Dibuat Oleh :
1404105010
Dosen Pengajar :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas asung kertha wara nugraha-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Pemodelan Transportasi Kota .
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2
1.4 Batasan Masalah.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................4
2.1 Mengenal Kota Jakarta...................................................................................4
2.2 Sejarah Transportasi Kota Jakarta..................................................................5
2.3 Master Plan Transportasi Kota Jakarta...........................................................8
2.4 Sistem Transportasi di Jakarta......................................................................10
2.4.1 Pengembangan Jaringan Transportasi...............................................10
2.4.2 Transportasi Publik...........................................................................13
2.5 Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Pembangunan yang
Berkelanjutan................................................................................................20
2.6 Analisis Perbandingan Sistem Transportasi di Jakarta dengan Sistem
Transportasi Denpasar..................................................................................23
2.6.1 Persamaan.........................................................................................23
2.6.2 Perbedaan..........................................................................................24
BAB III PENUTUP.......................................................................................................28
3.1 Kesimpulan...................................................................................................28
3.2 Saran.............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................31
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang buruk, keamanan dan kenyamanan di jalanan (pengamen, penjaja, pengemis,
dan lain-lain).
2
penyampaian materi dari dosen pengampu mata kuliah pemodelan transportasi
kota.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara
Republik Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang
memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut
Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527),
Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta
Tokubetsu Shi (1942-1945) dan Djakarta (1945-1972).
Luas Jakarta banyak berkembang dari sekitar 180 km2 pada tahun 1960
dan 661,52 km2 pada tahun 2000. Sekarang Jakarta dengan kota lain sekitar
Jakarta Tanggerang, Bekasi, depok dan Bogor menjadi kota megapolitan yang
dikenal Jabodetabek. Jabodetabek merupakan suatu region besar metropolitan
yang mempunyai jumlah penduduk 10.187.595 jiwa pada tahun 2011
(Disdukcapil DKI Jakarta)
4
SoekarnoHatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta tiga pelabuhan laut di
Tanjung Priok, Sunda Kelapa, dan Ancol.
Selain itu sejak tahun 1930, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem. Trem
adalah kereta dalam kota yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan
angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Ketika itu Jaringan trem di Jakarta
sudah melayani arus perpindahan dari pelabuhan hingga kampung melayu.
Sampai saat ini peninggalan jejak trem di Jakarta masih bisa kita lihat diantaranya
di museum fatahillah serta di Jembatan bekas trem yang milintas sungai Ciliwung
di daerah Raden Saleh atau Dipo trem yang sekarang ditempati PPD sebagai dipo
di daerah Salemba. Dapat disimpulaan ketika itu transportasi massal menjadi
pilihan utama masyarakat untuk berpergian di dalam kota.
5
Gambar 2.2 Trem era 1930-an
6
Di masa Gubernur Surjadi Soedirdja, Kepala DLLAJ DKI Jakarta J. P.
Sepang diperintahkan untuk memberlakukan Sistem Satu Arah (SSA) pada
sejumlah ruas jalan. Langkah ini meniru sistem di Singapura. Pemda DKI Jakarta
di masa itu juga membuat jalur khusus bagi bus kota dengan cat warna kuning,
termasuk membangun sejumlah halte bus dengan sarana telepon umum (Halte
2000). Lagi-lagi sayang, hal tersebut akhirnya juga diiringi dengan antrean
kendaraan yang makin memanjang di jalan-jalan raya dan bus kota yang tidak
juga tertib dalam menaik-turunkan penumpang. Kemudian, Pemprov DKI Jakarta
saat itu juga mempraktekkan sistem pengaturan lampu lalu-lintas kawasan (Area
Traffic Control System-ATSC) pada 110 persimpangan yang bisa disaksikan setiap
sore melalui tayangan Metro TV. Tapi sistem adopsi Jerman itu tidak efektif untuk
mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, kalah oleh hujan lebat yang turun dan
berhasil mematikan lampu lalu lintas secara tiba-tiba.
7
2.3 Master Plan Transportasi Kota Jakarta
8
Gambar 2.3 Rencana Jaringan Angkutan Umum Tahun 2030
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani
seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah
timpang (5-10% dengan 4-5%).
9
2.4 Sistem Transportasi di Jakarta
Tol JORR (atau dikenal sebagai JORR 1) telah tersambung penuh tahun
2014. Jaringan JORR I antara lain tol W1 Penjaringan - Kembangan, JORR W2
Seksi 4 Kembangan - Joglo, JORR W2 Seksi 3 Joglo - Ulujami, JORR W2 Seksi
2 Ulujami - Veteran, JORR W2 Seksi 1 Veteran - Pondok Pinang, JORR S Pondok
Pinang - TMII, JORR E1 Seksi 1 TMII - Ceger, JORR E1 Seksi 2 Ceger -
Hankam, JORR E1 Seksi 3 Hankam - Jatiasih, JORR E1 Seksi 4 Jatiasih -
Cikunir, JORR E2 Cikunir - Cakung, JORR E3 Cakung - Cilincing, JORR N
Cilincing - Tanjung-Priok. Outer Ring Road I (JORR I) W2 Utara seksi ruas
Ciledug Ulujami (Paket 4) sepanjang 2,07 Km baru beroperasi Juli 2014.
Keberadaan jalan tol JORR di harapkan bias mengurangi kepadatan jalan tol
10
dalam kota, mempercepat akses kendaraan yang menuju ke Bandara Soekarno-
Hatta dan memperlancar lalu lintas truk yang perjalanannya dibatasi di tol dalam
kota Jakarta (pukul 05.00 sampai 22.00 tidak boleh melintas di Tol Cawang-
Tomang-Pluit).
Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta atau sering disebut dengan 6 Ruas
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah rencana jalan tol yang akan mengadopsi
konstruksi jalan layang penuh dengan integrasi dengan transportasi umum (BRT).
Jalan tol ini terdiri dari 6 ruas dan secara keseluruhan memiliki panjang 69,77
kilometer. Ditargetkan 6 ruas jalan tol tersebut akan dioperasikan pada tahun
2022. Rencana pembangunan dan operasi keenam ruas jalan tol DKI Jakarta
disajikan dalam tabel berikut. Secara lengkap seluruh ruas tol dalam kota tersebut
direncanakan beroperasi pada tahun 2020.
11
Peningkatan simpang tidak sebidang merupakan program peningkatan
jalan untuk mengurai kemacetan di Jabodetabek. Salah satu simpang yang
merupakan simpang paling parah kemacetannya dan pelru diperbaiki adalah
Simpang (jembatan) Semanggi. Dalam rangka untuk mengatasi kemacetan lalu
lintas di titik simpang utama di Provinsi DKI Jakarta, direncanakan akan dibangun
beberapa flyover/underpass antara lain akses Tanjung Priok, Simpang Semanggi,
RE Martadinata, Simpang Pancoran dan Simpang Kuningan dengan kebutuhan
pendanaan sebesar Rp. 1,63 Triliun. Kebutuhan pendanaan untuk pembebasan
lahan diperkirakan sebesar Rp. 156 milyar yang diharapkan dapat disediakan
melalui APBN dan sebagian APBD Pemerintah DKI Jakarta. Jembatan Semanggi
adalah suatu flyover yang di bangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Jembatan ini disebut Jembatan Semanggi karena dibangun di kawasan Karet
Semanggi, Setiabudi, akan tetapi banyak juga yang mengatakan karena bentuknya
yang seperti daun Semanggi maka istilah Jembatan Semanggi digunakan.
12
2.4.2 Transportasi Publik
Transportasi publik adalah seluruh alat transportasi saat penumpang tidak
bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Transportasi Publik di Jakarta
adalah :
1. Angkutan Kota
2. Transjakarta
13
Gambar 2.8 Peta Jaringan Transjakarta
Bus Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus
lain sehingga hanya dapat dinaiki dari stasiun BRT Transjakarta (juga dikenal
dengan sebutan shelter, sebelumnya dikenal sebagai halte Transjakarta). Pintu
bus menggunakan 3 sistem yaitu sistem lipat, sistem geser, dan sistem putar
yang otomatis dapat dikendalikan dari konsol yang ada di panel pengemudi.
14
diputar dan pengguna kartu dapat mengisi ulang di loket stasiun. Semua
pengguna Transjakarta yang akan keluar stasiun BRT tidak melakukan tap-in
lagi, cukup dengan melewati barrier keluar stasiun.
