TENTANG:
FILSAFAT SAINS
MATA KULIAH:
FILSAFAT ILMU
Oleh:
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. Wb
Puji syukur kami ucapkanatas rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang
“Sejarah Filsafat”. Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada pihak-pihak
dosen pembimbing yaitu Bapak Dr. Ali Asmar, M. Pd yang telah membimbing
tentang “filsafat sains”. Kami berharap apa yang kami sampaikan dapat diterima
Semoga makalah ini bermanfaat bagi segenap pembaca, dan apabila ada
kekurangan atau kesalahan, kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat
kami harapkan dari segenap pembaca untuk perbaikan makalah kami dilai
kesempatan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkanuraian di atas,masalah-masalah yang
inginpenulisjelaskandansampaikanadalah :
1. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Filsafat Sains?
2. Apa Hakikat Filsafat Sains?
3. Apa Sumber-sumber Ilmu Menurut Sains Sekuler dan Sains Islam?
4. Apa Persyaratan-persyaratan Sains?
5. Apa Hakikat Ontologi Sains?
6. Apa Hakikat Aksiologi Sains?
7. Apa Hakikat Epistemologi Sains?
8. Apa Hubungan antara Filsafat dan Sains?
9. Apa Perbandingan antara Filsafat dan Sains?
Sehingga filsafat sains adalah disiplin ilmu yang digunakan sebagai telaah
sistematis mengenai sains, mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah,
percobaan dan teori, serta penjelasan mengenai landasan–landasan sains.
D. Persyaratan-persyaratan Sains
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang
apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut
sebagai ilmu pengetahuan. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu pengetahuan
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif, Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya
dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih
harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah
kebenaran, yakni penyesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
2. Metodis, adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti:
cara, jalan. Secara uniurn metodis berarti metode tertentu
yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan
suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang
teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh,
menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam
rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang
bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut
180.
Sains (Ilmu) adalah sistem pengetahuan dibidang tertentu yang bersifat
umum, sistematis, metodologis, logis, objektif, empiris, memuat dalil-dalil
tertentu menurut kaidah umum, berguna untuk mencari kebenaran ilmiah yang
kemudian bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup
manusia. Sains merupakan kumpulan pengetahuan yang menjelaskan hubungan
sebab akibat suatu objek yang diteliti berdasarkan metode tertentu, yang
merupakan satu kesatuan sistematis. Sementara itu, pengetahuan merupakan
bentukan pola pikir asosiatif antara pikiran dan kenyataan yang didasarkan pada
kumpulan pengalaman sendiri/orang lain di suatu bidang tertentu tanpa
memahami hubungan sebab akibat yang hakiki dan universal diantaranya
sehingga tidak masuk dalam kelompok ilmu karena belum dapat menjelaskan
pertanyaan mengapa. Filsafat sains terutama diarahkan pada
komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga eksistensi ilmu, yaitu
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
E. Ontologi Sains
Pada pembelajaran hakikat sains ini ada dua pengetahuan yaitu pengetahuan
rasional dan pengetahuan empiris. Masalah rasional dan empiris inilah yang akan
dibahas. Pertama, masalah rasional. Dalam sains, pernyataan atau hipotesis yang
dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang dibuat adalah “makan
telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan”. Hal ini berdasarkan rasio :
untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak mengandung nilai gizi, karena itu,
logis bila semakin banyak makan telur ayam akan semakin sehat. Hipotesis ini
belum diuji kebenarannya, kebenarannya barulah dugaan,tetapi hipotesis itu telah
mencukupi syarat dari segi kerasionalannya. Kata “rasional” di sini menunjukkan
adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab akibat.
Kedua, masalah empiris. Hipotesis yang dibuat tadi diuji (kebenarannya)
mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis ini digunakan
metode eksperimen, misalnya pada contoh hipotesis di atas, pengujiannya adalah
dengan cara mengambil satu kelompok sebagai sampel, yang diberi makan telur
ayam secara teratur selama enam bulan, sebagai kelompok eksperimen. Demikian
juga, mengambil satu kelompok yang lain, yang tidak boleh makan telur ayam
selama enam bulan, sebagai kelompok kontrol. Setelah enam bulan, kesehatan
kedua kelompok diamati. Hasilnya, kelompok yang teratur makan telur ayam
rata-rata lebih sehat. Setelah terbukti (sebaiknya eksperimen dilakukan berkali-
kali), maka hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori. Teori ”makan telur
ayam berpengaruh terhadap kesehatan” adalah teori yang rasional - empiris.
Teori seperti ini disebut sebagai teori ilmiah (scientific theory).
Cara kerja dalam memperoleh teori tadi adalah cara kerja metode ilmiah.
Rumus baku metode ilmiah adalah : logico - hypotheticom - verificatif (buktikan
bahwa itu logis - tarik hipotesis - ajukan bukti empiris). Pada dasarnya cara kerja
sains adalah kerja mencari hubungan sebab akibat, atau mencari pengaruh sesuatu
terhadap yang lain. Asumsi dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab.
Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan rasional.
Selain itu, ilmu pada dasarnya bebas nilai, artinya ilmu hanya memberi nilai
benar atau salah terhadap sesuatu. Tidak pernah ilmu memberi nilai baik atau
buruk, halal atau haram,sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah, perlu atau
tidak perlu. Oleh pakar atau pengguna ilmu itulah kemudian sering berubah fungsi
penilaiannya, jadi bukan oleh ilmu itu sendiri. Bahkan pada perkembangannya
kita sering mendengar istilah, disamping rumpun sesuai dengan bidang kajian,
adanya rumpun ilmu hitam yang penggunaanya untuk membantu niat tidak baik.
Putih atau menjadi hitam tentu lebih dikarenakan oleh orang-orang yang
menggunakan atas penguasaan ilmu tersebut. Atau pihak lain yang merasa
terkenakan oleh penggunaan ilmu tersebut.
Dari kajian ontologis sains diatas memunculkan disiplin-disiplin ilmu yang
lain. Secara garis besar terdapat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Sains Kealaman
1. Astronomi;
2. Fisika ; mekanika, bunyi, cahaya, dan optic, fisika, nuklir;
3. Kimia ; kimia organik, kimia teknik;
4. Ilmu bumi ; paleontology, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogy,
geografi.
5. Ilmu hayat ; biofisika, botani, zoology
b. Sains Sosial
1. Sosiologi ; sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan
2. Antropologi ; antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi
politik
3. Psikologi ; psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal
4. Ekonomi ; ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan
5. Politik ; politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
c. Berikut ada tambahan dari dua sains di atas, yaitu :
1. Seni ; seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari
2. Hukum ; hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat
3. Filsafat ; logika, etika, estetika
4. Bahasa ; sastra
5. Agama ; Islam, Kristen, Confucius
6. Sejarah ; sejarah Indonesia, sejarah dunia
F. Aksiologi Sains
Aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya, netralitas ilmu hanya pada ontologis keilmuan sementara dalam
penggunaannya harus berlandaskan moral dan ditujukan untuk kebaikan manusia
tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan. Tiga hal yang
mendasari alasan ini adalah: secara faktual telah diketahui bahwa ilmu digunakan
untuk tujuan destruktif (perang); perkembangan ilmu memungkinkan ilmuwan
memprediksi akses yang mungkin timbul jika terjadi penyalahgunaan ilmu dan
perkembangan ilmu telah sedemikian rupa sehingga berpeluang mengubah
manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika
dan rekayasa sosial. Agar kegunaan ilmu itu tidak menjadi bencana bagi manusia
dan kemanusiaan, maka seorang ilmuwan haruslah melandasi kegiatan ilmiahnya
dengan asas-asas moral dan kode etik profesinya dengan penuh tanggung jawab.
G. Epistemologi Sains
Epistimologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode,
dan batasan pengetahuan manusia. Epistimologi berasal dari kata episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi epistimologi adalah ilmu
yang membahas tentang pengetahuan dan cara memperolehnya.
Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistimologi berkisar pada
masalah: asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan,
hubungan antara pengetahuan dan keniscayaanm hubungan antara pengetahuan
dan kebenaran, kemungkinan skeptisme universal, dan bentuk-bentuk perubahan
pengetahuan yang berasal dari konseptualisasi baru mengenai dunia. Semua
persoalan tersebut diatas terkait dengan persoalan-persoalan penting filsafat
lainnya seperti: kodrat kebenaran, kodrat pengalaman dan makan.
Epistemologi adalah teori tentang pengetahuan yang terkait dengan cara
memperoleh pengetahuan dan metode keilmuan. Epistemologi adalah
pengetahuan sistematik mengenai ilmu pengetahuan membahas tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau
cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran ilmu.
Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan
metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Rasio,
pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana
mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal
model-model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, rasionalisme kritis,
fenomenologi dan sebagainya. Di dalam epistemologi juga dibahas bagaimana
menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok
ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi
pragmatis, dan teori intersubjektif.
Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan (ilmu),
maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun ilmu tersebut
harus benar. Ilmu tentang suatu objek dikembangkan berdasarkan analisis yang
sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Metode ilmiah
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan
penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara
empiris dan menggunakan bahasa, matematika dan statistika sebagai sarana
berpikir ilmiah. Kebenaran ilmu dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta
(kenyataan empiris) yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui
kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi
kehidupan manusia.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, dan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai fakta
dengan yang tidak sehingga terjadi penyempurnaan teori atau paradigma yang
akhirnya membawa ilmu tersebut menjadi sains normal. Contoh dari
epistemologi ilmu dibahas dalam materi sains normal.
2. Perbedaan :
objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu
segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu
(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya ilmu hanya
terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-
kotak sedangkan kajian filsafat tidak terkokta-kotak dalam disiplin
tertentu. Obyek formal (sudut pandang) filsafat itu bersifat fregmentaris,
karena mencari pengertian dari segala sesuatu ada itu secara luas,
mendalam dan mendasar, sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik,
dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik yang berarti
bahwa cara-cara ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan
realita. Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjol
daya spekulasi, kritis dan pengawasan, sedangkan sains haruslah diadakan
riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai sains terletak
pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari
nilainya.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat sains adalah disiplin ilmu yang digunakan sebagai telaah sistematis
mengenai sains, mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah, percobaan dan
teori, serta penjelasan mengenai landasan–landasan sains. Epistemologi sains
dapat dimulai dari pengetahuan sistematik mengenai ilmu pengetahuan,
membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan
kebenaran ilmu. Sedangkan aksiologi sains yaitu agar kegunaan ilmu itu tidak
menjadi bencana bagi manusia dan kemanusiaan, maka seorang ilmuwan haruslah
melandasi kegiatan ilmiahnya dengan asas-asas moral dan kode etik profesinya
dengan penuh tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Khun Thomas. (1993). Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Bandung: Remaja
Rosda Karya.