Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kasus

Program pembangunan telah membawa Indonesia pada kemajuan yang


sigfnifikan di segala sektor kehidupan, seperti sektor industri, properti,
transportasi, pertambangan dan lainnya. Dapat kita lihat dan rasakan gedung
tinggi menjulang, pabrik-pabrik beroperasi tanpa henti, berbagai macam
barang telah diproduksi, dan berbagai kemudahan sebagai manifestasi dari
pembangunan yang pesat. Namun pernahkah kita berpilir sejenak mengenai hal
ini. Setiap hal memiliki dua sisi logam yang saling bertentangan. Begitu pula
dengan program pembangunan. Ada sisi positif ada pula sisi negatif. Banyak
keuntungan yang didapat namun tidak sedikit kerugian yang ditanggung.

Kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan, perubahan ilim, polusi udara,


global warming, penyakit akibat kerja, dan kenegasian lain dari dampak
pembangunan ini telah kita rasakan. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya
kepedulian mengenai lingkungan dan terlebih sistem keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) di tengah masyarakat. Proses pembangunan di Indonesia
belum menunjukkan keseimbangan antara kemajuan program pembangunan
dengan peningkatan kesadaran akan pentingnya manajemen K3. Hal ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi dan meningkatnya
penyakit akibat kerja serta prevalensi morbiditas dan mortalitas akibat kerja
yang meningkat.

Menurut Dirut PT. Jamsostek Hotbonar Sinaga yang dilansir dari


poskota.co.id menyatakan bahwa jumlah kasus kecelakaan kerja dalam lima
tahun terakhir terus meningkat. Kasus kecelakaan kerja tertinggi terjadi tahun
lalu, yakni mencapai 98.711 kasus, jumlah ini lebih besar dibandingkan jumlah
ini 2 lebih besar jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya.
Menurutnya, rata-rata kasus kecelakaan kerja setiap tahun sekitar 93.000 kasus.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 1


Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan melakukan analisis
mengenai salah satu kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia yaitu
kasus kecelakaan pekerja proyek pembangunan Hotel Panghegar yang tewas
terjatuh dari lantai 20, Rabu 23 Maret 2011.

1.2 Proses Penyidikan/ Penyelesaian


Polisi telah memeriksa enam orang saksi terkait jatuhnya salah seorang
pekerja di Grand Royal Panghegar Apartement, Rabu (23/3/2011). Insiden
tersebut bisa masuk pada pasal 359 KUH Pidana tentang kelalaian yang
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

"Unsur kelalaian ini yang harus dibuktikan oleh penyidik. Apakah kelalaian
korban sendiri atau orang lain," ujar Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKP
Tubagus Ade Hidayat saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (24/3/2011).

Enam orang saksi yang telah dimintai keterangan yaitu pekerja dan pegawai.
Sementara besok, Jumat (25/3/2011), dua orang saksi dari pihak pengembang
proyek juga akan dimintai keterangan.

"Besok saksi dari pengembang atau kontraktor akan dimintai keterangannya


juga," kata Ade.

Polisi akan menyelidiki kasus ini, antara lain dengan memastikan apakah
prosedur pengamanan kerja sudah terpenuhi atau belum.

Lokasi kejadian sampai saat ini masih diamankan polisi untuk keperluan
penyidikan. Sementara hasil visum korban belum keluar. "Kalau penyebab
kematiannya sih ya sudah jelas karena jatuhnya. Tapi kita akan tunggu hasil
visum," katanya.

