Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

HIV/ AIDS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pembimbing Rusana,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An

Disusun Oleh :
Kelompok 6

1. Vinny Alvionita
2. Siti Maesaroh
3. Erna Ristianti
4. Yudha Pangestu
5. Restu Setya Aji W

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2019
PEMBAHASAN
A. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) merupakan gejala penyakit yang di
karenakan penurunan system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162) AIDS merupakan
Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit
penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).
(Tambayong, J:2000)
AIDS merupakan penyakit yang ditandai dengan kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601) AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas
seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi
seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 :
354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS merupakan sekumpulan gejala
penyakit yang di akibatkan oleh penurunan system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi
seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.

B. Etiologi
HIV disebabkan oleh virus yang bernama human immunodeficiency dan virus ini
melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit
CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara
bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang
bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom,
2005).

C. Patofisiologi
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke
dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi,
asimtomatik, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). HIV ditransmisikan
melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI, semen dan
sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entree yang terdapat
pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang
dilakukan.

Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4
melalui pembungkus glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-
transcriptase, memungkinkan terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-
virus. Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4
dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan replikasi virus yang direfleksikan
dari hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat virulensi yang tinggi.

D. Tanda Dan Gejala


Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan
pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah
limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia
untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari
observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the
European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan
bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak
spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak
terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi
terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati
persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare
kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak
terinfeksi.
Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang
menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala
aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita
infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat
terjadinya PCP.
E. Pathway (terlampir)
F. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis
oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang
menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum
(nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit
kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari
BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan
demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita
AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila
dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan
cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR.
Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan
1. Tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.Tes untuk diagnosa
infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

H. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d. Mengatasi dampak psikososial
e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f. Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

I. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat
diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target
esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter
spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif
mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama usaha pencegahan ini.
Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American Medical Assosiation dan The
American Academy of Pediatrics yang dapat membantu dokter pediatric memperoleh
kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji
serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba
pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat
yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari
ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi
penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima
kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan
persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam)
mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin,
suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan
pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah
penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa kehamilan 14-
34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih besar, dan sekarang
tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan menggunakan zidovudin. Zidovudin
intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus terus menerus 1
mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada semua keadaan
dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat
sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8
jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin
harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang
mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24
jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-
kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian
yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah
ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua wanita
harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas
HIV-1.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK


DENGAN HIV-AIDS

A. Pengkajian
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada,
napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-
kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium,
meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare
kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m.Pengkajian Hematologik
n.Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

B. Dapatkan riwayat imunisasi


a. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-
anak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah,
khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.
b. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
c. Infeksi bakteri berulang
d. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter
interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
e. Diare kronis
f. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
g. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut bd Agen Cidera Biologis
2. Kekurangan Volume Cairan bd Kehilangan Cairan Aktif
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas bd Faktor Fisiologis : Infeksi
4. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh bd Ketidakmampuan
Mengabsorpsi Makanan
5. Risiko Infeksi
6. Kerusakan Integritas kulit bd Faktor Internal: Gangguan voume cairan
7. Intoleransi Aktivitas bd Imobilitas
8. Hipertermi bd Penyakit

D. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri Akut bd Agen Cidera NOC: Kontrol Nyeri NIC: Monitor
Biologis Pernafasan
Indikator IR ER
1. Melakukan
Mengenali kapan pengkajian
nyeri terjadi nyeri
Menggambarkan komrehensif
faktor penyebab yang meliputi
lokasi,
Menggunakan karakteristik,
faktor durasi,
pencegahan frekuensi,
kualitas, atau
Melaporkan beratnya nyeri
nyeri yang dan faktor
terkontrol pencetus
Keterangan: 2. Observasi
1. Tidak Pernah menunjukan adanya
petunjuk non
2. Jarang menunjukan ferbal mengenai
ketidaknyaman
3. Kadang kadang menunjukan
an terutama
4. Sering menunjukan pada mereka
yang tidak
5. Secara konsisten menunjukan dapat
berkomunikasi
secara efektif

3. Pastikan
perawatan
analgesik bagi
pasien di
lakukan dengan
pemantauan
yang ketat

2. Kekurangan Volume NOC: Keseimbangan Cairan NIC: Manajemen


Cairan Elektrolit atau
Indikator IR ER Cairan
Tekanan darah 1. Timbang BB
Berat badan stabil harian dan
pantau gejala
Turgor kulit
2. Berikan cairan
Keseimbangan yang sesuai
intake dan output
3. Tingkatkan
selama 24 jam
intake/asupan
cairan peroral
(mis:
Keterangan: memberikan
1. Sangat terganggu cairan sesuai
preverensi
2. Banyak terganggu pasien,
tempatkan
3. Cukup terganggu
cairan ditempat
4. Sedikit terganggu yg terjangkau)

5. Tidak terganggu

3. Ketidakefektifan Bersihan NOC: Status Pernafasan NIC:Manajemen


Jalan Nafas bd Faktor Jalan Nafas
Fisiologis : Infeksi Indikator IR ER
1. Buka jalan nafas
Frekuensi dengan teknik
pernafasan chinlift sebagai
Irama pernafasan mana mestinya

2. Posisikan pasien
Kedalaman
untuk
Inspirasi
memaksimalkan
Keterangan: ventilasi

1. Defisiasi berat dari kisaran 3. Identifikasi


normal kebutuhan aktual
pasien untuk
2. Defisiasi cukup berat dari memasukan alat
kisaran normal membuka nafas
3. Defisiasi sedang dari kisaran buatan
normal 4.
4. Defisiasi ringan dari kisaran
normal

5. Tidak ada defisiasi dari


kisaran normal

4. Ketidakseimbangan Nutrisi NOC: Status Nutrisi: Asupan NIC: Manajemen


Kurang Dari Kebutuhan Nutrisi Nutrisi
Tubuh bd
Ketidakmampuan Indikator IR ER 1. Tentukan status
Mengabsorpsi Makanan gizi pasien
Asupan kalori
2. Identifikasi
Asupan protein adanya alergi
yang dimiliki
Asupan
pasien
karbohidrat
3. Tentukan apa
Keterangan:
yang menjadi
1. Tidak adekuat preferensi
makanan pasien
2. Sedikit adekuat
4. Tentukan
3. Cukup adekuat jumlah kalori
4. Sebagian adekuat dan jenis nutrisi
yang
5. Sepenuhnya adekuat dibutuhkan

5. Risiko Infeksi NOC: Kontrol Risiko: Proses NIC: Kontrol


Infeksi Infeksi

Indikator IR ER 1. Bersihkan
lingkungan
Mengidentifikasi dengan baik
faktor risiko setelah
infeksi digunakan
untuk setiap
Mengetahui pasien
konsekuensi
2. Ganti peralatan
terkait infeksi
perawatan per
Mengetahui pasien sesuai
perilaku yang protokol
berhubungan institusi
dengan faktor
3. Isolasi orang
infeksi
yang terkena
Keterangan: penyakit
menular
1. Tidak pernah menunjukan

2. Jarang menunjukan

3. Kadang-kadang menunjukan

4. Sering menunjukan

5. Secara konsisten menunjukan

6. Kerusakan Integritas kulit NOC: Pergerakan NIC: Perawatan


bd Faktor Internal: Traksi/Imobilisasi
Gangguan voume cairan Indikator IR ER
1. Posisikan
Keseimbangan kesejajaran
Koordinasi tubuh yang
sesuai
Cara berjalan
2. Pertahankan
Kinerja posisi yang
pengaturan tubuh tepat pada
tempat tidr
Keterangan: untuk
1. Sangat terganggu meningkatkan
traksi
2. Banyak terganggu
3. Pertahankan
3. Cukup terganggu traksi sepanjang
waktu
4. Sedikit terganggu

5. Tidak terganggu

7. Intoleransi Aktivitas bd NOC: Toleransi terhadap aktivitas NIC: Terapi


Imobilitas Aktivitas
Indikator IR ER
1. Pertimbangkan
Saturasi oksigen kemampuan
ketika beraktifitas klien dalam
berpartisipasi
Frekuensi nadi melalui
ketika beraktifitas aktivitas
Frekuensi spesifik
aktifitas ketika 2. Dorong
beraktifitas aktivitas kreatif
yang tepat
Kemudahan
bernafas ketika 3. Bantu klien
beraktifitas untuk
mengidentifikas
Keterangan:
i aktifitas yang
1. Sangat terganggu di inginkan

2. Banyak terganggu

3. Cukup terganggu

4. Sedikit terganggu

5. Tidak terganggu

8. Hipertermi bd Penyakit NOC: Termoregulasi NIC:

Indikator IR ER 1. Monitor suhu


paling tidak
Hipertermia setiap 2 jam
Perubahan warna sesuai
kulit kebutuhan

2. Monitor
Mengantuk
tekanan darah,
Dehidrasi nadi dan
respirasi sesuai
Keterangan: kebutuhan
1. Sangat terganggu 3. Monitor dan
2. Banyak terganggu laporkan
adanya tanda
3. Cukup terganggu dan gejala dari
hipotermia dan
4. Sedikit terganggu
hipertermia
6. Tidak terganggu
DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice,
4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai