Anda di halaman 1dari 36

TUGAS

PEMODELAN TRANSPORTASI KOTA


Masterplan Transportasi Kota Jakarta

Dibuat Oleh :

I Wayan Agus Edy Pratama

1404105010

Dosen Pengajar :

Putu Alit Suthanaya, S.T., MEng.Sc., Ph.D

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas asung kertha wara nugraha-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Pemodelan Transportasi Kota .

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua


pihak yang telah terlibat dan memberikan perhatian serta bimbingan, baik
langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Putu Alit Suthanaya, S.T., MEng.Sc., Ph.D. selaku Dosen Pengampu


mata kuliah Pemodelan Transportasi Kota.
2. Semua pihak yang telah memberikan informasi, bantuan, dorongan dan
perhatian kepada tim penulis sehingga tugas ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih sangat jauh dari
kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan tugas ini selanjutnya.

Denpasar, April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2
1.4 Batasan Masalah.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................4
2.1 Mengenal Kota Jakarta...................................................................................4
2.2 Sejarah Transportasi Kota Jakarta..................................................................5
2.3 Master Plan Transportasi Kota Jakarta...........................................................8
2.4 Sistem Transportasi di Jakarta......................................................................10
2.4.1 Pengembangan Jaringan Transportasi...............................................10
2.4.2 Transportasi Publik...........................................................................13
2.5 Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Pembangunan yang
Berkelanjutan................................................................................................20
2.6 Analisis Perbandingan Sistem Transportasi di Jakarta dengan Sistem
Transportasi Denpasar..................................................................................23
2.6.1 Persamaan.........................................................................................23
2.6.2 Perbedaan..........................................................................................24
BAB III PENUTUP.......................................................................................................28
3.1 Kesimpulan...................................................................................................28
3.2 Saran.............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................31

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kota Jakarta..............................................................................................4


Gambar 2.2 Trem era 1930-an......................................................................................6
Gambar 2.3 Rencana Jaringan Angkutan Umum Tahun 2030......................................9
Gambar 2.4 Peta Jaringan Jalan Tol Jakarta...............................................................10
Gambar 2.5 Potongan Melintang Enam Ruas Jalan Tol Jakarta.................................11
Gambar 2.6 Peningkatan Simpang Semanggi............................................................12
Gambar 2.7 Mikrolet dan KWK.................................................................................13
Gambar 2.8 Peta Jaringan Transjakarta......................................................................14
Gambar 2.9 Peta Rute KRL Komuter.........................................................................16
Gambar 2.10 Peta Jaringan LRT Jakarta....................................................................17
Gambar 2.11 Peta Jaringan MRT Jakarta....................................................................19
Gambar 2.12 Perbedaan Bus Trans Sarbagita (kiri) dan Transjakarta (kanan)...........27
Gambar 2.13 Perbedaan Halte Bus Trans Sarbagita (kiri) dan Halte Bus
Transjakarta (kanan)..............................................................................27

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penduduk wilayah Jabotabek......................................................................22


Tabel 2.2 Persamaan Transjakarta dan Trans Sarbagita..............................................23
Tabel 2.3 Perbedaan Transjakarta dan Trans Sarbagita..............................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam negara berkembang permasalahan yang ada lebih kompleks
dibandingkan dengan negara - negara maju. Indonesia merupakan negara yang
sedang berkembang, permasalahan yang ada di Indonesia, mulai dari pertumbuhan
penduduk yang tinggi, kesenjangan sosial, hingga kurangnya sarana dan prasarana
yang menunjang pembangunan itu sendiri. Diantara banyak permasalahan itu
adalah permasalahan transportasi yang mencerminkan suatu kota. Permasalahan
transportasi banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai
transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya
kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk. Kemacetan merupakan
permasalahan sehari-hari di kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Denpasar
dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia dan merupakan kota


terbesar di Asia Tenggara. Jakarta terdiri dari bermacam-macam suku etnik,
budaya, bahasa dan agama. Mereka datang ke kota Jakarta untuk mencari
pekerjaan di Jakarta. Luas Jakarta banyak berkembang dari sekitar 180 km 2 pada
tahun 1960 dan 661,52 km2 pada tahun 2000. Sekarang Jakarta dengan kota lain
sekitar Jakarta Tanggerang, Bekasi, depok dan Bogor menjadi kota megapolitan
yang dikenal Jabodetabek. Jabodetabek merupakan suatu region besar
metropolitan yang mempunyai jumlah penduduk 10.187.595 jiwa pada tahun 2011
(Disdukcapil DKI Jakarta).

Ketidak seimbangan antara infrastruktur publik yang tersedia dengan


jumlah penduduk yang membutuhkannya menyebabkan kurangnya pelayanan
kota termasuk di sektor transportasi. Kondisi ini menyebabkan tingginya jumlah
kendaraan pribadi yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruas jalan, sehingga
permasalahan kemacetan lalu lintas semakin di perparah. Beberapa hal yang sulit
dicari jalan keluar dalam mengatasi permasalahan transportasi di Jakarta, antara
lain, pertumbuhan kendaraan yang sangat tinggi, rendahnya disiplin pengguna
jalan, buruknya perencanaan dan penataan kota, kondisi sarana kendaraan umum

1
yang buruk, keamanan dan kenyamanan di jalanan (pengamen, penjaja, pengemis,
dan lain-lain).

Permasalahan transportasi memang sudah sedemikian kompleksnya,


semakin lama semakin banyak jalan yang mengalami kemacetan lalu lintas yang
pada gilirannya akan mengakibatkan waktu perjalanan semakin lama.
Permasalahan transportasi bukan dominasi dari sarana dan prasarana jalan saja,
tetapi juga sebagai akibat dari alih fungsi tata guna lahan serta jumlah penduduk
yang memiliki sistem aktivitas yang beragam. Untuk mengatasi permasalahan -
permasalahan transportasi tersbut maka pemerintah Kota Jakarta membuat
Masterplan Kota Jakarta yang bertujuan agar dapat mengurangi kemacetan di
Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Kota Jakarta Tersebut?
2. Bagaimana Sejarah Transportasi di Kota Jakarta?
3. Bagaimana Master Plan Transportasi Kota Jakarta tersebut?
4. Bagaimana Sistem Transportasi di Kota Jakarta tersebut?
5. Bagaimana Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam
Pembangunan yang Berkelanjutan?
6. Bagaimana Perbandingan Sistem Transportasi di Kota Denpasar dengan
Sistem Transportasi di Kota Jakarta?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang Kota Jakarta.
2. Untuk mengetahui Sejarah Transportasi di Kota Jakrta
3. Untuk mengetahui Master Plan Transportasi Kota Jakarta.
4. Untuk mengetahui Sistem Transportasi di Kota Jakarta.
5. Untuk mengetahui Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam
Pembangunan yang Berkelanjutan?
6. Untuk mengetahui Perbandingan Sistem Transportasi di Kota Denpasar
dengan Sistem Transportasi di Kota Jakarta.

1.4 Batasan Masalah


Metode penulisan di dalam makalah ini adalah metode kepustakaan atau
studi literature yang berasal dari buku-buku, jurnal, artikel ilmiah dan

2
penyampaian materi dari dosen pengampu mata kuliah pemodelan transportasi
kota.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mengenal Kota Jakarta

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara
Republik Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang
memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut
Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527),
Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta
Tokubetsu Shi (1942-1945) dan Djakarta (1945-1972).

Gambar 2.1 Kota Jakarta

Luas Jakarta banyak berkembang dari sekitar 180 km2 pada tahun 1960
dan 661,52 km2 pada tahun 2000. Sekarang Jakarta dengan kota lain sekitar
Jakarta Tanggerang, Bekasi, depok dan Bogor menjadi kota megapolitan yang
dikenal Jabodetabek. Jabodetabek merupakan suatu region besar metropolitan
yang mempunyai jumlah penduduk 10.187.595 jiwa pada tahun 2011
(Disdukcapil DKI Jakarta)

Sebagai pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat


berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing.
Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan
kantor sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Bandara

4
SoekarnoHatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta tiga pelabuhan laut di
Tanjung Priok, Sunda Kelapa, dan Ancol.

2.2 Sejarah Transportasi Kota Jakarta

Sejarah transportasi kota Jakarta bermula dari sebuah pelabuhan yang


bernama Sunda Kelapa. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dari kerajaan
Pajajaran. Sebelumnya merupakan milik kerajaan Tarumanegara yang dipakai
untuk transportasi barang-barang dagangan dengan pedagang-pedagang dari India
dan Cina. Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa
sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat
pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-
perahu. Oleh karena itu dibangunlah pelabuhan baru di daerah tanjung priok
sekitar 15 km kearah timur dari pelabuhan sunda kalapa.

Perkembangan tranportasi kota Jakarta pun memasuki babak baru ketika


daerah-daerah pemukiman muncul didaerah sekitar pelabuhan. Mulailah muncul
jalan-jalan penghubung di daerah sekitar pelabuhan. Hingga zaman sebelum
kemerdekaan , Jakarta sudah berubah menjadi sebuah kota yang modern yang kala
itu bernama Batavia. Pada saat itu, tahun 1943 sebelum Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, ada angkutan massal yang disebut Zidosha
Sokyoku (ZS). Angkutan tersebut berupa sebuah gerobak yang ditarik seekor sapi,
bahkan ketika keadaan serba sulit karena perang sapi penariknya justru disembelih
untuk dimakan.

Selain itu sejak tahun 1930, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem. Trem
adalah kereta dalam kota yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan
angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Ketika itu Jaringan trem di Jakarta
sudah melayani arus perpindahan dari pelabuhan hingga kampung melayu.
Sampai saat ini peninggalan jejak trem di Jakarta masih bisa kita lihat diantaranya
di museum fatahillah serta di Jembatan bekas trem yang milintas sungai Ciliwung
di daerah Raden Saleh atau Dipo trem yang sekarang ditempati PPD sebagai dipo
di daerah Salemba. Dapat disimpulaan ketika itu transportasi massal menjadi
pilihan utama masyarakat untuk berpergian di dalam kota.

5
Gambar 2.2 Trem era 1930-an

Kebijakan mulai beralih kepada penggunaan kendaraan pribadi sejak taun


1960 an ketika presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem dari Jakarta
dengan alasan bahwa trem sudah tidak cocok lagi untuk kota sebesar jakarta.
Kemudian pada tahun 1970-an terjadi peningkatan jumlah kendaraaan secara
signifikan di Jakarta. Terjadilah revolusi transportasi yang melanda Jakarta.
Masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki kendaraaan pribadi. Seakan-akan
belum menjadi orang kaya jika belum mempunyai mobil pribadi. Ditunjang oleh
sistem pengkreditan yang luar biasa mudah, membuat maysrakat berlomba-lomba
memiliki mobil pribadi. Pemerintah pun seakan mendukung program pembelian
kendaraan pribadi ini. Jalan-jalan utama diperlebar, jalur-jalur ditambah, dan
kebijakan-kebijakan lain yang semakin memanjakan penggunaan mobil pribadi.
Akumulasi akibat dari kebijakan ini adalah keadaan Jakarta seperti sekarang.
Dimana kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi menampung arus kendaraan yang
melintas diatasnya sementra pertumbuhan pemilikan kendaraan tetap saja tinggi.

Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta,


penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan dibandingkan
transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Hal ini bisa kita lihat pada
kebijakan-kebijakan transportasi Jakarta dalam satu dasawarsa terakhir ini uyang
mulai menunjukkan tren untuk mengurangi jumlah kendaran pribadi dan
memperbaiki sistem angkutan umum di kota Jakarta.

6
Di masa Gubernur Surjadi Soedirdja, Kepala DLLAJ DKI Jakarta J. P.
Sepang diperintahkan untuk memberlakukan Sistem Satu Arah (SSA) pada
sejumlah ruas jalan. Langkah ini meniru sistem di Singapura. Pemda DKI Jakarta
di masa itu juga membuat jalur khusus bagi bus kota dengan cat warna kuning,
termasuk membangun sejumlah halte bus dengan sarana telepon umum (Halte
2000). Lagi-lagi sayang, hal tersebut akhirnya juga diiringi dengan antrean
kendaraan yang makin memanjang di jalan-jalan raya dan bus kota yang tidak
juga tertib dalam menaik-turunkan penumpang. Kemudian, Pemprov DKI Jakarta
saat itu juga mempraktekkan sistem pengaturan lampu lalu-lintas kawasan (Area
Traffic Control System-ATSC) pada 110 persimpangan yang bisa disaksikan setiap
sore melalui tayangan Metro TV. Tapi sistem adopsi Jerman itu tidak efektif untuk
mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, kalah oleh hujan lebat yang turun dan
berhasil mematikan lampu lalu lintas secara tiba-tiba.

Terakhir, di akhir masa kepemimpinan Sutiyoso, wajah Ibukota dihiasi


dengan bus TransJakarta yang menjadi tulang punggung konsep sistem
transportasi makro/massal. Dengan 7 koridor efektif dan 329 armada bus,
transjakarta justru menjadi masalah baru. Beberapa catatan yang menyebabkan
masalah dapat dengan mudah diidentifikasi, seperti pembangunan koridor di bahu
jalan umum tanpa penambahan luas-panjang dan jaringan jalan, serta jumlah
armada yang hanya mampu menyerap 210.000 penumpang per hari (berbanding
8,96 juta penduduk) dengan tingkat kepadatan yang tinggi (berdesakan), apalagi
dengan kebijakan Fauzi Bowo yang memperbolehkan kendaraan lain melintasi
jalur transjakarta. Transjakarta yang diklaim sebagai sarana transportasi massal-
cepat itupun semakin minim sanjungan. Di sisi lain, Gaikindo (Gabungan Industri
Kendaraan Bermotor Indonesia) menargetkan mampu menjual sekiar 420 ribu unit
kendaraan setahunnya. Melihat dari sejarahnya pun, pola transportasi yang paling
tepat untuk diterapkan di kota seperti Jakarta adalah transportasi yang bersiafat
massal. Pemerintah Jakarta di era 2017 saat ini sudah mulai mebenahi transportasi
massal kota Jakarta terbukti dari masterplan pembangunan transportasi kota yang
terintegritas tengah dibangun di Kota Jakarta.

7
2.3 Master Plan Transportasi Kota Jakarta

Menurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari pengembangan


sistem transportasi umum perkotaan adalah untuk menciptakan sistem transportasi
yang efisien yang dapat mendukung pertumbuhan sosial-ekonomi yang positif,
menciptakan kesetaraan kesempatan untuk perjalanan nyaman dan aman bagi
seluruh masyarakat, dan penekanan pada peningkatan transportasi umum massal.
Pada saat ini, dua moda transportasi publik yang diadakan di Jakarta yaitu Bus
Rapid Transit system (Trans-Jakarta Transjakarta) dan Kereta Mass Rapid Transit
(MRT). Di masa depan, jenis lain dari moda transportasi juga akan dikembangkan.
Sungai dan kanal di Jakarta mempunya kemungkinan untuk pengembangan
transportasi sungai. Untuk ini diperlukan kedalaman air sungai yang lebih stabil.

Selain pembangunan prasarana transportasi, langkah-langkah untuk


mengurangi penggunaan kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang
diusulkan mencakup 3-in-1, Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling.

Untuk mengatasi permasalahan transportasi ketika Garuda Megah


(reklamasi yang gugusan pulaunya membentuk burung garuda jika dilihat dari
udara) dibangun dan mengakomodasi pergeseran ke arah penggunaan transportasi
publik yang lebih banyak, jaringan transportasi publik yang baik telah dirancang.
Jaringan ini terdiri atas:
Tanggul laut akan menyediakan satu rute untuk kereta api cepat, sebagai
bagian dari kereta api cepat di sepanjang pantai utara Jawa (Cilegon
-Banyuwangi).
Kereta api barang di timur wilayah pesisir untuk menghubungkan Tanjung
Priok dengan daerah pusat kota.
Mass Rapid Transit (MRT) untuk menghubungkan Central Business District
(CBD) dengan pusat kota. Koneksi ini merupakan perpanjangan koridor
selatan-utara di kota Jakarta.
Koneksi MRT opsional melalui reklamasi lahan yang telah direncanakan di
sepanjang pesisir untuk menghubungkan secara langsung CBD Garuda Megah
dengan bandara.

8
Gambar 2.3 Rencana Jaringan Angkutan Umum Tahun 2030

Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani
seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah
timpang (5-10% dengan 4-5%).

Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan


100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan
juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok,
Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Kemacetan sering terjadi
pada pagi dan sore hari, yakni di saat jam pergi dan pulang kantor.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai pembangunan kereta


bawah tanah (subway) dan MRT Jakarta pada Tahun 2013. Subway jalur Lebak
Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km ditargetkan beroperasi
pada 2017. Jalur kereta LRT juga sedang dipersiapkan melayani jalur Semanggi -
Roxy yang dibiayai swasta dan jalur Kuningan - Cawang - Bekasi - Bandara
Soekarno Hatta yang dibiayai pemerintah pusat. Untuk lintasan kereta api,
pemerintah pusat sedang menyiapkan double track pada jalur lintasan kereta api
Manggarai Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang dibangun jalur kereta api dari
Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng.

9
2.4 Sistem Transportasi di Jakarta

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (dan


Pemerintah Pusat) dalam pengendalian kemacetan lalu lintas, seperti antara lain:
pemberlakuan jalur three in one pada jam-jam tertentu di ruas jalan tertentu,
pembangunan simpang susun (fly over) dan under pass di persimpangan jalan,
penyelenggaraan angkutan massal dengan sistem jalur khusus bus (busway),
penyesuaian jam masuk kerja dan jam masuk sekolah, dan peningkatan kualitas
dan kuantitas sarana prasarana lalu lintas.
2.4.1 Pengembangan Jaringan Transportasi

Gambar 2.4 Peta Jaringan Jalan Tol Jakarta

Tol JORR (atau dikenal sebagai JORR 1) telah tersambung penuh tahun
2014. Jaringan JORR I antara lain tol W1 Penjaringan - Kembangan, JORR W2
Seksi 4 Kembangan - Joglo, JORR W2 Seksi 3 Joglo - Ulujami, JORR W2 Seksi
2 Ulujami - Veteran, JORR W2 Seksi 1 Veteran - Pondok Pinang, JORR S Pondok
Pinang - TMII, JORR E1 Seksi 1 TMII - Ceger, JORR E1 Seksi 2 Ceger -
Hankam, JORR E1 Seksi 3 Hankam - Jatiasih, JORR E1 Seksi 4 Jatiasih -
Cikunir, JORR E2 Cikunir - Cakung, JORR E3 Cakung - Cilincing, JORR N
Cilincing - Tanjung-Priok. Outer Ring Road I (JORR I) W2 Utara seksi ruas
Ciledug Ulujami (Paket 4) sepanjang 2,07 Km baru beroperasi Juli 2014.
Keberadaan jalan tol JORR di harapkan bias mengurangi kepadatan jalan tol

10
dalam kota, mempercepat akses kendaraan yang menuju ke Bandara Soekarno-
Hatta dan memperlancar lalu lintas truk yang perjalanannya dibatasi di tol dalam
kota Jakarta (pukul 05.00 sampai 22.00 tidak boleh melintas di Tol Cawang-
Tomang-Pluit).

Pemerintah sedang mempersiapkan jalan Tol JORR 2 yang akan


melingkari Jakarta bagian luar (lebih luar dari JORR 1) mulai dari Cengkareng
hingga Cilincing sepanjang 110,4 km. JORR 2 akan menghubungkan Jakarta
dengan Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi. Rute JORR 2 akan melintasi
wilayah Cengkareng-Kunciran-Serpong-Cinere-Jagorawi (Cimanggis) Cibitung-
Cilincing.

Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta atau sering disebut dengan 6 Ruas
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah rencana jalan tol yang akan mengadopsi
konstruksi jalan layang penuh dengan integrasi dengan transportasi umum (BRT).
Jalan tol ini terdiri dari 6 ruas dan secara keseluruhan memiliki panjang 69,77
kilometer. Ditargetkan 6 ruas jalan tol tersebut akan dioperasikan pada tahun
2022. Rencana pembangunan dan operasi keenam ruas jalan tol DKI Jakarta
disajikan dalam tabel berikut. Secara lengkap seluruh ruas tol dalam kota tersebut
direncanakan beroperasi pada tahun 2020.

Gambar 2.5 Potongan Melintang Enam Ruas Jalan Tol Jakarta

11
Peningkatan simpang tidak sebidang merupakan program peningkatan
jalan untuk mengurai kemacetan di Jabodetabek. Salah satu simpang yang
merupakan simpang paling parah kemacetannya dan pelru diperbaiki adalah
Simpang (jembatan) Semanggi. Dalam rangka untuk mengatasi kemacetan lalu
lintas di titik simpang utama di Provinsi DKI Jakarta, direncanakan akan dibangun
beberapa flyover/underpass antara lain akses Tanjung Priok, Simpang Semanggi,
RE Martadinata, Simpang Pancoran dan Simpang Kuningan dengan kebutuhan
pendanaan sebesar Rp. 1,63 Triliun. Kebutuhan pendanaan untuk pembebasan
lahan diperkirakan sebesar Rp. 156 milyar yang diharapkan dapat disediakan
melalui APBN dan sebagian APBD Pemerintah DKI Jakarta. Jembatan Semanggi
adalah suatu flyover yang di bangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Jembatan ini disebut Jembatan Semanggi karena dibangun di kawasan Karet
Semanggi, Setiabudi, akan tetapi banyak juga yang mengatakan karena bentuknya
yang seperti daun Semanggi maka istilah Jembatan Semanggi digunakan.

Gambar 2.6 Peningkatan Simpang Semanggi

12
2.4.2 Transportasi Publik
Transportasi publik adalah seluruh alat transportasi saat penumpang tidak
bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Transportasi Publik di Jakarta
adalah :

1. Angkutan Kota

Di Jakarta angkutan kota dikenal dengan istilah mikrolet. Mikrolet adalah


angkutan umum layaknya angkot di Jakarta. Tetapi mikrolet memiliki
perbedaan, yaitu umumnya bentuk mobilnya berhidung panjang dan berwarna
biru muda. Disamping mikrolet, baru-baru ini pemerintah DKI Jakarta juga
mengesahkan adanya angkot KWK (Koperasi Wahana Kalpika) yang bertujuan
sebagai pengumpan bus transjakarta.

Gambar 2.7 Mikrolet dan KWK

2. Transjakarta

Transjakarta atau umumnya disebut Busway adalah sistem transportasi


Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan, yang
beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta, Indonesia. Transjakarta dirancang
sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibukota yang sangat
padat. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan terpanjang di
dunia (208 km), serta memiliki 228 stasiun BRT (sebelumnya disebut halte)
yang tersebar dalam 12 koridor (jalur), yang awalnya beroperasi dari 05.00 -
22.00 WIB, dan kini beroperasi 24 jam di sebagian koridornya.

13
Gambar 2.8 Peta Jaringan Transjakarta

Bus Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus
lain sehingga hanya dapat dinaiki dari stasiun BRT Transjakarta (juga dikenal
dengan sebutan shelter, sebelumnya dikenal sebagai halte Transjakarta). Pintu
bus menggunakan 3 sistem yaitu sistem lipat, sistem geser, dan sistem putar
yang otomatis dapat dikendalikan dari konsol yang ada di panel pengemudi.

Setiap bus dilengkapi dengan papan pengumuman elektronik dan pengeras


suara yang memberitahukan stasiun BRT yang akan segera dilalui kepada para
penumpang dalam 2 bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap
bus juga dilengkapi dengan sarana komunikasi radio panggil yang
memungkinkan pengemudi untuk memberikan dan mendapatkan informasi
terkini mengenai kemacetan, kecelakaan, barang penumpang yang tertinggal,
GPS, serta fitur lainnya (terdapat di bus baru).

Sistem tiket pada stasiun BRT Transjakarta sejak 2013 menggunakan


kartu elektronik (e-ticketing), sebagai pengganti uang tunai. Operator koridor
tidak menerbitkan kartu tersebut, melainkan menggunakan kartu prabayar yang
dikeluarkan oleh bank. Pengguna e-ticket tidak perlu mengantri di loket stasiun
BRT, cukup dengan tap-in di pintu masuk stasiun BRT (barrier) lalu masuk ke
dalam stasiun. Apabila saldo habis, maka saat tap-in pintu barrier tidak dapat

14
diputar dan pengguna kartu dapat mengisi ulang di loket stasiun. Semua
pengguna Transjakarta yang akan keluar stasiun BRT tidak melakukan tap-in
lagi, cukup dengan melewati barrier keluar stasiun.

Tarif Transjakarta pada pukul 05.00 - 07.00 WIB sebesar Rp2.000,


sedangkan pada pukul 07.00 - 23.00 WIB sebesar Rp3.500. Transjakarta
disudsidi oleh Pemprov DKI Jakarta dengan menggunakan dana dari APBD.
Pada hari-hari tertentu (misalnya HUT Jakarta 22 Juni, Tahun Baru 1 Januari,
dll.) pengguna Transjakarta dibebaskan dari tarif (gratis). Per 6 Januari 2016,
tarif Transjakarta/Transjabodetabek untuk seluruh koridor adalah Rp3.500.

3. KRL Komuter

PT KAI Commuter Jabodetabek adalah salah satu anak perusahaan di


lingkungan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengelola KA Commuter
Jabodetabek. Kehadiran KCJ dalam industri jasa angkutan KA Commuter
bukanlah kehadiran yang tiba-tiba, tetapi merupakan proses pemikiran dan
persiapan yang cukup panjang. KCJ Memulai modernisasi angkutan KRL pada
tahun 2011 dengan menyederhanakan rute yang ada menjadi lima rute utama,
penghapusan KRL ekspres, penerapan kereta khusus wanita, dan mengubah
nama KRL ekonomi-AC menjadi kereta Commuter Line. Proyek ini
dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan sterilisasi sarana dan
prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta yang dilakukan bersama PT
KAI (persero) dan Pemerintah.

Pada 1 Juli 2013. KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik (E-
Ticketing) dan sistem tarif progresif. Penerapan dua kebijakan ini menjadi
tahap selanjutnya dalam modernisasi KRL Jabodetabek. Hingga Oktober 2016,
KCJ telah memiliki 826 unit KRL, dan akan terus bertambah. Sepanjang tahun
2016, KCJ telah melakukan penambahan armada sebanyak 60 kereta. Hal ini
untuk memenuhi permintaan penumpang yang terus bertambah dari waktu ke
waktu.

15
Gambar 2.9 Peta Rute KRL Komuter

Pada tahun 2016, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai
850.000 pengguna pada hari-hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna
terbanyak yang dilayani dalam satu hari adalah 931.082. Sebagai operator
sarana, kereta Commuter Line yang dioperasikan KCJ saat ini melayani 72
stasiun di seluruh Jabodetabek dengan jangkauan rute mencapai 184,5 km.
Dengan mengusung semangat dan semboyan Best Choice for Urban Transport,
KCJ saat ini terus bekerja keras untuk memenuhi target melayani 1,2 juta
penumpang per hari pada tahun 2019.

Tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek mulai 1 Oktober 2016 akan
mengalami penyesuaian sebesar Rp 1.000 untuk seluruh relasi. Penyesuaian ini
sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 35 tahun 2016 tentang
Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi untuk
Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation / PSO).

16
4. LRT

Jakarta Light Rail Transit atau disingkat Jakarta LRT adalah sebuah sistem
MassTransit dengan kereta api ringan (LRT) yang direncanakan akan dibangun
di Jakarta, Indonesia dan menghubungkan Jakarta dengan kota-kota
disekitarnya seperti Bekasi dan Bogor. Ada 2 penggagas LRT di Jakarta,
Pemprov DKI yang akan membangun LRT dalam kota dan PT Adhi Karya
yang akan membangun penghubung Jakarta ke kota sekitarnya.

Gambar 2.10 Peta Jaringan LRT Jakarta

Gagasan LRT Jakarta mulai muncul ketika Proyek Monorel Jakarta yang
sempat diaktifkan kembali pada Oktober 2013 oleh Gubernur DKI saat itu,
Joko Widodo tersendat pengerjaannya. Tersendatnya pekerjaan tersebut karena

17
Pemprov DKI dan Gubernur DKI penerus Joko Widodo, Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) tidak akan mengabulkan permintaan yang diajukan oleh PT
Jakarta Monorail untuk membangun depo di atas Waduk Setiabudi, Jakarta
Selatan dan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebab, hasil kajian Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PU-Pera) menyatakan
bahwa jika depo dibangun di atas Waduk Setiabudi, dikhawatirkan peristiwa
jebolnya tanggul Latuharhari terulang kembali.

Gubernur DKI Jakarta sapaan Ahok, lebih memilih untuk membangun


Light Rail Transit (LRT) dibandingkan monorel. Bahkan, Basuki telah
mengungkapkan rencana pembangunan ini kepada Presiden Joko Widodo.
Adhi Karya yang semula berniat membangun jalur monorel Cibubur-Cawang-
Grogol dan Bekasi-Cawang, mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo
untuk mengubah konsep monorel menjadi LRT juga. Adapun alasan
dibangunnya LRT karena lebih mudah terintegrasi dengan moda lainnya (MRT
dan KRL) daripada monorel yang populasinya sedikit karena teknologinya
tertutup.

Saat beroperasi pada 2018, Kemenhub memproyeksi harga tiket sekitar Rp


10.000 untuk rute Cibubur-Dukuh Atas. Dan kisaran Tarif untuk rute lainnya
sekitar Rp 10.000 sampai Rp 15.000.

5. MRT

Rencana pembangunan MRT di Jakarta sudah dirintis sejak tahun 1985.


Namun saat itu proyek MRT belum dinyatakan sebagai proyek nasional. Pada
tahun 2005, Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa proyek MRT
Jakarta merupakan proyek nasional. Berangkat dari kejelasan tersebut, maka
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian mulai
bergerak dan saling berbagi tanggung jawab. Pencarian dana pinjaman
disambut oleh Pemerintah Jepang yang bersedia memberikan dana pinjaman.
Pada 28 November 2006, penandatanganan persetujuan pembiayaan Proyek
MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk

18
Jepang Yusuf Anwar. JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi
kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Telah disetujui pula kesepakatan
antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menunjuk satu badan menjadi
satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini.

Gambar 2.11 Peta Jaringan MRT Jakarta

Proyek MRT Jakarta akan dimulai dengan pembangunan jalur MRT tahap I
sepanjang 16km kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel
Indonesia yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. Untuk meminimalisir
dampak pembangunan fisik tahap I, selain menggandeng konsultan manajemen
lalu lintas, PT MRT Jakarta juga memastikan telah memiliki Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal). Pengoperasian Tahap I akan dimulai pada tahun
2018.

Pembangunan Jalur MRT Tahap I ini akan menjadi awal sejarah


pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari
sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang.
Pengembangan selanjutnya adalah meneruskan jalur Sudirman menuju
Kampung Bandan yang akan disebut jalur Utara-Selatan serta pengembangan

19
jalur Timur-Barat. Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari
Bundaran HI ke Area Kota sepanjang 8.1 Km yang akan mulai dibangun
sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan beroperasi 2020. Studi kelayakan
untuk tahap ini sudah selesai.

Setiap rangkain kereta MRT mampu mengangkut sekitar 800-2000


penumpang. Karena kapasitasnya yang besar, sebuah MRT biasanya dibuat
terintegrasi dengan transportasi lainnya seperti LRT atau bus. Seperti yang kita
ketahui, MRT memiliki kapasitas yang besar sehingga butuh lahan yang luas
untuk jalurnya. Oleh sebab itu MRT butuh transportasi seperti LRT atau bus
sebagai pengumpan untuk menjangkau kawasan-kawasan dengan lahan yang
lebih sempit. Jalur MRT Jakarta rencananya akan membentang kurang lebih
110.8 km, yang terdiri dari Koridor Selatan Utara (Koridor Lebak Bulus -
Kampung Bandan) sepanjang 23.8 km dan Koridor Timur Barat sepanjang
87 km

MRT Jakarta dibangun dengan sasaran untuk:


Mengangkut 173.000 orang per hari pada tahun pertama operasi
Mengurangi Waktu Tempuh dari Lebak Bulus-Bundaran HI hingga 28
menit
Mengurangi Emisi CO2 dari pembakaran BBM kendaraan sebanyak
30.000 ton hingga 2020
Menambah 48.000 lapangan kerja selama lima tahun masa konstruksi
Mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas serta
meningkatkan perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat.

2.5 Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Pembangunan yang
Berkelanjutan

Terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota bersamaan pula


dengan berkembangnya masalah transportasi yang terjadi, sehingga masalah ini
akan selalu membayangi perkembangan suatu wilayah perkotaan. Permasalahan
ini bukan saja menyangkut pada kenyamanan sistem transportasi yang terganggu

20
(kepadatan, kemacetan, keterlambatan serta parkir), namun juga dapat
meningkatkan pencemaran lingkungan melalui meningkatnya gas buang dari
kendaraan bermotor serta merupakan suatu bentuk pemborosan energi yang sia-
sia. Jadi dapat dilhat, bahwa permasalahan transportasi ini merupakan suatu
permasalahan kompleks yang melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem yang
terkait sehingga dalam pemecahan permasalahan tersebut memerlukan suatu
pemecahan yang comprehensive dan terpadu yang melibatkan semua unsur dan
aktor dalam pembangunan kota.
Transportasi selalu dikaitan dengan tujuan dari kegiatan perpindahan yaitu
sistem kegiatan yang dipengaruhi oleh tata guna lahan, misalnya pusat kegiatan
yang terpisah memerlukan perjalanan dari rumah ke tempat kerja, ke pasar, ke
tempat rekreasi atau untuk mengangkut barang dari lokasi industri ke pelabuhan,
toko, dan sebagainya. Makin jauh lokasi satu dengan lokasi lain, maka semakin
panjang pula trasportasi yang harus dilakukan. Sebaliknya, makin dekat lokasi
satu kegiatan dengan kegiatan lain, makin pendek pula transportasi yang harus
dilakukan. Pendekatan terhadap sistem kegiatan ini sebenarnya sangat banyak
macam dan faktornya, namun yang lebih terkait pada aspek pola tata guna lahan
dalam suatu kota. Dengan konsep di atas, maka transportasi penduduk dapat
diperpendek melalui suatu penataan tata guna lahan yang memungkinkan
percampuran, sehingga masyarakat tidak harus melakukan perjalanan jarak jauh
untuk berbagai maksud dan tujuan seperti bekerja, belajar, belanja, rekreasi, dan
sebagainya. Hal ini dimungkinkan dengan pembangunan unit permukiman yang
tidak saja dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial seperti pendidikan,
perbelanjaan, kesehatan, rekreasi dan sebagainya, tetapi juga berdekatan dengan
lokasi tempat kerja (lokasi perkantoran, industri, dan lain-lain). Konsep ini akan
memberikan suatu bentuk unit-unit permukiman yang mandiri.
Dalam skala kota, unit-unit mandiri tersebut akan menimbulkan kota
dengan pusat majemuk. Kota dengan pusat-pusat yang majemuk ini
memungkinkan pengurangan perjalanan jarak jauh, dimana penghuni unit mandiri
telah tercukupi dengan fasilitas sosial ekonomi dalam jarak jangkauan yang dekat.
Kota-kota dengan multi pusat tersebut juga memungkinkan pelayanan angkutan
umum serta pelayanan umum lainnya lebih efisien. Konsep-konsep ini sebenarnya

21
telah diterapkan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia yang tertuang dalam
bentuk RTRW, RUTRK, RDTRK, RTRK dan lain-lain, mulai dari tingkat SWP,
BWK, Blok, sub blok, sampai hirarki pelayanan yang lebih kecil. Perencanaan ini
telah memperhatikan hirarki pelayanan umum yang tentunya dengan
memperhatikan faktor kegiatan pergerakan penduduknya secara minimal pula.
Untuk meninjau sistem kegiatan yang ada dalan suatu kota seperti Jakarta,
maka harus ditinjau dalam skala yang lebih luas, dalam hal ini Jabotabek. Jakarta
sebagai kota terbesar di Indonesia memiliki luas mencapai 651 km2 dengan
penduduk 8,2 juta, serta Jabotabek dengan luas wilayah 6.812 km2 dan penduduk
17,1 juta jiwa. Pada tahun 2015, jumlah penduduk diperkirakan mencapai 12,1
juta jiwa untuk Jakarta dan 32 juta untuk wilayah Jabotabek (lihat tabel 2.1).

Tabel 2.1 Penduduk wilayah Jabotabek

Sumber : BPPT-GTZ, JMTSS (1993)

Dengan melihat pada beberapa data di atas, maka peran kota-kota di luar
Jakarta sangat menentukan kondisi transportasi di Jakarta karena akan adanya arus
yang sangat besar dari wilayah-wilayah itu ke pusat kota Jakarta pada tahun 2015.
Pusat kota (Central Bussines District) akan menjadi tempat yang tidak nyaman
lagi untuk tempat tinggal karena faktor mahal, bising dan lain-lain, sehingga
banyak penduduk yang tinggal luar kota (sub urban) dan menjadi commuter.

Konsep lain yang cukup menarik dalam kaitan dengan sistem kegiatan ini
adalah mix use planning dalam penggunaan lahan seperti konsep superblock,
redevelopment, urban renewal dan lain-lain. Konsep pembangunan yang terpadu
antara hunian, tempat bekerja, fasilitas kebutuhan skala lokal ini bila dapat

22
diterapkan dengan baik juga akan mampu mengurangi jumlah pergerakan
penduduk, karena untuk kegiatan-kegiatan dalam skala kebutuhan lokal akan
dapat di penuhi di lokasi setempat.

2.6 Analisis Perbandingan Sistem Transportasi di Jakarta dengan Sistem


Transportasi Denpasar
Terjadinya kemacetan menyebabkan peningkatan waktu perjalanan,
pemborosan energi serta pencemaran udara yang selanjutnya dapat menyebabkan
degradasi produktivitas masyarakat dan kualitas lingkungan. Melihat kondisi
tersebut dan memperhatikan faktor-faktor pemicunya, maka diperlukan adanya
terobosan kebijakan untuk menciptakan efisiensi pergerakan melalui
pengembangan angkutan umum massal berbasis jalan yang mampu menarik minat
pengguna jalan. BRT (Bus Rapid Transit) merupakan salah satu angkutan umum
masal berbasis jalan yang diterapkan di kota Jakarta dan Denpasar, penerapan
sistem ini adalah bertujuan untuk membangun sistem transportasi yang efektif,
terpadu dan berkelanjutan.

2.6.1 Persamaan
BRT (Bus Rapid Transit) di Jakarta disebut Transjakarta sedangkan di
Denpasar disebut Trans Sarbagita. Analisis persamaan antara Transjakarta dan
Trans Sarbagita dapat dilihat jalur pergerakan dan operasionalnya, kondisi dan
fungsi halte, tiket dan tarif serta cara pembayaran tiketnya. Persamaan antara
sistem transportasi di Kota Jakarta dan transportasi di Kota Denpasar dapat dilihat
pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Persamaan Transjakarta dan Trans Sarbagita

Analisis Persamaan Transjakarta dan Trans Sarbagita

Aspek Implementasi

Menggunakan sistem Bus Rapid Transit


Fungsional,
Oprasional, Menghubungkan ke pusat kegiatan
dan
Infrastruktur Memiliki rute dan jam operasional
Memiliki angkutan pengumpan

23
Fasilitas halte yang nyaman dengan ruang tunggu
Fasilitas Kemudahan akses bagi pejalan kaki
Tempat transit menuju jalur lainnya
Tempat naik turunnya penumpang
Tiket & Sistem
Pembayaran Harga Tiket yang cukup terjangkau
Menggunakan sistem pembayaran cash dan e-ticketing
Berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa persamaan antara
Transjakarta dan Trans Sarbagita sama-sama menggunakan sistem BRT (Bus
Rapid Transit) dimana BRT ini dapat menghubungkan antar pusat kegiatan
dengan rute dan jam operasional yang telah ada. Disamping itu bus Transjakarta
dan Trans Sarbagita juga memiliki angkutan pengumpan yang masing-masing
terintegrasi dengan halte. Fasilitas halte Bus Transjakarta dan Trans Sarbagita juga
nyaman dan sangat mudah diakses oleh pejalan kaki. Harga tiket juga terbilang
cukup murah, untuk pembayaran tiket dapat dengan menggunakan sistem e-
ticketing atau cash.

2.6.2 Perbedaan

Prilaku dan kesadaran manusia merupakan suatu faktor penentu dalam


kesuksesan penerapan BRT (Bus Rapid Transit). Disamping itu pemerintah juga
memegang peran penting dalam kesuksesan penerapan BRT. Perbedaan atara
Transjakarta dan Trans Sarbagita dapat dilihat berdasarkan jalur dan
operasionalnya, halte, skala pelayanan, prilaku masyarakat, serta pengawasan
pemerintah. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Perbedaan Transjakarta dan Trans Sarbagita

Analisis Perbedaan Transjakarta dan Trans Sarbagita

Aspek Transjakarta Trans Sarbagita


Fungsional,
Oprasional, Memiliki 12 Koridor aktif dan Memiliki 2 Koridor aktif
dan rencana akan menambah 3
Infrastruktur
koridor lagi
Memiliki jalur khusus busway Tidak memiliki jalur khusus
busway

24
Memiliki pembatas antara Tidak memiliki pembatas
jalur busway dengan antara jalur busway dengan
kendaraan bermotor kendaraan bermotor
Jenis bus yang digunakan ada Jenis bus single
yang single dan ada yang
gandeng
Jam operasional pada koridor Jam operasional hanya
khusus hingga 24 jam sampai jam 10 malam
Jalur yang sudah terbentuk Jalur yang belum terbentuk
dapat menghemat BBM sehingga menyebabkan
Sarbagita tidak hemat BBM
Jumlah penumpang rata-rata Jumlah penumpang rata-
373.659 per hari rata hanya 1.571 per hari

Memiliki fasilitas lengkap Belum memiliki fasilitas


lengkap
Ada free wifi Belum ada wifi
Memiliki jembatan Tidak memiliki jembatan
Fasilitas
penyebrangan penyebrangan
Terdapat mesin minuman Tidak terdapat mesin
minuman
Terdapat papan informasi Tidak ada papan informasi

Kesadaran masyarakat sudah Kesadaran masyarakat


Peranan mulai terbentuk untuk masih kurang untuk
Masyarakat
menggunakan transportasi menggunakan transportasi
umum umum

Pengawasan cukup ketat Pengawasan operasinal


sehingga penduduk semakin masih rendah sehingga

25
merasa nyaman menyebabkan kualitas
Melakukan penindakan tegas pelayanan menurun
terhadap pengguna jalan yang Tidak ada tindak tegas
memasuki busway pemerintah untuk
pelanggaran lalu lintas
karena pengawasan yang
masih kurang
Berani membangun busway Belum berani membangun
walaupun resikonya jalan busway
Peranan
semakin sempit
Pemerintah
Mulai dibangun transportasi Belum menerapkan konsep
massal seperti MRT dan LRT rel untuk transportasi umum
untuk keberlanjutan
transportasi massal di Jakarta
yang diintegrasikan dengan
Transjakarta

Berdasarkan tabel 2.3 dapat dilihat perbedaan antara Transjakarta dan


Trans Sarbagita yang adalah dalam penerapan sistem BRT tersebut. Di Jakarta
pemerintah berani mengambil resiko untuk membuat jalur busway, sehingga laju
bus Transjakarta tidak mengalami hambatan. Sedangkan di Denpasar, bus Trans
Sarbagita tidak memiliki jalur busway sehingga bus Trans Sarbagita saat melaju
mengalami hambatan sehingga belum begitu efektif untuk mengatasi kemacetan.
Jam operasional Transjakarta juga sudah 24 jam sedangkan bus Trans Sarbagita
hanya sampai jam 9 malam.

Kesadaran masyarakat di Jakarta untuk menggunakan transportasi umum


juga sudah mulai terbentuk, ini karena fasilitas yang digunakan di Jakarta
terbilang sudah cukup nyaman. Sedangkan halte-halte di Denpasar fasilitasnya
cenderung masih belum memadai. Perhatian pemerintah terhadap sektor
transportasi juga sudah semakin baik di Jakarta, terbukti dari dibangunnya
transportasi umum berbasis jalan rel yang mulai diterapkan misalnya penerapan
sistem LRT (Light Rail Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit) yang nantinya

26
akan terintegrasi dengan Transjakarta. Sedangkan pemerintah di Bali cenderung
masih alot dalam memperhatikan permasalahan transportasi. Bus Trans Sarbagita
seakan belum bisa mengatasi permasalah kemacetan yang muncul di Bali. Dengan
kerja keras dan kerja sama yang baik antara masyarakat dan pemerintah di Bali
penerapan konsep transportasi di Jakarta masih bisa digunakan sehingga
permasalahan transportasi bisa segera diatasi.

Gambar 2.12 Perbedaan Bus Trans Sarbagita (kiri) dan Transjakarta (kanan)

Gambar 2.13 Perbedaan Halte Bus Trans Sarbagita (kiri) dan Halte Bus
Transjakarta (kanan)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diperoleh suatu simpulan sebagai berikut:

27
1. Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara
Republik Indonesia. Luas Jakarta banyak berkembang dari sekitar 180
km2 pada tahun 1960 dan 661,52 km2 pada tahun 2000. Jabodetabek
merupakan suatu region besar metropolitan yang mempunyai jumlah
penduduk 10.187.595 jiwa pada tahun 2011
2. Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta,
penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan
dibandingkan transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Pada Masa
kepemimpinan Sutiyoso, wajah Ibukota dihiasi dengan bus
TransJakarta yang menjadi tulang punggung konsep sistem transportasi
makro/massal.
3. Menurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari
pengembangan sistem transportasi umum perkotaan adalah untuk
menciptakan sistem transportasi yang efisien dan penekanan pada
peningkatan transportasi umum massal. Selain pembangunan prasarana
transportasi, langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang diusulkan
mencakup 3-in-1, Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai pembangunan kereta
bawah tanah (subway) dan MRT Jakarta pada Tahun 2013. Subway
jalur Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km
ditargetkan beroperasi pada 2017.

4. Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta atau sering disebut dengan 6
Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah rencana jalan tol yang akan
mengadopsi konstruksi jalan layang penuh dengan integrasi dengan
transportasi umum (BRT). Ditargetkan 6 ruas jalan tol tersebut akan
dioperasikan pada tahun 2022.
5. Transportasi selalu dikaitan dengan tujuan dari kegiatan perpindahan
yaitu sistem kegiatan yang dipengaruhi oleh tata guna lahan. Semakin

28
jauh lokasi satu dengan lokasi lain, maka semakin panjang pula
trasportasi yang harus dilakukan. . Sebaliknya, makin dekat lokasi satu
kegiatan dengan kegiatan lain, makin pendek pula transportasi yang
harus dilakukan. Dengan konsep tersebut, maka transportasi penduduk
dapat diperpendek melalui suatu penataan tata guna lahan yang telah
diterapkan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia yang tertuang
dalam bentuk RTRW, RUTRK, RDTRK, RTRK dan lain-lain
6. Persamaan antara Transjakarta dan Trans Sarbagita sama-sama
menggunakan sistem BRT (Bus Rapid Transit) dimana BRT ini dapat
menghubungkan antar pusat kegiatan dengan rute dan jam operasional
yang telah ada. Disamping itu bus Transjakarta dan Trans Sarbagita
juga memiliki angkutan pengumpan yang masing-masing terintegrasi
dengan halte.
7. Di Jakarta pemerintah berani mengambil resiko untuk membuat jalur
busway, sehingga laju bus Transjakarta tidak mengalami hambatan.
Sedangkan di Denpasar, bus Trans Sarbagita tidak memiliki jalur
busway sehingga bus Trans Sarbagita saat melaju mengalami hambatan
sehingga belum begitu efektif untuk mengatasi kemacetan.

3.2 Saran
Berdasarkan kajian tentang masterplan di Jakarta dan masterplan di
Denpasar terdapat beberapa perbedaan dalam penangannya. Di kota Jakarta sistem
transportasinya sudah mulai dibangun dengan konsep-konsep pada negara-negara
maju, misalnya penerapan konsep BRT (Buss Rapid Transit), LRT (Light Rail
Transit), dan MRT (Mass Rapid Transit). Dengan penerapan konsep-konsep
tersebut diharapkan ibu kota Jakarta dapat mengatasi permasalahan kemacetan
sekarang. Dengan integrasi angkutan umum masal yang baik dan dukungan penuh

29
dari pemerintah dan masyarakat maka kedepan kota Jakarta akan bisa menerapkan
sistem transportasi yang sustainable.
Pemerintah kota Denpasar sebenarnya sudah cukup baik dalam
memikirkan keberlangsungan transportasi di Denpasar. Terbukti dari keseriusan
pemerintah kota Denpasar yang mulai menerapkan konsep BRT (Buss Rapid
Transit). Namun BRT atau Bus Trans Sarbagita nyatanya belum terlalu bisa
mengatasi kemacetan yang terjadi di Denpasar. Bus Trans Sarbagita belum
memiliki jalur busway sehingga harus berbaur dengan kendaran bermotor lainnya.
Hal itulah yang menyebabkan laju bus Trans Sarbagita sering terhambat karena
harus ikut terjebak dalam kemacetan. Beberapa cara yang dapat dilakukan
pemerintah di Kota Denpasar adalah dengan meningkatkan perbaikan
infrastruktur dan fasilitas bus Trans Sarbagita agar masyarakat mau beralih
menggunakan kendaraan umum. Sehingga diperukan kerja keras dan kerjasama
antar pemrintah dan masyarakat sehingga bisa tercipta sistem transportasi yang
baik dan sustainable.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan. 2015. Rencana Induk


Transportasi JABODETABEK (RITJ).

Wiki Buku. 2016. Pembenahan Transportasi Jakarta/Transportasi Kota Jakarta


https://id.wikibooks.org/wiki/Pembenahan_Transportasi_Jakarta/Transporta
si_Kota_Jakarta

30
Diakses tanggal 30 Maret 2017

Transjakarta. 2016. Peta Jaringan Transjakarta


http://transjakarta.co.id/peta-rute/
Diakses tanggal 30 Maret 2017

Wikipedia. 2017. Daerah Khusus Ibukota Jakarta.


https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta#Transportasi
Diakses tanggal 1 April 2017

MRT Jakarta. 2016. Tentang MRT Jakarta


http://www.jakartamrt.co.id/tentang-mrt-jakarta/id
Diakses tanggal 1 April 2017

Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Pemerintah Provinsi Bali. 2012.


Angkutan Umum Trans Sarbagita
http://www.dishubinkom.baliprov.go.id/id/ANGKUTAN-UMUM-Trans-
SARBAGITA
Diakses tanggal 1 April 2017

31

Anda mungkin juga menyukai