JET LAG
BLOK SPECIAL TOPIC : TRAVEL MEDICINE
OLEH : SGD A2
I Made Bayu Puradipa (1302005201)
I Putu Ivan Cahya Himawan (1302005233)
Ni Luh Komang Sumi Arcani (1302005017)
Ni Komang Sri Padmiswari B (1302005083)
I Made Agus Sudantha (1302005108)
Putu Indri Widiani (1302005250)
Kadek Surya Atmaja (1302005191)
Widya Nandasari (1302005227)
Sekar Lintang Perwitasari (1302005030)
Maretta Rosabella Purnamasari (1302005010)
A.A. Davyn Anantha (1302005174)
Nyoman Pramudita (1302005218)
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
dapat selesai tepat waktu. Dalam penyusunan usulan penelitian ini penulis dibantu
Penulis menyadari bahwa student project ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga
dapat dihasilkan laporan yang lebih baik dikemudian hari. Akhir kata, semoga
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
BAB II ISI ...................................................................................................... 2
2.1 Definisi dan Epidemiologi ........................................................... 2
2.2 Etiopatogenesis ............................................................................ 2
2.3 Manifestasi Klinis ........................................................................ 3
2.4 Diagnosis ...................................................................................... 4
2.5 Diagnosis Banding ....................................................................... 5
2.6 Penatalaksanaan ........................................................................... 5
2.7 Pencegahan ................................................................................... 6
2.8 Komplikasi ................................................................................... 7
2.9 Prognosis ...................................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
1
ISI
2.2 Etiopatogenesis
Jet lag dapat terjadi ketika seseorang melintasi beberapa zona waktu
sehingga terjadi gangguan sinkronisasi ritme sirkadian. Dunia dibagi menjadi 24
zona waktu yang berbeda. Irama sirkadian tubuh manusia yang normal akan
terganggu jika melintasi zona waktu yang berbeda. Saat melintasi zona waktu,
irama sirkadian akan beradaptasi dengan lambat dan tetap mempertahankan jadwal
biologis yang normal untuk beberapa hari (Sack, 2010).
2
Sistem sirkadian mengatur terjadinya siklus bangun-tidur melalui
serangkaian jaringan osilasi. Suprachiasmatic nucleus (SCN) dari hipotalamus
mengandung jaringan osilasi utama yang diperlukan untuk mengkoordinasikan
ritme harian dan juga dapat melakukan sinkronisasi terhadap isyarat cahaya
lingkungan. Pada SCN terdapat reseptor melatonin. Melatonin merupakan hormon
yang disekresikan secara aktif oleh kelenjar pineal selama 10-12 jam pada keadaan
tidak adanya cahaya atau absence of light (Sack, 2009; Vosko dkk., 2010).
Fungsi melatonin secara umum adalah untuk memicu modulasi fisiologis
dan perilaku yang sesuai untuk keadaan nokturnal. Melatonin juga memiliki peran
dalam mengurangi suhu tubuh inti di malam hari (Sack, 2009). Melatonin diduga
memberi umpan balik kepada SCN dalam memodulasi irama sirkadian. Pada
manusia, meningkatnya melatonin pada fase sirkadian yang sesuai dapat
menginduksi rasa kantuk (Vosko dkk., 2010).
Selama jet lag, perubahan mendadak dari siklus terang-gelap secara
sementara membuat gangguan sinkronisasi SCN dan menyebabkan meningkatnya
rasa kantuk dan mengganggu fungsi di siang hari. Pada jet lag, pergeseran yang
cepat dari siklus bangun-tidur secara sementara mengganggu regulasi yang sudah
terkoordinasi dan menyebabkan jam tubuh kehilangan sinkronisasi dengan
lingkungan eksternal. Desinkronisasi sirkadian secara sementara ini memiliki
banyak efek, tetapi yang paling jelas adalah terganggunya tidur di malam hari dan
rasa kantuk yang berlebihan di siang hari (Vosko dkk., 2010).
