Anda di halaman 1dari 45

ACARA I

PANJANG HARI, RADIASI, DAN TEKANAN UDARA

I. Latar Belakang
Permukaan bumi kita tidak rata, tidak halus mulus, ada yang menonjol
dan ada yang cekung. Permukaan yang menonjol dapat berupa gunung, bukit,
atau dataran tinggi. Permukaan yang cekung dapat berupa jurang, sungai atau
laut. Dilihat dari penyebabnya karena ada aktifitas tenaga endogen dan tenaga
eksogen. Tenaga Endogen dapat berupa tektonisme, vulkanisme dan seisme.
Tenaga Eksogen berupa pelapukan,erosi dan sedimentasi.Perbedaan
satu tempat dengan tempat yang lainnya berkaitan dengan relief
bumi membawa akibat perbedaan cuaca, suhu, iklim, curah hujan, jenis
tanah dan lain-lain. Angin yaitu udara yang bergerak yang diakibatkan oleh
rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara
tekanan tinggi ke tekanan rendah di sekitarnya.
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau
perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan
dengan besarnya energi panas matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas matahari lebih besar
akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang
cenderung lebih rendah.
Perbedaan suhu dan tekanan udara akan terjadi antara daerah yang
menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit
menerima energi panas, yang berakibat akan terjadi aliran udara pada wilayah
tersebut. Angin memiliki kecepatan dan arah, permukaan relief bumi
mempengaruhi ruang gerak angin dari daerah yang bertekanan tinggi kedaerah
yang bertekanan rendah, sehingga permukaan relief bumi menjadi tumpuan
pergerakan angin. Terjadinya angin darat dan angin laut merupakan peristiwa
pergerakan angin yang dipengaruhi oleh bentuk relief muka bumi. Hujan
terbentuk karena adanya angin. Jika tidak ada angin maka
tidak akan terbentuk pula hujan. Para ilmuan mengatakan bahwa awan adalah
sebuah eksisten elektrik. Eksisten-eksisten elektrik, jika terbentuk dari
satu jenis saja maka satu sama lainnya akan saling menolak dan jika terbentuk
dari dua jenis maka keduanya akan saling menarik antara satu sama lainnya.
Ciri-ciri dari angin itu adalah berkumpulnya antara dua wujud eksisten-
eksisten, yang menghasilkan ketertarikan satu sama lain dan terjadilah
penyatuan elektrik antara keduanya. Dan hasil dari penggabungan tersebut
adalah hujan. Jadi, satu-satunya faktor yang berdampak pada penyatuan dua
wujud elektrik sehingga memberikan dan menciptakan
hasil yang disebut dengan hujan,adalah angin.

II. Tujuan Praktikum


Memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam melakukan
perhitungan Panjang Hari, Radiasi serta Tekanan Udara suatu wilayah lewat
koordinat letak lintang.

III. Alat dan Bahan Praktikum


1. Titik koordinat (letak lintang) alamat rumah tiap mahasiswa
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Tabel perhitungan Hidrometeorologi
IV. Landasan Teori
 Panjang Hari
Letak lintang di bumi mempengaruhi panjang hari. Perbedaan ini jelas
pada daerah lintang tinggi yang mengalami musim panas (dengan hari
panjang) dan musim dingin (dengan hari pendek). Untuk daerah tropis
perbedaan ini tidak jelas.
Radiasi adalah suatu istilah yang berlaku untuk banyak proses yang
melibatkan pindahan tenaga oleh gejala gelombang elektromagnetik. Gaya
radiatif pemindahan kalor dalam dua pengakuan penting dari yang memimpin
dan konvektif gaya (1) tidak ada medium diperlukan dan (2) pindahan tenaga
adalah sebanding kepada kuasa kelima atau keempat dari temperatur
menyangkut badan melibatkan (Pitts and Sissom, 2001).
Pada waktu radiasi surya memasuki sistem atmosfer menuju
permukaan bumi (darat dan laut), radiasi tersebut akan dipengaruhi oleh gas-
gas aerosol, serta awan yang ada di atmosfer. Sebagian radiasi akan
dipantulkan kembali ke angkasa luar, sebagian akan diserap dan sisanya
diteruskan ke permukaan bumi berupa radiasi langsung (dircet) maupun
radiasi baur (diffuse). Jumlah kedua bentuk radiasi ini dikenal dengan
“Radiasi Global”. Alat pengukur radiasi surya yang terpasang pada stasiun.
Stasiun klimatologi (Solarimeter atau Radiometer) untuk mengukur radiasi
global. (Monteith, j. L. 1975).
Radiasi surya merupakan sumber energi utama kehidupan di muka
bumi ini. Setiap waktu hampir terjadi perubahan penerimaan energi radiasi
surya yang dapat mengaktifkan molekul gas atmosfer sehingga terjadilah
pembentukan cuaca.
Radiasi surya merupakan unsur iklim/cuaca utama yang akan
mempengaruhi keadaan unsur iklim/cuaca lainnya. Perbedaan penerimaan
radiasi surya antar tempat di permukaan bumi akan menciptakan pola angin
yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kondisi curah hujan, suhu udara,
kelembaban nisbi udara, dan lain-lain.
Pengukuran radiasi surya yang sampai di permukaan bumi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain oleh kedudukan surya terhadap bumi,
kebersihan langit termasuk keawanan dan lokasi titik pengukuran itu sendiri.
Radiasi surya yang diukur adalah jumlah energi radiasi yang sampai di
permukaan bumi dalam bentuk intensitas dan lama peyinaran dalam sehari,
sebulan atau setahun atau untuk periode waktu tertentu yang diinginkan.
Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses
thermonuklir yang terjadi di matahari. Energi radiasi matahari berbentuk sinar
dan gelombang elektromagnetik. Spektrum radiasi matahari sendiri terdiri dari
dua yaitu, sinar bergelombang pendek dan sinar bergelombang panjang. Sinar
yang termasuk gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma, sinar ultra
violet, sedangkan sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah. Jumlah
total radiasi yang diterima di permukaan bumi tergantung 4 (empat) faktor.
1.Jarak matahari. Setiap perubahan jarak bumi dan matahari menimbulkan
variasi terhadap penerimaan energi matahari.
Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa
udara dalamsetiap satuan luas tertentu. Diukur dengan menggunakan
barometer. Satuan tekanan udara adalah milibar (mb). Garis
yang menghubungkan tempat-tempat yang sama tekanan udaranya disebut
sebagai isobar.
Dan juga Tekanan udara merupakan tingkat kebasahan udara karena
dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air. kandungan uap air
dalam udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara
dingin. kalau udara banyak mengandung uap air didinginkan maka suhunya
turun dan udara tidak dapat menahan lagi uap air sebanyak itu.uap air berubah
menjadi titik-titik air. udara yan mengandung uap air sebanyak yang dapat
dikandungnya disebut udara jenuh.
ACARA II
EVAPOTRANSPIRASI METODE PENMAN