3. KRL Komuter
Pada 1 Juli 2013. KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik (E-
Ticketing) dan sistem tarif progresif. Penerapan dua kebijakan ini menjadi
tahap selanjutnya dalam modernisasi KRL Jabodetabek. Hingga Oktober 2016,
KCJ telah memiliki 826 unit KRL, dan akan terus bertambah. Sepanjang tahun
2016, KCJ telah melakukan penambahan armada sebanyak 60 kereta. Hal ini
untuk memenuhi permintaan penumpang yang terus bertambah dari waktu ke
waktu.
15
Gambar 2.9 Peta Rute KRL Komuter
Pada tahun 2016, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai
850.000 pengguna pada hari-hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna
terbanyak yang dilayani dalam satu hari adalah 931.082. Sebagai operator
sarana, kereta Commuter Line yang dioperasikan KCJ saat ini melayani 72
stasiun di seluruh Jabodetabek dengan jangkauan rute mencapai 184,5 km.
Dengan mengusung semangat dan semboyan Best Choice for Urban Transport,
KCJ saat ini terus bekerja keras untuk memenuhi target melayani 1,2 juta
penumpang per hari pada tahun 2019.
Tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek mulai 1 Oktober 2016 akan
mengalami penyesuaian sebesar Rp 1.000 untuk seluruh relasi. Penyesuaian ini
sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 35 tahun 2016 tentang
Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi untuk
Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation / PSO).
16
4. LRT
Jakarta Light Rail Transit atau disingkat Jakarta LRT adalah sebuah sistem
MassTransit dengan kereta api ringan (LRT) yang direncanakan akan dibangun
di Jakarta, Indonesia dan menghubungkan Jakarta dengan kota-kota
disekitarnya seperti Bekasi dan Bogor. Ada 2 penggagas LRT di Jakarta,
Pemprov DKI yang akan membangun LRT dalam kota dan PT Adhi Karya
yang akan membangun penghubung Jakarta ke kota sekitarnya.
Gagasan LRT Jakarta mulai muncul ketika Proyek Monorel Jakarta yang
sempat diaktifkan kembali pada Oktober 2013 oleh Gubernur DKI saat itu,
Joko Widodo tersendat pengerjaannya. Tersendatnya pekerjaan tersebut karena
17
Pemprov DKI dan Gubernur DKI penerus Joko Widodo, Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) tidak akan mengabulkan permintaan yang diajukan oleh PT
Jakarta Monorail untuk membangun depo di atas Waduk Setiabudi, Jakarta
Selatan dan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebab, hasil kajian Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PU-Pera) menyatakan
bahwa jika depo dibangun di atas Waduk Setiabudi, dikhawatirkan peristiwa
jebolnya tanggul Latuharhari terulang kembali.
5. MRT
18
Jepang Yusuf Anwar. JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi
kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Telah disetujui pula kesepakatan
antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menunjuk satu badan menjadi
satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini.
Proyek MRT Jakarta akan dimulai dengan pembangunan jalur MRT tahap I
sepanjang 16km kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel
Indonesia yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. Untuk meminimalisir
dampak pembangunan fisik tahap I, selain menggandeng konsultan manajemen
lalu lintas, PT MRT Jakarta juga memastikan telah memiliki Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal). Pengoperasian Tahap I akan dimulai pada tahun
2018.
19
jalur Timur-Barat. Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari
Bundaran HI ke Area Kota sepanjang 8.1 Km yang akan mulai dibangun
sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan beroperasi 2020. Studi kelayakan
untuk tahap ini sudah selesai.
2.5 Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Pembangunan yang
Berkelanjutan
20
(kepadatan, kemacetan, keterlambatan serta parkir), namun juga dapat
meningkatkan pencemaran lingkungan melalui meningkatnya gas buang dari
kendaraan bermotor serta merupakan suatu bentuk pemborosan energi yang sia-
sia. Jadi dapat dilhat, bahwa permasalahan transportasi ini merupakan suatu
permasalahan kompleks yang melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem yang
terkait sehingga dalam pemecahan permasalahan tersebut memerlukan suatu
pemecahan yang comprehensive dan terpadu yang melibatkan semua unsur dan
aktor dalam pembangunan kota.
Transportasi selalu dikaitan dengan tujuan dari kegiatan perpindahan yaitu
sistem kegiatan yang dipengaruhi oleh tata guna lahan, misalnya pusat kegiatan
yang terpisah memerlukan perjalanan dari rumah ke tempat kerja, ke pasar, ke
tempat rekreasi atau untuk mengangkut barang dari lokasi industri ke pelabuhan,
toko, dan sebagainya. Makin jauh lokasi satu dengan lokasi lain, maka semakin
panjang pula trasportasi yang harus dilakukan. Sebaliknya, makin dekat lokasi
satu kegiatan dengan kegiatan lain, makin pendek pula transportasi yang harus
dilakukan. Pendekatan terhadap sistem kegiatan ini sebenarnya sangat banyak
macam dan faktornya, namun yang lebih terkait pada aspek pola tata guna lahan
dalam suatu kota. Dengan konsep di atas, maka transportasi penduduk dapat
diperpendek melalui suatu penataan tata guna lahan yang memungkinkan
percampuran, sehingga masyarakat tidak harus melakukan perjalanan jarak jauh
untuk berbagai maksud dan tujuan seperti bekerja, belajar, belanja, rekreasi, dan
sebagainya. Hal ini dimungkinkan dengan pembangunan unit permukiman yang
tidak saja dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial seperti pendidikan,
perbelanjaan, kesehatan, rekreasi dan sebagainya, tetapi juga berdekatan dengan
lokasi tempat kerja (lokasi perkantoran, industri, dan lain-lain). Konsep ini akan
memberikan suatu bentuk unit-unit permukiman yang mandiri.
Dalam skala kota, unit-unit mandiri tersebut akan menimbulkan kota
dengan pusat majemuk. Kota dengan pusat-pusat yang majemuk ini
memungkinkan pengurangan perjalanan jarak jauh, dimana penghuni unit mandiri
telah tercukupi dengan fasilitas sosial ekonomi dalam jarak jangkauan yang dekat.
Kota-kota dengan multi pusat tersebut juga memungkinkan pelayanan angkutan
umum serta pelayanan umum lainnya lebih efisien. Konsep-konsep ini sebenarnya
21
telah diterapkan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia yang tertuang dalam
bentuk RTRW, RUTRK, RDTRK, RTRK dan lain-lain, mulai dari tingkat SWP,
BWK, Blok, sub blok, sampai hirarki pelayanan yang lebih kecil. Perencanaan ini
telah memperhatikan hirarki pelayanan umum yang tentunya dengan
memperhatikan faktor kegiatan pergerakan penduduknya secara minimal pula.
Untuk meninjau sistem kegiatan yang ada dalan suatu kota seperti Jakarta,
maka harus ditinjau dalam skala yang lebih luas, dalam hal ini Jabotabek. Jakarta
sebagai kota terbesar di Indonesia memiliki luas mencapai 651 km2 dengan
penduduk 8,2 juta, serta Jabotabek dengan luas wilayah 6.812 km2 dan penduduk
17,1 juta jiwa. Pada tahun 2015, jumlah penduduk diperkirakan mencapai 12,1
juta jiwa untuk Jakarta dan 32 juta untuk wilayah Jabotabek (lihat tabel 2.1).
Dengan melihat pada beberapa data di atas, maka peran kota-kota di luar
Jakarta sangat menentukan kondisi transportasi di Jakarta karena akan adanya arus
yang sangat besar dari wilayah-wilayah itu ke pusat kota Jakarta pada tahun 2015.
Pusat kota (Central Bussines District) akan menjadi tempat yang tidak nyaman
lagi untuk tempat tinggal karena faktor mahal, bising dan lain-lain, sehingga
banyak penduduk yang tinggal luar kota (sub urban) dan menjadi commuter.
Konsep lain yang cukup menarik dalam kaitan dengan sistem kegiatan ini
adalah mix use planning dalam penggunaan lahan seperti konsep superblock,
redevelopment, urban renewal dan lain-lain. Konsep pembangunan yang terpadu
antara hunian, tempat bekerja, fasilitas kebutuhan skala lokal ini bila dapat
22
diterapkan dengan baik juga akan mampu mengurangi jumlah pergerakan
penduduk, karena untuk kegiatan-kegiatan dalam skala kebutuhan lokal akan
dapat di penuhi di lokasi setempat.
2.6.1 Persamaan
BRT (Bus Rapid Transit) di Jakarta disebut Transjakarta sedangkan di
Denpasar disebut Trans Sarbagita. Analisis persamaan antara Transjakarta dan
Trans Sarbagita dapat dilihat jalur pergerakan dan operasionalnya, kondisi dan
fungsi halte, tiket dan tarif serta cara pembayaran tiketnya. Persamaan antara
sistem transportasi di Kota Jakarta dan transportasi di Kota Denpasar dapat dilihat
pada tabel 2.2 berikut.
Aspek Implementasi
23
Fasilitas halte yang nyaman dengan ruang tunggu
Fasilitas Kemudahan akses bagi pejalan kaki
Tempat transit menuju jalur lainnya
Tempat naik turunnya penumpang
Tiket & Sistem
Pembayaran Harga Tiket yang cukup terjangkau
Menggunakan sistem pembayaran cash dan e-ticketing
Berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa persamaan antara
Transjakarta dan Trans Sarbagita sama-sama menggunakan sistem BRT (Bus
Rapid Transit) dimana BRT ini dapat menghubungkan antar pusat kegiatan
dengan rute dan jam operasional yang telah ada. Disamping itu bus Transjakarta
dan Trans Sarbagita juga memiliki angkutan pengumpan yang masing-masing
terintegrasi dengan halte. Fasilitas halte Bus Transjakarta dan Trans Sarbagita juga
nyaman dan sangat mudah diakses oleh pejalan kaki. Harga tiket juga terbilang
cukup murah, untuk pembayaran tiket dapat dengan menggunakan sistem e-
ticketing atau cash.
2.6.2 Perbedaan
24
Memiliki pembatas antara Tidak memiliki pembatas
jalur busway dengan antara jalur busway dengan
kendaraan bermotor kendaraan bermotor
Jenis bus yang digunakan ada Jenis bus single
yang single dan ada yang
gandeng
Jam operasional pada koridor Jam operasional hanya
khusus hingga 24 jam sampai jam 10 malam
Jalur yang sudah terbentuk Jalur yang belum terbentuk
dapat menghemat BBM sehingga menyebabkan
Sarbagita tidak hemat BBM
Jumlah penumpang rata-rata Jumlah penumpang rata-
373.659 per hari rata hanya 1.571 per hari
25
merasa nyaman menyebabkan kualitas
Melakukan penindakan tegas pelayanan menurun
terhadap pengguna jalan yang Tidak ada tindak tegas
memasuki busway pemerintah untuk
pelanggaran lalu lintas
karena pengawasan yang
masih kurang
Berani membangun busway Belum berani membangun
walaupun resikonya jalan busway
Peranan
semakin sempit
Pemerintah
Mulai dibangun transportasi Belum menerapkan konsep
massal seperti MRT dan LRT rel untuk transportasi umum
untuk keberlanjutan
transportasi massal di Jakarta
yang diintegrasikan dengan
Transjakarta
26
akan terintegrasi dengan Transjakarta. Sedangkan pemerintah di Bali cenderung
masih alot dalam memperhatikan permasalahan transportasi. Bus Trans Sarbagita
seakan belum bisa mengatasi permasalah kemacetan yang muncul di Bali. Dengan
kerja keras dan kerja sama yang baik antara masyarakat dan pemerintah di Bali
penerapan konsep transportasi di Jakarta masih bisa digunakan sehingga
permasalahan transportasi bisa segera diatasi.
Gambar 2.12 Perbedaan Bus Trans Sarbagita (kiri) dan Transjakarta (kanan)
Gambar 2.13 Perbedaan Halte Bus Trans Sarbagita (kiri) dan Halte Bus
Transjakarta (kanan)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diperoleh suatu simpulan sebagai berikut:
27
1. Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara
Republik Indonesia. Luas Jakarta banyak berkembang dari sekitar 180
km2 pada tahun 1960 dan 661,52 km2 pada tahun 2000. Jabodetabek
merupakan suatu region besar metropolitan yang mempunyai jumlah
penduduk 10.187.595 jiwa pada tahun 2011
2. Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta,
penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan
dibandingkan transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Pada Masa
kepemimpinan Sutiyoso, wajah Ibukota dihiasi dengan bus
TransJakarta yang menjadi tulang punggung konsep sistem transportasi
makro/massal.
3. Menurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari
pengembangan sistem transportasi umum perkotaan adalah untuk
menciptakan sistem transportasi yang efisien dan penekanan pada
peningkatan transportasi umum massal. Selain pembangunan prasarana
transportasi, langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang diusulkan
mencakup 3-in-1, Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai pembangunan kereta
bawah tanah (subway) dan MRT Jakarta pada Tahun 2013. Subway
jalur Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km
ditargetkan beroperasi pada 2017.
4. Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta atau sering disebut dengan 6
Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah rencana jalan tol yang akan
mengadopsi konstruksi jalan layang penuh dengan integrasi dengan
transportasi umum (BRT). Ditargetkan 6 ruas jalan tol tersebut akan
dioperasikan pada tahun 2022.
5. Transportasi selalu dikaitan dengan tujuan dari kegiatan perpindahan
yaitu sistem kegiatan yang dipengaruhi oleh tata guna lahan. Semakin
28
jauh lokasi satu dengan lokasi lain, maka semakin panjang pula
trasportasi yang harus dilakukan. . Sebaliknya, makin dekat lokasi satu
kegiatan dengan kegiatan lain, makin pendek pula transportasi yang
harus dilakukan. Dengan konsep tersebut, maka transportasi penduduk
dapat diperpendek melalui suatu penataan tata guna lahan yang telah
diterapkan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia yang tertuang
dalam bentuk RTRW, RUTRK, RDTRK, RTRK dan lain-lain
6. Persamaan antara Transjakarta dan Trans Sarbagita sama-sama
menggunakan sistem BRT (Bus Rapid Transit) dimana BRT ini dapat
menghubungkan antar pusat kegiatan dengan rute dan jam operasional
yang telah ada. Disamping itu bus Transjakarta dan Trans Sarbagita
juga memiliki angkutan pengumpan yang masing-masing terintegrasi
dengan halte.
7. Di Jakarta pemerintah berani mengambil resiko untuk membuat jalur
busway, sehingga laju bus Transjakarta tidak mengalami hambatan.
Sedangkan di Denpasar, bus Trans Sarbagita tidak memiliki jalur
busway sehingga bus Trans Sarbagita saat melaju mengalami hambatan
sehingga belum begitu efektif untuk mengatasi kemacetan.
3.2 Saran
Berdasarkan kajian tentang masterplan di Jakarta dan masterplan di
Denpasar terdapat beberapa perbedaan dalam penangannya. Di kota Jakarta sistem
transportasinya sudah mulai dibangun dengan konsep-konsep pada negara-negara
maju, misalnya penerapan konsep BRT (Buss Rapid Transit), LRT (Light Rail
Transit), dan MRT (Mass Rapid Transit). Dengan penerapan konsep-konsep
tersebut diharapkan ibu kota Jakarta dapat mengatasi permasalahan kemacetan
sekarang. Dengan integrasi angkutan umum masal yang baik dan dukungan penuh
29
dari pemerintah dan masyarakat maka kedepan kota Jakarta akan bisa menerapkan
sistem transportasi yang sustainable.
Pemerintah kota Denpasar sebenarnya sudah cukup baik dalam
memikirkan keberlangsungan transportasi di Denpasar. Terbukti dari keseriusan
pemerintah kota Denpasar yang mulai menerapkan konsep BRT (Buss Rapid
Transit). Namun BRT atau Bus Trans Sarbagita nyatanya belum terlalu bisa
mengatasi kemacetan yang terjadi di Denpasar. Bus Trans Sarbagita belum
memiliki jalur busway sehingga harus berbaur dengan kendaran bermotor lainnya.
Hal itulah yang menyebabkan laju bus Trans Sarbagita sering terhambat karena
harus ikut terjebak dalam kemacetan. Beberapa cara yang dapat dilakukan
pemerintah di Kota Denpasar adalah dengan meningkatkan perbaikan
infrastruktur dan fasilitas bus Trans Sarbagita agar masyarakat mau beralih
menggunakan kendaraan umum. Sehingga diperukan kerja keras dan kerjasama
antar pemrintah dan masyarakat sehingga bisa tercipta sistem transportasi yang
baik dan sustainable.
DAFTAR PUSTAKA
30
Diakses tanggal 30 Maret 2017
31