3
2.4 Diagnosis
Tidak ada tes spesifik untuk menegakkan kondisi jet lag, biasanya hanya
berdasarkan manifestasi klinis dan sesuai dengan kriteria ICSD-2 (International
Classification of Sleep Disorders-2). Diagnosis untuk gangguan ritme tidur
sirkadian dari jenis jet lag didasarkan pada kriteria ICSD-2 menurut American
Academy of Sleep Medicine Review yaitu sebagai berikut.
a. Adanya keluhan insomnia atau tidur yang berlebihan yang berkaitan dengan
transmeridian jet travel yang melewati sedikitnya dua daerah dengan waktu
yang berbeda.
b. Adanya gangguan fungsi sehari-hari, lemas, gejala somatik seperti
gangguan gastrointestinal selama satu atau dua hari setelah melakukan
perjalanan.
c. Gangguan tidur yang tidak dapat dijelaskan dengan baik dengan gangguan
tidur tertentu lainnya, kelainan medis atau neurologi, kelainan mental,
penggunaan obat-obatan, atau zat tertentu (Sack dkk., 2007).
Jet lag dapat terjadi pada semua orang yang bepergian cukup jauh, tetapi
gejalanya lebih berat pada orang tua. Gejalanya biasanya sementara dan mulai
terjadi saat memulai tidur, mempertahankan tidur, tidur sehari-hari, dan penurunan
dalam penampilan keseharian. Gejalanya akan bertambah berat dengan peningkatan
lamanya waktu yang dilalui dan perjalanannya lebih ke bagian timur daripada barat.
Intensitas dan lamanya gangguan ini dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu: lamanya
perbedaan waktu, tujuan perjalanan, kemampuan tidur saat bepergian, intensitas
dan ketersediaan waktu sirkadian lokal, perbedaan tiap individu pada fase toleran
(Sack dkk., 2007).
4
Travel fatigue dikaitkan dengan perjalanan panjang sedangkan jet lag
umumnya membutuhkan tiga atau lebih zona waktu yang dilalui dengan cepat.
Travel fatigue biasanya akan berkurang pada hari berikutnya, pada wisatawan
yang telah mendapatkan tidur malam yang baik. Sedangkan jet lag setelah
penerbangan dapat berlangsung selama beberapa hari. Travel fatigue cenderung
ditandai dengan kelelahan yang terus-menerus, perubahan perilaku dan suasana
hati, dan kehilangan motivasi (Waterhouse dkk., 2007).
b. Delayed Sleep-Phase Syndrome (DSPS)
Delayed sleep-phase syndrome (DSPS) adalah gangguan ritme sirkadian
yang paling umum pada anak-anak dan remaja. DSPS ditandai dengan
beberapa hal seperti : ketidakmampuan yang persisten (> 6 bulan) untuk
tertidur dan terbangun pada saat socially accepted times, kemampuan untuk
mempertahankan tidur pada saat keadaan tidur tercapai, total waktu tidurnya
normal, puncak alertness adalah pada malam dan larut malam, biasanya terlihat
pada remaja, dewasa muda, dan pekerja malam (Cataletto, 2015).
2.6 Penatalaksanaan
Terapi dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan irama sirkadian dan
meminimalkan gejala jet lag, lamanya pengobatan tergantung pada lamanya berada
di tempat tujuan (Choy dan Salbu, 2011).
1. Terapi cahaya berpengaruh besar terhadap irama internal sirkadian. Pada
orang-orang yang bepergian dengan perbedaan waktu yang signifikan
disarankan untuk menggunakan terapi ini dengan cara tidur dengan disinari
senter yang berkilat. Alhasil, dilaporkan terapi jenis ini akan lebih cepat
menyesuaikan diri dengan pola siang malam di zona tujuan. Cara kerja nya
ialah dengan membuat sel-sel di belakang bola mata mengirimkan sinyal
kepada otak untuk mengatur jam tubuh, dimana cahaya senter menipu otak
dengan membuatnya mengira waktu siang berjalan lebih lama dari biasanya.
2. Melatonin digunakan untuk mengurangi gejala jet lag. Dalam perjalanan
melintasi lebih dari 5 zona waktu melatonin dapat digunakan saat perjalanan
pada malam hari di zona waktu yang baru diikuti pada hari-hari berikutnya
5
di zona waktu yang baru, namun apabila melintasi 7 sampai 8 zona waktu
melatonin diberikan tiga hari sebelum memulai perjalanan.
3. Melatonin Reseptor Analog
a. Ramelteon (Rozerem) merupakan obat hypnotic-sedative untuk pasien
insomnia dengan dosis 8 mg diberikan satu setengah jam sebelum tidur.
b. Tasimelteon
4. Non-Benzondiazepine Hypnotics (Zolpidem), golongan obat ini memiliki
efek hipnotis yang kuat. Cara kerja obat ini sangat cepat dengan waktu paruh
yang singkat, diberikan dengan dosis 10 mg saat menjelang tidur, dimana
efek sampingnya adalah pusing, mengantuk, sakit kepala dan mual.
5. Caffein merupakan obat yang sering digunakan untuk mengatasi kantuk
yang diinduksi oleh jet lag. Penggunaan caffeine dimulai dari dosis 200 mg
setiap 3 jam.
6. Diphenhydramine (Benadryl) merupakan golongan antihistamin yang tidak
begitu sering digunakan untuk mengobati jet lag, namun sangat umum
digunakan untuk insomnia. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindari untuk
orang tua yang sensitif terhadap antikolinergik. Penggunaanya dimulai dari
dosis 50 mg saat akan tidur.
7. Armodafinil (Nuvigil) bekerja dengan menstimulasi sistem saraf pusat
untuk meningkatkan keadaan terjaga pada pasien yang sebelumnya
mengalami obstructive sleep apnea, shift-work disorder, dan narcolepsy.
2.7 Pencegahan
Jet lag tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa langkah yang dapat
mengurangi dampak dari jet lag itu sendiri, yaitu sebagai berikut.
a. Sebelum Perjalanan
Ubah rutinitas tidur beberapa hari sebelum berangkat (jika bepergian ke
daerah timur tidur satu jam lebih awal dari biasanya dan jika bepergian ke
daerah barat satu jam kemudian) ini dilakukan untuk mencoba beradaptasi
pada waktu tidur di tempat tujuan. Kemudian tidurlah dengan cukup
6
sebelum bepergian, terbang ketika dalam keadaan lelah dapat membuat jet
lag menjadi lebih buruk. Tetap tenang dan santai, karena stres dapat juga
memperburuk keadaan.
b. Selama Penerbangan
Minum banyak cairan dan batasi konsumsi kafein, hindari kafein selama
setidaknya 3 sampai 4 jam sebelum tidur. Hindari alkohol, karena alkohol
bisa membuat jet lag lebih buruk dan merusak kualitas tidur, sehingga
membuat perasaan menjadi kurang tenang. Hindari makan besar, berjalan-
jalan secara reguler di sekitar kabin untuk meregangkan lengan dan kaki
juga akan mengurangi risiko berkembangnya DVT (deep vein thrombosis).
Memakai sepatu dan pakaian yang nyaman. Istirahat selama penerbangan,
memakai penutup mata dan telinga mungkin juga dapat berguna. Hindari
perjalanan panjang dengan persinggahan jika memungkinkan.
c. Setelah Kedatangan
Membentuk rutinitas baru, makan dan tidur pada waktu yang tepat untuk
zona waktu yang baru. Hindari situasi yang membutuhkan pengambilan
keputusan penting dan hindari tidur siang segera setelah tiba di tempat
tujuan, bahkan jika lelah setelah penerbangan panjang, usahakan tetap aktif
sampai waktu yang tepat untuk tidur. Ini akan membantu tubuh
menyesuaikan diri lebih cepat, kemudian coba untuk menghabiskan waktu
di luar rumah, cahaya alami akan membantu tubuh dalam menyesuaikan diri
dengan rutinitas baru (Thompson dkk., 2016).
2.8 Komplikasi
Jet lag dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti.
a. Gangguan siklus tidur
Tubuh memiliki ritme sirkadian yang berfungsi sebagai internal clock
yang mengatur kapan waktu untuk tidur dan kapan waktu untuk bangun.
Jet lag akan mengganggu proses pengaturan ritme sirkadian tersebut
sehingga akan menyebabkan gangguan siklus tidur.
b. Gangguan Perut
7
Banyak orang yang mengalami jet lag akan terkena gangguan pada perut
dalam beberapa hari setelah sampai tempat tujuan, seperti konstipasi
atau diare.
c. Nyeri
Nyeri pada otot biasanya berkaitan dengan jet lag, tetapi komplikasi ini
relatif tidak berbahaya. Tubuh biasanya terasa kaku dalam beberapa hari
setelah melakukan penerbangan yang lama, tapi akan hilang dengan
sendirinya (Sateia, 2014).
2.9 Prognosis
Pemulihan dari jet lag tergantung dari jumlah zona waktu yang dilewati
ketika bepergian. Secara umum, tubuh akan menyesuaikan diri dengan zona waktu
yang baru pada tingkat satu atau dua zona waktu per hari. Ketika seseorang
melintasi enam zona waktu, tubuh biasanya akan menyesuaikan dengan perubahan
saat ini dalam tiga sampai lima hari. Jet lag bersifat sementara, sehingga
prognosisnya sangat baik dan kebanyakan orang akan sembuh dalam beberapa hari
(Cunha dan Stoppler, 2016).
BAB III
KESIMPULAN
Jet lag merupakan suatu kumpulan gejala yang terjadi berhubungan dengan
transisi zona waktu, akibat perpindahan zona waktu yang terlalu cepat yang tidak
8
diimbangi dengan penyesuaian perubahan ritme sirkadian. Insiden gangguan jet lag
belum diketahui, tetapi diperkirakan mengenai lebih dari 30 juta traveller dan
jarang mengenai traveller usia tua.
Selama jet lag, perubahan mendadak dari siklus terang-gelap secara
sementara membuat gangguan sinkronisasi Suprachiasmatic nucleus (SCN).
Desinkronisasi sirkadian secara sementara ini memiliki banyak efek, tetapi yang
paling jelas adalah terganggunya tidur di malam hari dan rasa kantuk yang
berlebihan di siang hari
Jet lag ditandai dengan gangguan tidur, kelelahan di siang hari, penurunan
kinerja mental dan fisik, lekas marah, masalah pada saluran pencernaan, dan
malaise. Diagnosis jet lag didasarkan pada manifestasi klinis dan sesuai dengan
kriteria ICSD-2. Jet lag dapat terjadi pada semua orang yang bepergian cukup jauh,
tetapi gejalanya lebih berat pada orang tua. Gejalanya biasanya sementara dan
mulai terjadi saat memulai tidur, mempertahankan tidur, tidur sehari-hari, dan
penurunan dalam penampilan keseharian. Jet lag harus dapat dibedakan dengan
kondisi Travel fatigue dan Delayed Sleep-Phase Syndrome (DSPS).
Pengobatan jet lag dapat dilakukan secara farmakologi dan non
farmakologi, diantaranya melakukan terapi cahaya, pemberian melatonin,
melatonin reseptor analog, non-benzondiazepine hypnotics (zolpidem), caffein,
diphenhydramine (benadryl), dan armodafinil (nuvigil).
Jet lag tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa langkah yang dapat
mengurangi dampak dari jet lag itu sendiri. Penyesuaian sebelum, selama, dan
setelah tiba di tempat tujuan dapat membantu meminimalkan beberapa efek
samping dari jet lag.
9
DAFTAR PUSTAKA
Choy, M dan Salbu, R.L. 2011. Jet Lag Current and Pottential Therapies. PT, 36(4),
221-224, 231.
Cunha, J.P. dan Stoppler, M.C. 2016. Jet Lag. Tersedia dalam :
http://www.medicinenet.com/jet_lag/article.htm#how_long_does_jet_lag_last
(diakses 12 Oktober 2016).
Sack, R.L., Auckley, D., Auger, R.R., Carskadon, M.A., Wright, K.P., Vitiello,
M.V., Zhdanova, I.V., American Academy of Sleep Medicine. 2007. Circadian
rhythm sleep disorder : part I, basic principles, shift work and jet lag disorder. An
American Academy of Sleep Medicine Review. Sleep, 30(11), 1460-1483.
Sack, R.L. 2009. The pathophysiology of jet lag. Travel Medicine and Infectious
Disease, 7(2), pp.102-110.
Sack, R.L. 2010. Jet Lag. The New England Journal of Medicine, 362(5), 440-447.
Srinivasan, V., Singh, J., Pandi-Perumal, S., Brown, G., Spence, D. and Cardinali,
D. 2010. Jet lag, circadian rhythm sleep disturbances, and depression: the role of
melatonin and its analogs. Advances in Therapy, 27(11), 796-813.
Vosko, A.M., Colwell, C.S., Avidan, A.Y. 2010. Jet Lag Syndrome: Circadian
Organization, Pathophysiology, And Management Strategies. Nature and Science
of Sleep, 2, 187-198.
Waterhouse, J., Reilly, T., Atkinson, G. and Edwards, B. 2007. Jet lag: trends and
coping strategies. The Lancet, 369(9567), 1117-1129.