Agus iding (35), tewas seketika setelah jatuh dari lantai 20 proyek
pembangunan Grand Royal Panghegar Apartement, sekitar pukul 14.15 WIB,
Rabu (23/3/2011). Agus jatuh saat membuka lift di lantai 20. Namun ternyata
di dalam tak ada boks lift. Biasanya boks lift selalu berada di lantai 20.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 2


1.3. Hasil Akhir Penyidikan
Berdasarkan identifikasi rumah sakit dan kepolisian, korban yang
merupakan warga Jln. Cikuda, Cibiru Kota Bandung itu, mengalami luka patah
kaki, mengeluarkan darah segar dari bibir, dan sejumlah memar dan bengkak
di tubuhnya. Kasat Reskrim Polrestabes Bandung Ajun Komisaris Besar
Tubagus Ade Hidayat menuturkan, kepolisian baru mengetahui sekitar pukul
17.30 WIB. Polisi pun telah memeriksa sejumlah saksi. Namun kepolisian
menyayangkan dengan sikap manajemen hotel yang terkesan berusaha
menutup-nutupi peristiwa itu dengan tidak segera melaporkan ke kepolisian.

1.4. Rekomendasi Ahli

Sengketa Hotel Panghegar, Bandung, kini memasuki babak baru. Para


pihak yang bersengketa, kini harus saling berhadapan di pengadilan. Kisruh
hotel yang cukup terkenal di seantero Jawa Barat ini mendapat perhatian
khalayak ramai. Informasi yang dihimpun, pada 19 Januari 2017 lalu,
diketahui Cecep Rukmana melalui kuasa hukumnya resmi mengajukan
gugatan terhadap Pemkot Bandung di PTUN Jabar.

Selain gugatan di PN Bandung, gugatan kali ini diajukan terhadap surat


keputusan yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
(DPMPT) Pemkot Bandung yang menerbitkan izin gangguan (HO) atas nama
EL Royal Hotel. Tindakan ini dituding pihak PT. Hotel Panghengar sebagai
upaya mengubah nama, meskipun operasional dan management hotel sudah
beralih ke PT. MNS melalui proses lelang.

Selain itu, Pemkot Bandung dianggap tidak bijak mengabaikan upaya


hukum yang masih berjalan karena adanya sengketa perdata di PN Bandung
bahkan ada perkara lain yang saat ini sudah tahap peninjauan kembali di
Mahkamah Agung.

Muannas Alaidid dari Kantor Firma Hukum Makasar & Co kuasa hukum
PT. MNS menyayangkan sikap PT. Hotel Panghengar tersebut.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 3


Pasalnya, secara de jure dan de facto, paska PT. MNS ditetapkan sebagai
pemenang lelang eksekusi, maka secara mutatis mutandis kegiatan perhotelan
baik manegement maupun operasional beralih ke PT. MNS adalah sah sesuai
risalah lelang, apalagi PT. Hotel Panghengar sudah dinyatakan pailit.

Muanas menambahkan, kliennya adalah pembeli beritikad baik berhak


dilindungi Undang-Undang (UU), mengingat kepemilikannya atas kendali
hotel bukan diperoleh dari lelang biasa atau sukarela, tapi lelang eksekusi
yang lahir dari proses tahapan perkara kepailitan.

"Sifat kekuatan hukumnya sama dengan putusan yang berkekuatan hukum


tetap dan mengikat bagi siapapun termasuk Pemkot Kota Bandung terkait
penerbitan izin tersebut tentunya sudah tepat dan benar. Apalagi PT. Hotel
Panghengar sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan, mereka harus taat dan
patuh," ujar Muanas, Jumat (27/1/2017).

Selain itu, sambung Muanas, pergantian nama dari Hotel Panghengar


menjadi EL Royal Hotel adalah mutlak hal PT. MNS. ”Mau diganti nama
apapun sebagai pemilik, apa urusan dengan PT. Hotel Panghengar. Haknya
sudah gugur ketika dia dinyatakan pailit,” terang Muanas.

Menurut Muanas, bila alasan pencabutan izin gangguan (HO) karena ada
sengketa perdata atau pidana, tapi hukum dalam hal ini Perda tidak mengatur
sengketa sebagai alasan pencabutan.

"Jadi saya kasih tahu, risalah lelang eksekusi itu kan terbit karena ada
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkraht) di mana PT.
Hotel Panghengar dinyatakan sudah dinyatakan pailit, aneh malah mereka
abaikan, justru terhadap perkara mereka masih berjalan maunya kita hormati,
anehkan. Ini jelas bukti mereka tidak konsisten," tegasnya.

Atas gugatan itu, tentu Muanas akan berkoordinasi dengan Pemkot Kota
Bandung dalam waktu dekat. "Termasuk perlu tidaknya kita masuk sebagai
intervensi dalam perkara ini," tandas Muanas.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 4


Kasus pengajuan gugatan ke PTUN Jabar soal buntut kisruh lelang Hotel
Panghengar, Kuasa Hukum PT. MNS menilai PT. Hotel Panghengar tidak taat
hukum.

Pada tanggal 19 januari 2017 lalu, diketahui Cecep Rukmana melalui


kuasanya resmi mengajukan gugatan terhadap Pemkot Bandung di PTUN
Jawa Barat.

Selain Gugatan di PN Bandung, gugatan kali ini diajukan terhadap surat


keputusan yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal & Pelayanan
Terpadu (DPMPT) Pemkot Bandung yang menerbitkan izin gangguan (HO)
atas nama EL Royal Hotel.

Tindakan ini dituding pihak PT. Hotel Panghegar sebagai upaya mengubah
nama, meskipun operasional dan management hotel telah beralih ke PT. MNS
melalui proses lelang.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 5


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Identifikasi Masalah

Di dalam kasus “Pekerja Projek Pembangunan Hotel Panghegar


Tewas Terjatuh dari Lantai 20”, terlihat seperti tidak ada pengawasan
khusus terhadap pekerja. Pekerja itu sendiri juga kurang berhati-hati dalam
melakukan pekerjaannya. Para pekerja tersebut menggunakan insting seperti
biasanya bahwa boks lift selalu ada di lantai 20, tetapi yang sebenarnya boks
lift berada di lantai 1. Seharusnya di dalam pekerjaan tersebut harus ada
pengawasan yang ekstra, baik pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung
diri pekerja, kesehatan pekerja, dll. Apabila pekerja belum menggunakan alat
pelindung diri maka pengawas wajib menegur dan memberitahukan kepada
pekerja bahwa alat pelindung diri itu sangat penting di gunakan untuk
meminimalisir dampak dari pekerjaannya tersebut. Kesehatan kerja pekerja
juga harus di utamakan, karena apabila pasien memiliki trauma terhadap
ketinggian maka hal tersebut juga bisa menyebabkan terjadinya suatu
kecelakaan kerja terhadap pekerja itu sendiri. Dalam hal ini pengawasan
terhadap pekerja sangatlah penting untuk menjaga dan meminimalkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

2.1.1. Analisa Manajemen Risiko


Pada kasus kecelakaan ini penulis menggunakan model analisis kasus Teori
Domino yang berasal dari Heinrich (1930). Hal ini disebabkan karena kondisi kasus
kecelakaan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Heinrich ini. Dalam Teori
Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan yaitu,
kondisi kerja (environment), kelalaian manusia (person), tindakan tidak aman
(hazard), kecelakaan (accident) dan cedera/kematian (injury).

1. Identitas korban kecelakaan


Pada kasus ini dapat kita ketahui bahwa korban bernanma Agus Iding . Ia
adalah seorang Pemimpin Konstruksi Lift dari proyek pembangunan Apartemen
Panghegar di Jalan Merdeka, Kota Bandung. Dari artikel tersebut dapat kita

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 6


kategorikan bahwa korban berkerja pada bidang konstruksi bangunan dan sudah
cukup berpengalaman karena ia diposisikan sebagai leader dalam proyek
pembangunan lift apartemen ini.
2. Identifikasi sumber bahaya
Dalam kasus ini korban melakukan tindakan yang tidak aman yaitu tidak
menggunakan body harness/full body harness (Hazard yang berupa unsafe act).
Sedangkan Menurut undang-undang keselamatan kerja, bekerja di ketinggian ini
memerlukan fix platform atau memakai alat pelindung diri berupa full body
harness. Selain itu, bila pekerjaan dilakukan pada tempat yang memiliki
ketinggian lebih dari lima meter, diperlukan sebuah ijin khusus, yang mana ijin
ini diperlukan untuk menganalisa bahaya apa saja yang mungkin terjadi dan
menyiapkan alat pengaman yang cocok untuk meminimalisir resiko yang akan
dihadapi bila bekerja pada ketingian tersebut.
Kemudian dapat kita ketahui pula bahwa kondisi kerja (environment) pada
saat itu mendukung terjadinya kecelakaan. Berdasarkan berita tersebut lift
passanger biasanya berada di lantai 20 tempat korban berada, namun entah
mengapa pada hari tersebut box liftnya berada di GS (Ground Floor). Dari
deskripsi berita yang diberikan dapat kita analisa bahwa korban melakukan
kesalahan (fault of person), selain tidak memakai alat pelindung diri, korban tidak
berlaku hati-hati terhadap segala kemungkinan yang ada. Disini mungkin ia
merasa aman karena seperti biasanya box lift berada di lantai 20, namun
kenyataannya tidak.

3. Kronologis kecelakaan kerja

Dalam kasus kecelakaan yang terjadi pada Agus Icing ini merupakan sebuah
kasus yang komplikatif. Artinya banyak penyebab yang dpat kita analisis
didalamnya dan membentuk sebuah kemungkinan terjadinya kecelakaan yang
pada akhirnya menimbulkan kerugian baik secara langsung (direct cost) maupun
tidak langsung (Indirect cost).

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 7


Pada kasus ini penulis akan menjelaskan kejadian berdasarkan teori yang
dikemukaan oleh Heinrich pada tahun 1930 yaitu teori Domino. Teori domino
merupakan visualitas yang menggambarkan berbagai peluang dan sumber bahaya
yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Tahap-tahap kejadian
pada kasus ini berdasarkan analisa berita yaitu sebagai berikut.
1) Environment atau keadaan/kondisi kerja.
Pada kasus ini digambarkan kondisi kerja yang menimbulkan resiko
terjadinya kecelakaan yaitu Working at High atau WaH. Korban berada pada
ketinggian yang ditaksir lebih dari 40 meter karena berada pada lantai 20
(estimasi 1 lantai = 2 meter).
2) Kemudian pada kartu yang kedua sesuai dengan teori Domino Heinrich
terdapat Fault of person (kelalaian manusia) yang bergerak/jatuh akibat dari
kondisi kerja yang memungkinkan (kartu pertama). Pada kasus ini kesalahan
yang dilakukan korban adalah tidak berhati-hati pada setiap kondisi
lingkungan yang ada, sehingga korban merasa jika dirinya sudah aman. Di
sumber berita disebutkan bahwa “saat pintu terbuka, seketika itu korban
terdorong dan pintu tertutup otomatis dengan cepat, sedangkan kotak lift
berada di lantai dasar atau “saat Agus memencet tombol, pintu lift terbuka
dengan cepat. Agus kaget sehingga terdorong ke dalam lift yang belum ada
passenger lift- ya . Disini dapat kita pahami bahwa korban terkejut dengan
kondisi lift tidak berisi box-nya sehingga ia terdorong dan jatuh ke lantai
dasar. Penulis berpendapat bahwa setelah membuka pintu, korban telah
bersiap dan segera memasuki box-lift tanpa melihat ada atau tidaknya box-
lift tersebut.
3) Kartu yang ketiga adalah Hazard. Hazard dalam model Heinrich ini dapat
diartikan sebagai unsafe condition atau unsafe act. Berdasarkan berita selain
kondisi yang tidak aman karena berada pada ketinggian yang berisiko
menimbulkan kecelakaan, korban juga tidak menggunakan APD seperti yang
telah diatur dalam undang-undang keselamatan kerja, apabila melebihi
ketinggian 1,8 meter maka harus menggunakan alat pelindung diri yang
berupa body harness/full body harness.
4) Dari ketiga sumber bahaya tersebut yang saling berkolerasi dan
“menjatuhkan” kartu berdasarkan urutanya timbulah Accident (Kecelakaan)
yang terjadi di Bandung pada tanggal 23 Maret 2011 di Hotel Panghegar pada
pukul 14.15 WIB.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 8


5) Dampak dari semua runtutan kartu di atas berdasarkan model Domino
Heinrich menimbulkan sebuah kerugian (injury), dalam hal ini nyawa
korban. Kerugian ini dapat berupa biaya kompensasi untuk korban. Selain
kerugian langsung tersebut banyak lagi kerugian yang di dapatkan pihak
hotel Panghegar yaitu kerugian tidak langsung seperti, kerugian jam kerja,
kerugian sosial, serta citra dan kepercayaan pelanggan berkurang. Hal ini
lebih berdampak karena korban adalah mekanik leader dalam proyek
pembangunan hotel tersebut.

2.2. Uji Pembenaran Berdasarkan Hukum


2.2.1. Tinjauan Etika/Berbangsa Pancasila

Berdasarkan tinjauan kode etik profesi dalam keselamatan dan


kesehatan kerja konstruksi Indonesia (A2K4-Indonesia), proyek kerja
konstruksi yang dilaksanakan dalam pembangunan Hotel Panghegar
tidak memenuhi kode etik yang berlaku. Di dalam kode etik A2K4-
Indonesia berbunyi “ Setiap Anggota A2K4-Indonesia harus
mengutamakan kepentingan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
dan orang lain ditempat kegiatan kerja dimana yang bersangkutan
berada dan bekerja “

Dalam hal ini pengawas konstruksi tidak mengawasi secara


khusus sehingga terjadinya kesalahan yang seharusnya tidak terjadi,
penyebab utama terjadinya insiden jatuhnya pekerja dari lantai 20
merupakan kelalaian dalam bekerja dan tidak memakai Alat
Pelindung Diri (APD) sesuai standardnya.

2.2.2. Kebijakan dan Kepantasan


1. Sistem K3 Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi
1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat
timbul dalam tempat kerja;

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 9


b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya
e. Pengurus tidak memperhatikan dan mengawasi
pekerjanya karena tidak mengetahui bahwa pekerjanya
tidak menggunakan alat pelindung diri yang
seharusnya digunakan sehingga terjadi peristiwa
jatuhnya pekerja dari lantai 20 dan korban pun lalai
atau teledor terhadap keselamatannya sendiri.
2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang
bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut
telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
2. Sistem K3 Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1998 Tentang
Perlindungan
1) Pengurus mungkin kurang respect terhadap pekerjanya dan
korban juga mungkin menganggap hal itu sepele dengan tidak
memakai alat pelindung diri, korban tidak berlaku hati-hati
terhadap segala kemungkinan yang ada. Disini mungkin ia
merasa aman karena seperti biasanya box lift berada di lantai
20, namun kenyataannya tidak
2) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi
semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam
pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam
pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
3. Sistem K3 Sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2009 Tentang
Keteknikan dan Aspek Keselamatan
1) Pengurus atau manajemen hotel tidak memberitahukan
kejadian ini ke kepolisian terdekat dan terkesan menutup-

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 10


nutupi peristiwa itu. Polisi mendapat informasi dari RS
Bungsu di Jln. Bungsu, yang sempat merawat korban.
2) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan
tempat kerja yang dijalankan.
3) Pengurus seharusnya mengetahui dan memperingatkan bahwa
bekerja di ketinggian ini memerlukan fix platform atau
memakai alat pelindung diri berupa full body harness. Selain
itu, bila pekerjaan dilakukan pada tempat yang memiliki
ketinggian lebih dari lima meter, diperlukan sebuah ijin
khusus, yang mana ijin ini diperlukan untuk menganalisa
bahaya apa saja yang mungkin terjadi dan menyiapkan alat
pengaman yang cocok untuk meminimalisir resiko yang akan
dihadapi bila bekerja pada ketingian tersebut

2.2.3. Pendapat masing-masing Kelompok


Pendapat Muhammad Salman Alfaris
Menurut saya, peristiwa terjadinya kasus kecelakaan pekerja
proyek pembangunan Hotel Panghegar yang tewas terjatuh dari
lantai 20 pada hari Rabu 23 Maret 2011 merupakan suatu insiden
yang murni terjadi karena kurangnya pengawasan yang khusus.
Dari segi etik, pihak perusahaan juga tidak bertanggungjawab
dalam menyelesaikan kasus ini, mereka menutup-nutupi insiden ini
dengan tidak segera melaporkan ke pihak kepolisian, sehingga
perusahaan bias masuk pada pasal 359 KUH Pidana tentang
kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Pendapat Muhammad Rizqi Nugrahanto

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 11


2.3. Rekomendasi Pendapat Kami
Berdasarkan pendapat kami, dapat kami berikan rekomendasi bahwa
kasus kecelakaan pekerja proyek pembangunan Hotel Panghegar yang
tewas terjatuh dari lantai 20 merupakan kasus yang sering terjadi dalam
dunia konstruksi, bahkan bisa jadi setiap proyek konstruksi selalu
mengalami insiden serupa. Hal ini perlu diselidiki penyebab utama
terjadinya kecelakaan ini, ternyata setelah diselidiki mayoritas kasus
kecelakaan kerja terjadi karena kurangnya perhatian para pekerja atas
keselamatan diri mereka, seperti contoh mereka lalai dan tidak mengenakan
APD dengan baik, selain itu juga disebabkan lalainya pengawasan oleh
pengawas proyek yang tidak mengingatkan dan acuh atas yang setiap
prosedur yang dilaksanakan pekerja, sehingga menyebabkan hal ini terjadi.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 12


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada hakikatnya kecelakan merupakan proses interaksi dari faktor-faktor


penyebab yang menimbulkan peluang terjadinya hal tersebut. Kecelakaan bukan
merupakan sebuah kejadian tunggal yang spontanitas terjadi, tetapi ia telah
didahului oleh insiden-insiden kecil sehingga pada tahap akhirnya akan
menyebabkan accident atau kecelakaan tersebut (FTA). Kecelakaan bukan
kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari. Kecelakaan dapat dicegah
dengan menerapkan prinsip sistem K3 dan pendekatanpencegahan kecelakaan.
Pada kasus Agus icing ini, seharusnya kecelakaan dapat dihindarkan dengan
melakukan tindakan preventif seperti berhati-hati dan menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang sesuai ketentuan. Jika saja hal tersebut dilakukan oleh
korban maka kecelakaan dapat dihindari.

3.2. Saran
Pada kesempatan ini penulis hanya berpesan bahwa pada prinsipnya
kecelakaan dapat kita cegah. Angka kecelakaan yang semakin memuncak dapat
kita landai dengan melakukan tindakan preventif dan berpedoman pada prinsip
kehati-hatian. Mematuhi segala peraturan undanng-undang dan kebijakan sistem
K3 bukan merupakan hal yang berat jika menyangkut dengan nyawa.
Tumbuhkan kesadaran dalam diri kita akan pentingnya K3. Maka kecelakaan
dapat kita hindari dan angka mortalitas dapat dieliminir seminimal mungkin.

MAKALAH ANALISIS KECELAKAAN KERJA 13

Anda mungkin juga menyukai