Anda di halaman 1dari 30

`

4
Latar Belakang ........................................... 4
Tujuan dan Sasaran ................................... 5
Metode Penelitian ...................................... 5
Kerangka Penelitian ................................... 5
.................................... 6

Pengembangan Transportasi dalam Pembangunan Berkelanjutan 6


.................. 8

Karakteristik Wilayah .................................. 8


Kebijakan Pembangunan ......................... 8
Bentuk Perkotaan ....................................... 9
Kebijakan Transportasi ............................... 9
Jaringan Jalan dan Sistem Transportasi Publik 10

............................................................... 12
Identifikasi Peluang Berdasarkan Karakteristik Wilayah 12
Pemenuhan Kriteria Transportasi Inklusif .14
18

Adopsi & Penerapan Bike Sharing...........18


Peluang Penerapan Bike Sharing di Jakarta 19
22

Langkah Penerapan Bike Sharing di Jakarta 22


Panduan Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Dockless Bike Share 22
....... 27

.............................. 29

ii
Gambar 1 Kerangka Penelitian ........................................................................................ 5
Gambar 2 Dampak Transportasi Berkelanjutan untuk Mencapai TPB .......................... 7
Gambar 3 Kepadatan Penduduk di Metropolitan Jakarta ............................................ 8
Gambar 4 Land Use Pattern berdasarkan RTRW ............................................................. 9
Gambar 5 Penggunaan Moda transportasi di Jakarta .................................................. 9
Gambar 6 Jaringan Jalan di Wilayah Metropolitan Jakarta .......................................10
Gambar 7 Sistem Transportasi Publik DKI Jakarta .........................................................10

Gambar 8 Peta Jaringan MRT ..........................................................................................11


Gambar 9 Peta Jaringan LRT ............................................................................................11

Tabel 1 Komuter Berdasarkan Tempat Tinggal dan Kegiatannya ................................ 9


Tabel 2 Penerapan Transportasi Sepeda di Bangkok dan Manila ...............................12
Tabel 3 Peluang Penerapan Bikesharing di DKI Jakarta ...............................................20
Tabel 4 Kondisi Saat Ini, Ideal, dan Rekomendasi Kebijakan ......................................23
Tabel 5 Panduan Kebijakan Penyelenggaraan Dockless Bike Share (DBS) ...............26
Latar Belakang Metropolitan Jakarta, kemacetan lalu lintas
sudah cukup meresahkan dan tidak hanya
Ketika sebuah fungsi kota terjadi pergeseran
terjadi di jam-jam sibuk saja. Respon berupa
dan perluasan maka batas administasi kota
pembangunan kapasitas infrastruktur jalan
menjadi sesuatu yang tidak lagi terlihat, hal ini
baik itu pembangunan jalan tol, jalan lingkar
berdampak pada berbagai aspek kehidupan
atau pelebaran jalan merupakan bukti untuk
masyarakat kota (Ruswanto. 2003). Perluasan
memeperbesar kapasitas jalan dalam rangka
wilayah perkotaan berdampak pada
memenuhi volume kendaraan yang
pergeseran konstentrasi penduduk kearah
meningkat setiap tahunnya. Kemacetan dan
pinggiran kota karena dengan adanya
peningkatan volume kendaraan melahirkan
permukiman dan industri yang juga bergeser
multiplier effect, lama perjalanan meningkat
kearah pinggiran kota. Namun pusat kota
sehingga menyebabkan menurunnya
sebagai pusat kegiatan manusia tetap
produktivitas individu yang berdampak pada
menjadi orientasi masyarakat, karena pusat
produktivitas suatu institusi atau perusahaan.
kota memiliki fasilitas umum yang tidak dimiliki
Penggunaan BBM meningkat drastis karena
oleh daerah pinggiran kota seperti pusat
kemacetan yang terjadi sehingga
perbelanjaan, pusat perkantoran, dan sekolah
menyebabkan kondisi lingkungan menjadi
lanjutan. Sehingga peran transportasi sangat
tidak sehat. Indeks kualitas udara kategori
penting guna menunjang gerak perpindahan
tidak sehat berada di angka >57.3 µg/m3,
penduduk bukan hanya ke tempat kerja,
sedangkan di Jakarta selama peride 30 Juli
tetapi juga menjangkau kegiatan manusia ke
2019 – 5 Agustus 2019 rata-rata indeks kualitas
kebutuhan sosial lainnya. Kondisi terkini di
udara berada dititik 146.6 µg/m3 atau berada
Indonesia dalam hal perkembangan kota
pada kategori tidak sehat bagi kelompok
telah melahirkan perkembangan 4 (empat)
rentan (Pusparisa, 2019). Dari segi keuangan,
kawasan kota besar yaitu: Jabodetabek,
tidak hanya biaya yang dikeluarkan untuk
Bandung Raya, Gerbang Kertasura (Surabaya)
penggunaan konsumsi BBM namun biaya lain
dan Mebidang (Medan). Perkembangan kota
yang dikeluarkan akibat dari kondisi
seperti ini memunculkan cara pandang baru
lingkungan yang tidak sehat menyebabkan
dalam melihat sebuah kota, yakni tidak
pengeluaran alokasi keuangan yang
melihat lagi pada city based tetapi pada
seharusnya tidak perlu. Sehingga tidak hanya
region based dan kota pun kurang dilihat lagi
membebani kondisi keuangan masyarakat
sebagai suatu sistem yang berjenjang (McGee
namun juga kondisi keuangan pemerintah
1991; Finnan 1997 dalam Ruswanto. 2003).
baik itu pemerintah daerah juga pemerintah
Artiningsih (2011) menyatakan dibeberapa
pusat.
kota metropolitan, khususnya Wilayah
Tujuan dan Sasaran Kerangka Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi
penggunaan moda transportasi sepeda
sebagai salah satu alternatif sarana
transportasi di Jakarta. Sasaran penelitian ini
antara lain:
1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah
metropolitan Jakarta dan potensinya
terhadap penerapan non-motorized
transportation.
2. Mengidentifikasi peluang bike sharing
sebagai alternatif penerapan non-
motorized transportation.
3. Memberikan rekomendasi kebijakan
penerapan Bike Sharing di Jakarta.

Gambar 1 Kerangka Penelitian

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam rangka


mengidentifikasi peluang penerapan bike
Metode yang digunakan dalam penelitian ini sharing sebagai non-motorized transportation
adalah metode kualitatif. Data yang dianalisis di wilayah studi DKI Jakarta. Hasil akhir dari
merupakan data mengenai karakteristik penelitian ini adalah rekomendasi kebijakan
wilayah Jakarta dengan dengan karakteristik sistem jaringan dan area layanan bike sharing
wilayah lain yang menjadi best practices yang sesuai untuk diterapkan.
penerapan sepeda sebagai non-motorized
transportation. Hasilnya digunakan sebagai
landasan untuk mengadopsi penerapan
transportasi sepeda di Jakarta dengan
menyesuaikan kebutuhan berdasarkan
karakteristik wilayah studi. Data tersebut
bersumber dari kajian literatur, regulasi atau
peraturan–peraturan pemerintah, maupun
best practice yang diambil dari berbagai jurnal
serta media elektronik yang relevan.
Pengembangan Transportasi dalam Pembangunan Berkelanjutan
Moderenisasi dan globalisasi menyebabkan khususnya negara-negara berkembang.
perubahan cara pandang masyarakat dalam Dengan kasus yang serupa, semisal di
menyikapi perkembangan moda transportasi. Indonesia, jumlah kendaraan bermotor pada
Disamping fungsinya sebagai sarana tahun 2013 mencapai 104.211 unit, dimana
pergerakan, sering kali moda transportasi kendaraan bermotor inilah penyumbang
digunakan sebagai bentuk eksistensi diri yang terbesar pencemaran udara, khusunya di
dipengaruhi oleh meningkatnya gaya hidup kawasan perkotaan (Ismiyati, Marlita and
dan perekonomian masyarakat. Akibatnya Saidah, 2014). Akan tetapi kultur atau budaya
terjadi peningkatan jumlah transportasi pribadi di Indonesia dengan negara-negara di Eropa
yang berakibat buruk terhadap kualitas cukup berbeda. Permasalahan seperti ini
lingkungan perkotaan. Contoh kasus di kurang mendapatkan perhatian oleh
negara-negara maju seperti Belanda. Setelah masyarakat karena kemudahan dan
masa perang dunia kedua, kesejahteraan kenyamanan yang ditawarkan oleh
masyarakat di Belanda sangat berkembang. kendaraan bermotor dalam mendukung
Pendapatan meningkat secara signifikan, segala aktivitas manusia. Ismiyati, dkk (2014)
hingga puncaknya pada tahun 1970 menyebutkan jumlah pembelian kendaraan
peningkatan pendapatan mencapai 222%. bermotor meningkat sebesar 30%, dimana 70%
Masyarakat Belanda kemudian mampu diantaranya berada di kawasan perkotaan.
mengakses barang-barang mahal seperti
Tantangan pengembangan transportasi perlu
mobil, yang mengakibatkan jalan-jalan di
diantisipasi melalui sistem dan moda
kawasan perkotaan dipadati oleh mobil
transportasi yang mendukung pembangunan
pribadi. Hal ini memicu konflik sosial dan
berkelanjutan. Penyediaan transportasi
lingkungan yang tinggi. Pasalnya, bangunan-
berkelanjutan berdampak kepada capaian
bangunan bersejarah dirusak hanya untuk
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)
memberikan ruang yang lebih luas untuk
diantaranya adalah:
berkendara serta penyediaan parkir mobil
1. Aman; Katagori aman yang dimaksud
pribadi. Lebih dari itu terjadi peningkatan
berkaitan dengan kesehatan. Salah satu
angka kematian anak akibat kecelakaan lalu
tujuan transportasi yang berkelanjutan
lintas serta kerusakan lingkungan akibat bahan
adalah untuk mengurangi emisi karbon
bakar kendaraan.
sehingga berdampak pada kesehatan
Konflik seperti ini tidak hanya ditemui di
masyarakat kota. Selain itu transportasi
Belanda, akan tetapi terjadi di negara lain
berkelanjutan menunjang sistem
transportasi yang terintegrasi. yang kompleks. Tidak hanya berkaitan
Harapannya dengan sistem transportasi dengan tingginya pertumbuhan
yang terintegrasi, meningkatkan minat penduduk, urbanisasi merupakan
masyarakat untuk menggunakan tantangan penyediaan infrastruktur
transportasi publik sehingga mengurangi yang memadai dan terjangkau bagi
kepadatan kendaraan serta masyarakat dimasa yang akan datang.
mengurangi risiko kecelakaan di jalan. Tidak hanya diukur secara kuantitas,
2. Kenyamanan; selain aman, moda akan tetapi kualitas infrastruktur yang
transportasi berkelanjutan perlu berketahanan dan ramah lingkungan
memberikan rasa nyaman bagi menjadi salah satu faktor penentu
penggunanya terwujudnya Kota yang berkelanjutan.
3. Keterjangkauan; Moda transportasi 6. Meminimalisasi Emisi Karbon; Tujuan
harus terjangkau oleh penggunannya utama dari terciptanya transportasi
untuk melakukan pergerakan. Arti dari berkelanjutan ialah mengurangi emisi
keterjangkauan dapat dilihat dari dan risiko lingkungan. Dalam jangka
jangkauan pelayanan maupun panjang, moda transportasi
keterjangkauan tarif penggunaannya. berkelanjutan berdampak pada
Dalam TPB, transportasi berkelanjutan berkurangnya risiko perubahan iklim dan
berdampak pada kemudahan meningkatkan ketahanan masyarakat
masyarakat untuk mengakses yang rentan terhadap dampak
kebutuhannya seperti makanan dan perubahan iklim.
pekerjaan.
4. Efisien; Katagori efisien dilihat dari sudut
pandang penggunaan bahan bakar.
Bahan bakar moda transportasi yang
berkelanjutan harus efisien dan ramah
lingkungan. Saat ini sudah banyak
beberapa contoh moda transportasi
dengan bahan bakar yang efisien
seperti bahan bakar untuk Bus Rapid Gambar 2 Dampak Transportasi Berkelanjutan untuk
Mencapai TPB
Transit. Sumber: United Nations (2016)

5. Ketahanan; Urbanisasi merupakan isu


global yang memiliki permasalahan
Karakteristik Wilayah
Kebijakan Pembangunan
Wilayah Metropolitan merupakan wilayah
Jakarta dengan perannya sebagai ibukota
perkotaan yang terpisah secara administrasi
metropolitan menjadikan fungsi pengambilan
tetapi terhubung secara spasial dan terdiri dari
kebijakan terhadap perencanaan dan
pusat kota dan wilayah sekitarnya (Heinelt &
pembangunan wilayah tidak lagi
Kubler, 2005). Wilayah Metropolitan Jakarta
terdesentralisasi ke Kabupaten/Kota.
terdiri dari Jakarta sebagai pusat
Pemerintah Provinsi mengambil kewenangan
pertumbuhan wilayah yang memiliki
pengendalian perkotaan sementara
keterkaitan dengan sub-pusatnya yaitu Bogor,
Kabupaten dan Kota hanya difungsikan
Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jumlah
sebagai pelaksana teknis untuk melaksanakan
penduduk di wilayah metropolitan Jakarta
kebijakan provinsinya. Sudut pandang
merupakan yang tertinggi dan mencapai 31
pembangunan yang diterapkan pada wilayah
juta jiwa. Sedangkan di pusat nya jumlah
metropolitan Jakarta bersifat monosentris yaitu
penduduk Kota Jakarta mencapai 10,5 juta
DKI Jakarta sebagai pusat dari segala
juwa dan dapat diasumsikan bertambah
kegiatan (pusat aktivitas ekonomi dan
sekitar 2.5 juta jiwa mengingat penduduk di
pemerintahan). Hal ini menjadi sebuah
Kota pinggirannya memiliki ketergantungan
tantangan ketika lahan yang tersedia tidak
aktivitas ekonomi yang sangat tinggi terhadap
lagi mampu untuk menampung pertumbuhan
pusatnya (Farda & Lubis, 2018).
Kota. Dan sebagai konsekuensi dari
perkembangan wilayah metropolitan maka
maka infrastruktur transportasi dianggap
menjadi solusi untuk menangani commuter
yang menuju pusat kota.

Gambar 3 Kepadatan Penduduk di Metropolitan Jakarta


Sumber: JAPTraPIS, 2012
Bentuk Perkotaan Kebijakan Transportasi
Jakarta memiliki daya tarik besar dengan Pemerintah cenderung memiliki kebijakan
kelengkapan fasilitas dan kemudahan aktivitas yang pro terhadap kendaraan bermotor,
ekonomi di dalamnya. Kawasan-kawasan namun kebijakan terhadap transportasi publik
terbangun di DKI Jakarta diantaranya adalah cenderung lambat bergerak. Kepemilikan
kompleks komersial berskala besar, kendaraan bermotor sangatlah mudah,
apartemen, dan bangunan perkantoran. khususnya sepeda motor jumlahnya semakin
Pembangunan tersebut terkonsentrasi di meningkat secara signifikan setiap tahunnya.
sepanjang jalan tol dan jalan arteri, serta di Hal ini karena perjalanan menggunakan
dalam pusat kota. Kota pinggiran Jakarta sepeda motor cenderung dapat menghemat
dipilih masyarakat hanya sebagai tempat biaya transportasi sebesar 30% (HCC, 2017).
untuk bermukim namun aktivitas ekonomi Pada akhirnya dominasi moda transportasi di
tetap dilakukan di Jakarta. Sehingga setiap wilayah metropolitan Jakarta adalah
hari masyarakat melakukan commuting kendaraan pribadi. Terbatasnya kapasitas
dengan jarak perjalanan yang cukup jauh. jalan dan meningkatnya permintaan
perjalanan dengan kendaraan pribadi
mengakibatkan kemacetan pada pusat
wilayah metropolitan Jakarta. Kerugian akibat
kemacetan di Jakarta diperkirakan sebesar
US$ 3 miliar/tahun (HCC, 2017). Penggunaan
kendaraan bermotor juga berdampak pada
tingginya kandungan polusi udara di Jakarta
yaitu sebesar 123 micron/m3 (ITDP, 2017).

Gambar 4 Land Use Pattern berdasarkan RTRW


Sumber: JAPTraPIS, 2012

Tabel 1 Komuter Berdasarkan Tempat Tinggal dan


Kegiatannya

Gambar 5 Penggunaan Moda transportasi di Jakarta


Sumber: Farda (2018)

Sumber: Statistik Komuter Jabodetabek, BPS (2014)


Jaringan Jalan dan Sistem
Transportasi Publik
Jaringan Jalan
Penyediaan jaringan jalan diarahkan melalui
pembangunan infrastruktur tol menuju dan
melewati wilayah DKI Jakarta. Total panjang
jalan di DKI Jakarta sebagaimana tertuang
dalam laporan JAPTraPIS (Jabodetabek Public
Transportation Policy Implementation Strategy) Gambar 7
Sistem Transportasi Publik DKI Jakarta
tahun 2012 adalah lebih dari 6,700km, Sumber: https://wri-indonesia.org/
sedangkan di Jabodetabek adalah sekitar
Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta
13,700km. Rata-rata kecepatan pada
kawasan central business district (CBD) kurang Transjakarta dibangun pada tahun 2004 untuk

dari 20 km/h dengan kecepatan terendahnya mengurai penggunaan kendaraan pribadi.

mencapai kurang dari 10 km/h pada peak Sampai dengan tahun 2017, telah beroperasi

hour pagi hari (Farda & Lubis, 2018). 1347 armada, 228 shelter yang tersebar di 13
koridor dengan panjang lajur mencapai
230,9km pada tahun 2017.

Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line


Commuter line adalah transportasi publik
berbasis rel dengan cakupan perjalanan
mencapai 385 km dengan 79 stasiun dan 760
armada. Kehadiran commuter line seakan
menjawab keresahan masyarakat akan

Gambar 6 semakin tingginya biaya transportasi dan


Jaringan Jalan di Wilayah Metropolitan Jakarta
Sumber: JAPTraPIS, 2012 semakin meningkatnya jarak dan waktu yang
harus ditempuh dari rumah menuju tujuan.
Sistem Transportasi Publik Jumlah penumpang mengalami peningkatan
Wilayah metropolitan Jakarta memiliki sistem dan mencapai rata-rata 993.804
transportasi publik yang menghubungkan penumpang/hari di tahun 2017 (Farda, 2018),
pusat dengan pinggirannya dalam rangka Sehingga saat ini kapastitasnya semakin tidak
mengurai permasalahan transportasi. Moda cukup untuk menampung kebutuhan
transportasi publik tersebut adalah Transjakarta perjalanan masyarakat.
BRT, KRL Commuter Line dan yang sedang
dibangun adalah MRT dan LRT.
Moda transportasi berbasis rel lainnya adalah
LRT Jabodebek. LRT ini nantinya akan
Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta
Pemerintah DKI Jakarta telah mengoperasikan menghubungkan Jakarta, Bogor, Depok, dan

moda transportasi kereta api baru yaitu MRT Bekasi. Dasar Pengembangan LRT adalah

Jakarta pada jalur Lebak Bulus – Bundaran HI. Perpres 98/2015 tentang Percepatan

Tahun 2019 telah ada 16 set kereta dengan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia.

enam gerbong per kereta yang beroperasi Jaringan LRT akan terdiri dari 6 baris dengan

mulai jam 05.00 – 24.00. Selanjutnya panjang total 38,5 km yang direncanakan

direncanakan pengembangan jalur MRT fase beroperasi di akhir tahun 2019 (Farda, 2018).

2 sampai dengan Kampung Bandan.

Gambar 8 Peta Jaringan MRT


Sumber: Farda & Lubis (2018)
Gambar 9 Peta Jaringan LRT
Sumber: Farda & Lubis (2018)
Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek
Identifikasi Peluang Berdasarkan Bangkok dan Manila juga berangkat dari
permasalahan transportasi yaitu tingginya
Karakteristik Wilayah
angka kemacetan serta polusi udara akibat
Sepeda sebagai NMT di Negara Lain
kebijakan penggunaan kendaraan bermotor.
Peluang penerapan sepeda sebagai non- Kedua wilayah tersebut menjadi wilayah studi
motorized transportation di wilayah yang dipilih GIZ dan ASEAN sebagai barometer
metropolitan Jakarta dilakukan dengan dalam penerapan kebijakan non-motorized
melakukan identifikasi terhadap karakteristik transportation di Asia Tenggara. Identifikasi
pembentuk jaringan transportasi di suatu penerapan sepeda berdasarkan karakteristik
wilayah. Kajian terhadap penerapan wilayah metropolitan Bangkok dan Manila
transportasi sepeda di wilayah lain dilakukan adalah sebagai berikut:
sebagai referensi untuk diadopsi dengan
menyesuaikan karakteristik wilayah studi.

Tabel 2 Penerapan Transportasi Sepeda di Bangkok dan Manila


Karakteristik Bangkok Manila
No
1 Bentuk Perkotaan fenomena superblock mix-use dengan panjang perjalanan dari titik awal ke
banyaknya gang sempit dan panjang titik tujuan rata-rata ditempuh
(sois) untuk akses dari perumahan menuju dalam jarak yang pendek (jarak
jalan utama. kurang dari 2 km)
2 Preferensi Motorized Panjangnya jalur perjalanan dari asal ke Motorized transportation lebih dipilih
Transportation tujuan menyebabkan pemilihan moda dengan alasan sebagai
transportasi masyarakat adalah motorized representatif dari status sosial yang
transportation. lebih baik.
3 Konsep Commuting Dapat Diterapkan Belum Dapat Diterapkan
Transportasi Sepeda sesuai untuk short-distance trip “image” bahwa sepeda tidak
Sepeda dengan konsep park and bike. cocok sebagai moda perjalanan

Vacationing Dapat Diterapkan Dapat Diterapkan


Sepeda untuk berekreasi mendukung Mengaktifkan sepeda untuk rekreasi
pariwisata. dan event khusus.
Life style Dapat Diterapkan Dapat Diterapkan
Dalam rangka mendukung pola hidup Dalam rangka mendukung pola
sehat dan tanpa emisi hidup sehat dan tanpa emisi
4 Strategi Promosi Sistem bike sharing dan diintegrasikan Edukasi sepeda dimulai dengan
dengan moda transportasi publik. penggunaan sepeda di lingkungan
perguruan tinggi
Sepeda sebagai moda transportasi turis Menghadirkan sepeda dalam
menjangkau lokasi wisata. event-event tertentu (hari bebas
kendaraan).
Sumber: Bakker (2018)
Berdasarkan teori Transportation as a Derived sepeda di Bangkok adalah fungsi rekreasi dan
Demand, maka transportasi sepeda adalah gaya hidup.
fungsi permintaan turunan langsung dari
Namun ternyata konsep commuting tidak
aktivitas manusia (direct derived demand),
dapat diterapkan di Manila mengingat masih
dimana transportasi hadir sebagai hasil dari
adanya stigma masyarakat bahwa sepeda
aktivitas ekonomi masyarakat. Strategi
bukan merupakan moda transportasi yang
penerapan sepeda di Bangkok diinisiasi
tepat untuk digunakan dalam mendukung
dengan adanya kebutuhan masyarakat untuk
kegiatan karena adanya nilai-nilai sosial yang
pergi menuju tempat bekerja, sehingga
dianut bahwa sepeda hanya untuk kalangan
sepeda dihadirkan sebagai fungsi commuting
masyarakat kelas bawah. Sehingga
yaitu menghubungkan antara titik asal ke
pendekataanya adalah pada fungsi rekreasi
tujuan aktivitas. Mempertimbangkan bahwa
dan gaya hidup. Yaitu melalui promosi yang
biaya, jarak, dan waktu merupakan faktor
dilakukan adalah mengaktifkan event-event
yang dapat mempengaruhi persepsi
tertentu seperti hari bebas kendaraan, hari
masyarakat dalam pemilihan transportasi
olahraga, dan edukasi penggunaan di
sepeda (Raha dan Taweesin, 2013), maka
lingkungan perguruan tinggi.
Bangkok menerapkan konsep sepeda untuk
jarak perjalanan yang pendek melalui konsep
park and bike dan sistem bike sharing. Aktivitas
lainnya yang dapat mendorong penerapan
Karakteristik Perkotaan DKI Jakarta
DKI Jakarta terdiri atas kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan
permukiman, serta kawasan industri. Jakarta sebagai ibukota negara berfungsi sebagai pusat
pemerintahan yang seiring perkembangan kota juga berfungsi sebagai pusat perdagangan dan
jasa. Karakteristik wilayah dilihat dari DKI Jakarta secara umum dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Tabel 3 Karakteristik Perkotaan DKI Jakarta

Karakteristik DKI Jakarta


ukuran (size) Kota Jakarta memiliki luas 649,71 km2 dan terdiri dari 5 wilayah Kota administrasi.
Wilayah Metropolitan Jakarta terhubung dengan wilayah sekitarnya antara lain di
sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor,
Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan
Kabupaten Tangerang
Topografi wilayah dikatagorikan sebagai daerah datar dan landai

Iklim Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu udara maksimum
berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari, dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C -
25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm

Fungsi Kota dan Guna Sebagai pusat pemerintahan negara


Lahan Indonesia, pusat perdagangan dan jasa,
dan pusat industri. pemusatan segala
aktivitas masyarakat yang tertuju pada satu
kawasan.
hampir seluruh lahan di DKI Jakarta sudah
terbangun baik untuk bangunan
perumahan, kawasan perdagangan dan
jasa, industri, perkantoran maupun
bangunan lain. Perkembangan kawasan
industri dan permukiman juga telah
mengarah ke wilayah pinggirannya
(Bodetabek).
Pergerakan Masyarakat Pola pergerakan masyarakat menuju ke pusat kota. Masyarakat dari wilayah
pinggirannya (Bodetabek) melakukan commuting ke pusat kota. Mobilitas
penduduk ke tempat kerja menuju Jakarta yang berasal dari Bodetabek dan
dalam Jakarta sendiri mencapai angka 62,5%
Secara umum pola komuter dapat dibagi menjadi dua yaitu segmen pertama
yang bertempat tinggal di Jakarta dan Tangerang yang dicirikan oleh jarak
tempuh perjalanan < 10 km dan 10 – 19 km, dan segmen kedua terdiri atas
komuter yang bertempat tinggal di Bogor, Depok dan Bekasi yang dicirikan oleh
jarak tempuh perjalanan 20 – 29 km, 30 – 39 km, 40 – 49 km serta > 50 km

Sistem Transportasi Moda transportasi yang digunakan oleh komuter sebagian besar adalah sepeda
Pendukung Pergerakan motor dan kendaraan umum dengan rute untuk melakukan aktivitasnya ke
Masyarakat tempat kegiatan.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2019
Peluang Pemanfaatan Sepeda yang Sesuai menggunakan moda transportasi lain (BRT,
KRL, MRT, LRT) kemudian dilanjutkan dengan
Wilayah metropolitan Jakarta pada dasarnya
moda transportasi sepeda dari titik transit
memiliki kesamaan karakteristik dengan
menuju tujuan aktivitasnya.
Bangkok dan Manila yaitu kebijakan
Fungsi Vacationing:
pemerintah yang pro terhadap Motorized
Jakarta dapat mengaktifkan minat bersepeda
Transportation. Sehingga pada akhirnya tidak
melalui fungsi dukungan transportasi sepeda
hanya mengintervensi terhadap bentuk
untuk rekreasi dan wisata.
perkotaan, jaringan jalan dan sistem
Fungsi Life Style:
pergerakan masyarakatnya saja namun juga
Masyarakat dapat dilibatkan dalam
membawa pengaruh terhadap budaya dan
pemanfaatan sepeda melalui promosi sepeda
nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
sebagai gaya hidup sehat dan non-emisi.
Pemilihan moda transportasi bermotor menjadi
Penyelenggaran event-event tertentu seperti
pilihan karena aksesibilitas dari asal menuju
hari bebas kendaraan, bike to work dapat
tujuan dirasa lebih mudah menggunakan
mendukung fungsi ini.
moda transportasi tertentu.
Pemenuhan Kriteria Transportasi
Merujuk pada penerapan sepeda di Bangkok
dan Manila, Jakarta memiliki peluang
Inklusif
menerapkan transportasi sepeda untuk fungsi Petinga (2009) mengemukakan bahwa

commuting, vacationing, dan life style. Hal ini pengembangan moda transportasi harus

didasarkan pada pertimbangan berikut: memenuhi kriteria perencanaan transportasi


inklusif yang meliputi Koherensi,
Fungsi Commuting:
Kesinambungan, Keselamatan, Kenyamanan,
Memperhatikan karakteristik pergerakan
dan Daya Tarik. Identifikasi pemenuhan kriteria
masyarakat pada Tabel 3, bahwa masyarakat
tersebut untuk wilayah studi adalah sebagai
menuju pusat kota untuk melakukan
berikut:
aktivitasnya (bekerja) maka konsep sepeda
1. Koherensi
lebih tepat diterapkan pada pusat-pusat
Penerapan sepeda sebagai non-
aktivitas masyarakat seperti pusat
motorized transportation memenuhi kriteria
perkantoran, pemerintahan, maupun
koherensi yaitu moda ini dapat
perdagangan jasa (CBD). Sehingga dalam
diintegrasikan dengan moda transportasi
rangka memfasilitasi komuter yang bertempat
lainnya mempertimbangkan saat ini
tinggal di Bodebek (segmen kedua) dimana
Jakarta telah memiliki berbagai macam
mereka menempuh jarak yang panjang dari
moda transportasi publik dengan cakupan
titik asal ke tujuan (lintas kabupaten/kota) serta
layanan yang luas.
memerlukan integrasi multi moda, maka
2. Kesinambungan
konsep park and bike sebagaimana di
Kriteria ini diartikan bahwa commuter
Bangkok berpeluang untuk diterapkan.
dapat menuju titik tujuan secara langsung
Komuter dapat berangkat dari titik awal
dengan rute yang paling efisien. dengan promosi melalui kegiatan-
Mempertimbangkan bahwa saat ini kegiatan yang dapat memanfaatkan
Jakarta telah mengembangkan kawasan- sepeda.
kawasan berbasis transit (TOD) yang
mendukung kriteria kesinambungan untuk Kriteria Pemanfaatan Sepeda di
penerapan sepeda di Jakarta.
Jakarta
Berdasarkan identifikasi peluang berdasarkan
3. Keselamatan
karakteristik wilayah, maka dapat dirumuskan
Kriteria ini diartikan bahwa infrastruktur
kriteria pemanfaatan sepeda di Jakarta
dapat menjamin keamanan dan
adalah sebagai berikut:
keselamatan semua pengguna jalan.
1. Lokasi
Dalam penerapan sepeda, Jakarta masih
Pengembangan Jalur Sepeda dengan
perlu meningkatkan infrastruktur yang
konsep short distance trip adalah
mendukung sepeda. Meski demikian inisiasi
diarahkan pada kawasan-kawasan yang
pembangunan jalur khusus sepeda telah
menjadi pusat aktivitas masyarakat yaitu:
mulai diterapkan.
‐ Kawasan Pemerintahan/Perkantoran
‐ Kawasan Perdagangan dan Jasa
4. Kenyamanan
‐ Kawasan Taman Kota
Kriteria ini diartikan bahwa perjalanan dari
‐ Kawasan Permukiman
asal ke tujuan yang tidak menuntut secara
‐ Kawasan Pendidikan
fisik, permukaan yang halus, meminimalkan
‐ Kawasan Wisata
stop and go, perlindungan cuaca, dan
2. Strategi
lain-lain. Topografi Jakarta yang datar
Untuk mengakomodir konsep commuting,
merupakan faktor pendukung penerapan
maka strategi penerapan sepeda adalah
sepeda. Salah satu tantangan
melayani komuter dengan konsep park
kenyamanan adalah iklim tropis dimana
and bike. Artinya sepeda sebagai moda
cuaca yang panas menurunkan minat
yang digunakan setelah komuter turun dari
masyarakat untuk bersepeda. Namun
moda sebelumnya dan untuk melayani
mengadopsi konsep di Bangkok maka
dari titik transit menuju tujuan.
strategi perjalanan sepeda yang sesuai
3. Jarak
adalah untuk short distance trip.
Penggunaan sepeda dapat memberikan
layanan dari dan menuju stasiun
5. Daya Tarik
(MRT/LRT/KRL/Transjakarta). Menurut ITDP
Dalam penerapan sepeda maka Jakarta
(2017) sepeda dapat memberikan layanan
perlu meningkatkan daya tarik untuk
sejauh 4,8 km atau setara dengan 20
pengguna, misal dengan memperbanyak
menit.
ruang hijau di sepanjang jalur sepeda atau
Gambar 10 Area Layanan Sepeda
Sumber: ITDP 2017

Contoh Penerapan Sepeda di


Jakarta
Gambar 11 Jalur Sepeda di Jakarta
Hasil identifikasi jalur sepeda yang telah ada di Sumber: ITDP 2017

Jakarta saat ini terdapat 11 (sebelas) jalur


sepeda yang telah ada. Mempertimbangkan
dengan kesesuaian kriteria yang telah
diidentifikasi sebelumnya, jalur sepeda yang
paling mungkin untuk dapat langsung
difungsikan adalah Jalur Sudirman.
Pertimbangannya adalah di sepanjang jalur ini
adalah tujuan aktivitas masyarakat (adanya
kawasan perkantoran, perdagangan dan
jasa, sekolah, dll). Selain itu kawasan ini
Gambar 12 Jalur Sepeda Sudirman-Thamrin
mengakomodir sebagai tujuan transit komuter Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2019

dengan adanya stasiun pemberhentian KRL


dan MRT serta dilewati oleh jalur transjakarta
sehingga mudah diintegrasikan lintas moda.
Panjang jalur yaitu sejauh 5 km adalah ideal
apabila diterapkan layanan sepeda.
Adopsi & Penerapan Bike Sharing bike sharing berkembang dalam empat
generasi. Berikut ini penjabaran singkat dari
Negara-negara besar di dunia mencoba
setiap generasi bike sharing.
mengembangkan sebuah sistem transportasi
1) pelayanan sepeda gratis (free bike
non-bermotor yang ramah lingkungan dan
system), dengan harapan masyarakat
berkelanjutan. Salah satu model yang
dengan mudah mengakses sepeda dan
dikembangkan ialah bike sharing. Bike sharing
mudah dalam pergerakan. Namun
merupakan sebuah ide atau gagasan
dalam perkembangannya justru
penyediaan transportasi masal yang ramah
pelayanan dengan sistem ini
lingkungan serta mudah dijangkau oleh setiap
memberikan kerugian karena maraknya
penggunanya. Sistem bike sharing
pencurian sepeda kala itu.
diintegrasikan dengan pedestrian sehingga
2) Coin deposit system, merupakan
memudahkan pejalan kaki untuk menemukan
peningkatan sistem dari generasi
dan mengembalikan sepeda. Sistem bike
bikesharing sebelumnya dimana sepeda
sharing pertama kali diperkenalkan di Eropa
dapat digunakan ketika pengguna
dan terus berkembang ke negara-negara
memasukan sejumlah deposit koin untuk
bagian Asia dan Amerika (Shaheen, Zhang,
mengakses sepeda. Akan tetapi sistem ini
Martin, & Guzman, 2011). Berikut ini sebaran
masih memiliki banyak kekurangan
penggunaan bike sharing di dunia.
karena sistem ini belum memasukan
sistem pembatasan waktu yang
menyebabkan pengguna dapat leluasa
penggunakan sepeda dalam waktu
yang lama.
3) Information technology-based system
merupakan sistem bike sharing yang
dilengkapi dengan teknologi dan sistem
stasiun docking yang bertujuan untuk

Gambar 13 Sebaran Sistem Bikesharing di Dunia


mencegah terjadinya pencurian. Sepeda
Sumber: www.bikesharingmap.com, 2019 juga sudah dilengkapi dengan fitur
Di Jakarta, penerapan bike sharing sudah diuji seperti GPS yang berfungsi untuk
cobakan di Monas dan saat ini sedang dikaji memantau keberadaan sepeda.
perencanaannya oleh pemerintah dan ITDP
Indonesia. Dalam Shaheen et al., (2011) Inovasi
4) demand responsive, multimodal system
merupakan sistem bike sharing yang
diintegerasikan dengan moda
transportasi lainnya. Perbedaannya
dengan generasi ketiga, bike sharing
generasi keempat ini berupaya
mengintegrasikan antar moda
transportasi publik melalui satu transaksi
smart card atau ponsel.

Peluang Penerapan Bike Sharing


di Jakarta
DKI Jakarta berpeluang untuk diterapkan sistem
Gambar 14 Faktor Penyebab Penggunaan Moda
bike sharing. Di Jakarta sistem bike sharing Transportasi Non-Bermotor

sudah mulai diuji cobakan melalui platform Sumber: P.Rietveld, 2017

GOWES tepatnya di kawasan Monas.


Pemerintah DKI Jakarta bersama ITDP Indonesia Berdasarkan penelitian Rietveld (2017)
saat ini sedang mengkaji kebijakan kepeminatan masyarakat dalam mengakses
pengembangan moda transportasi jangka NMT terdiri dari beberapa faktor, antara lain
pendek yang sesuai dengan kebutuhan faktor individu, kondisi fisik lingkungan, kondisi
masyarakat. Pemerintah DKI Jakarta juga sosial budaya, kebijakan pemerintah, struktur
sedang berupaya untuk meningkatkan kualitas ruang, ketersediaan infrastruktur NMT,
dan kuantitas infrastruktur penunjang NMT yang ketersediaan infrastruktur kendaraan bermotor,
pada akhirnya dapat dimanfaatkan dalam dan ketersediaan pelayanan transportasi
pengembangan sistem bike sharing tersebut. publik. Apabila dikontekstualkan ke dalam
peluang pengembangan pelayanan NMT
berupa bike sharing berikut ini adalah
gambaran singkat strategi dan peluang yang
dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah
selaku pemangku kebijakan.
Tabel 4 Peluang Penerapan Bikesharing di DKI Jakarta

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Minat Peluang dan Strategi Pengembangan
Benchmark Kondisi Eksisting DKI Jakarta
Penggunaan Sepeda Bikesharing di DKI Jakarta
melalui Bikesharing

Kondisi Fisik Singapura: Pengembangan jalur sepeda hanya terbatas Kota Jakarta memiliki topografi  DKI Jakarta berpeluang untuk
di ruang publik seperti taman. Salah satu alasannya suhu bentang alam yang datar, dikembangkan moda transportasi sepeda
(Topografi dan Kondisi
udara yang panas pada iklim tropis (Artiningsih, 2016) dengan suhu rata-rata sebesar karena topografinya yang datar.
Iklim)
250C - 330C  DKI Jakarta dengan iklim tropis perlu
mempertimbangkan suhu udara yang cukup
panas, sehingga diperlukan penyediaan
barrier berupa pohon dan tanaman-
tanaman penyerap polusi
 Mengadopsi langkah awal yang dilakukan
Singapura, pengembangan bike sharing
dapat dilakukan dikawasan-kawasan publik
untuk meningkatkan minat masyarakat

Sosial Budaya Hangzhou: Masyarakat mendukung kegiatan bersepeda Motorized transportation  Masyarakat perlu diberikan edukasi untuk
dengan tujuan seperti mitigasi perubahan iklim dan sebagai pilihan utama dan memahami pentingnya sistem transportasi
(Stakeholder dan
kemudahan dalam pergerakan (Shaheen et al., 2011) kendaraan pribadi lebih dipilih berkelanjutan. Beberapa stategi yang dapat
Masyarakat)
daripada angkutan umum diberikan ialah sosialisasi hidup sepeda
(Farda, 2018) dengan menggunakan sepeda; sosialisasi
penurunan emisi gas buang di perkotaan
 Sosialisasi dan pemberdayaan tersebut
dapat melibatkan NGO maupun perguruan
tinggi

Kebijakan Pemerintah Bangkok: penyediaan jalan dan fasilitas perkotaan Kebijakan pemerintah yang pro  Penyusunan kajian dan penyediaan platform
merupakan tanggung jawab Pemerintah, sementara kendaraan bermotor yaitu bike sharing bersama NGO dan
perumahan dan akses menuju jalan utama (sideroads) kemudahan dalam kepemilikan creativepreneur (Sudah dilakukan)
menjadi tanggung jawab pengembang (swasta). Tidak kendaraan bermotor,  Penyediaan jalur sepeda (sedang dilakukan)
ada rencana tata ruang resmi sampai dengan 1992 khususnya sepeda motor
(Baker, 2018). jumlahnya semakin meningkat
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Minat Peluang dan Strategi Pengembangan
Benchmark Kondisi Eksisting DKI Jakarta
Penggunaan Sepeda Bikesharing di DKI Jakarta
melalui Bikesharing
secara signifikan setiap  Penyediaan sepeda dan stasiun parkir yang
Manila: Secara budaya, sepeda bukan merupakan
tahunnya (Farda, 2018) memadai dan terjangkau oleh masyarakat
moda yang didorong untuk digunakan. Persepsi pribadi
secara inklusif
dan nilai-nilai komunitas mempengaruhi masyarakat
 Pelayanan sistem bikesharing perlu
untuk memilih kendaraan bermotor tidak memilih
diintegrasikan dengan moda transportasi lain
bersepeda. Tidak ada kebijakan transportasi yang
 Perlunya pembatasan pembelian
komprehensif (Baker, 2018).
kendaraan bermotor

Struktur Kota / Bentuk China: Fenomena urban sprawling Pengembangan bike sharing dipadukan
Kota yaitu peningkatan kepadatan dengan transportasi publik lainnya, sehingga
Struktur Kota di China khusunya Hangzhou berkonsep
penduduk di pinggiran Jakarta bikesharing dapat difungsikan sebagai feeder
Kota Kompak. Sehingga masyarakat dapat melakukan
namun tetap berpusat di bus, MRT maupun KRL
perjalanan jangka pendek dengan efisien menggunakan
Jakarta. Sehingga masyarakat
sepeda (Shaheen et al., 2011)
memilih hinterland sebagai
Bangkok: perumahan, perkantoran, dan fasilitas-fasilitas tempat bermukim dan
tidak terkonsentrasi dengan baik sehingga muncul bergerak menuju Jakarta
fenomena superblock mix-use dengan jaringan jalan (commuting) untuk melakukan
“Tulang Ikan” dan banyaknya gang sempit dan panjang aktivitas di Jakarta meskipun
(sois) untuk akses dari perumahan menuju jalan utama. jaraknya cukup jauh (Farda,
(Baker, 2018) 2018)

Integrasi Multi Moda Belanda; China Pemerintah melakukan  Jakarta sudah memiliki beberapa stasiun KRL
perbaikan layanan pada maupun MRT yang dapat diintegerasikan
integerasi antar moda sudah dilakukan, dengan
transportasi publik yaitu dengan stasiun docking
menyediakan stasiun docking distasiun-stasiun kereta dan
pengintegrasian jaringan BRT  Selain integerasi antar transportasi umum,
halte bus
(trans Jakarta) KRL stasiun docking perlu diintegerasikan dengan
commuterline, MRT, LRT melalui jalur pedestrian yang berada dipusat-pusat
pengembangan berorientasi aktivitas, sehingga masyarakat dapat
transit (TOD) (Farda, 2018) mengakses dan mengembalikan sepeda
dengan mudah

Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2019


Langkah Penerapan Sepeda di untuk sepeda, pejalan kaki dan penyandang
cacat; serta pasal 62 ayat (1) dan (2) bahwa
Jakarta
pemerintah harus memberikan kemudahan
Penerapan sepeda sebagai strategi Non-
berlalu lintas bagi pesepeda dengan
Motorized Transportation perlu didukung oleh
penyediaan fasilitas pendukung keamanan,
infrastruktur penunjang, regulasi dan
keselamatan, ketertiban dan kelancaran
kelembagaan, pembagian tanggung jawab
dalam berlalu lintas. Kondisi saat ini seringkali
stakeholder, serta partisipasi publik untuk
hak-hak pesepeda di jalan raya terabaikan
mengawal perkembangannya. Menurut Dwi
dan terlupakan sehingga pengguna sepeda
Sulistyo et al., (2011) diperlukan minimal 3 (tiga)
cenderung termarjinalkan (Gumelar. 2014).
langkah konkrit yang harus dilakukan oleh
stakeholder untuk mengawal proses Peluang Penerapan Bike Sharing
pengembangan sepeda sebagai non-
Penerapan bike sharing dimulai dengan
motorized transportation khususnya
mengidentifikasi kondisi saat ini kemudian
pemerintah daerah atau kota yaitu:
dibandingkan dengan kondisi idealnya
1. Peningkatan dan pembangunan selanjutnya ditentukan langkah/kebijakan apa
infrastruktur penunjang seperti: jalur yang harus dilakukan (Tabel 4).
sepeda, parkir sepeda, halte atau parkir
Berdasarkan peraturan Gubernur DKI Jakarta
sepeda, dan ruang ganti untuk pengguna
Nomor 128 tahun 2019 tentang penyediaan
sepeda;
lajur sepeda sebagai pengganti keputusan
2. Menyelenggarakan program-program
gubernur DKI Jakarta Nomor 896 tahun 2012
penggunaan sepeda seperti fun bike,
tentang lajur sepeda, pemerintah telah
perlombaan komunitas sepeda, bike to
menetapkan prioritas jalur sepeda yang akan
school, bike to work, car free day, dan atau
dilaksanakan pada tahun 2019. ITDP telah
wisata sepeda;
menyusun panduan kebijakan
3. Menerbitkan atau menetapkan regulasi
penyelenggaraan Dockless Bike Share (DBS)
tentang pembatasan kendaraan
untuk Kota Jakarta yang dapat di lihat pada
bermotor.
Tabel 5.
Keberadaan fasilitas untuk pengguna sepeda
di jalan dijamin oleh undang-undang nomor 22
tahun 2019 tentang lalu lintas dan angkutan
jalan pasal 25 ayat (1) bahwa setiap jalan
yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib
dilengkapi perlengkapan jalan berupa fasilitas
Tabel 5 Kondisi Saat Ini, Ideal, dan Rekomendasi Kebijakan

ASPEK KONDISI SAAT INI KONDISI IDEAL REKOMENDASI


1. JALUR SEPEDA Teridentifikasi ada Perencanaan jalur sepeda Standarisasi Jalur Sepeda:
beberapa tipikal jalur 1 harus memperhatikan: 1. Memastikan bahwa terdapat ruang jalan
sepeda sesuai jenis jalan di 1. Arah lalu lintas sepeda yang dapat mengakomodasi semua hak
DKI Jakarta: 2. Ruang jalur, lebar jalur, pengguna jalan dengan urutan pejalan kaki,
1. Jalur dengan marka jalur pesepeda, angkutan umum, angkutan
pembatas beton 3. Proteksi terhadap pribadi (complete streets).
2. Jalur dengan seatback pejalan kaki (pejalan kaki 2. Meningkatkan kualitas infrastruktur jalur
parking/akses keluar diutamakan) sepeda (menyediakan ruang, lebar, marka
masuk kendaraan 2 4. Proteksi pengguna yang tepat)
3. Jalur dengan ruang sepeda dari kendaraan 3. peningkatan konektivitas jaringan bersepeda.
terbatas lainnya (kendaraan
bermotor) 1

3
ASPEK KONDISI SAAT INI KONDISI IDEAL REKOMENDASI
2. PERENCANAAN Belum ada 1. Pengaturan lalu lintas di Penetapan rencana lalu lintas sepeda dan
LALULINTAS SEPEDA persimpangan yang pemberian kelengkapan marka jalan untuk lalu
meminimalkan potensi lintas sepeda.
kecelakaan lalu lintas.
2. pengaturan arah sepeda
(contra flow, dua jalur)
serta pemberian
kelengkapan marka dan
rambu jalan.

3. PARKIR SEPEDA Parkiran sepeda saat ini Operator DBS wajib Penempatan parkir sepeda sekaligus Dockless
diletakkan di ruang milik menerapkan mekanisme Bike Share (DBS) ditempatkan di stasiun
jalan (contoh di stasiun MRT) khusus untuk memastikan pemberhentian angkutan umum (MRT, LRT,
dan/atau parkiran sepeda pengguna layanannya Transjakarta, dan KRL) serta pusat kegiatan
pada area bangunan menempatkan sepeda pada masyarakat sepanjang jalur sepeda dengan
gedung (contoh di Gedung tempat yang telah interval tertentu.
BTN Jl. Gajah Mada). ditentukan.
Mekanisme Dockless Bike Melaksanakan aturan penerapan tarif parkir
Sharing yaitu dengan yang mengadopsi Pergub Nomor 31 Tahun 2017
menempatkan sepeda di titik- Tarif Parkir Persatu kali parkir Rp. 1000 dan perhari
titik ruang publik yang Rp 10.000.
dilengkapi dengan smart
lock.

4. RUANG GANTI Belum ada Dekat dengan parkir sepeda Pemerintah melakukan kerjasama dengan
dan terdapat di gedung pengelola Gedung pusat kegiatan masyarakat
pusat kegiatan masyarakat. dalam penyedian sarana ruang ganti bagi
pesepeda.
ASPEK KONDISI SAAT INI KONDISI IDEAL REKOMENDASI
5. PENYEBERANGAN Belum ada Jembatan Penyebrangan Pembangunan Penyeberangan Sepeda dengan
SEPEDA Ramah Pesepeda, jembatan 2 Opsi:
penyeberangan dilengkapi 1. jembatan penyebrangan dengan ramp
dengan ramp tangga. tangga; dan
2. penyebrangan pada grade crossing

Penyebrangan grade
Crossing

6. OPERATOR BIKE Gowes Pelibatan swasta dibuka Pemerintah Pusat perlu menerapkan aturan
SHARING Peraturan tentang penyelenggaraan bike sharing belum ada seluasnya untuk penyelenggaraan bike sharing dan operator DBS
payung hukum sehingga belum banyak operator yang terlibat. menyediakan DBS (fungsi sebagai penyedia layanan transportasi yang
bisnis). kemudian ditindak lanjuti melalui Peraturan
Daerah masing-masing.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2019


Tabel 6 Panduan Kebijakan Penyelenggaraan Dockless Bike Share (DBS)
ASPEK PANDUAN KEBIJAKAN

PERIZINAN USAHA DBS Perizinan dikeluarkan oleh pemerintah kota administrasi dan atau pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui suku dinas PM & PTSP berupa surat izin prinsip,
surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan (TDP) dengan dilengkapi syarat operasional DBS, syarat perparkiran sepeda DBS, syarat
spesifikasi sepeda, syarat pelaporan data waktu nyata, dan mekanisme pengawasan & evaluasi.

SYARAT OPERASIONAL DBS Syarat operasional DBS berupa:


 Jumlah dan nomo identifikasi sepeda sebelum memulai operasional layana;
 Nomor unik untuk setiap sepeda yang dioperasikan dengan data yang sudah dilaporkan;
 Layanan pelanggan 24 jam atau sesuai dengan waktu operasional harian;
 Mekanisme pelaporan tentang kondisi sepeda oleh pengguna dan masyarakat kepada pelapor;
 Peringatan kepada pengguna layanan untuk selalu memperlihatkan aturan lalu lintas dan memberikan prioritas kepada pejalan kaki;
dan
 Laporan atas penarikan sepeda dari kota jakarta;
Pelaporan dikoneksikan dengan kanal pelaporan resmi yang dimiliki oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta
SYARAT PERPARKIRAN SEPEDA Tidak disarankan menggunakan model free floating system, karena pertimbangan keamanan dan kenyamanan pengguna maupun non pengguna.
DBS Rasio jumlah sepeda dengan jumlah parkiran sepeda direkomendasikan antara 2 hingga 2,5 parkiran per sepeda. Pengembalian sepeda yang sudah
digunakan dimonitor dengan mekanisme aktif dan atau mekanisme pasif, mekanisme pasif berarti memberikan notifikasi kepada pengguna melalui
aplikasi bike share dengan menerapkan denda dan atau sanksi. Sedangakan mekanisme aktif pemasangan piranti keras di sepeda dan lokasi parkir
dengan sensor yang menyambungkan antar 2 piranti keras tersebut. Sehingga dengan pengaturan tertentu melalui sistem smartlock sepeda hanya bisa
di kunci dan diparkirkan pada lokasi parkir yang sudah ditentukan

SYARAT SPESIFIKASI SPEDA Standar sepeda menggunakan pedoman SNI dengan nomor 1049:2008 tentang syarat keselamatan sepeda

SYARAT PELAPORAN DATA Syarat pelaporan operator DBS kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta tentang data setiap perjalanan sepeda DBS dalam real-time melalui application
WAKTU NYATA programming interface yang tersambung kepada sistem Jakarta Smart City. Data perjalan yang dilaporkan antara lain:
 Nomor catatan perjalanan;
 Durasi perjalanan;
 Jarak tempuh perjalanan;
 Tanggal mulai dan berakhir perjalanan;
 Waktu mulai dan berakhir perjalanan;
 Koordinat lokasi awal perjalanan; dan
 Koordinat lokasi akhir perjalanan;
 Sepeda hilang atau rusak;
 Pelanggaran pengguna baik lalu lintas maupun non lalu lintas;
PENGAWASAN DAN EVALUASI Dasar pengawasan berdasarkan data pelaporan dari operator DBS yang tersambung dengan kanal Jakarta Smart City dan kanal pelaporan resmi yang
dimiliki oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta, sedangkan pengawasannya dilakikan oleh dinas perhubungan maupun satpol PP. Evaluasi layanan operator
DBS dilakukan berdasarkan kesesuaian operasional layanan dengan ketentuan yang sudah ditetapkan sebelumnya, hasil evaluasi ini sebagai dasar
perpanjangan layanan DBS berupa pencabutan TDP. Jika perbaikan tidak dilakukan sesuai requirement yang telah ditetapkan maka tindakan selanjutnya
berupa pecabutan SIUP.

Sumber: ITDP Indonesia, 2017


Kesimpulan Sehingga strategi yang diusulkan untuk
dikembangkan adalah bike sharing.
Kemacetan yang terjadi di wilayah
Pembangunan jalur sepeda merupakan
Metropolitan DKI Jakarta memasuki tahap
langkah awal menjadikan bike sharing
meresahkan karena membawa dampak
sebagai strategi pengembangan non-
signifikan yaitu besarnya nilai kerugian
motorized transportation. Belanda, China,
ekonomi dan meningkatnya emisi karbon yang
Thailand, dan Philiphina sebagai negara yang
dihasilkan oleh gas buang kendaraan.
telah mengadopsi konsep bike sharing bukan
Penyediaan transportasi berkelanjutan
hanya sebagai sarana transportasi keseharian
merupakan salah satu solusi demi tercapainya
warganya namun juga menjadi suatu
pembangunan berkelanjutan yaitu aman,
kebiasaan dan kesadaran akan
kenyamanan, keterjangkauan, efisien,
pembangunan keberlanjutan.
ketahanan, dan meminimalisasi emisi karbon.
Saat ini DKI Jakarta mulai mengembangkan Adopsi penerapan bike sharing di DKI Jakarta
sistem transportasi yang berorientasi pada sudah dilakukan dengan ujicoba di kawasan
transportasi berkelanjutan berupa Monas melalui platform GOWES yang
perencanaan dan pembangunan sistem dan selanjutnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
pengintegrasian transportasi publik (LRT, MRT, dan ITDP Indonesia sedang melakukan kajian
KRL dan Transjakarta). Dalam rangka penerapan yang menyeluruh. Terdapat 5
mendukung konsep transportasi berkelanjutan, (lima) faktor yang mempengaruhi minat
non-motorized transportation mulai penggunaan sepeda melalui bike sharing di
dikembangkan oleh pemerintah provinsi DKI DKI Jakarta yaitu: Kondisi topografi DKI Jakarta
Jakarta yaitu pemanfaatan moda transportasi yang cenderung datar membuat peluang
sepeda dengan terbitnya Peraturan Gubernur yang besar untuk penerapan bike sharing.
DKI Jakarta Nomor 128 Tahun 2019 tentang Selanjutanya sepeda mulai digalakkan
Lajur Sepeda. sebagai gaya hidup melalui sosialisasi oleh
pemerintah dan NGO misalnya dengan
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tertentu
kesimpulan bahwa mempertimbangkan
seperti bike to work,car free day, fun bike, dll.
karakteristik wilayahnya, maka pemanfaatan
sepeda di DKI Jakarta lebih cocok untuk
melayani commuter dengan short distance
trip, selain juga fungsi rekreasi dan gaya hidup.
Kebijakan pemerintah menjadi kunci Rekomendasi
keberhasilan berjalannya program bike
Dalam rangka mendukung kebijakan
sharing, yaitu dengan melengkapi infrastruktur
penerapan sepeda sebagai non-motorized
pendukung, regulasi terkait perencanaan lalu
transportation, maka rekomendasi kebijakan
lintas, serta payung hukum terkait
yang dapat diberikan adalah terkait hal teknis
penyelenggaraan bike sharing.
dan non teknis sebagai berikut:
1. Kebijakan yang bersifat teknis antara lain
penetapan kriteria infrastruktur jalur
sepeda dan prasarana pendukungnya,
kriteria lokasi dan jarak dock-ke-dock,
persyaratan keamanan dan
keselamatan, dan lain-lain.

2. Kebijakan yang bersifat non teknis antara


lain ketentuan terkait kelembagaan
penyelenggaraan bike sharing serta
persyaratan yang harus dipenuhi oleh
penyelenggara bike sharing seperti izin
usaha, syarat operasional, pengawasan,
evaluasi dan lain-lain.
Artiningsih. 2011. Jalur Sepeda Sebagai Bagian Dari Sistem Transportasi Kota Yang Berwawasan
Lingkungan. Jurnal Tata Loka Vol 13 Nomor 1. Biro Penerbit Planologi. Universitas Diponegoro;
Baker, S., et al., 2018. Hot or not?The role of cycling in ASEAN megacities:Case studies of Bangkok and
Manila. International Journal Of Sustainable Transportation 2018, VOL. 12, NO. 6, 416–431;
Baker, S., et al., 2016. GIZ December Report: Cycling as a Mobility Option for ASEAN Megacities.
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. 2016;
Farda, M., Lubis, H., 2018. Transportation System Development and Challenge in Jakarta Metropolitan
Area. International Journal of Sustainable Transportation Technology Vol. 1, No. 2, 2018, 42-50;
Gumelar, Ofi, S. 2014. Menakar Hak Pesepeda di Jalan Raya. www.kompasiana.com/
amp/ujangkosim/menakar-hak-pesepeda-di-jalan-raya. Diakses 05 Desember 2019;
Heinelt, H, and Kubler, D. 2004. Metropolitan Governance in the 21st Century: Capacity, Democracy
and the Dynamics of Place. Routledge. 2004;
Helena, I. 2015. Studi Konsep Rencana dan Strategi Program Bike To School di Kota Bandung. Jurnal
Perencanaan Wilayah Kota, Vol 15 No. 1. Bandung. Program Studi Perencanaan Wilayah Kota,
Fakultas Teknik. Universitas Islam Bandung;
Human Cities Coalition (HCC). 2017. Jakarta Urban Challenges Overview.
https://www.humancities.co/2017/01/jakarta-urban-challenges-overview/;
Ismiyati, Marlita, D. and Saidah, D. (2014) ‘Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor’, Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTransLog), 01(03), pp. 241–248;
ITDP. 2019. Langkah Mewujudkan Jakarta Ramah Bersepeda. http://www.itdp-indonesia.org. diakses
26 November 2019;
ITDP. 2019. Workshop Program Percepatan Jakarta Ramah Bersepeda. http://www.itdp-
indonesia.org. diakses 26 November 2019;
JICA. 2004. Project For The Study On Jabodetabek Public Transportation Policy Implimatation Strategy
In The Republic Of Indonesia (JAPTraPIS). Laporan Akhir;
Pettinga, et al. (2009). Cycling Inclusive Policy Development: a Handbook. GIZ, I-CE
Puspasrisa, Yosepha. 2019. Infografik: Polusi Kepung Udara Jakarta.
https://katadata.co.id/infografik/2019/08/09/infografik-polusi-kepung-udara-jakarta. Diakses 20
November 2019;
Raha, U., Taweesin, K., 2013. Encouraging The Use of Non-Motorized Transportation in Bangkok.
Procedia Environmental Sciences 17 (2013) 444 – 451;
Rietveld, P. (2017). The Position of Non-Motorized Transport Modes in Transport Systems;
Ruswanto, Wawan. 2003. Dilema Transportasi Kota: Tinjauan Sosiologis Terhadap Fenomena Angkutan
Kota (Angkot) di Kota Bogor. Jakarta. Program Studi Sosiologi. Universitas Indonesia;
Shaheen, S., Zhang, H., Martin, E., & Guzman, S. (2011). China’s Hangzhou Public Bicycle:
Understanding early adoption and behavioral response to bikesharing. Transportation Research
Record, (2247), 33–41. https://doi.org/10.3141/2247-05;
Sulistyo, D., et al. 2011. Upaya Penggunaan Sepeda Sebagai Moda Transportasi di Kota Surabaya.
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil). Vol. 4 Oktober 2011, Hal. AT-46 –
AT-50;
United Nations (2016) ‘Transport for Sustainable Development’, Transport for Sustainable
Development. doi: 10.18356/2c1884f4-en;
https://wri-indonesia.org/

Anda mungkin juga menyukai