I. Latar Belakang
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang menguap berasal
dari permukaan bumi baik dari tanah tumbuhan dan air. Air yang menguap
secara langsung disebut evaporasi dan penguapanmelalui vegetasi atau tanah
disebut juga dengan dengan intersepsi. Evapotranspirasi dapat dihitung guna
mengetahui besarnnya air yang menguap secara langsung maupun yang
menguap melalui tumbuhan dan tanah pada wilayah tertentu untuk
kepentingan pertanian maupun domestic. Salah satu cara mengetahui besar
kecilnya evapotranspirasi di suatu wilayah yaitu dengan metode penman.
Penman menghitung besarnya evapotranspirasi untuk mengestimasi
besarnya evaporasi dari data cuaca suatu wilayah untuk menjaga kontinuitas
besarntya evaporasi. Metode penman dalam menghitung besarnya
evapotranspirasi memperhatikan kecepatan angin, tekanan udara jenuh rdan
tekanan udara aktual. Untuk mengetahui perhitungan evapotranspirasi metode
penman maka dilakukan praktikum acara 6 besarnya evapotranspirasi dengan
menggunakan metode penman

II. Tujuan Praktikum


Memberikan pemahaman tentang evapotranspirasi, serta memberikan
kemampuan kepada mahasiswa dalam melakukan perhitungan dengan
berbagai metode perhitungan evapotranspirasi yang ada, khusunya metode
perhitungan evapotranspirasi Penman.
III. Alat dan Bahan
1. Data Klimatologi (Kecamatan Jumantono, Stasiun PUSLITBANG FP
UNS, Karanganyar)
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Tabel perhitungan hidrometeorologi

IV. Landasan Teori


Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari
permukaan tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh
adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Dengan kata lain,
besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air
berasal dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari
permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer
melalui vegetasi). Beda antara intersepsi dan transpirasi adalah pada proses
intersepsi air yang diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan
yang tertampung sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu
vegetasi, sedangkan tranpirasi adalah penguapan air yang berasal dari dalam
tanah melalui tajuk vegetasi sebagai hasil proses fisiologi vegetasi.
Pada siklus hidrologi menunjukkan bahwa evapotranspirasi (ET)
adalah jumlah dari beberapa unsur seperti pada persamaan matematik berikut:
ET = T + It + Es + Eo
T = tranpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanah,
batuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan air
terbuka seperti sungai, danau, dan waduk. Untuk tegakan hutan, Eo dan Es
biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es.
Faktor – faktor Penentu Evapotranspirasi

Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap


besarnya evapotranspirasi, maka dalam hal ini evapotranspirasi perlu
dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi
aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi.
Sementara AET dipengaruhi oleh fisiologi tanaman dan unsur tanah.

Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas


matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum
besarnya PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin bertambah besar.

Pengaruh radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses


fotosintesis. Dalam mengatur hidupnya, tanaman memerlukan sirkulasi air
melalui sistem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah
(perakaran) ke atas (daun) dipercepat dengan menginkatnya jumlah radiasi
panas matahari terhadap vegetasi yang bersangkutan. Pengaruh suhu terhadap
PET dapat dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama
waktu radiasi matahari. Suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu daun
dan bukan suhu udara di sekitar daun. Pengaruh angin terhadap PET adalah
melalui mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori daun.
Semakin besar kecepatan angin, semakin besar pula laju evapotranspirasinya.
Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahari, pengaruh angin
terhadap laju PET adalah lebih kecil (de Vries and van Duin dalam Ward,
1967).

Kelembaban tanah juga ikut mempengaruhi terjadinya


evapotranspirasi. Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang
bersangkutan sedang tidak kekurangan suplai air (Penman, 1956 dalam Ward,
1967). Dengan kata lain evapotranspirasi (potensial) berlangsung ketika
kondisi kelembaban tanah berkisar antara titik wilting point dan field capacity.
Karena ketersediaan air dalam tanah tersebut ditentukan oleh tipe tanah.
Dengan demikian, secara tidak langsung, peristiwa PET juga dipengaruhi oleh
faktor potensial.

Metode Penman

Rumus dasar perhitungan evaporasi dari muka air bebas adalah :


( )𝐻𝑜+𝐿𝐸𝑥
𝑌
LE= ∆ (ILRI : 1974)
𝐼+( )
𝑌

Keterangan :

E = evaporasi dari permukaan air bebas (mm/hari, 1 hari = 24 jam)]

Ho = net radiation (cal/cm2/hari) = kemiringan kurva hubungan


tekanan uap yang diselidiki (mmHg/°C)

L = panas laten dari evaporasi sebesar 0,1 cm3 (= 59 cal)

Kemudian, nilai Ex dapat dicari dengan :

Ex = 0,35 (0,5 + 0,5 U2) (esat – e2)


Dimana :
V2 = kecepatan angin ketinggian 2 m (m/det)
esat = tekanan uap jenuh (mmHg)
e2 = tekanan uap aktual ketinggian 2 m (mmHg)
Persamaan Penman tersebut dapat dijabarkan agar menjadi mudah
perhitungannya, yaitu :
𝐼
(0,94 𝑥 𝐼𝐼 𝑥 𝐼𝐼𝐼−𝐼𝑉 𝑥 𝑉 𝑥 𝑉𝐼)+ 𝑉𝐼𝐼(𝑉𝐼𝐼𝐼−𝑒2)
E =59 𝐼+0,485

