Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi diperkirakan menyebabkan kematian 1l juta anak tiap tahunnya, 99% dari
kematian ini terjadi di negara berkembang, dan 4 juta diantaranya kematian terjadi pada 1 tahun
pertama kehidupan. Diare akut merupakan manifestasi salah satu penyakit infeksi dan
penyebab kematian kedua di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa setiap tahun 3,5 juta anak di
bawah 5 tahun meninggal akibat diare, dan paling banyak terjadi di Afrika. Asia dan Amerika
Latin. Menurut lndeks Bank Dunia terhadap beban penyakit keseluruhan, pada tahun 1990
diare menyumbang kehilangan 7,3% total DALYs (disability-adjusted life years), mendekati
dua kalinya yang disebabkan penyakit menular seksual termasuk HIV dan tiga kalinya yang
disebabkan malaria. Selain itu Bank dunia menyebutkan bahwa diare selain menyebabkan
mortalitas juga menyebabkan morbiditas dan malnutrisi. Dari sekian bakteri pathogen yang
menyebabkan diare, Shigella merupakan penyebab diare yang sering ditemukan, terutama pada
daerah dengan fasilitas sanitasi 'yang terbatas/jelek. Shigellasis dilaporkan terjadi pada 140 juta
kasus dengan 600.000 kematian setiap tahunnya, dimana 60% terjadi pada anak di bawah 5
tahun.

DEFINISI
Shigellasis adalah adalah infeksi akut usus yang disebabkan oleh salah satu dari empat spesies
bakteri gram negatif genus Shigella. Disentri basiler adalah diare dengan lendir dan darah
disertai dengan demam, tenesmus dan abdominal cramp.

ETIOLOGI
Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp. dari genus Shigella, yang termasuk bakteri
gram negatif dalam klasifikasi kingdom, Bacteria, phylum Proteobacteria, class Gamma
Proteobacteriae, order Enterobacteriales, family Enterobacteriaceae, genus Shigella, species
Shigella dysentriae. Secara morfologi bakteri shigella berbentuk batang ramping, tidak
berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan
muda. Shigella adalah fakultatif anaerob yang dengan beberapa pengecualian tidak meragikan
laktosa tetapi meragikan karbohidrat yarlg lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak
menghasilkan gas, paling baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks, bulat, transparan
dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Kuman ini
sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena ketidakmampuannya meragikan laktosa.
Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih
dalam sifat serologic berbagai spesies dan sebagian besar kuman ini mempunyai antigen O
yang juga dimiliki oleh kuman enteric lainnya. Secara antigenic mirip dengan E. coli, shigella
tidak memiliki flagella dan antigen H. Antigen somatic O dari Shigella adalah lipopolisakarida.
Kekhususan serologiknya tergantung pada polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe.
Klasifikasi Shigella didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigenic.
Genus ini dibagi menjadi empat spesies berdasarkan reaksi biokimia dan antigen O
spesifik, yaitu Shigella dysentrioe (serogroup A), Shigella flexneri (serogroup B), Shigella
boydii (serogroup C) dan Shigella sonnei, (serogroup D). S. sonnei dibagi lagi menjadi 38
serotype Shigella merupakan prototip bakteri pathogen yang dapat invasi dan bermultiplikasi
di segala sel epithelial, termasuk sel target alaminya yaitu enterosit. S. dysentrioe type T
(shiga bacillus) merupakan spesies pertama yang diketahui memproduksi toksin Shiga yang
poten.

EPIDEMIOTOGI
Habitat alamiah Shigella lerbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata lainnya
dimana sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler. Di Amerika Serikat diilaporkan sekitar
8-12 kasus per 100.000 populasi selama 30 tahun. Di dunia, shigellasis tetap merupakan
penyebab diare tersering baik di negara berkembang maupun di negara maju. Organisme ini
sangat mudah ditransmisikan secara fekal oral, melalui kontak dari orang ke orang atau melalui
makanan dan minuman kontaminasi. Jumlah kuman yang dibutuhkan untuk dapat
menimbulkan penyakit (dosis infeksi) sangat sedikit yaitu kurang dari 200 organisme. Angka
serangan ulang pada anggota keluarga mencapai 40%.
lnsidensi dan penyebaran shigellasis berhubungan dengan kebersihan perseorangan dan
kebersihan komunitas. Di negara berkembang, shigellasis lebih banyak ditemukan pada anak-
anak, dan di negara-negara dengan kondisi infrastruktur sanitasi tidak bagus, dengan kondisi
pemukiman padat dan kondisi higiensi perseorangan jelek, penyakit ini lebih mudah menyebar.
S. dysentriae type 1 dapat menyebabkan kondisi yang berat yang disebut dengan disentri
basiler.
WHO memperkirakan jumlah total kasus pada tahun 1996-1997 diperkirakan 165 juta
dan 69% kasus terjadi pada anak kurang dari 5 tahun. dengan kematian tiap tahunnya
diperkirakan antara 500,000 hingga 1,1 juta. Data tahun 2000-2004 dari 6 negara di Asia
(Bangladesh, China, Pakistan. lndonesia, Vietnam, dan Thailand) menunjukkan bahwa
insidensi shigellasis masih stabil, meskipun angka kematiannya menurun, mungkin disebabkan
karena membaiknya standar nutrisi. Bagaimanapun juga penggunaan antibiotik yang tidak
terkontrol menyebabkan risiko terbentuknya shigella yang resisten terhadap antibiotik.
Kejadian epidemik yang luar biasa sering disebabkan oleh S. dysenteriae type 1, yang sering
ditandai dengan angka serangan yang tinggi dan angka kematian yang tinggi pula, sebagai
contoh di Bangladesh, suatu epidemik yang disebabkan S. dysenterioe type 1 dikaitkan dengan
angka kematian sebesar 42% diantara anak berusia 1-4 tahun. Shigellasis juga sering
menimbulkan endemik dan 99% terjadi di negara berkembang dengan prevalensi yang tinggi,
dimana kebersihan umum dan kebersihan perseorangan jelek.
lsolat S. flexneri lebih sering ditemukan pada negara-negara maju, sedang S. sonnei
lebih prevalen pada daerah dengan ekonomi baik serta negara-negara industri. Shigella juga
dikaitkan sebagai kontributor utama gangguan pertumbuhan anak di negara berkembang
dikarenakan Shigellasis memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang gangguan
nutrisi pada anak di daerah endemis. Kombinasi antara anoreksia, enteropati eksudatif yang
diakibatkan karena kerusakan mukosa secara cepat akan mengubah status nutrisi penderita.

TRANSMISI
Saluran usus manusia merupakan reservoar utama Shigella, meskipun diteniukan pula pada
primata yang lebih tinggi. Karena penyebaran shigella ini paling besar terjadi pada fase akut,
maka bakteri ini secara efektif ditransmisikan melalui fekal-oral, disamping itu dapat pula
ditransmisikan melalui kontak orang ke orang, melalui makanan dan minuman yang tercemar.
Selain itu shigella dapat pula ditransmisikan oleh lalat dan secara seksual.
Phatogenesis

Ketahanan terhadap kondisi pH yang rendah menyebabkan shigella bertahan melalui


barrier lambung, hal ini menjelaskan mengapa inokulum kecil (sebesar 100 cFU) cukup
menyebabkan infeksi. Diare air mendahului sindroma disentri karena sekresi aktif dan
reabsorbsi air abnormal, efek sekretorik pada jejunum seperti yang terlihat pada monyet yang
terinfeksi. Purge awal ini mungkin disebabkan karena aksi kombinasi dari enterotoxin (ShET-
1) dan inflamasi mukosa. Sindroma disentri, ditandai dengan berak berdarah dan mukopurulen,
merefleksikan invasi mukosa.
Sampai di usus halus, terjadi patogenik fundamental yaitu invasi ke mukosa colon. Hal
ini memicu respon inflamasi akut yang intensif dengan ulserasi mukosa dan pembentukan
abses. lnvasi dan penyebaran merupakan proses yang multipel dan bertahap, dan sama dengan
proses yang terjadi pada Shigella dan EIEC l.
Patogenesis Shrgello ditentukan terutama oleh virulensi plasmid 214 kb terdiri atas 100
gen, yang mengkode 25 sistem sekresi tipe lll yang memasuki membran sel inang agar efektor
dapat transit dari sitoplasma bacterial ke dalam sitoplasma sel. Bakteri dapat menginvasi sel
epitel intestinal dengan menginduksi uptake setelah melewati barier epitel melalui sel M.
Shigella melewati membran mukosa dengan memasuki folikel pada sel M (sel epitel
translokasi khusus di folikel epitel yang menutupi nodul limfoid mukosa) di usus halus, yang
sangat sedikit memiliki brush border obsorptiveyang terorganisir. Shigella melekat secara
selektif pada sel M dan dapat tronsitosis melalui sel M ke dalam kumpulan sel fagosit. Bakteri
didalam sel M dan makrofag fagositik dapat menyebabkan kematian mereka dengan
mengaktifkan kematian sel yang terprogram normal (apoptosis). Bakteri dilepaskan dari sel M
pada sisi basolateral enterosit dan mengawali proses invasi yang multiple dan bertahap yang
diperantarai oleh antigen invasi (lpaA, lpaB, lpaC).
Shigella mudah beradaptasi dengan lingkungan intraselular dan hal ini memberikan
keunikan dalam proses infeksi. Meskipun pada awalnya bakteri dikelilingi oleh vakuola
fagositik, mereka dapat lepas dalam waktu 15 menit dan memasuki kompartemen sitoplasma
sel inang. Dan secara cepat, mereka membentuk parallel dengan filament aktin sitoskeleteon
dari sel dan memulai proses dimana mereka melakukan kontrol polimerisasi monomer yang
membuat fibril-fibril aktin. Proses ini membentuk ekor aktin pada mikroba, yang akan terlihat
didalam sitoplasma seperti komet. Gambaran pada apporatus sitoskeletal ini memberikan
shigella yang non motil tidak hanya bereplikasi di dalam sel tetapi dapat bergerak secara efisien
didalamnya. Bakteri akan masuk ke dalam membran sel inang, yang terletak berdekatan dengan
enterosit lain. Pada titik ini beberapa shigella akan mengalami rebound, tetapi yang lain akan
mendorong membrane sejauh 20 pm kedalam sel yang berdekatan. lnvasi ke enterosit
sebelahnya membentuk proyeksi seperti jari, yang kemudian akan pinch off, mengganti bakteri
kedalam sel baru tetapi dikelilingi oleh membran ganda. Organisme kemudian melisiskan
kedua membran dan dilepaskan ke dalam sitoplasma, bebas untuk memulai siklus baru.
Sitokin dilepaskan oleh sejumlah sel epitel intestinal yang terinfeksi yang menyebabkan
kenaikan jumlah sel imun (terutama lekosit polimorfonuklear) ke tempat yang terinfeksi, yang
akan mendestabilisasi barrier epitel, eksaserbasi inflamasi, dan menyebabkan colitis akut yang
sesuai dengan shigellasis. Bukti terkini menunjukkan beberapa sistem sekresi tipe lll – efektor
dapat mengkontrol perluasan inflamasi, sehingga memfasi litasi survival bakteri.
Proses perluasan sel ke sel secara radial membentuk ulkus fokal pada mukosa, terutama
pada kolon. Ulkus menambah komponen perdarahan dan menyebabkan Shigella untuk
mencapai lamina propria, dimana mereka membangkitkan respon inflamasi akut yang intensif.
Perluasan infeksi diluar lamina sangatjarang pada individu sehat. Diare akibat proses ini
merupakan proses inflamasi. terdiri dari volume tinja yang sbdikit terdiri atas leukosit eritrosit,
bakteri dan lainnya yang memberikan gambaran disentri klasik.
Beberapa Shigella menghasilkan toxin Shiga yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit, dan toksin yang poten adalah toksin yang dihasilkan oleh S. dysenteriae tipe 1, karena
menyebabkan mortalitas yang bermakna pada individu yang sebelumnya sehat. Toxin Shiga
dihasilkan oleh S. dysenteriae tipe 1 meningkatkan keparahan penyakit. Toxin shiga dan toxin
Shiga-like, merupakan kelompok toxin protein A1-B5, subunit B5 mengikat permukaan sel
dan subunit A katalitik mengekspresikan N-glikosidasi RNA pada ribosom RM 28S. Hal ini
menyebabkan inhibisi ikatan aminoacyltRNA terhadap subunit ribosom 605 dan menghentikan
secara keseluruhan biosintesis protein sel. Toxin Shiga ditranslokasi dari usus kedalam
sirkulasi. Setelah mengikat reseptor globotriaosylceromide pada sel target di ginjal, toxin
diinternalisasi oleh reseptor yang diperantarai oleh endositosis dan berinteraksi dengan
subselular untuk menghambat sintesis protein. Konsekuensi perubahan patofisiologi ini
berakibat sindroma hemolitik uremik.
