatnya benda asing/ kotoran tersebut bisa dikelurkan

melalui hidung dan mulut. Dengan kejadian di atas udara yag masuk kedalam

alat-alat pernafasan benar-benar bersih (Syaifuddin, 2006).

Tetapi jika kita bernafas dengan mulut, udara yang masuk keddalam paru-

paru tidak dapat disaring, dilembabkan/dihangatkan, hal ini bisa mengakibatkan

gangguan terhadap tubuh. Dan sel-sel bersilia/ bulu-bulu getar dapat rusak apabila

adanya gas beracun dan dalam keadaan dehidrasi. Akan tetapi dalam keadaan

tertentu diharapkan kita bernafas melalui mulut, misalnya pada operasi hidung,

pengangkatan polib, karena setelah operasi pada kedua hidung di isi tampon

sehingga bernafas melalui mulut tidak akan merugikan (Syaifuddin, 2006).

2.2.3 Perubahan Pola Nafas

Pola nafas menunjukkan frekuensi, volume, irama dan kemudahan relative

atau upaya pernafasan. Respirasi normal (eupnea) bersifat tenang, berirama, dan

tanpa mengeluarkan usaha. Takipnea (frekuensi cepat) dijumpai pada saat

demamm, asidosis metabolik, nyeri, dan hiperkapnia atau hipoksemia. Bradipnea

adalah frekuensi pernafasan yang lambat secara abnormal, yang dapat dijumpai

pada klien yang menggunakan obat-obatan seperti morfin, yang mengalami

26
alkalosis metabolik, atau mengalami peningkatan tekanan intracranial (misalnya,

akibat cedera otak). Apnea adalah henti nafas (Kozier, 2010).

Hipervetilasi yang sering kali disebut hiperventilasi alveolar adalah suatu

peningkatan pergerakan udara masuk dan keluar dari paru. Selama hiperventilasi,

frekuensi dan kedalaman pernafasan meningkat, dan lebih banyak CO2 yang

dibuang dari pada yang dihasilkan. Sebuah tipe hiperventilasi tertentu yang

menyertai untuk mengonpensasi (mengeluarkan pernafasan kusmul) dengan

menghembuskan karbondioksida melalui nafas dalam dan pernafasan cepat.

Hiperventilasi juga dapat terjadi sebagai respon terhadap stress, seperti yang

dijelaskan sebelumnya (Kozier, 2010).

Hipoksia adaah suatu kondisi ketidakcukupan oksigen di tempat manapun

didalam tubuh, dari gas yang di isnpirasi ke jaringan. Hipoventilasi, yaitu

ketidakadekuatan ventilasi alveolar, dapat menyebabkan hipoksia. Hipoventilasi

dapat terjadi karena penyakit otot pernafasan, obat-obatan, atau anastesi. Dengan

hipoventilasi, karbondioksida sering kali menumpuk dalam darah, sebuah kondisi

yang dibuat hiperkarbia (hiperkapnia). Sianosis (tanda kebiruan pada kulit,

bantalan kuku, dan membran mukosa, akibat penurunan saturasi oksigen

hemoglobin) dapat juga terjadi (Kozier, 2010).

2.2.4 Keefektifan Pola Nafas

Keefektifan pola afas pada manusia dapat di lihat dari sistem pernafasan

yang normal, diperlukan beberapa faktor menurut Somari (2012), seperti berikut

ini:

27
1. Suplai oksigen yang ade kuat

Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenasi meliputi peningkatan

ventilasi alveolar, penyesuaian komposisi asam basa darah dan cairan

tubuh lain, peningkatan kapasitas pengangkutan oksigenasi, serta

peningkatan curah jantung. Hal-hal yang dapat menyebabkan suplai

oksigen terganggu adalah inhalasi udara yang mengandung oksigen pada

tekanan subnormal dan hal ini biasanya disebabkan oleh inhalasi asap,

keracunan karbon monoksida, serta dilusi udara yag dihirup dengan gas-

gas inert (nitrogen, helium, hydrogen atau gas anestesi seperti nitro

oksida).

2. Saluran udara yang utuh

Saluran udara yang utuh dari trakeobronkial sampai membran alveolar

menjadi faktor yang penting dalam pertukaran O2 dan CO2. Hal-hal yang

dapat menjadi hambatan dalam pertukaran gas tersebut karena adanya

obstruksi mekanik seperti tenggelam atau adanya benda asing yang

percabangan trakeobronkial.

3. Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang abnormal

Kelemahan fungsi dinding dada akan mempengaruhi pola pernafasan.

Peneyabab utama disrupsi kelemahan fungsi tersebut adalah trauma pada

dada, seperti fraktur iga atau luka pada dada.

4. Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unit

pernafasan terminal dalam jumlah yang cukup.

28
5. Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa oksigen pada sel-sel

tubuh.

6. Suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif

7. Berfungsinya pusat pernafasan.

2.3 KONSEP POSISI HIGH FOWLER

2.3.1 Definisi posisi high fowler

Posisi high fowler adalah dimana tempat tidur di posisikan dengan

ketinggian 60-90o bagian lutut tidak ditinggiakan. Posisi high fowler ini sangat

membantu bagi klien yang mengalami dyspnea karena menghilangkan tekanan

pada diafragma yang memungkinkan pertukaran volume yang lebih besar dari

udara (Barbara, 2009).

2.3.2 Tujuan dan Mekanisme Posisi high fowler

1. Memberikan rasa nyaman

2. Membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan kardiovaskular

3. Untuk melakukan aktifitas tertentu

2.3.3 Prosedur

1. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.

2. Mencuci tangan.

3. Memakai sarung tangan.

4. Menaikkan pasien, jika pasien kooperatif:

a. Perawat berdiri disebelah kanan pasien.

b. Mengajukan pasien untuk menekuk kedua lutut.

29
c. Tangan kanan perawat dibawah ketiak dan tangan kiri dibelakang

punggung pasien dan pergelangan tangan kiri menyangga leher pasien.

d. Menganjurkan pasien untuk mendorong badannya kebelakang dan

menompang badan dengan kedua lengan.

5. Bila pasien tidak kooperatif / tidak dapat membantu:

a. 2 perawat berdiri di kedua sisi tempat tidur.

b. Masing-masing perawat merentangkan 1 tangan dibawah leher dan 1

tangan dibawah pangkal paha saling berpegangan.

c. Menganjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangan di atas perut

d. Salah 1 perawat memberikan aba-aba dan bersama-sama mengangkat

psien ke atas.

6. Menyusun bantal atau tempat tidur yang bisa di naik turunkan dengan

sudut 90o

7. Memberikan posisi yang enak, letakkan bantal untuk menompang lengan

kanan kiri.

8. Pasang selimut pasien

9. Mencuci tangan

10. Catat tindakan yang telah dilakukan

2.4 KONSEP POSISI SEMI FOWLER

2.4.1 Pengertian Posisi semi fowler

Posisi semi fowler adalah sebuah posisi setengah duduk atau duduk dimana

bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan menjadi 45o dan posisi ini

dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan kenyamanan dan memfaslitasi

30
fungsi pernafasan pasien (Musrifatul & Aziz, 2008). Posisi semi fowler atau

posisi setengah duduk adalah posisi tempat tidur yang meninggikan batang tubuh

dan kepala dinaikkan 15-45o. Apabila klien berada dalam posisi ini, gravitasi

menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi dada dan ventilasi paru

yang lebih besar (Kozier, 2010).

Dan menurut Supadi (2008) bahwa posisi semi fowler membuat oksigen

didalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas.

Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya

cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga 02 delivery menjadi

optimal. Sesak nafas akan berkurang dan ahirnya perbaikan kondisi klien lebih

cepat.

2.4.2 Tujuan Posisi semi fowler

1. Memberikan rasa nyaman


2. Membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan kardiovaskular
3. Untuk melakukan aktifitas tertentu
2.4.3 Prosedur

1. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.

2. Mencuci tangan.

3. Memakai sarung tangan.

4. Menaikkan pasien, jika pasien kooperatif:

a. Perawat berdiri disebelah kanan pasien.

b. Mengajukan pasien untuk menekuk kedua lutut.

c. Tangan kanan perawat dibawah ketiak dan tangan kiri dibelakang

punggung pasien dan pergelangan tangan kiri menyangga leher pasien.

31
d. Menganjurkan pasien untuk mendorong badannya kebelakang dan

menompang badan dengan kedua lengan.

5. Bila pasien tidak kooperatif / tidak dapat membantu:

a. 2 perawat berdiri di kedua sisi tempat tidur.

b. Masing-masing perawat merentangkan 1 tangan dibawah leher dan 1

tangan dibawah pangkal paha saling berpegangan.

c. Menganjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangan di atas perut

d. Salah 1 perawat memberikan aba-aba dan bersama-sama mengangkat

pasien ke atas.

6. Menyusun bantal atau tempat tidur yang bisa di naik turunkan dengan

sudut 45o

7. Memberikan posisi yang enak, letakkan bantal untuk menompang lengan

kanan kiri.

8. Pasang selimut pasien

9. Mencuci tangan

10. Catat tindakan yang telah dilakukan

2.5 KONSEP PURSED LIPS BREATHING

2.5.1 Pengertian pursed lips breathing

Pursed lips breathing (PLB) adalah terapi yang digunakan untuk pasien

dengan penyakit ISPA. Hal ini sering digunaan dalam rehabilitasi paru termasuk

pasien paru obstruktif kronik (PPOK) untuk menringankan dyspnea. Pursed lips

breathing adalah bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma,

sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembag

32
penuh (Parsudi, dkk.,2002). Pursed lips breathing adalah latihan pernafasan

dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara

bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalansi lebih

perpanjang. Terapi rehabilitasi paru-paru dengan pursed lips breathing ini adalah

cara sangat mudah dilakukan, tanpa memerlukan alat bantun apapun, dan juga

tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-obattan (Smeltzer & Bare, 2013).

pursed lips breathing adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua

mekanisme yaitu inspirasi secara kuat dan dalam serta ekspirasi aktif dan panjang.

Proses ekspirasi secara normal merupakan proses mengeluarkan nafas tanpa

menggunaan energi. Bernafas pursed lips breathing melibatkan proses ekspirasi

secara paksa (khasanah, 2015). Ekspirasi secara paksa tentunya akan meningkatan

kekuatan kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomenpun

meningkat melebihi pada saat ekspirasi pasif.

Tekanan intra abdomen yang meningkatkan lebih kuat lagi tentunya akan

meningkatkan pula pergerakan diafragma ke atas membuat rongga torak semakin

mengecil ini menyebabkan tekanan intraalveolus semakin meningkat sehingga

melebihi tekanan udara atmosfir. Kondisi tersebut akan menyebabkan udara

mengalir keluar dari paru ke atmosfir. Ekspirasi yang dipaksa pada bernafas

pursed lips breathing juga akakn menyebakan obstruksi jalan nafas dihilangkan

sehingga resistensi pernafasan menurun. Penurunan resistensi pernafasan akan

memperlancar udara yang dihembuskan dan atau dihirup. Bernafas pursed lips

breathing selain ekspirasi dipaksa juga diperpanjang.

33
2.5.2 Tujuan pursed lips breathing

Pursed lips breathing ini adalah untuk membantu klien memperbaiki

transport oksigen, meginduksi pola nafas lambat dan dalam, membantu pasien

untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi

untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jaan nafas selama

ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer dan Bare, 2013).

Upaya memperpanjang ekspirasi akan mencegah udara dihembuskan secara

spontan yang dapat berakibat paru kolap atau runtuh dengan demikian bernafas

pursed lips breathing membantu mengeluarkan udara yang terperangkap pada

psien PPOK sehingga CO2 di paru dapat dikeluarkan (Khasanah 2015).

Pengeluaran CO2 dari paru memberikan peluang pada O2 untuk mengisi

ruang alveolus lebih banyak lagi. Apalagi pada bernafas Pursed lips breathing

juga ada mekanisme inspirasi yang kuat dan dalam, maka mekanisme ini akan

membantu asupan O2 ke alveolus. Tingginya tekanan O2 di alveolus dibandingkan

dengan tekanan O2 dikapiler paru dan rendahnya tekanan CO2 di alveolus

dibandingkan dengan tingginya tekanan CO2 di kapiler paru menyebabkan

meningkatkan gradien tekanan gas-gas tersebut di antara kedua sisi. Perbedaan

gradien tekanan O2 yang tinggi meningkatkan pertukaran gas, yaitu difusi O2 dari

alveolus ke kapiler paru. Perbedaan tekanan CO2 yang tinggi juga meningkatkan

pertukaran gas, yaitu difusi CO2 dari kapiler paru ke alveokus untuk selanjutnya

dikeluarkan ke atmosfir (Khasanah, 2015).

34
2.5.3 Prosedur

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien

3. Atur posisi nyaman dengan high fowler dan semi fowler

4. Fleksikan lutut pasien untuk merileksasikan otot abdominal

5. Letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tempat dibawah tulang iga

6. Anjurkan pasien untuk mulai dengan cara menarik nafas dalam melalui

hidung dengan bibir tertutup

7. Kemudian anjurkan klien untuk menahan nafas sekitar 1-2 detik dan

disusul dengan menghembuskan nafas melaui bibir dengan bentuk mulut

seperti orang meniup

8. Lakukan 4-5 kali latihan

9. Catat respon yang terjadi setiap kali melakukan latihan nafas dalam

10. Cuci tangan

2.6 KONSEP SATURSI OKSIGEN

2.6.1 Pengertian Oksigen

Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi, merupakan

gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk proses pembakaran dan

oksidasi. Oksigen merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah

bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada

Temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen,

yaitu senyawa gas diatomic. (Sudarmoko & Susanto, 2010).

35
2.6.2 Pengertian Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan

oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam

kedokteran, oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk

mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah.

Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin

terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari

arteri ke jaringan tubuh (Hidayat, 2007). Pemantauan saturasi O2 yang sering

adalah dengan menggunakan oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah

satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano & Higgins, 2005).

Oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah

dan satu cahaya inframerah) pada satu sisi probe, kedua diode ini

mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati pembuluh darah,

biasanya pada ujung jari atau daun telingan, menuju fotodetektor pada sisi lain

dari probe (Welch, 2005).

2.6.3 Tujuan

1. Menilai data dasar saturasi oksigen yang merupakan bagian pengkajian

oksigenasi.

2. Deteksi dini terhadap perubahan saturasi yang sering berubah terutama

pada keadaan kritis.

3. Mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas oksigenasi pasien seperti

suction, reposisi, merunah konsentrasi O2.

36
2.6.4 Prosedur

1. Persiapan alat : pulse oximeter beserta sensornya

2. Cara kerja:

a. Cuci tangan

b. Lokasi tempat sensor dibersihkan dari darah/ kotoran lain.

c. Pilih sensor yang tepat sesuai lokasi tempat sensor

d. Sambungkan oximeter dengan menekan tombol power on/ off

e. Set alarm secara tepat da cek fungsi lainnya.

f. Untuk mematikan tekan kembali tombol power on/ off

g. Sambungkan sensor lempeng/ klim pada tangan/ kaki/ telingan

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Lokasi tempat penempatan sensor.

a. Sensor klip ditempatkan pada jari telunjuk tangan atau telinga.

b. Sensor lempeng di tempatkan pada jari-jari, ibu jari kali, hidung.

37
2.7 KERANGKA TEORI

Faktor presdiposisi
1. Merokok
2. Hiperesponsif saluran pernafasan
3. Infeksi saluran pernafasan
4. Pemaparan akibat pekerjaan
5. Polusi
6. Faktor genetik

Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(bronkritis kronik, asma, emfisiema)

Patofisiologi
1. Berkurangnya elastisitas jaringan paru dan
dinding dada
2. Terjadi penurunan kekuatan kontraksi
pernafasan

Manisfestasi klinis
1. Sesak nafas
2. Batuk produktif
3. Malaise
4. Kelelahan
5. Gangguan tidur
6. Peningkatan volume dan purulensi
spuntum
7. Nafas yang dangkal dan cepat
8. Penggunaan otot bantu pernafasan dan
ekspansi lebih lama dari pada inspirasi

Penatalaksanaan

Farmakologi Non-farmakologi
1. Obat-obatan 1. Edukasi
(Bronkodilator, 2. Nutrisi
Antiinflamasi, 3. Rehabilitasi
4. Terapi posisi
Antibiotik,
Mukolitik, Antitusif
2. Terapi oksigen
3. Ventilasi mekanik

Gambar 2.2 Kerangka teori PPOK

38
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abtrak dari suatu realitas agar dapat di

komunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam,

2015).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(bronkitis kronik, asma emfisiema)

Pemberian posisi high


fowler(90o) dan semi
fowler(45o) dengan kombinasi
pursed lips breathing
Peningkatan saturasi oksigen

Keterangan :

: Diteliti : Berpengaruh

: Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian efektifitas posisi high fowler (90o) dan
semi fower (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing.

39
Gambar 3.1 Menjelaskan mekanisme efektifitas pemberian posisi high

fowler (90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing yang

sebagai variabel indepedent terhadap peningkatan saturasi oksigen yang sebagai

variabel dependent pada pasien penyakit paru obstruktif kronik.

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan

penelitian. Hipotesis disusu sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis

akan bias memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis, dan

interprestasi data (Nursalam, 2016).

H1 : Ada perbedaan efektifitas posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o)

dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi

oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik.

40
BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Cara peneliti meliputi desain penelitian,

kerangka kerja, populasi, sampel, teknik sampling, identifikasi variabel, definisi

operasional, teknik pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, etika

penelitian, dan keterbatasan penelitian (Arikunto, 2010).

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian

yang di harapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun penelitian pada

seluruh proses penelitian (Nursalam, 2011).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis

penelitian Quasy eksperimental. Desain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah non Equavalent Control Group Design, dimana pada penelitian ini

membandingkan hasil intervensi posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o)

dengan kombinasi pursed lips breathing. Pada kelompok eksperimen yang

sampelnya di observasi terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan kemudian

setelah diberikan perlakuan sampel tersebut di observasi kembali dengan

kelompok kontrol yang sampelnya diobservasi sebelum dan sesudah dengan

diberikan perlakuan.

41
Tabel 4.1 Desain penelitian Quasy eksperimental non Equavalent Control Group
Design

Subyek Pra Perlakuan Pasca-tes


P 01 Posisi high fowler (90o) dengan 02
kombinasi pursed lips breathing
K 01 Posisi semi fowler (45o) dengan 02
kombinasi pursed lips breathing

Keterangan :

P : Perlakuan

K : Kontrol

01 : Pengukuran awal sebelum dilakukan perlakuan (pre test)

X : Perlakuan (posisi high fowler dan semi fowler dengan kombinasi

pursed lips breathing

02 : Pengukuran kedua setelah dilakukan perlakuan (post test)

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi penelitian ini adalah pasien PPOK. Jumlah

populasi berdasarkan rata-rata perbulan berjumlah 40 di RSUD Caruban.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya

(Notoatmodjo, 2012). Besar sampel pada penelitian ini di tentukan dengan kriteria

inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2016). Untuk menetukan besar sampel dalam

penelitian ini menggunakan rumus Federer ditentukan berdasarkan total kelompok

42
(t) yang digunakan dalam penelitiian sehingga t = 2 kelompok makan besar

sampel yang digunakan:

(𝑡 − 1)(𝑛 − 1) ≥ 15

(2 − 1)(𝑛 − 1) ≥ 15

1(𝑛 − 1) ≥ 15

(−1) ≥ 15/1

𝑛−1≥5

𝑛 ≥ 16

Keterangan :

n : jumlah pengulangan

t : jumlah pengelompokan

Sehingga dengan menggunkan rumus diatas maka besar sampel kami

menggunakan sebanyak 32 responden yang kami bagi untuk masing- masing

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah n = 16 responden.

Untuk menghindari Drop out dalam penelitian, maka perlu penambahan

jumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dengan rumus berikut :
𝑛
n′ =
(1 − 𝑓)

16
=
(1 − 0,1)

16
=
0,9

= 17,7

= 18

43
Keterangan :

n’ : ukuran sampel pengganti droup out

n : ukuran sampel asli

1-f : perkiraan proposi Droub Out, yang diperkirakan 10%(f= 0,1)

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel ahir yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah 18 responden.

Kriteria Sampel

1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2016).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah.

a. pasien PPOK dengan usia 35 keatas

b. pasien dengan kesadaran composmentis

c. pasien yang memiliki saturasi oksigen dibawah 95

d. pasien yang terpasang oksigen dengan nasal kanul

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

tidak memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2016).

a. Pasien PPOK yang rawat jalan

b. Pasien yang memiliki saturasi oksigen di bawah 80

c. Pasien dengan kondisi tidak sadar

44
4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan satu proses seleksi sampel yang digunakan

dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga sebuah sampel akan mewakili

keseluruhan yang ada. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling, pengambilan sampel secara purposive didasarkan

pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri berdasarkan ciri atau sifat-

sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka

konsep ini dikembangkan atau diacukan kepada tujuan penelitian yang telah

dirumuskan serta didasari oleh kerangka teori yang telah disajikan dalam tinjauan

pustaka sebelumnya. Oleh karena itu kerangka konsep terdiri dari variabel-

variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain (Notoatmodjo,

2012).

45
Populasi
semua Pasien yang mengalami PPOK di RSUD Caruban berjumlah 40 pasien yang memenuhi
kriteria

Sampel
sebagian pasien yang mengalami PPOK sejumlah 36 pasien

Sampling
purposive sampling

Desain Penelitian
Quasy Eksperiment Non Equavalent Control Groub Desaign

Pegumpulan Data
lembar obvervasi

Variabel Independent
Variabel Dependent
posisi high fowler (90o)dan semi fowler
nilai saturasi oksigen
(45)dengan kombinasi pursed lips
breathing

Pengelolaan Data
editing, coding, entry data , tabulating

Analisis Data
uji uji Wilcoxon dan mann- whitney U test.

Hasil dan Kesimpulan

Laporan

Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian Efektifitas Posisi High fowler (90o) dan
Semi fowler (45o) dengan kombinasi Pursed lips breathing terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen pada pasien PPOK di RSUD Caruban.

46
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Identitas Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pegertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini terdapat2 variabel

yaitu :

1. Variabel independent (Bebas)

Variabel independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain (Nursalam, 2016). Variabel independent dalam penelitian ini adalah

posisi high fowler(90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed

lips breathing.

2. Variabel Dependent (Terikat)

Variabel Dependent adalah variabel yang diminta dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau efektifitas dari variabel bebas

(Nursalam, 2016). Variabel Dependent dalam penelitian ini adalah nilai

saturasi oksigen.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan penelitian

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek

atau fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,

komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2016).

47
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel
Alat Skala
Variabel Definisi Operasinal Parameter Skor
Ukur Data
Independent 1. posisi high Persiapan, SOP - -
Posisi high fowler(90o) adalah proses
fowler (90o) posisi duduk dengan pemberian
dan semi fowler ketinggian 60-900, terapi posisi
o
(45 ) dengan bertujuan untuk high fowler
kombinasi menghilangkan (90o) dan semi
pursed lips tekanan pada fowler (45o)
breathing diafragma untuk dengan
meningkatkan kombinasi
pertukaran volume pursed lips
2. posisi semi fowler braething
adalah sebuah posisi
setengah duduk
dimana bagian kepala
tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikan
menjadi 15-45.
bertujuan
memfasilitasi pasien
yang sedang
kesulitan bernafas
3. pursed lips breathing
adalah latihan
perafasan dengan
menghirup udara
melalui hidung dan
mengeluarkan udara
dengan cara bibir
lebih dirapatkan atau
di monyongkan
dengan waktu
ekshalansi lebih
panjang. tujuannya
untuk memperbaiki
transpost oksigen,
menginduksi pola
nafas lambat dan
dalam, mencegah
kolaps dan melatih
otot-otot ekspirasi
Dependen Presentasi hemoglobin Dengan adanya Lembar Rasio -
saturasi oksigen yang berikatan dengan pemeriksaan: observasi
oksigen dalam arteri, Pemerikasaan dengan
saturasi oksigen normal saturasi oksigen menggun
adalah antara 95-100% sampai batas akan
yang di uji dengan normal 95- pulse
oxymetri. 100% oxymetri

48
4.6 Istrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Arikunto,

2010). Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi untuk menilai saturasi

oksigen setelah tindakan intervensi posisi high fowler (90o) dan semi fowler (45o)

dengan kombinasi pursed lips breathing dengan menggunakan alat oxymetri.

4.7 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Caruban dan dilakukan pada

bulan Desember 2017- Juni 2018.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

1. Mengurus surat ijin penelitian dengan membawa surat ijin dari Stikes

Bhakti Husada Mulia Madiun.

2. Mengurus surat ijin kepada BANKESBANGPOL

3. Mengurus surat ijin ke RSUD Caruban

4. Memilih data responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk dipilih

menjadi sampel

5. Memberi penjelasan kepada responden tentang tujuan, manfaat, dan

prosedur penelitian posisi high fowler(90o) dan semi fowler(45o) dengan

kombinasi pursed lips breathing

6. Mendatangi pasien dengan memperkenalkan diri dan juga memberikan

informed consent sebagai bentuk persetujuan, setelah itu memberikan

penjelasan dengan adanya pemberian posisi high fowler(90o) dan semi

49
fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing, setelah itu

menjelaskan prosedur lalu mengobservasi pasien dan diberikan intervensi

dan evaluasi frekuensi pernafasan.

7. Membagi responden menjadi dua kelompok, kelompok satu sebagai

intervensi diberikan perlakuan high fowler (90o) dengan kombinasi pursed

lips breathing dan kelompok dua sebagai kontrol diberikan perlakuan semi

fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing.

8. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan pretest saturasi

oksigen, kemudian dilakukan intervensi posisi high fowler (90) dengan

kombinasi pursed lips breathing dan satu kelompok kontrol juga diberikan

intervensi posisi semi fowler (45) dengan kombinasi pursed lips

breathing. Tindakan plb dilakukan 5 kali dengan istirahat 1 menit dan di

ulang sampai 3 kali. Baru dilakukan post untuk mengetahui saturasi

oksigen..

9. Peneliti memberikan reinforcement positif pada semua responden atau

keterlibatannya dalam penelitian. Dan selanjutnya peneliti melakukan

pengelohana data

4.9 Teknik pengelolaan data dan Analisa Data

4.9.1 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu diproses dan

dianalisa secara sistematis supaya bisa terdeteksi. Data tersebut ditabulasi dan

dikempokan sesuai dengan variabel yang diteliti (Nursalam, 2016). Langkah-

langkah pengolahan data :

50
1. Editing

Kegiatan yang bertujuan untuk melihat kembali apakah isian pada

lembar pengumpulan data sudah cukup baik sebagai upaya menjaga

kualias data agar dapat diprotes lebih lanjut. Pada saat melakukan

penelitian, apakah ada soal yang belum diisi oleh responden maka

responden diminta untuk mengisi kembali.

2. Coding

Mengubah data yang berbentuk kalimat menjadi bentuk angka. Pada

penelitian ini diberikan kode antara lain :

a. Umur

35- 45

46- 55

56- 75

76 >

b. Jenis kelamin

Laki-laki :1

Perempuan :2

c. Pendidikan

Tidak sekolah :1

SD :2

SMP :3

SMA/SMK :4

Diploma/Sarjana :5

51
d. Pekerjaan

Tidak bekerja :1

Pedagang :2

Petani :3

Pegawai negeri :4

Swasta :5

TNI/POLRI :6

e. Rutinitas minum obat

Rutin minum obat :1

Tidak rutin minum obat :2

3. Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atu data komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi.

4. Tabulating

Pembuatan tabel Jawaban dimasukan ke tabel, langkah ahir dari

penelitian ini adalah melakukan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan

ke komputer dan dianalisis secara statistik.

4.10 Analisa Data

Tahap analisa data merupakan bagian penting untuk mencapai tujuan

penelitian, dimana tujuan pokok penelitian yaitu dengan menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian yang mengungkap suatu fenomena. Data mentah yang

didapat tidak dapat menggambarkan informasi yang diinginkan untuk menjawab

52
masalah penelitian tersebut (Nursalam, 2015). Teknik analisa data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik menggunakan program

spss 16,0. Peneliti menggunakan analisis inferensial untuk mengetahui efektifitas

posisi high fowler dan semi fowler dengan kombinasi pursed lips breathing

terhadap peningkatan saturasi oksigen.

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap masing-masing variabel yang

diteliti. Tujuan dari analisa univariat adalah menjelaskan karakteristik

setiap variabel peneliti (Notoatmodjo, 2012). Data yang berbentuk

distribusi frekuensi yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.

2. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian ini menggunakan analisis bivariat kelompok yang mendapat

perlakuan. Untuk mengetahui perbandingan kelompok perlakuan posisi

high fowler (90o) dan semi-fowler (45o) dengan kombinasi pured lips

breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen dengan paired t-test dan

independent t-test. Perhitungan uji statistik menggunakan perhitungan

dengan sistem komputerisasi SPSS.

Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi yaitu :

a. Jumlah sampel sedikit (<50)

b. Skala data bersifat numerik :Rasio atau Interval

c. Data berdistribusi normal dengan uji normalitas shapiro wilk.

53
d. Data harus Homogen.

Uji homogenitas menggunakan metode levene’s. Dimana didapatkan

hasil nilai yang didapatkan > 0,05 maka data dikatakan homogen.

Hasil analisa disimpulkan sebagai berikut:

1. Menolak H0 (menerima H1) bila diperoleh nilai p < 0,05.

2. Menerima H0 (menolak H1) bila diperoleh nilai p > 0,05.

Apabila ketentuan paired t-test dan independent t-test di atas tidak

memenuhi syarat, maka harus diganti dengan uji Wilcoxon dan mann-

whitney U test.

4.11 Etika Penelitian

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi

isu sentral yang berkembangan saat ini. Penelitian ilmu keperawatan, karena

hampir 99% subjek yang digunakan adalah manusia, maka peneliti harus

memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Apabila hal ini tidak dilaksanakan,

maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonom) manusia yang kebutuhan sebagai

klien. Peneliti yang sekaligus juga perawat, sering memperkuat subjek penelitian

seperti memperlakukan kliennya, sehingga subjek hars menurut semua ajuran

yang diberikan. Padalah pada kenyataan hal ini sangan bertentangan dengan

prinsip-prinsip etika penelitian (Nursalam, 2016) :

1. Informend consent

Lembar persetujuan diberikan kepada setiap calon responden yang diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi. Bila calon responden menolak, maka

54
peneliti tidak dapat memeriksa dan tetap menghormati hak-hak yang

bersangkutan.

2. Anonymity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar persetujuan tersebut diberikan kode tertentu.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

55
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menyajikan hasil dan pembahasan penelitian tentang

efektifitas posisi high fowler(90°) dengan kombinasi pursed lips breathing dan

posisi semi fowler(45°) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap

peningkatan saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif di RSUD

Caruban Kab.Madiun. Penelitian ini dilaksanakan pada 23 April 2018 sampai 04

Juni 2018 dengan jumlah responden sebanyak 32 orang dengan pasien menderita

Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dimana 16 responden menjadi kelompok

perlakuan dan 16 responden menjadi kelompon kontrol. Dimana untuk

penentuannya diambil sesuai dengan posisi awal pasien yang telah ditetapkan oleh

pihak tenaga Medis.

Pada perlakuan ini peneliti mengkaji pasien sesuai dengan posisi awal

yang telah diberikan oleh pihak tenaga Medis. Peneliti memberikan informconsent

kepada pasien maupun keluarga pasien, kemudian peneliti melakukakan pretest

saturasi oksigen menggunakan alat Puls Oksimentri pada jempol tangan kiri.

Setelah hasilnya terdeteksi dan hasil di bawah 95% maka peneliti memberikan

posisi high fowler (90) atau semi fowler (45). Peneliti memberikan posisi high

fowler (90o), jika posisi awal responden 50-90o dan memberikan posisi semi

fowler (45o), jika posisi awal responden 15-45o. Dari masing-masing tindakan di

kombinasikan dengan Pursed lips breathing yang di lakukan 5 kali kemudian

istirahat 1 menit dan di ulangi sebanyak 3 kali.

56
Data hasil penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: data umum dan

khusus. Data umum akan menyajikan mengenai karakteristik responden

berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Sedangkan data

khususnya menyajikan peningkatan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah

diberikan tindakan posisi high fowler (90°) dan semi fowler (45°) dengan

kombinasi pursed lips breathing.

5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian

RSUD Caruban, Kab.Madiun merupakan satu dari sekian RS milik

PEMKAB Madiun yang berupa RSU, dinaungi oleh Pemda Kabupaten dan

Tergolong kedalam Rumah Sakit Tipe C yang merupakan institusi pemberian jasa

layanan kesehatan pada masyarakat bersifat sosial ekonomi yang mengutamakan

keuntungan, dan memberikan pelayanan bagi seluruh lapisan masyarakat

termasuk masyarakat yang tidak mampu sesuai dengan kaidah-kaidah peraturan

yang telah ditetapkan. Sarana layanan kesehatan ditunjukan baik pada masyarakat

sehat maupun yang sakit secara umum atau masyarakat dengan gangguan paru

dan sistem pernafasan secara khusus. Penelitian ini dilaksanakan di ruang khusus

penyakit dalam tidak menular di ruangan Cemara RSUD Caruban, dengan

kapasitas 13 tempat tidur, diantaranya kamar kelas 3 dengan jumlah tempat tidur

10, kelas 2 dengan jumlah 2 tempat tidur dan satu tempat tidur untuk ruang

isolasi. Di ruang Cemara sendiri terdapat alat yang lengkap untuk merawat pasien

dengan penyakit dalam di antaranya Suction, EKG, Nebulizer, Puls Oksimetri dan

lain-lain. Akan tetapi untuk tempat tidur banyak yang tidak mendukung sehingga

57
dalam menaikkan posisi pasien dilakukan manual. Rumah sakit ini juga

menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Data Umum

Data umum akan menyajikan mengenai karakteristik responden

berdasarkan umur, karakteristik berdasarkan jenis kelamin, karakteristik

responden berdasarkan pendidikan, karakteristik berdasarkan pekerjaan.

1. Karakteristik responden berdasarkan umur.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur


di RSUD Caruban Kab. Madiun pada tanggal 23 April 2018 - 04
Juni 2018.
Usia Mean Modus SD Min-Max Sum
(Tahun) 60.1250 66.00 8.46 48.00-75.00 1924.00
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.1 Berdasarkan Karakteristik Responden dari Usia Pasien

Penyakit Paru Obstruktif di Ruang Cemara RSUD Caruban Kab.Madiun

23 April 2018 sampai 04 Juni 2018, memiliki rata-rata berdasarkan usia

yaitu sebagian besar berumur 60 tahun dengan standart deviasi 8.46.

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis


kelamin RSUD Caruban Kab. Madiun pada tanggal 23 April
2018- 04 Juni 2018.
No Jenis Kelamin jumlah Presentasi (%)
1 Laki-laki 24 75.0
2 Perempuan 8 25.0
Jumlah 32 100.0
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.2 Hasil pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkakan jenis

Kelamin pada Pasien Penyakit Paru Ostruktif Kronik di Ruang Cemara

58
RSUD Caruban Kab.Madiun 23 April 2018 sampai 04 Juni 2018, dan

dapat diketahui sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 24

(75%) dan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan sebanyak 8

responden (25%).

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


pendidikan RSUD Caruban Kab. Madiun pada tanggal 23 April
2018- 04 Juni 2018.
No Pendidikan Jumlah Presentasi (%)
1 SD 3 9.4
2 SLTP 7 21.9
3 SLTA 18 56.2
4 Perguruan Tinggi 4 12.5
Jumlah 32 100.0
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.3 Hasil pengukuran Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Pendidikan pada pasien Penyakit Paru Ostruktif Kronik di Ruang Cemara

RSUD Caruban Kab. Madiun 23 April 2018 sampai 04 Juni 2018, dan

dapat diketahui sebagian besar berpendidikan SLTA sebanyak 18 (56.5%)

dan sebagian kecil berpendidikan SD sebanyak (9.4%).

4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


pekerjaan RSUD Caruban Kab. Madiun pada tanggal 23 April
2018- 04 Juni 2018.
No Pekerjaan Jumlah Presentasi (%)
1 Tidak Kerja 3 9.4
2 Pedagang 3 9.4
3 Petani 10 31.2
4 Pegawai Negeri 5 15.6
5 Swasta 10 31.2
6 TNI/ PORLI 1 3.1
Jumlah 32 100.0
(Sumber : Data Primer, 2018)

59
Tabel 5.4 Hasil Perguruan Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan

pada pasien Penyakit Paru Ostruktif Kronik di Ruang Cemara RSUD

Caruban Kab.Madiun 23 April 2018 sampai 04 Juni 2018, dan dapat

diketahui sebagai besar berperkerjaan sebagai besar pekerjaan sebagai

petani dan swasta sebanyak 10 (31,2%) dan sebagian kecil berperkerjaan

sebagai PORLI sebanyak 1 responden (3.1%).

5.2.2 Data Khusus

Data khusus menyajian data hasil pretest dan posttest posisi high fowler

(90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi Pursed lips breathing terhadap

peningkatan saturasi oksigen pada kelompok kontrol, data hasil pretest dan

posttest posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi Pursed

lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada kelompok eksperimen

dan hasil statistik Mann-Whitney U test merupakan sebagian dari statistik non-

parametrik.

1. Nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum
dan sesudah dilakukan posisi high fowler (90) dengan kombinasi pursed
lips breathing

a. Tabel 5.5 Hasil nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru
obstruktif.
Std.
N Mean Minimum Maximum
Deviation
Pretest_High_Fowler 16 91.93 2.32 87 94
Postest_High_Fowler 16 99.87 0.34 99 100
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.5 terjadi peningkatan nilai rata-rata sebelum tidakan dan

setelah tidakan yaitu dari 91.93 menjadi 99.06, dengan standart deviasi

sebelum tindakan 2.32 dan setelah tindakan standart devisiasi menjadi

60
0.34, dan terdapat nilai minimum dan maksimum sebelum tidakan yaitu

87-94 dan terjadi peningkatan setelah tindakan yaitu menjadi 99-100.

b. Tabel 5.6 Hasil perubahan nilai saturasi oksigen

n
Menurun 0
Postest_High_Fowler -
Meningkat 16
retest_High_Fowler
Sama 0
(Sumber : Data Primer, 2018)

Berdasarkan tabel 5.6 hasil perubahan nilai saturasi oksigen pretest-

pottest high fowler (90°) tidak ada penurunan dan sebaliknya terjadi

peningkatan 100%, sedangkan untuk nilai yang sama tidak ada.

2. Nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum
dan sesudah dilakukan posisi semi fowler (45) dengan kombinasi pursed
lips breathing

a. Tabel 5.7 Hasil nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru
obstruktif.
Std.
N Mean Minimum Maximum
Deviation
Pretest_Semi_Fowler 16 91.06 2.01 88 94
Postest_Semi_Fowler 16 97.68 1.53 95 100
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.7 terjadi peningkatan nilai rata-rata sebelum tindakan dan

setelah tindakan yaitu dari 91.06 menjadi 97.68, dengan standart deviasi

sebelum tindakan 2.01 dan setelah tindakan standart deviasi menjadi 1.53,

dan nilai minimum maksimum sebelum tindakan yaitu 88-95 dan terjadi

peningkatan setelah tindakan yaitu 95-100.

61
b. Tabel 5.8 Hasil perubahan nilai saturasi oksigen
n
Menurun 0
Postest_Semi_Fowler -
Meningkat 16
Pretest_Semi_Fowler
Sama 0
(Sumber : Data Primer, 2018)

Berdasarkan tabel 5.8 hasil perubahan nilai saturasi oksigen pretest-

pottest semi fowler (45°) tidak ada penurunan dan sebaliknya terjadi

peningkatan 100%, sedangkan untuk nilai yang sama tidak ada.

3. Pengaruh posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi
pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen

Tabel 5.9 Hasil uji pengaruh nilai saturasi oksigen posisi high fowler (90)
dan semi fowler (45) dengan kombinasi pursed lips breathing.
Std. Nilai
N Mean Minimum Maximum
Deviation ρ
Pretest_High_Fowler 16 91.93 2.32 87 94
Postest_High_Fowler 16 99.87 0.34 99 100 0.000
Std.
N Mean Minimum Maximum Nilai
Deviation
Pretest_Semi_Fowler 16 91.06 2.01 88 94
Postest_Semi_Fowler 16 97.68 1.53 95 100 0.000
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.9 dapat diketahui hasil nilai rata-rata pada pretest high fowler

(90o) yaitu 91.93, postest high fowler (90o) adalah 99.87 sedangkan pada

semi fowler (45o) pretest adalah 91.06 dan untuk posttest 97.68 , untuk

standart deviasi pada high fowler (90) pretest yaitu 2.32 dan posttest 0.34

sedangkan untuk semi fowler (45o) pretest 2.01 dan posttest 1.53, untuk

nilai minimal maksimum pada high fowler (90) pretest 87-94 dan posttest

99-100 dan untuk semi fowler (45) pretest 88-95 dan posttest 99-100.

Sebelum dilakukan uji Independen T-Test peneliti melakukan uji

Normalitas dan Homogenity Of Variance untuk mengetahui apakah data

62
berdistribusi normal dan Homogen. Di karena uji tidak normal dan

homogen, Oleh sebab itu maka peneliti menggunakan uji lain yaitu uji

mann-whitney U test .

Hasil uji mann-whitney U test, dengan menggunakan derajat

kemaknan α =0,05. Setelah dilakukan uji statistik dengan bantuan program

spss diperoleh nilai ρ value =0,00 dengan jumlah responden 32 orang

sehingga ρ value<α (0.00 <0.05) artinya H0 ditolak dan H1 diterima, maka

dapat diartikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara posisi high

fowler(90°) dan semi fowler(45°) terhadap nilai saturasi oksigen terhadap

penyakit paru obstruktif kronik.

4. Efektifitas posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan
kombinasi pursed lips breathing

Tabel 5.10 Hasil perbandingan keefektifitassan posisi high fowler (90)


dan semi fowler (45) dengan kombinasi pursed lips breathing.
Kelompok N Mean Hasil
high fowler 16 16.84 269.50
Selisih
semi fowler 16 16.16 258.50
(Sumber : Data Primer, 2018)

Tabel 5.10 diketahui hasil perbandingan antara posisi high fowler

(90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi pursed lips breathing.

Didapatkan hasil nilai selisih rata-rata pada posisi high fowler (90)

adalah 16.84 dengan hasil 269.50 dan pada semi fowler (45) adalah

16.16 dengan hasil 258.50 . Ini menjunjukkan bahwa hasil high fowler

(90) lebih efektif dibandingkan dengan posisi semi fowler (45).

63
5.3 Pembahasan

5.3.1 Nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik
sebelum dan sesudah dilakukan posisi high fowler (90) dengan
kombinasi pursed lips breathing

Berdasarkan hasil penelitiain terhadap 16 responden di ruang Cemara

RSUD Caruban Kab. Madiun, pada Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata

nilai saturasi oksigen sebelum pemberian posisi high fowler (90) dengan

kombinasi pursed lips breathing (mean) 91.93, dengan standart deviasi 2.32, dan

nilai mininum maksimum 87-94. Sedangkan sesudah diberikan posisi high fowler

(90) dengan kombinasi pursed lips breathing didapatkan rata-rata menjadi

(mean) 99.06, kemudian standart deviasi 0.34, dan nilai minimum maksimum 99-

100.

Menurut asumsi peneliti setelah diberikan tindakan Dapat dijelaskan

bahwa pada posisi high fowler (90°) dengan kombinasi pursed lips breathing yang

diberikan pada 16 respoden mengalami peningkatan 100% dan tidak memiliki

nilai peningkatan yang sama. Setelah diberikan posisi high fowler (90°) dengan

kombinasi pursed lips breathing menaikkan nilai saturasi oksigen pada pasien

penyakit paru obstruktif kronik, posisi ini mengurangi sesak karena

menghilangkan tekananan pada diafragma yang dapat mempermudah pertukaran

volume udara yang lebih besar dan memperbaiki transport oksigen dengan

mengontrol pernafasan sehingga pengeluaran CO2 dari paru memberikan peluang

pada O2 untuk mengisi ruang alveolus lebih banyak (Khasanah, 2015).

Selanjutnya sesuai dengan data karakteristik jenis kelamin, responden

yang paling banyak mengalami penyakit paru obatruktif adalah laki-laki, ini

64
berarti bahwa laki-laki lebih beresiko untuk terkena PPOK (Reilly et al, 2008).

Responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 dari 32 responden dan

perempuan 8 dari total 32 responden. Sejalan dengan penelitian Nieniek R. (2017)

dengan judul lama sakit berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK) menunjukkan data dari Riskesdas (2013) di Amerika

Serikat bahwa prevalensi PPOK pada laki-laki sebesar 11,8% dan untuk

perempuan 8,5%. Dan untuk hasil penelitiannya sendiri dari 60 responden

terdapat 48 orang berjenis kelamin laki-laki dan 12 orang berjenis kelamin

perempuan.

5.3.2 Nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik
sebelum dan sesudah dilakukan posisi semi fowler (45) dengan
kombinasi pursed lips breathing

Berdasarkan hasil penelitiain terhadap 16 responden di ruang Cemara

RSUD Caruban Kab. Madiun, pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa rata-rata

nilai saturasi oksigen sebelum pemberian posisi semi fowler (45) dengan

kombinasi pursed lips breathing (mean) 91.06, dengan standart 2.01, dan nilai

minimum maksimum 88-95. Sedangkan sesudah diberikan posisi semi fowler

(45) dengan kombinasi pursed lips breathing didapatkan rata-rata menjadi

(mean) 97.68, standart deviasi 1.53, dan nilai minimum maksimum 95-100.

Menurut asumsi peneliti setelah diberikan tindakan dapat dijelaskan bahwa

pada posisi semi fowler (45°) dengan kombinasi pursed lips breathing yang

diberikan pada 16 respoden juga mengalami peningkatan 100% dan juga tidak

memiliki nilai peningkatan yang sama. Posisi semi fowler (45°) dapat

mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan (Musrufatul

65
dan Aziz, 2008). Dimana posisi ini dapat membuat gravitasi menarik diafragm ke

bawah dan memungkinkan ekspansi dada dan ventilasi paru yang lebih besar

(Kozier, 2010). Perpindahan oksigen dari alveolus ke dalam pembuluh darah dan

berlaku sebaliknya untuk karbondioksida, difusi dapat terjadi dari daerah yang

bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada

difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, darah, sirkulasi dan posisi. Posisi

tubuh juga mempengaruhi volume dan kapasitas paru, biasanya menurun bila

berbaring dan meningkat bila berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh

dua faktor yaitu kecenderungan isi abdomen menekan ke atas melawan diafragma

pada posisi berbaring dan peningktan volume darah paru pada posisi berbaring,

yang berhubungan dengan pengecilan ruang yang tersedia untuk udara dalam paru

( Guyton, 2007). Pada posisi semi fowler (45°) diafragma masih menekan ke atas,

sehingga pada posisi ini belum sepenuhnya dapat memaksimalkan untuk ruang

volume udara dalam paru-paru.

Sedangkan Data karakteristik umur, didapatkan rata-rata umur 60 tahun.

fungsi paru seseorang mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun, setelah itu

fungsinya perlahan-lahan akan menurun. Seorang dengan PPOK, penurunan

fungsi paru akan lebih cepat. Apalagi bila sering terjadi infeksi saluran napas

atas/bawah dan tidak segera diobati sampai sembuh. Karena bekerja lokal, obat

nebu jauh lebih aman dan bisa diberikan berkali-kali dalam sehari.

Hasil dari penelitian Nieniek R. (2017) dengan judul lama sakit

berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit paru obstruktif kronis

(PPOK) di dapatkan seluruh responden yang diteliti berusia dewasa ahir dengan

66
total responden 60 orang. Dan pada Berita Kedokteran Masyarakat (BKM

Journal of Community Medical and Publik Health) yang berjudul faktor-faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit paru obstruktif kronis

mengatakan sebagian besar pasien penyakit paru obstruktif kronis berusia 61-70

tahun. Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian di Korea Selatan dan Belanda

dimana proporsi tertinggi paien penyakit paru obstruktif kronis pada usia tersebut.

5.3.3 Pengaruh posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan
kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi
oksigen

Berdasarkan hasil uji statistik pada Tabel 5.9 dapat diketahui hasil uji

mann-whitney U test, dengan menggunakan derajat kemaknan α=0,05. Setelah

dilakukan uji statistik dengan bantuaun program spss diperoleh nilai ρ value =0,00

dengan jumlah responden 32 orang sehingga ρ value <α (0.00 <0.05) artinya H0

ditolak dan H1 diterima, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang

signifikan antara posisi high fowler(90°) dan semi fowler(45°) terhadap nilai

saturasi oksigen terhadap penyakit paru obstruktif kronik.

Tindakan posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) merupakan

intervensi yang dapat mengurangi sesak nafas sehingga meningkatkan saturasi

oksigen di dalam darah (Barbara, 2009). Upaya memperpanjang ekspirasi akan

mencegah udara dihembuskan secara spontan yang dapat berakibat paru kolaps

atau runtuh, dengan demikian dengan bernafas pursed lips breathing membantu

mengeluarkan udara yang terperangkap pada pasien PPOK sehingga CO2 di paru

dapat dikeluarkan sehingga meningkatkan nilai saturasi oksigen. Saturasi oksigen

adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri.

67
Oksigen merupakan unsur kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan

mudah dengan unsur lain terutama menjadi oksida.

Pengeluaran CO2 dari paru memberikan peluang O2 untuk mengisi ruang

alveolus lebih banyak lagi. Apalagi pada bernafas pursed lips breathing juga ada

mekanisme inspirasi yang kuat dan dalam, maka mekanisme ini akan membantu

meningkatkan asupan O2 ke alveolus.

5.3.4 Efektifitas posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan
kombinasi pursed lips breathing

Hasil menunjukkan perubahan nilai saturasi oksigen setelah dilakukan

posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi pursed lips

breathing pada Tabel 5.10 diketahui hasil perbandingan antara posisi high fowler

(90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi pursed lips breathing. Didapatkan

hasil nilai selisih mean pada posisi high fowler (90) adalah 16.84 dan pada semi

fowler (45) adalah 16.16. Ini menunjukkan bahwa hasil high fowler (90) lebih

efektif dibandingkan dengan posisi semi fowler (45). Perbedaan rerata perubahan

nilai saturasi oksigen adalah sebesar 0.68.

Dapat diartikan bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian posisi

high fowler (90) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan

saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obatruktif. Untuk memperoleh ataupun

mendapatkan O2 agar dapar digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2

yang dihasilkan juga oleh sel (Sherwood). Sedangkan untuk mendisribusikan

udara kedalam paru melalui trakea, bronkus, dan bronkiolus. Hal yang terpenting

dari seluruh bagan pernafasan adalah menjaga agar saluran tetap terbuka agar

68
udara dapat masuk dan keluar alveoli dengan mudah (Guyton dan Hall, 2008).

Sehingga pemberian posisi high fowler (90) dengan kombinasi pursed lips

breathing dapat diberikan untu pasien penyakit paru obstruktif sebagai salah satu

terapi untuk membantu keefektifan nilai saturasi oksigen.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengakui adanya banyak

kelemahan dan kekurangan sehingga memungkinkan hasil yang ada belum

optimal atau bisa dikatakan sempurna. Banyak sekali kekurangan tersebut antara

lain:

1. Salah satu alat Standart Operasional Prosedur dalam penelitian ini yaitu

menggunakan bantal untuk menjadikan posisi menjadi 90° ataupun 45°.

Bantal di anggap tidak konsisten dalam melakukan tindakan ini karena

tekstur bantal yang tidak tetap.

2. Pasien yang kurang kooperatif.

69
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta diuraikan pada

pembahasan yang terpapar di bab sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan

kesimpulan sebagai beerikut:

1. Nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum

dan sesudah dilakukan posisi high fowler (90) dengan kombinasi pursed

lips breathing pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di RSUD

caruban terjadi peningkatan dengan rata-rata pretest 91.93 dan posttest

99.87.

2. Nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum

dan sesudah dilakukan posisi semi fowler (45) dengan kombinasi pursed

lips breathing pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di RSUD

caruban terjadi peningkatan dengan rata-rata pretest 91.06 dan posttest

97.68.

3. Ada pengaruh posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan

kombinasi pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen

pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di RSUD.

4. Efektifitas posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan

kombinasi pursed lips breathing breathing terhadap peningkatan saturasi

oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di RSUD caruban

70
untuk posisi high fowler (90) adalah 16.84 dan pada semi fowler (45)

adalah 16.16. Ini menjunjukkan bahwa hasil high fowler (90) lebih efektif

dibandingkan dengan posisi semi fowler (45). Perbedaan rerata perubahan

nilai saturasi oksigen adalah sebesar 0.68.

6.2 Saran

1. Bagi RSUD Caruban

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka penggunaan

posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi puersed

lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen dapat dilanjutkan atau

diterapkan pada pasien penyakit paru obstruktif paru. Tetapi lebih

disarankan yang posisi high fowler (90o) dengan kombinasi pursed lips

breathing.

2. Bagi Institusi STIKES Bhakti Huasada Mulia Madiun

Diharapkan skripsi ini dapat dijadikan referensi dan digunakan bagi

mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya, sehingga

mahasiswa akan mampu mengetahui mengenai pembelajaran pemberian

posisi high fowler (90) dan semi fowler (45) dengan kombinasi pursed

lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen.

71
3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini masih banyak kekurangan dalam pemberian intervensi

diantaranya masalah penambahan pengukuran high fowler (90) dan semi

fowler (45) dengan kombinasi puersed lips breathing karena ada beberapa

tempat tidur yang tidak mendukung.

72
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Aziz dan Uliyah. 2008. Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik: Aplikasi
Dasar-dasar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Barbara. 2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. United States of


America.

Davey, Patrick. 2005. At Aglance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Dinas Kesehatan. 2017. Laporan Universal. Kabupaten Madiun.

Doengoes, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Gold. 2010. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, Global
Strategi for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronoc
Obstructive Pulmonary Disease.

. 2016. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, Global


Strategi for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronoc
Obstructive Pulmonary Disease.

Grace, et.all. 2011. Ata Glace Lima Bedah. Edisi 3. Yogyakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama.

Hidayat, A.A 2007.Metode Penelitian Kebidanan: Teknik Analisa Data. Jakarta:


Salemba Medika.

Ignatavious & work man. 2006. Medical Surgical Nurshing Critical Thingking for
Collaborative Care. Vol.2. Elsevler Sauders: Ohia.

Kamangar, N. 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Kasanah, S. 2013. Efektifitas Posisi Condong kedepan dan Pursed lips breathing
(PLB) terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru
Osbtruktif Kronik. Jurnal. Stikes Harapan Bangsa Purworejo.

Kozier. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 2; Edisi 7. Jakarta:


EGC.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.

73
Notoatmojo, S. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2011. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

, 2013. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Oemiti. 2013. Lama Sakit Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3130
Di akses pada: 20 desember 2017, jam 10.00 WIB.

Parsudi, dkk. 2002. Standart Operatioanal Prosedur Pursed lips breathing.


https://www.scribd.com/document/322005934/SOP-PLB. Diakses pada: 11
Januari 2018, pukul 11.00 WIB.

PDPI. 2016. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Para
Indonesia.

Price, S. A, et.all. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. jakarta:


EGC.

. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:


EGC.

Reilly, J.J., Jr., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., (2008). Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. In: Fauci et al., ed. Harisson’s Principles of Internal
Medicine. 17 thEd. Vol. 2, Part 10, Chapter 254: 1635-1643
file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/tinjauan%20pustaka%201%2
0ppok.pdf

Riskesdas. 2013. Lama Sakit Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal. Studi Keperawatan Bogor
Poltekkes Kemenkes Bandung.
Di akses pada: 19 Desember 2017, jam 08.00 WIB.

Riyanto, B. S., Hisyam B. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam: Obstruksi Saluran
Pernapasan Akut,. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, P.984-5

RS. GANDARIA. 2015. Standar Operasional Prosedur Saturasi Oksigen.


https://www.scribd.com/document/324655126/SOP-monitor-saturasi-
oksigen. Diakses pada: 12 Januari 2018, pukul 12.00 WIB.

74
RSUD Caruban. 2018. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Smeltzer S.C., Bare G. B. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume
1; Edisi 8. Jakarta: EGC.

Somantri I. 2012. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Stanley, M. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Fisiologi Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Tabrani. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans info Media.

Tim Pengajar PRODI S1 Keperawatan STIKES BHAKTI HUSADA MULIA


MADIUN. 2015. Buku Kompetensi Keterampilan Klinik Kebutuhan Dasar
Manusia Program Studi S1 Keperawatan STIKES BHAKTI HUSADA
MULIA MADIUN. www.bhaktihusadamulia.ac.id.

WHO. 2016. Cronic Obstructive Pulmonary Disease.


http://www.who.int/topics/chronic-obstructive-pulmonary-disease/en/2016.
Diakses pada: 13 Desember 2017, pukul 17.00 WIB

75
Lampiran 1 Surat Ijin Pencarian Data Awal

76
77
78
79
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

80
Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian

81
Lampiran 4 Lembar Penjelasan Penelitian

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN EFEKTIFITAS POSISI HIGH


FOWLER (90o) DAN SEMI FOWLER(45o) DENGAN KOMBINASI
PURSED LIPS BREATHING TERHADAP PENINGKATAN
SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK
DI RSUD CARUBAN

Oleh
EKA FITRI ANDANI

Penulis adalah mahasiswa sarjana keperawatan STIKES Bhakti Husada


Mulia Madiun, peneliti an ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan sarjana keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Tujuan penulisan ini untuk mempelajari pemberian posisi high fowler


(90 ) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap
o

peningkatan saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di


RSUD Caruban, partisipasi saudara dalam penuliisan ini akan membawakan
dampak positif dalam upaya mencari keterkaitan pemberian posisi high fowler
(90o) dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing terhadap
peningkatan saturasi oksigen. Peneliti mengharap informasi yang ada berikan
nanti sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dan tanpa dipengaruhi oleh
orang lain. Peneliti menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara.
Informasi yang saudara berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu
pendidikan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasinya anda dalam penulisan ini bersifat bebas, anda bebas untuk
ikut atau tidak tanpa adanya sanksi apapun. Jika anda bersedia menjadi responden
penelitian ini, silahkan anda menandatangani kolom yang tersedia.

Madiun, Juni 2018


Peneliti

EKA FITRI ANDANI


201402071

82
Lembar 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Inform Consent)

Bersedia/ Tidak Bersedia

Dengan Hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun :
Nama : EKA FITRI ANDANI
NIM : 201402071
Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang” efektifitas posisi high
(90 ) fowler dan semi fowler (45o) dengan kombinasi pursed lips breathing
o

terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif


kronik di RSUD Caruban”
Adapun informasi Bapak/Ibu berikan akan dijamin kerahasiaannya dan
saya bertanggung jawab apabila informasi yang diberikan merugikan Bapak/Ibu.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila Bapak/Ibu setuju ikut serta dalam
penelitian ini dimohon untuk menandatangani kolom yang disediakan.
Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.

Madiun, Juni 2018


Peneliti, Responden,

EKA FITRI ANDANI ( )


NIM. 201402071

83
Lampiran 6 Lembar Standart Operasional Prosedur

(SOP)
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

STANDART
OPERASIONAL POSISI HIGH FOWLER (90o)
PROSEDUR
PENGERTIAN Posisi duduk dengan ketinggian 60-900

TUJUAN 1. Memberikan rasa nyaman


2. Membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan
dan kardiovaskular
3. Untuk melakukan aktifitas tertentu
TEMPAT Di RSUD Caruban
PROSEDUR Persiapan alat:
PELAKSANAAN 1. Tempat tidur
2. Bantal 2-4
Persiapan pasien :
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yangakan
dilakukan
Pelaksanaan :
1. Mencuci tangan
2. Memakai sarung tangan
3. Menaikkan pasien, jika pasien kooperatif:
a. Perawat berdiri disebelah kanan pasien.
b. Mengajukan pasien untuk menekuk kedua lutut.
c. Tangan kanan perawat dibawah ketiak dan
tangan kiri dibelakang punggung pasien dan
pergelangan tangan kiri menyangga leher pasien.
d. Menganjurkan pasien untuk mendorong
badannya kebelakang dan menompang badan
dengan kedua lengan.
4. Bila pasien tidak kooperatif / tidak dapat
membantu:
a. 2 perawat berdiri di kedua sisi tempat tidur.
b. Masing-masing perawat merentangkan 1 tangan
dibawah leher dan 1 tangan dibawah pangkal
paha saling berpegangan.
c. Menganjurkan pasien untuk meletakkan kedua
tangan di atas perut
d. Salah 1 perawat memberikan aba-aba dan
bersama-sama mengangkat pasien ke atas.

84
5. Menyusun bantal atau tempat tidur yang bisa di
naik turunkan dengan sudut awal 60o dan dirubah
menjadi sudut 90o
6. Memberikan posisi yang enak, letakkan bantal
untuk menompang lengan kanan kiri.
7. Pasang selimut pasien
8. Mencuci tangan
9. Catat tindakan yang telah dilakukan

85
Lampiran 7 Lembar Standart Operasional Prosedur

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

(SOP)

STANDART
OPERASIONAL POSISI SEMI FOWLER (45o)
PROSEDUR
PENGERTIAN Posisi duduk dengan ketinggian 15-45

TUJUAN 1. Memberikan rasa nyaman


2. Membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan
dan kardiovaskular
3. Untuk melakukan aktifitas tertentu
TEMPAT Di RSUD Caruban
PROSEDUR Persiapan alat:
PELAKSANAAN 1. Tempat tidur
2. Bantal 2-4
Persiapan pasien :
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yangakan
dilakukan
Pelaksanaan :
1. Mencuci tangan
2. Memakai sarung tangan
3. Menaikkan pasien, jika pasien kooperatif:
a. Perawat berdiri disebelah kanan pasien.
b. Mengajukan pasien untuk menekuk kedua lutut.
c. Tangan kanan perawat dibawah ketiak dan
tangan kiri dibelakang punggung pasien dan
pergelangan tangan kiri menyangga leher
pasien.
d. Menganjurkan pasien untuk mendorong
badannya kebelakang dan menompang badan
dengan kedua lengan.
4. Bila pasien tidak kooperatif / tidak dapat
membantu:
a. 2 perawat berdiri di kedua sisi tempat tidur.
b. Masing-masing perawat merentangkan 1 tangan
dibawah leher dan 1 tangan dibawah pangkal
paha saling berpegangan.
c. Menganjurkan pasien untuk meletakkan kedua
tangan di atas perut
d. Salah 1 perawat memberikan aba-aba dan
bersama-sama mengangkat psien ke atas.

86
5. Menyusun bantal atau tempat tidur yang bisa di
naik turunkan dengan sudut awal 15o dan dirubah
menjadi sudut 45o
6. Memberikan posisi yang enak, letakkan bantal
untuk menompang lengan kanan kiri.
7. Pasang selimut pasien
8. Mencuci tangan
9. Catat tindakan yang telah dilakukan

87
Lampiran 8 Lembar Standart Operasional Prosedur

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

(SOP)

STANDART
OPERASIONAL PURSED LIPS BREATHING
PROSEDUR
PENGERTIAN pursed lips breathing (PLB) adalah terapi yang digunakan
untuk rehabilitasi paru termasuk pasien paru obstruktif
kronik (PPOK) untuk meringankan dyspnea. Pursed lips
breathing adalah bernafas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan
abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh
(Parsudi, dkk.,2002).
TUJUAN 1. Meningkatkan efisiensi ventilasi
2. Menurunkan RR
3. Sebagai teknik bernafas dalam rehabilitasi paru
TEMPAT RSUD CARUBAN
PROSEDUR 1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3. Atur posisi nyaman dengan high fowler (90o)dan semi
fowler(45o)
4. Fleksikan lutut pasien untuk merileksasikan otot
abdominal
5. Letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tempat
dibawah tulang iga
6. Anjurkan pasien untuk mulai dengan cara menarik
nafas dalam melalui hidung dengan bibir tertutup
7. Kemudian anjurkan klien untuk menahan nafas sekitar
1-2 detik dan disusul dengan menghembuskan nafas
melaui bibir dengan bentuk mulut seperti orang
meniup
8. Lakukan 5 kali latihan kemudian istirahat dalam 1
menit, dan di ulang selama 3 kali.
9. Catat respon yang terjadi setiap kali melakukan
latihan nafas dalam
10. Cuci tangan

88
Lampiran 9 Lembar Standart Operasional Prosedur

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


(SOP)
STANDART
OPERASIONAL SATURASI OKSIGEN
PROSEDUR
PENGERTIAN Presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen
dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95-
100%
TUJUAN 1. Menilai data dasar saturasi oksigen yang merupakan
bagian pengkajian oksigenasi.
2. Deteksi dini terhadap perubahan saturasi yang sering
berubah terutama pada keadaan kritis.
3. Mngevaluasi respon pasien terhadap aktivitas
oksigenasi pasien seperti suction, reposisi, merunah
konsentrasi O2.
TEMPAT RSUD CARUBAN
PROSEDUR Persiapan alat : pulse oximeter beserta sensornya
Cara kerja:
a. Cuci tangan
b. Lokasi tempat sensor dibersihkan dari darah/ kotoran
lain.
c. Sambungkan oximeter dengan menekan tombol
power on/ off
d. Set alarm secara tepat da cek fungsi lainnya
e. Pilih sensor yang tepat sesuai lokasi tempat sensor
yaitu jempol tangan kiri.
f. Sambungkan sensor lempeng/ klim pada tangan/
kaki/ telingan (peneliti menggunakan jempol tangn
kiri).
g. Untuk mematikan tekan kembali tombol power on/
off.

89
Lampiran 10 Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI
NILAI SATURSI OKSIGEN

A. Identitas Responden
1. Identitas Responden
a. No Responden :
b. Nama Responden :
c. Jenis Kelamin : (L / P)
d. Umur :
e. Pendidikan :
o Tidak sekolah
o DS
o SLTP
o SLTA sederajat
o Perguruan
f. Pekerjaan :
o Tidak bekerja
o Pedagang
o Petani
o Pegawai negeri
o Swasta
o TNI/POLRI
B. Nilai Saturasi Oksigen
1. Nilai saturasi oksigen sebelum dan setelah melakukan terapi pemberian
posisi high fowler 90o dan semi fowler 45o dengan kombinasi pursed lips
breathing

INTERVENSI SEBELUM SESUDAH


Posisi high fowler (90o) dengan kombinasi
pursed lips breathing
Posisi semi fowler (45o) dengan kombinasi
pursed lips breathing

Taggal pelaksanaan :
Hasil pemeriksaan :

90
Lampiran 11 Hasil Observasi

HIGH FOWLER (90°)

Nilai Saturasi Oksigen


No Nama (Inisial)
Sebelum Sesudah
1 Tn.T 91 99
2 Tn.I 94 100
3 Tn.S 88 100
4 Tn.S 94 100
5 Ny. S 94 100
6 Tn.T 94 100
7 Ny.T 93 100
8 Tn.S 91 100
9 Tn.K 87 100
10 Tn.Y 94 100
11 Ny.P 90 99
12 Tn.F 94 100
13 Ny.I 91 100
14 Tn.W 90 100
15 Ny.M 94 100
16 Tn.P 91 100

SEMI FOWLER (45°)

Nilai Saturasi Oksigen


No Nama (Inisial)
Sebelum Sesudah
1 Ny.N 89 99
2 Tn.T 88 97
3 Tn.M 90 99
4 Tn.M 89 98
5 Ny. S 89 98
6 Tn.B 89 95
7 Tn.E 89 98
8 Ny.L 94 99
9 Tn.U 89 99
10 Tn.B 90 95
11 Ny.S 93 100
12 Tn.A 92 96
13 Ny.E 89 96
14 Tn.D 89 97
15 Ny.M 94 98
16 Tn.I 88 99

91
Lampiran 12 Data Tabulasi

DATA TABULASI RESPONDEN SEBELUM DAN SESUDAH POISI HIGH FOWLER (90°)

No Tanggal Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Nilai sebelum Nilai sesudah
1 23-Apr-18 Tn.T 48 L SMA Pegawai Negeri 91 99
2 24-Apr-18 Tn.I 53 L SMA Swata 94 100
3 24-Apr-18 Tn.S 63 L SMA Petani 88 100
4 25-Apr-18 Tn.S 66 L SMA Petani 94 100
5 26-Apr-18 Ny. S 72 P SMP Petani 94 100
6 28-Apr-18 Tn.T 62 L SMA Swata 94 100
7 30-Apr-18 Ny.T 69 P SMA Pedagang 93 100
8 01-Mei-18 Tn.S 67 L SMP Petani 91 100
9 05-Mei-18 Tn.K 66 L SMA Pedagang 87 100
10 06-Mei-18 Tn.Y 73 L SD Tidak Bekerja 94 100
11 09-Mei-18 Ny.P 69 P SMA Swata 90 99
12 09-Mei-18 Tn.F 51 L Perguruan Pegawai Negeri 94 100
13 11-Mei-18 Ny.I 49 P Perguruan Pegawai Negeri 91 100
14 13-Mei-18 Tn.W 52 L SMA Swata 90 100
15 13-Mei-18 Ny.M 61 P SMA Swata 94 100
16 16-Mei-18 Tn.P 73 L SMP Tidak Bekerja 91 100

92
DATA TABULASI RESPONDEN SEBELUM DAN SESUDAH POSISI SEMI FOWLER (45°)

No Tanggal Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Nilai sebelum Nilai sesudah
1 25-Apr-18 Ny.N 53 P SMP Petani 89 99
2 25-Apr-18 Tn.T 63 P SMA Swasta 88 97
3 28-Apr-18 Tn.M 50 L Perguruan Pegawai Negeri 90 99
4 02-Mei-18 Tn.M 49 L SMA Porli 89 98
5 04-Mei-18 Ny. S 59 L SMA Petani 89 98
6 06-Mei-18 Tn.B 75 L SD Tidak Bekerja 89 95
7 11-Mei-18 Tn.E 48 L SMA Swasta 89 98
8 16-Mei-18 Ny.L 54 P SD Petani 94 99
9 17-Mei-18 Tn.U 52 L SMA Swasta 89 99
10 19-Mei-18 Tn.B 66 L SMP Petani 90 95
11 23-Mei-18 Ny.S 55 L SMP Petani 93 100
12 23-Mei-18 Tn.A 58 L Perguruan Pegawai Negeri 92 96
13 26-Mei-18 Ny.E 55 L SMA Swasta 89 96
14 28-Mei-18 Tn.D 60 L SMA Pedagang 89 97
15 30-Mei-18 Ny.M 61 L SMA Swasta 94 98
16 04-Jun-18 Tn.I 72 L SMP Petani 88 99

93
Lampiran 13 Data Frekuensi

Data Frekuensi

Statistics
Umur
N Valid 32
Missing 0
Mean 60.1250
Median 60.5000
Mode 66.00
Std. Deviation 8.46530
Minimum 48.00
Maximum 75.00
Sum 1924.00

Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid L 24 72.7 75.0 75.0
P 8 24.2 25.0 100.0
Total 32 97.0 100.0
Missing System 1 3.0
Total 33 100.0

pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 3 9.1 9.4 9.4
SLTP 7 21.2 21.9 31.2
SLTA 18 54.5 56.2 87.5
Perguruan 4 12.1 12.5 100.0
Total 32 97.0 100.0
Missing System 1 3.0
Total 33 100.0

94
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 3 9.1 9.4 9.4
Pedagang 3 9.1 9.4 18.8
Petani 10 30.3 31.2 50.0
Pegawai Negeri 5 15.2 15.6 65.6
Swasta 10 30.3 31.2 96.9
TNI/Porli 1 3.0 3.1 100.0
Total 32 97.0 100.0
Missing System 1 3.0
Total 33 100.0

95
Lampiran 14

UJI NORMALITAS
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pretest_High_Fowler 16 50.0% 16 50.0% 32 100.0%

Postest_High_Fowler 16 50.0% 16 50.0% 32 100.0%

Pretest_Semi_Fowler 16 50.0% 16 50.0% 32 100.0%

Postest_Semi_Fowler 16 50.0% 16 50.0% 32 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Pretest_High_ Mean 91.9375 .58072


Fowler
95% Confidence Interval Lower Bound 90.6997
for Mean
Upper Bound 93.1753

5% Trimmed Mean 92.0972

Median 92.5000

Variance 5.396

Std. Deviation 2.32289

Minimum 87.00

Maximum 94.00

Range 7.00

Interquartile Range 3.75

Skewness -.826 .564

Kurtosis -.310 1.091

Postest_High_ Mean 99.0625 .41300


Fowler 95% Confidence Interval Lower Bound 98.1822
for Mean Upper Bound 99.9428

5% Trimmed Mean 99.2361

Median 1.0000E2

96
Variance 2.729

Std. Deviation 1.65202

Minimum 95.00

Maximum 100.00

Range 5.00

Interquartile Range 1.00

Skewness -2.141 .564

Kurtosis 3.671 1.091

Pretest_Semi_ Mean 90.0625 .50389


Fowler 95% Confidence Interval Lower Bound 88.9885
for Mean Upper Bound 91.1365

5% Trimmed Mean 89.9583

Median 89.0000

Variance 4.062

Std. Deviation 2.01556

Minimum 88.00

Maximum 94.00

Range 6.00

Interquartile Range 2.50

Skewness 1.187 .564

Kurtosis .008 1.091

Postest_Semi_ Mean 97.6875 .38426


Fowler 95% Confidence Interval Lower Bound 96.8685
for Mean Upper Bound 98.5065

5% Trimmed Mean 97.7083

Median 98.0000

Variance 2.362

Std. Deviation 1.53704

Minimum 95.00

Maximum 100.00

Range 5.00

Interquartile Range 2.75

97
Skewness -.531 .564

Kurtosis -.773 1.091

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pretest_High_Fowler .250 16 .008 .837 16 .009

Postest_High_Fowler .360 16 .000 .593 16 .000

Pretest_Semi_Fowler .326 16 .000 .768 16 .001

Postest_Semi_Fowler .206 16 .069 .908 16 .108

a. Lilliefors Significance Correction

98
Lampiran 15

UJI WILCOXON

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum


Pretest_High_Fowler 16 91.9375 2.32289 87.00 94.00
Postest_High_Fowler 16 99.8750 .34157 99.00 100.00

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


Postest_High_Fowler - Negative Ranks 0a .00 .00
Pretest_High_Fowler
Positive Ranks 16b 8.50 136.00
Ties 0c
Total 16
a. Postest_High_Fowler < Pretest_High_Fowler
b. Postest_High_Fowler > Pretest_High_Fowler
c. Postest_High_Fowler = Pretest_High_Fowler

Test Statisticsb
Postest_High_F
owler -
Pretest_High_Fo
wler
Z -3.552a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum


Pretest_Semi_Fowler 16 90.0625 2.01556 88.00 94.00
Postest_Semi_Fowler 16 97.6875 1.53704 95.00 100.00

99
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


Postest_Semi_Fowler - Negative Ranks 0a .00 .00
Pretest_Semi_Fowler
Positive Ranks 16b 8.50 136.00
Ties 0c
Total 16
a. Postest_Semi_Fowler < Pretest_Semi_Fowler
b. Postest_Semi_Fowler > Pretest_Semi_Fowler
c. Postest_Semi_Fowler = Pretest_Semi_Fowler

est Statisticsb
Postest_Semi_F
owler -
Pretest_Semi_F
owler
Z -3.530a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

100
Lampiran 16

Mann-Whitney Test

Ranks

kelompok N Mean Rank Sum of Ranks


selisih high fowler 16 16.84 269.50
semi fowler 16 16.16 258.50
Total 32

Test Statisticsb

selisih
Mann-Whitney U 122.500
Wilcoxon W 258.500
Z -.210
Asymp. Sig. (2-tailed) .833
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .838a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Kelompok

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

kelompok N Percent N Percent N Percent


selisih_high_fowler high fowler 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
selisih_semi_fowler high fowler 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Descriptivesa,b

kelompok Statistic Std. Error


selisih_high_fowler high fowler Mean 7.9375 .54367
95% Confidence Interval Lower Bound 6.7787
for Mean
Upper Bound 9.0963
5% Trimmed Mean 7.8194
Median 7.5000
Variance 4.729

101
Std. Deviation 2.17466
Minimum 6.00
Maximum 12.00
Range 6.00
Interquartile Range 3.75
Skewness .758 .564
Kurtosis -.666 1.091
selisih_semi_fowler high fowler Mean 7.5625 .59139
95% Confidence Interval Lower Bound 6.3020
for Mean
Upper Bound 8.8230
5% Trimmed Mean 7.6250
Median 8.5000
Variance 5.596
Std. Deviation 2.36555
Minimum 3.00
Maximum 11.00
Range 8.00
Interquartile Range 3.75
Skewness -.538 .564
Kurtosis -.787 1.091
a. There are no valid cases for selisih_high_fowler when kelompok = 2,000. Statistics cannot be
computed for this level.
b. There are no valid cases for selisih_semi_fowler when kelompok = 2,000. Statistics cannot be
computed for this level.

Tests of Normalityb,c

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.

selisih_high_fowler high fowler .251 16 .008 .829 16 .007

selisih_semi_fowler high fowler .228 16 .025 .929 16 .231

a. Lilliefors Significance Correction

b. There are no valid cases for selisih_high_fowler when kelompok = 2,000. Statistics cannot be
computed for this level.

c. There are no valid cases for selisih_semi_fowler when kelompok = 2,000. Statistics cannot be
computed for this level.

102
Lampiran 17
DOKUMENTASI

103
104
Lampiran 18
Jadwal Penyusunan Skripsi
No Nama kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1. Pengajuan judul
Penyusunan dan
2.
konsultasi proposal
3. Ujian proposal
4. Revisi proposal
5. Penelitian
Proses penyusunan
6.
skripsi
7. Bimbingan skripsi
8. Ujian skripsi

105
Lampiran 19 Lembar Konsultasi Bimbingan

106
107
108

Anda mungkin juga menyukai