Keterangan :
I = merupakan nilai ∆ sebagai fungsi temperature
II = merupakan nilai (a + bn/N) a dan b = konstanta
N = lamanya sinar matahari
N = panjang hari 9 jam
III = nilai Htop dan Hsh
IV = nilai dari 118.10-19 (273 + Tz)4 , yang merupakan
fungsi suhu
V = nilai dari 0,47 0,077 √𝑒2 merupakan fungsi tekanan uap
aktual pada ketinggian 2 m
VI = nilai dari 0,2 + 0,8 n/N
VII = nilai dari 0,485x0,35 (0,5+0,54u)
VIII = nilai dari tekanan uap (esat)
ACARA III
EVAPOTRANSPIRASI METODE JENSEN-HAISE
I. Latar Belakang
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang menguap berasal
dari permukaan bumi baik dari tanah tumbuhan dan air. Air yang menguap
secara langsung disebut evaporasi dan penguapanmelalui vegetasi atau tanah
disebut juga dengan dengan intersepsi. Evapotranspirasi dapat dihitung guna
mengetahui besarnnya air yang menguap secara langsung maupun yang
menguap melalui tumbuhan dan tanah pada wilayah tertentu untuk
kepentingan pertanian maupun domestic. Salah satu cara mengetahui besar
kecilnya evapotranspirasi di suatu wilayah yaitu dengan metode thornthwaite.
Jansen Haise telah mengembangkan suatu metode untuk memperkirakan
besarnya evapotranspirasi potensial dari data klimatologi. Evapotranspirasi
potensial (PET) tersebut berdasarkan gelombang pendek radiasi dan
temperatur udara. Untuk mengetahui perhitungan evapotranspirasi metode
Janse Haise dilakukan praktikum acara 8 besarnya evapotranspirasi dengan
menggunakan metode Janse Haise

II. Tujuan
Memberikan pemahaman tentang evapotranspirasi, serta memberikan
kemampuan kepada mahasiswa dalam melakukan perhitungan dengan
berbagai metode perhitungan evapotranspirasi yang ada, khusunya metode
perhitungan evapotranspirasi Jensen dan Haise.
III. Alat dan Bahan
1. Data Klimatologi (Kecamatan Jumantono, Stasiun PUSLITBANG FP
UNS, Karanganyar)
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Tabel perhitungan hidrometeorologi

IV. Landasan Teori


Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari
permukaan tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh
adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Dengan kata lain,
besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air
berasal dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari
permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer
melalui vegetasi). Beda antara intersepsi dan transpirasi adalah pada proses
intersepsi air yang diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan
yang tertampung sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu
vegetasi, sedangkan tranpirasi adalah penguapan air yang berasal dari dalam
tanah melalui tajuk vegetasi sebagai hasil proses fisiologi vegetasi.
Pada siklus hidrologi menunjukkan bahwa evapotranspirasi (ET)
adalah jumlah dari beberapa unsur seperti pada persamaan matematik berikut:

ET = T + It + Es + Eo

T = tranpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanah,


batuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan air
terbuka seperti sungai, danau, dan waduk. Untuk tegakan hutan, Eo dan Es
biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es.
Faktor – faktor Penentu Evapotranspirasi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap
besarnya evapotranspirasi, maka dalam hal ini evapotranspirasi perlu
dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi
aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi.
Sementara AET dipengaruhi oleh fisiologi tanaman dan unsur tanah.
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas
matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum
besarnya PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin bertambah besar.
Pengaruh radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses
fotosintesis. Dalam mengatur hidupnya, tanaman memerlukan sirkulasi air
melalui sistem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah
(perakaran) ke atas (daun) dipercepat dengan menginkatnya jumlah radiasi
panas matahari terhadap vegetasi yang bersangkutan. Pengaruh suhu terhadap
PET dapat dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama
waktu radiasi matahari. Suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu
daun dan bukan suhu udara di sekitar daun. Pengaruh angin terhadap PET
adalah melalui mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori
daun. Semakin besar kecepatan angin, semakin besar pula laju
evapotranspirasinya. Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahari,
pengaruh angin terhadap laju PET adalah lebih kecil (de Vries and van Duin
dalam Ward, 1967).
Kelembaban tanah juga ikut mempengaruhi terjadinya
evapotranspirasi. Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang
bersangkutan sedang tidak kekurangan suplai air (Penman, 1956 dalam Ward,
1967). Dengan kata lain evapotranspirasi (potensial) berlangsung ketika
kondisi kelembaban tanah berkisar antara titik wilting point dan field capacity.
Karena ketersediaan air dalam tanah tersebut ditentukan oleh tipe tanah.
Dengan demikian, secara tidak langsung, peristiwa PET juga dipengaruhi oleh
faktor potensial.
Metode Jansen-Haise
Rumus :
𝑯𝒔𝒉
Ep = (0,025 T + 0,08) x 𝟓𝟗

Dimana :
Ep = evapotranspirasi potensial (mm/hari)
Hsh = gelombang pendek radiasi (datang/berikutnya) (cal cm-2
hari-1)
T = temperatur udara (°C)
ACARA IV
EVAPOTRANSPIRASI METODE THORNTHWAITE

I. Latar Belakang
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang menguap berasal
dari permukaan bumi baik dari tanah tumbuhan dan air. Air yang menguap
secara langsung disebut evaporasi dan penguapanmelalui vegetasi atau tanah
disebut juga dengan dengan intersepsi. Evapotranspirasi dapat dihitung guna
mengetahui besarnnya air yang menguap secara langsung maupun yang
menguap melalui tumbuhan dan tanah pada wilayah tertentu untuk
kepentingan pertanian maupun domestic. Salah satu cara mengetahui besar
kecilnya evapotranspirasi di suatu wilayah yaitu dengan metode thornthwaite.
Thornthwaite telah mengembangkan suatu metode untuk
memperkirakan besarnya evapotranspirasi potensial dari data klimatologi.
Evapotranspirasi potensial (PET) tersebut berdasarkan suhu udara rerata
bulanan dengan standart 1 bulan 30 hari, dan lama penyinaran matahari 12
jam sehari. Metode ini memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan
energi panas untuk berlangsungya proses ET dengan asumsi suhu udara
tersebut berkolerasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang
mengendalikan proses ET. Metode thornthwaite lebih menekankan pada
indeksutamanya tempratur.Untuk mengetahui perhitungan evapotranspirasi
metode thornthwaitemaka dilakukan praktikum acara 7 besarnya
evapotranspirasi dengan menggunakan metode thornthwaite

II. Tujuan
Memberikan pemahaman tentang evapotranspirasi, serta memberikan
kemampuan kepada mahasiswa dalam melakukan perhitungan dengan
berbagai metode perhitungan evapotranspirasi yang ada, khusunya metode
perhitungan evapotranspirasi Thornthwaite.
III. Alat dan Bahan
1. Data Klimatologi (Kecamatan Jumantono, Stasiun PUSLITBANG FP
UNS, Karanganyar)
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Tabel perhitungan hidrometeorologi

IV. Landasan Teori


Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari
permukaan tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh
adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Dengan kata lain,
besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air
berasal dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari
permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer
melalui vegetasi). Beda antara intersepsi dan transpirasi adalah pada proses
intersepsi air yang diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan
yang tertampung sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu
vegetasi, sedangkan tranpirasi adalah penguapan air yang berasal dari dalam
tanah melalui tajuk vegetasi sebagai hasil proses fisiologi vegetasi.
Pada siklus hidrologi menunjukkan bahwa evapotranspirasi (ET)
adalah jumlah dari beberapa unsur seperti pada persamaan matematik berikut:

ET = T + It + Es + Eo

T = tranpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanah,


batuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan air
terbuka seperti sungai, danau, dan waduk. Untuk tegakan hutan, Eo dan Es
biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es.
Faktor – faktor Penentu Evapotranspirasi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap
besarnya evapotranspirasi, maka dalam hal ini evapotranspirasi perlu
dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi
aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi.
Sementara AET dipengaruhi oleh fisiologi tanaman dan unsur tanah.
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas
matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum
besarnya PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin bertambah besar.
Pengaruh radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses
fotosintesis. Dalam mengatur hidupnya, tanaman memerlukan sirkulasi air
melalui sistem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah
(perakaran) ke atas (daun) dipercepat dengan menginkatnya jumlah radiasi
panas matahari terhadap vegetasi yang bersangkutan. Pengaruh suhu terhadap
PET dapat dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama
waktu radiasi matahari. Suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu
daun dan bukan suhu udara di sekitar daun. Pengaruh angin terhadap PET
adalah melalui mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori
daun. Semakin besar kecepatan angin, semakin besar pula laju
evapotranspirasinya. Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahari,
pengaruh angin terhadap laju PET adalah lebih kecil (de Vries and van Duin
dalam Ward, 1967).
Kelembaban tanah juga ikut mempengaruhi terjadinya
evapotranspirasi. Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang
bersangkutan sedang tidak kekurangan suplai air (Penman, 1956 dalam Ward,
1967). Dengan kata lain evapotranspirasi (potensial) berlangsung ketika
kondisi kelembaban tanah berkisar antara titik wilting point dan field capacity.
Karena ketersediaan air dalam tanah tersebut ditentukan oleh tipe tanah.
Dengan demikian, secara tidak langsung, peristiwa PET juga dipengaruhi oleh
faktor potensial.
Metode Thornthwaite
Thornthwaite telah mengembangkan suatu metode untuk
memperkirakan besarnya evapotranspirasi potensial dari data klimatologi.
Evapotranspirasi potensial (PET) tersebut berdasarkan suhu udara rerata
bulanan dengan standart 1 bulan 30 hari, dan lama penyinaran matahari 12
jam sehari. Metode ini memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan
energi panas untuk berlangsungya proses ET dengan asumsi suhu udara
tersebut berkolerasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang
mengendalikan proses ET
Rumus dasar
10 𝑋 𝑇 a
PET = 1,6 [ ]
𝐼

Keterangan :
PET = evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)
T = temperatur udara bulan ke-n (°C)
I = indeks panas tahunan
a = koefisien yang tergantung dari tempat
Harga a dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus:
a = 675 x 10-9 (I3) – 771 x 10-7 (I2) + 1792 x 10-5 (I) + 0,49239

Jika rumus tersebut diganti dengan harga yang diukur, maka:


PET = evapotranspirasi potensial bulanan standart (belum
disesuaikan dalam cm).
Karena banyaknya hari dalam sebulan tidak sama, sedangkan jam
penyinaran matahari yang diterima adalah berbeda menurut musim dan
jaraknya dari katulistiwa, maka PET harus disesuaikan menjadi:
𝒔.𝑻𝒛
PE = PET 𝟑𝟎 𝒙 𝟏𝟐

Keterangan :
S = jumlah hari dalam bulan
Tz = jumlah jam penyinaran rerata per hari
ACARA V
EVAPOTRANSPIRASI METODE TURC

I. Latar Belakang
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang menguap berasal
dari permukaan bumi baik dari tanah tumbuhan dan air. Air yang menguap
secara langsung disebut evaporasi dan penguapanmelalui vegetasi atau tanah
disebut juga dengan dengan intersepsi. Evapotranspirasi dapat dihitung guna
mengetahui besarnnya air yang menguap secara langsung maupun yang
menguap melalui tumbuhan dan tanah pada wilayah tertentu untuk
kepentingan pertanian maupun domestic. Salah satu cara mengetahui besar
kecilnya evapotranspirasi di suatu wilayah yaitu dengan metode thornthwaite.
Turc telah mengembangkan suatu metode untuk memperkirakan
besarnya evapotranspirasi potensial dari data klimatologi. Evapotranspirasi
potensial (PET) tersebut berdasarkan kelembaban efektif dan temperatur
udara. Untuk mengetahui perhitungan evapotranspirasi metode Turc
dilakukan praktikum acara 9 besarnya evapotranspirasi dengan menggunakan
metode Turc.

II. Tujuan
Memberikan pemahaman tentang evapotranspirasi, serta memberikan
kemampuan kepada mahasiswa dalam melakukan perhitungan dengan
berbagai metode perhitungan evapotranspirasi yang ada, khusunya metode
perhitungan evapotranspirasi TURC.
III. Alat dan Bahan
1. Data Klimatologi (Kecamatan Jumantono, Stasiun PUSLITBANG FP
UNS, Karanganyar)
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Tabel perhitungan hidrometeorologi

IV. Landasan Teori


Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari
permukaan tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh
adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Dengan kata lain,
besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air
berasal dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari
permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer
melalui vegetasi). Beda antara intersepsi dan transpirasi adalah pada proses
intersepsi air yang diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan
yang tertampung sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu
vegetasi, sedangkan tranpirasi adalah penguapan air yang berasal dari dalam
tanah melalui tajuk vegetasi sebagai hasil proses fisiologi vegetasi.
Pada siklus hidrologi menunjukkan bahwa evapotranspirasi (ET)
adalah jumlah dari beberapa unsur seperti pada persamaan matematik berikut:

ET = T + It + Es + Eo

T = tranpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanah,


batuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan air
terbuka seperti sungai, danau, dan waduk. Untuk tegakan hutan, Eo dan Es
biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es.
Faktor – faktor Penentu Evapotranspirasi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap
besarnya evapotranspirasi, maka dalam hal ini evapotranspirasi perlu
dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi
aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi.
Sementara AET dipengaruhi oleh fisiologi tanaman dan unsur tanah.
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas
matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum
besarnya PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin bertambah besar.
Pengaruh radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses
fotosintesis. Dalam mengatur hidupnya, tanaman memerlukan sirkulasi air
melalui sistem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah
(perakaran) ke atas (daun) dipercepat dengan menginkatnya jumlah radiasi
panas matahari terhadap vegetasi yang bersangkutan. Pengaruh suhu terhadap
PET dapat dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama
waktu radiasi matahari. Suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu
daun dan bukan suhu udara di sekitar daun. Pengaruh angin terhadap PET
adalah melalui mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori
daun. Semakin besar kecepatan angin, semakin besar pula laju
evapotranspirasinya. Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahari,
pengaruh angin terhadap laju PET adalah lebih kecil (de Vries and van Duin
dalam Ward, 1967).
Kelembaban tanah juga ikut mempengaruhi terjadinya
evapotranspirasi. Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang
bersangkutan sedang tidak kekurangan suplai air (Penman, 1956 dalam Ward,
1967). Dengan kata lain evapotranspirasi (potensial) berlangsung ketika
kondisi kelembaban tanah berkisar antara titik wilting point dan field capacity.
Karena ketersediaan air dalam tanah tersebut ditentukan oleh tipe tanah.
Dengan demikian, secara tidak langsung, peristiwa PET juga dipengaruhi oleh
faktor potensial.
Turc telah mengembangkan sebuah metode penentuan evapotranspirasi
potensial yang didasarkan pada penggunaan faktor-faktor klimatologi yang
paling sering diukur, yaitu kelembaban relatif dan temperatur udara.

𝑃
E- 𝑃
√0,9+
𝐸0

Nilai Eo dapat dicari dengan:

Eo = 325 + 21 T + 0,9 T2

Keterangan :

P = curah hujan tahunan

E = evapotranspirasi (mm/th)

Eo = evaporasi (mm/th)

T = rerata temperatur tahunan

𝛴 𝑇° 𝐽𝑎𝑛𝑢𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑇° 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟


= 12
Rumusan yang asli (oleh/dengan) TURC sebagai berikut:

𝑃+80
Ep = 𝑃+45 2
(mm/10days)
√1+ { }
𝐿𝑡𝑐

Dimana :
Ep = potential evapotranspiration (mm/10 days)
P = precipitation (mm/10 days)
LTC = evaporative demand of the atmosphere, calculated according
(𝑇+2)√𝐻𝑠ℎ
to : LTC = 16

T = average air temperature (°C) at 2 m


Hsh = incoming short-wave radiation (cal cm-2 day-1)
ACARA VI

PENCARIAN DATA YANG HILANG

I. Latar Belakang
Data curah hujan sangat penting untuk perencanaan teknik khususnya
untuk bangunan air misalnya irigasi, bendungan, drainase perkotaan,
pelabuhan, dermaga, dan lain-lain. Karena itu data curah hujan di suatu daerah
dicatat terus menerus untuk menghitung perencanaan yang akan dilakukan.
Pencatatan data curah hujan yang dilakukan pada suatu DAS dilakukan di
beberapa titik stasiun pencatat curah hujan untuk mengetahui sebaran hujan
yang turun pada suatu DAS apakah merata atau tidak. Diperlukan data curah
hujan bertahun-tahun untuk mendapatkan perhitungan perencanaan yang
akurat, semakin banyak data curah hujan yang ada maka semakin akurat
perhitungan yang akan dilakukan.
Namun terkadang di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan
terdapat data yang hilang. Hilangnya data tersebut dapat disebabkan oleh
kelalaian dari petugas pencatat curah hujan atau rusaknya alat pencatat curah
hujan karena kurangnya perawatan. Untuk memperbaiki atau memperkirakan
data curah hujan yang tidak lengkap atau hilang, maka dapat dilakukan
perhitungan. Praktikum acara 1 ini akan memberikan pengetahuan kepada
praktikan agar dapat menghitung atau melengkapi data curah hujan yang
hilang.

II. Tujuan Praktikum


Memberikan pengetahuan kepada praktikan agar dapat mengolah data
hujan yang hilang dengan rumus yang benar.
III. Alat dan Bahan Praktikum
1. Data curah hujan
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Kertas A4
5. Penggaris

IV. Landasan Teori


Dalam pencatatan curah hujan kadang dijumpai adanya pencatatan
data hujan yang hilang atau tidak tercatat karena sesuatu sebab. Oleh karena
itu, untuk dapat menghasilkan hasil analisa yang baik atau dengan hasil yang
tidak bias, maka sangat diperlukan perkiraan untuk pengisian data hujan yang
hilang.
Presipitasi merupakan istilah umum untuk semua bentuk hasil
konsumsi uap air yang terkandung di atmosfer. Presipitasi yang berbentuk cair
disebut hujan. Jumlah curah hujan yang diterima oleh suatu daerah sangat
tergantung dari faktor meteorologi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
sirkulasi uap air adalah : letak garis tempat, ketinggian tempat, jarak sumber
uap air, posisi daerah terhadap kontinen, arah angin, posisi daerah terhadap
pegunungan, dan suhu relative daratan dan lautan.
Data Presipitasi terkadang ditemukan dengan keadaan yang tidak
utuh/bersambung . Hal ini dapat disebabkan karena :
a. Alat pencatat hujan tidak berfungsi untuk periode waktu tertentu
b. Stasiun pengamat hujan di tempat tersebut ditutup untuk sementara waktu
c. Tidak tercatatnya data hujan pada saat-saat tertentu
Adakalanya data yang kita peroleh tidak lengkap. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat digunakan cara pengisian data yang hilang.

Berikut rumus pencarian data hujan yang hilang :

𝟏 𝑵𝒙 𝑵𝒙 𝑵𝒙
Px = 𝟑 [(𝑵𝑩 X PB) + (𝑵𝑪 X PC) + (𝑵𝑫 X PD)]

Ket : Px :Tinggi hujan

Nx : Rata-rata hujan stasiun

p : Curah hujan stasiun lain dengan tahun yang sama


ACARA VII

PENGUJIAN KONSISTENSI DATA CURAH HUJAN

I. Latar Belakang
Data curah hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi adalah data
curah hujan yang tidak mengandung kesalahan dan harus dicek terlebih
dahulu sebelum digunakan untuk analisis lebih lanjut. Agar tidak mengandung
kesalahan dan kekosongan data maka perlu adanya pengecekkan kualitas data.
Beberapa kesalahan yang sering terjadi dapat disebabkan karena faktor
manusia, alat dan faktor lokasi. Apabila terjadi kesalahan maka data yang
dihasilkan merupakan data yang tidak konsisten. Maka dari itu di acara yang
kedua ini kita akan dituntut untuk dapat melakukan pengecekan data curah
hujan agar data tersebut menjadi akurat dan dapat digunakan sebagimana
mestinya.

II. Tujuan Praktikum


Mampu memberikan pengetahuan serta telaah kepada praktikan untuk
menentukan keakuratan data guna memperbaiki data yang menyimpang.

III. Alat dan Bahan Praktikum


1. Data curah hujan (data acara pertama)
2. Alat tulis
3. Penggaris
4. Kertas millimeter
5. Kalkulator
IV. Landasan Teori
Untuk konsistensi dapat dilakukan dengan teknik masa ganda (double
mass curve), yaitu dengan membandingkan hujan rata-rata akumulatif dari
stasiun yang dimaksud (sebagai sumbu Y) dengan rerata akumulatif stasiun-
stasiun di sekitarnya (sebagai sumbu X) yang dianggap sebagai stasiun dasar.
Stasiun-stasiun dasar tersebut dipilih dari tempat-tempat terdekat dengan
stasiun yang akan diteliti konsistensinya. Dari garis masa ganda dapat
diketahui konsistensi data stasiun yang diteliti. Jika garis yang dihasilkannya
lurus maka disimpulkan bahwa datanya cukup baik, sebaliknya jika garis yang
dihasilkannya tidak lurus maka menunjukkan bahwa data hujan dari stasiun
tersebut mengalami penyimpangan.
Data hujan disebut konsisten apabila data yang terukur dan dihitung
adalah teliti dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan ini terjadi.
Data tidak konsisten, disebabkan :
1. Penggantian jenis dan spesifikasi alat
2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan
3. Pemindahan lokasi pos hujan

Data hujan minimal 10 tahun; data pos “Y” : sumbu Y dan data pos
“X” sumbu X.
Ketentuan perubahan pola :
1. Pola yang terjadi berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah
garis itu, DATA POS “Y” KONSISTEN
2. Pola yang terjadi berupa garis lurus dan terjadi patahan arah garis
itu, DATA POS “Y” TIDAK KONSISTEN, perlu dikoreksi.
ACARA VIII

PERHITUNGAN CURAH HUJAN RERATA WILAYAH

I. Latar Belakang
Distribusi curah hujan adalah berbeda – beda sesuai dengan jangka
waktu yang ditinjau yakni curah hujan tahunan (jumlah curah hujan dalam
setahun), curah hujan bulanan (jumlah curah hujan sebulan), curah hujan
harian (jumlah curah hujan 24 jam), curah hujan perjam. Harga – harga yang
diperoleh ini dapat digunakan untuk penentuan prospek dikemudian hari dan
akhirnya untuk perancangan sesuai dengan tujuan yang dimaksud.
Distribusi curah hujan (rainfall) di suatu daerah diasumsikan memiliki
besar yang sama dengan daerah sekitarnya karena stasiun curah hujan hanya
dipasang ditiap kecamatan dan tidak semua kecamatan memiliki stasiun
penangkar hujan jadi untuk unit desa atau kelurahan pengasumsian hujan
rerata wilayah ini diberlakukan walaupun kenyataannya besar curah hujannya
tidak sama. Untuk menghitung rerata curah hujan tersebut kita akan pelajari di
acara ketiga ini.

II. Tujuan Praktikum


Memberikan pemahaman mengenai teknik perhitungan hujan rerata
wilayah serta memberikan keterampilan bagi praktikan dalam menghitung
data hujan rerata wilayah dengan beberapa metode, yakni sebagai berikut:
1. Menghitung curah hujan dengan metode rata -rata aritmatik.
2. Menghitung curah hujan dengan Teknik poligon (Thiessen
polygon).
3. Menghitung curah hujan dengan Teknik Isohyet (Isohyetal).
III. Alat dan Bahan Praktikum
1. Data curah hujan
2. Alat tulis
3. Kalkulator
4. Kertas Milimeter Blok
5. Penggaris
6. Peta Administrasi

IV. Landasan Teori


Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan
air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi
yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian
data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi, mengetahui
neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah
diperlukan penakar CH dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar
dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata -rata CH yang
menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu,
juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.
Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995)
Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH,
maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur
CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar. Ketelitian akan
semakin meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi
memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga
dalam pencatatannya di lapangan.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-
rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik
tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan daerah dan dinyatakan dalam
mm.
Dengan melakukan penakaran pada suatu stasiun hujan hanyalah
didapat curah hujan di suatu titik tertentu. Bila dalam suatu area terdapat
penakar curah hujan, maka untuk mendapatkan harga curah hujan areal adalah
dengan mengambil harga rata-ratanya.

Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk menghitung curah


hujan rerata daerah yaitu:
1. Metode Rerata Aritmatik
Metode ini yang paling sederhana dalam perhitungan curah hujan
daerah. Metode ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau
datar, alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan cocok untuk
kawasan dengan topografi rata atau datar, dan harga individual curah
hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan daerah diperoleh
dari persamaan berikut (Suripin, 2004:27).

Dengan P1, P2, Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar
hujan 1, 2,…..n dan n adalah banyaknya pos penakar hujan.
Atau bisa juga dalam bentuk perhitungan seperti ini:
2. Metode Poligon Thiessen
Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar.
Menurut Shaw (1985) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung
dengan intensitas CH tinggi. Dilakukan dengan membagi suatu wilayah
(luasnya A) ke dalam beberapa daerah-daerah membentuk poligon (luas
masing-masing daerah ai). Untuk menghitung Curah Hujan rata-rata
cara poligon menggunakan persamaan :

Penjelasan metode Poligon Thiessen ini dapat dilihat pada Gambar


1 berikut:

Gambar 1 Poligon Thiessen


Penentuan atau pemilihan metode curah hujan daerah dapat
dihitung dengan parameter luas daerah tinjauan sebagai berikut
(Sosrodarsono, 2003: 51):
1. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi
topografi kecil diwakili oleh sebuah stasiun pengamatan.
2. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 – 50.000 ha yang
memiliki 2 atau 3 stasiun pengamatan dapat menggunakan
metode rata-rata aljabar.
3. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000 – 500.000 ha yang
memiliki beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata
dan dimana curah hujannya tidak terlalu dipengaruhi oleh
kondisi topografi dapat menggunakan metode rata-rata aljabar,
tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata dapat
menggunakan metode Thiessen.
4. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha
menggunakan metode Isohiet atau metode potongan antara.

3. Metode Garis-garis Isohyet


Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos
penakar hujan. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur
dengan luas lebih dari 5000 km2. Hujan rerata daerah dihitung dengan
persamaan berikut (Suripin, 2003:30).
Penjelasan garis isohyet dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 Garis Isohyet

Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subjektif dan


tergantung pada keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap
sifat curah hujan pada daerah setempat. Isohit adalah garis pada peta
yang menunjukkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama
(Gambar 1.1) :

Gambar 1.1. Garis-garis besarnya curah hujan pada masing-


masing Isohit (I).
Dalam metode isohyet ini wilayah dibagi dalam daerah-daerah
yang masing-masing dibatasi oleh dua garis isohit yang berdekatan,
misalnya Isohit 1 dan 2 atau (I1 – I2). Untuk menghitung luas darat (I1
– I2) dalam suatu peta kita bisa menggunakan Planimeter. Sercara
sederhana bisa juga menggunakan kertas milimeter block dengan cara
menghitung kotak yang masuk dalam batas daerah yang diukur.
Dalam melakukan perhitungan hujan rerata wilayah dengan tiga
metode kali ini perlu diperhatikan beberapa langkah yang harus
dilakukan pada saat melakukan perhitungan
1. Gambar kembali peta DAS (Daerah Aliran Sungai) yang telah
diberikan oleh Asisten Pembimbing ke dalam kertas Milimeter
Block
2. Kemudian hitunglah data hujan rerata wilayah dengan tiga metode,
yakni Aritmatik, Poligon Thiessen, dan Isohyet dengan waktu
periode tiga tahun (Tahun 2000, 2005, dan 2010)
ACARA IX
HUJAN PERIODE ULANG DAN HUJAN MAKSIMUM

I. Latar Belakang
Hujan maksimum yang terjadi di Pulau Jawa biasanya disebabkan
karena adanya gangguan atmosfer, seperti adanya ITCZ (inter tropical
convergence zone) ataupun karena pengaruh siklon tropis disekitarnya yang
berinteraksi dengan faktor lokal seperti adanya pegunungan, sehingga memicu
tumbuhnya awan–awan hujan dari jenis nimbus startus, cumulus dan cumulus
nimbus dengan jumlah sel awan lebih dari satu dan kejadian hujan biasanya
dapat terjadi 3 hingga 5 hari berturut turut. Sirkulasi angin muson memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap pola hujan di Indonesia. Di Pulau Jawa
angin muson barat akan memberikan banyak hujan disebagian besar wilayah.
Curah hujan tinggi terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari.
Faktor topografi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap variasi
hujan secara spasial, dengan adanya gunung yang berhadapan dengan sumber
uap air seperti lautan juga akan meningkatkan curah hujan di wilayah
pegunungan tersebut terutama pada bagian depan yang menghadap arah
angin, karena pada wilayah tersebut uap air akan terangkat naik karena adanya
gunung dan membentuk awan. Angin laut dan angin darat juga memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam variasi hujan secara spasial, khususnya di
wilayah kepulauan dan semenanjung pada lintang rendah, terpumpunnya
angin laut akan memperbesar kecenderungan terjadinya gejolak cumulus dan
guyuran hujan pada siang hari di wilayah daratan (Neiburger,
Edinger&Bonner 1995) . Penanganan masalah banjir tidak terlepas dari
tersedianya infrastruktur pengendali banjir seperti bendungan, bendung,
jaringan irigasi, saluran drainase dan lain-lain. Dalam mendesain bangunan air
pengendali banjir tersebut dibutuhkan informasi curah hujan maksimum
dengan periode ulang tertentu. Besarnya curah hujan maksimum untuk setiap
rancangan bangunan air tergantung pada usia guna dan kapasitas tampung,
sebagai contoh untuk bangunan waduk yang besar dibutuhkan informasi hujan
maksimum dengan periode ulang yang besar dengan periode ulang 50,100
tahunan, sedangkan untuk saluran irigasi membutuhkan informasi curah hujan
maksimum dengan periode ulang yang pendek dengan periode ulang antara 2,
5, 10 tahunan.
Untuk dapat menghitung hujan maksimum dan hujan periode ulang
guna meminimalisir terjadinya banjir maka akan kita pelajari di acara keempat
praktikum hidrometeorologi ini.

II. Tujuan Praktikum


Memberikan keterampilan kepada praktikan dalam mengolah data
hujan melalui metode periode ulang dan hujan maksimum.

III. Alat dan Bahan Praktikum


1. Data Hujan
2. Kalkulator
3. Alat Tulis
4. Tabel Perhitungan Hidrometeorologi

IV. Landasan Teori


Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat penting dan
merupakan bagian dari daur hidrologi yang tidak terpisahkan. Hujan adalah
komponen masukan penting dalam proses hidrologi yang memiliki
karakteristik seperti antaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman, dan
frekuensi. Karakteristik hujan tersebut mempunyai sifat yang sangat
fundamental untuk berbagai keperluan perencanaan ataupun pekerjaan-
pekerjaan yang terkait dengan hidrologi seperti erosi tanah, banjir, irigasi,
kekeringan dan ketersediaan air.
1. Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang
luar biasa, seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa
ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang
sangat ekstrim kejadiannya sangat langka. (Suripin: Sistem Drainase
Perkotaan yang Berkelanjutan,2004). Tujuan analisis frekuensi data hidrologi
berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan
frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data
hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent),
terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik.
Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan suatu besaran hujan
disamai atau dilampaui. Sebaliknya, periode ulang adalah waktu hipotetik
dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.
Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah
lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang
dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang
akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.
2. Periode ulang (return period)

Jika laju suatu suatu data hidrologi (x) mencapai sesuatu harga tertentu
xi atau kurang dari (xi). Di perkirakan terjadi kurang sekali dalam T tahun,
maka T tahun ini di anggap sebagai periode ulang dari (xi). (xi) ini disebut
data dengan kemungkinan T tahun. (Jika data itu berupa data curah hujan
harian, maka disebut curah hujan harian kemungkinan T tahun).
Kemungkinan suatu curah hujan harian melampaui 200 mm dinyatakan
dengan rumus (3.27):

W(xi)= f(x) dx
Jadi, umpamanya jumlah hari hujan rata – rata dalam satu tahun
adalah i, maka dalam satu tahun dapat diperkirakan bahwa kemungkinan
curah hujan harian itu melampaui 200 mm adalah nW(x) dan dalam T tahun
adalah nW(x)T. Panjang tahun T dengan kemungkinan sama dengan 1 disebut
perioda ulang (return period).

Seperti telah dikemukakan diatas, periode ulang itu dapat dengan


mudah dihitung jika fungsi kerapatan f(x) dari curah hujan yang telah
diketemukan.
Periode ulang adalah perioda waktu rata – rata yang diharapkan terjadi
di antara dua kejadian yang berurutan. Hal ini sering kali di salah artikan
sebagai suatu hal yang secara statiska dibenarkan bahwa dua hal (peristiwa
banjir misalnya) akan terjadi secara berurutan dengan waktu yang tetap.
Perioda ulang ( Tr) adalah bilangan terbalik dari kementakan (p):

Tr =1/p…………………………………………..(6.19)
Katakanlah bahwa curah hujan satu hari dengan intensitas 300 mm
(banjir besar) akan terjadi 100 kali dalam kurun waktu 1000 tahun.
Kementakan untuk terjadinya banjir besar sekali dalam waktu 1000 tahun
adalah 0,1 (100/1000). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perioda
ulang banjir di tempat tersebut adalah 10 tahun (1/0,1). Tetapi, pada periode
waktu tahun 10 tahun tersebut ada kemunkinan terjadi beberapa kali banjir
besar atau tidak sama sekali. Menjadi jelas bahwa data debit/ curah hujan 10
tahun tidak memadai untuk memprakirakan terjadinya banjir 10 tahunan.

Menyadari keterbatasan persamaan ( 6.19), maka Tr biasanya


diprakirakan dari data curah hujan serial tahunan dengan bentuk persamaan :

Tr= (n + 1)/m …………………………………..……….. (6.20)

n = jumlah tahun yang diamati,

m = peringkat (ranking) yang akan ditentukan dari data curah hujan/debit.

Curah hujan/debit terbesar dalam kurun waktu 10 tahun ditentukan


sebagai peringkat 1, curah hujan terbesar kedua sebagai peringkat 2, dan
demikian seterusnya. Katakanlah untuk peringkat 2 adalah curah hujan
dengan intensitas 12 cm dalam 24 jam. Jadi besarnya periode ulang, Tr = (10
+ 1)/2= 5,5 tahun untuk curah hujan 12 cm atau lebih besar.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
membuat kurva frekuensi banjir (flood-frequency curva) seperti:
a. Susun data curah hujan/debit menurut peringkatnya, dari nilai terbesar ke
nilai terkecil.
b. Tentukan kedudukan plot dari rumus p= m(n+1)
Dalam analisis distribusi peluang untuk menentukan suatu variat
dengan nilai tertentu yang dapat diharapkan terjadi dari suatu penomena
dengan nilai tertentu yang dapat diharapkan terjadi dari suatu penomena
hidrologi pada periode ulang tertentu, sudah pasti mengandung suatu resiko
kehancuran atau kegagalan (risk of failure), atau kemungkinan nilai dari variat
tersebut terjadi sekali atau lebih selama umur proyek (life time). Secara umum
besarnya resiko tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :

Berdasarkan persamaan (3.105), maka dapat diperkirakan tingkat


resiko dari suatu proyek yang tergantung dalam penentuan periode ulang.

3. Hujan Maksimum

Untuk memperkirakan hujan/debit ekstrim (maksimum), metode


Analisis Distribusi Frekuensi yang sering digunakan dalam bidang hidrologi
adalah sebagai berikut :

 Distribusi Normal
 Distribusi Log Normal
 Distribusi Log Pearson Type III
 Distribusi Gumbel
Metode Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.

X T  X  K TS

Keterangan :
XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
X : Nilai rata-rata hitung variat
S : Deviasi standar nilai variat

KT : Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode


ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan
untuk analisis peluang. Nilai faktor frekuensi dapat dilihat pada tabel
Reduksi Gauss
Metode Distribusi Log Normal
Mengubah data X kedalam bentuk logaritmik  Y = log X

YT  Y  K TS

Keterangan :
YT : Perkiraan nilai ang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
Y : Nilai rata-rata hitung variat
S : Deviasi standar nilai variat
KT : Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode
ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan
untuk analisis peluang. Nilai faktor frekuensi dapat dilihat pada tabel
Reduksi Gauss

Metode Log Pearson Type III


 Pearson telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat
dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris.
 Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu:
1. Harga rata-rata ( R )
2. Simpangan baku (S)
3. Koefisien kemencengan (G)

Hal yang menarik adalah jika G = 0 maka distribusi kembali ke


distribusi Log Normal.
Langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Tipe III
 Ubah data dalam bentuk logaritmik : Y = log X
 Hitung harga rata-rata :

 logX i
Y i 1
n
 Hitung harga simpangan baku :
n

(logX i Y)
S i 1
n 1

Langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Tipe III

 Hitung koefisien kemencengan :

n
n  (logX i  Y)3
G i 1
(n  1)(n  2)s 3

 Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T menggunakan persamaan :

YT  Y  K.s Dimana K = variabel standar (standardized


variable) untuk X yang besarnya tergantung G

 Hitung curah hujan dengan menghitung antilog Y.

Metode Distribusi Gumbel

X  X  sK
K = faktor probabilitas, untuk harga-harga ekstrim dapat
dinyatakan dalam persamaan :

YTr  Yn
K
Sn
Dimana :
Yn = reduced mean yang tergantung pada jumlah sampel atau data n
Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel
YTr = reduced variate yang dihitung dengan persamaan :
Tr = PUH untuk curah hujan tahunan
 Tr  1
YTr   ln  ln rata-rata (2,33 tahun)
 Tr 

Anda mungkin juga menyukai