Karakteristik masuknya dan interaksi Shigelle dengan elemen selular sangat miripi
dengan Listeria monocytogenes.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dan keparahan shigellasis tergantung pada spesies yang menginfeksi,
usia, status nutrisi, dan status imunologi penjamu. Shigellasis secara tipikal berkembang
melalui 4 fase yaitu fase masa inkubasi, watery diarrhea, dysentery, dan fase post infeksi.
Gejala shigellasis secara tipikal dimulai 24-72 jam setelah kuman ini tertelan dengan demam
dan malaise, diikuti dengan diare yang pada awalnya adalah watery diare secara cepat
berkembang menjadi diare dengan mukus dan darah yang merupakan karakteristik dari infeksi
shigella, disentri ditandai dengan diare sedikit-sedikit dengan darah dan lendir disertai dengan
tenesmus, kram perut dan nyeri saat akan defekasi, sebagai akibat inflamasi dan ulcerasi
mukosa kolon dan proktitis. Pada pemeriksaan endoskopi akan didapatkan edema dan
perdarahan mukosa dengan ulserasi dengan eksudasi membentuk pseudomembran. Luasnya
lesi ini berkorelasi dengan jumlah dan frekuensi diare, serta kehilangan protein melalui
mekanisme eksudasi tersebut.
Tidak semua infeksi shigella akan menyebabkan disentri, ditentukan oleh jenis dan
virulensi strain yang menginfeksi. Pasien dengan infeksi S. sonnei tidak pernah berkembang
menjadi disentri, disentri akan terjadi jika terinfeksi S. dysentriae tipe 1.
Pada infeksi Shigella dapat tidak ditemukan muntah maupun tanda dehidrasi yang berat
sebagai manifestasi klinisnya, dikarenakan pada shigellosis, lambung dan usus halus tidak
terlibat, meskipun demikian dapat ditemukan tanda dehidrasi ringan atau sedang sebagai akibat
kehilangan cairan lewat diare, peningkatan insensible water loss akibat demam, dan penurunan
asupan makan dan minum. Sebaliknya proktitis yang terjadi dapat berat hingga menimbulkan
prolaps recti, terutama pada anak kecil. Selain itu akibat inflamasi yang berat dapat pula
menimbulkan megakolon, dan dapat terjadi bakteremia
pnOa pasien imunokompromis dan malnutrisi.
jika terjadi sindroma hemolitik uremik, maka pasien
dkt tampak pucat, lemah, gelisah, pada beberapa kasus
dhnngan perdarahan gusi, hidung, oliguri dan edema. Pada
umtdrroma hemolitik uremik gejala yang terjadi berupa trias
gFfuu anemia, dimana proses yang mendasari adalah non
unnun {uji coombs negative), trombositopenia, dan gagal
qnqd akut akibat trombosis kapiler glomerulus. Anemia
gtrmg terjadi bisa berat dengan gambaran darah tepi
llrrym rnenunjukkan adanya fragmentasi sel darah merah
lrMmuzocjrfes), kadar laktat dehidrogenase dalam serum
frmqEi" dengan peningkatan retikulosit. Gagal ginjal terjadi
Fr*a 55-70% kasus, Dapat terjadi leukemoid reaction
damEan lekosit dapat mencapai 50.000/pL.
Kebanyakan gejala shigellasis ini akan membaik sendiri
Erpa terapi dalam waktu 1 minggu, tetapi dengan terapi
'#rflE tepat, maka proses penyembuhan terjadi dalam
Merapa hari saja dan tanpa ada gejala sisa.
D!AGNOSIS
Diagnosis spesifik infeksi shigella adalah dengan
mengisolasi organisme tersebut dengan pemeriksaan
kultur feses atau apus rectal. Pada beberapa negara tropik
uji mikrobiologis tidak tersedia, diagnosis didasarkan
pada gambaran klinis dan uji laboratorium sederhana.
Gambaran klinis, laboratorium dan pemeriksaan feses
antara shigellasis dan amubiasis adalah berbeda. Onset
penyakit yang cepat sebelum masuk rumah sakit, demam
tinggi dan lekosit yang banyak di feses (>50 netrofil per
lapang pandang) sangat menyokong ke arah shigellasis
sedang pemeriksaan apus feses secara mikroskopik infeksi
E. H isto lytica a ka n men u nj u kka n trofozoit eritrofa gositi k
dengan beberapa sel PMN pada infeksi. Jika tidaktersedia
sarana pemeriksaan mikroskopik atau biakan, maka pasien
dengan klinis shigellasrs harus dicurigai shigellasis dan
diberi terapi empirik untuk shigellasis.
Tetapi karena shigellasis sering hanya memberi gejala
watery diarrheo, maka pencarian isolal Shigella diperlukan.
Baku emas untuk diagnosis infeksi Shigella adalah dapat
mengisolasi dan mengidentifikasi pathogen tersebut dari
feses. Salah satu kesulitan terutama di daerah endemik
adalah fasilitas laboratorium yang tidak tersedia, dan
sering kali kuman ini hilang selama transportasi, adanya
perubahan suhu dan pH. Bila media penyubur tidak
tersedia, media buffered glycerol soline atau Cory-Blair
medium dapat digunakan, tetapi inokulasi secara cepat
ke dalam media isolasi sangat penting. Kemungkinan
dapat mengisolasi kuman lebih tinggi pada feses yang
mengandung darah atau rJrukus, dibandingkan dengan
apus rektal. Kultur darah positif pada < 5% kasus dan hanya
dilakukan jika pasien memberi gambaran sepsis berat.
Untuk proses lebih lanjut, punggrnu",i beberapa media
digunakan untuk meningkatkan isolasi kuman seperti media
yang non selektif seperti bromocresol-purple agor Loctose;
media dengan selektifitas rendah seperi MocConkey atau
eosin methylene blue;dan media dengan selektifitas tinggi
seperti Hektoen, Solmonello-Shigella (SS), alau xylose- Lysinedeoxycholate
agar yang dapat menghambat pertumbuhan
flora normal secara fakultatif (seperti E. coli, Klebsiello). Pada
agar Hectoen enteric atau agar Solmonello-Shigella, baik
Solmonello atau Shigella gagal merubah warna indikator
pH agar karena tidak dapat memfermentasi laktosa,
sehingga harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
melakukan subkultur pada agar triple sugar iron (TSl) atau
agar Kligler iron (KlA).
Setelah diinkubasi 2-18 jam pada 37'C pada media
a ga r H ectoen, SS atau rylos e - lysin e - d eoxycholote tersebut,
shigella lampak sebagai koloni yang tidak memfermentasi
laktosa, 0.5-1 mm dengan permukaan yang halus,
convek/cekung dan transluncen. Koloni yang dicurigai
pada media non selektif atau media dengan selektivitas rendah dapat dikultur pada media
dengan selektifitas
tinggi sebelum dilakukan identifikasi lebih lanjut atau
dapat diidentifikasi secara sistem standard komersial
yang didasarkan pada glukosa positif (biasanya tanpa
produksi gas), laktosa negatif, H2S negatif dan tidak
bergerak/non motil. Keempat serogup Shigella (A-D)
dapat dibedakan dengan karakteristik tambahan, tetapi
pendekatan ini membutuhkan waktu lebih lama dan
melalui proses identifikasi yang sulit, sehingga setelah
diagnosis presumtif maka penggunaan metode serologi
seperti slide ogglutination- dengan antisera spesifik untuk
grup dan tipe harus dipertimbangkan. Antisera spesifik
grup tersedia di pasaran untuk antisera spesifik tipe
j'arang didapatkan dan terbatas sebagai referensi laborat
karena mahal.
Teknik yang lebih canggih untuk diagnosis infeksi
shigella telah dikembangkan seperti pengecatan antibodi
fluoresens S. dysentrioe tipe 1, yang memiliki sensitivitas
92% dan spesifitas 93%, isolasi immunomagnetik diikuti
dengan PCR, antibodi monoklonal untuk identifikasi
dan isotope- or enzyme lobelled DNA probes untuk
petanda spesifik virulensi shigella. Hingga sekarang
ini belum tersedia uji diagnosis cepat untuk shigella,
kecuali pemeriksaan immunoossay untuk toksin shiga. Uji
serologis antibodi berguna untuk penelitian epidemiologis
bukan untuk diagnosis penyakit pada daerah endemik
dimana sebagian besar populasinya seropositif akibat
paparan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai