Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan perlakuan awal sampel biologis dan


pemisahan zat aktif dimana tujuannya untuk menghilangkan faktor-faktor yang
mengganggu suatu analisis sampel biologis yang bisa dilakukan dengan berbagai
teknik presipitasi protein dari sampel plasma serta melakukan ekstraksi cair-cair
terhadap plasma menggunakan berbagai pelarut organik. Sampel biologi adalah
sampel yang diambil dari sebagian tubuh untuk tujuan analisis, misalnya darah,
urine, liver/hati, empedu, otak, ginjal, otot, rambut, atau bagian tubuh (Shargel et
al, 2005). Pada praktikum ini dilakukan pemisahan menggunakan plasma darah
yang merupakan hasil dari isolasi darah. Plasma merupakan komponen darah
berbentuk cairan berwarna kuning, sebagian besar terdiri dari air (95%), protein
(7%) dan nutrien (1%). Isolasi plasma dari darah dilakukan dengan mengambil
darah segar yang kemudian ditambahkan antikoagulan dan disentrifuga
menghasilkan pemisahan 2 komponen yaitu supernatant yang berwarna kuning
jernih sebagai plasma yang digunakan untuk praktikum dan pelet (Evelyn, 2009).
Plasma merupakan matriks yang mempunyai protein. Faktor-faktor pengganggu
yang dapat mempengaruhi hasil analisis sampel biologis salah satunya adalah
protein. Protein dapat berikatan dengan obat yang mana nantinya akan mempersulit
proses analisis sampel biologis. Oleh karena itu, untuk mendapatkan proses dan
analisis yang baik harus dilakukan tahap penyiapan sampel dengan menghilangkan
atau memisahkan protein sebagai faktor pengganggu dari plasma dengan cara
diendapkan atau deproteinasi untuk memutuskan ikatan protein dengan obat dan
mengendapkan protein ini dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengendap
protein ke dalam plasma. Prinsip proses deproteinasi adalah melepaskan ikatan
ikatan antara protein dan plasma dengan penambahan zat pengendap protein pada
serum sebelum melakukan pengukuran, yang berfungsi mengendapkan protein.
Mengendapkan protein bisa dilakukan dengan 5 cara yaitu dengan menambahkan
larutan yang mempunya pH ekstrim, penambahan pelarut polar, penambahan asam
atau garam anorganik, presipitasi protein dengan sonikasi dan dengan penambahan
logam.
Pada praktikum ini pengendapan protein plasma dilakukan dengan
penambahan zat pengendap protein diantaranya larutan 10% (b/v) TCA, larutan
jenuh (NH4)2SO4, 10% (b/v) ZnSO4 – NaOH 0,5 N (1:1), acetonitril dan metanol.
Pada tiap tabung mikrosentrifugas yang berisi plasma ditambahkan masing-masing
zat pengendap protein tersebut dan divortex agar protein plasma kontak dengan zat
pengendap protein sehingga menghasilkan larutan yang homogen yang kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm dimana sentrifugasi adalah metode
sedimentasi untuk memisahkan partikel-partikel dari suatu fluida berdasarkan berat
jenisnya dengan memberikan gaya sentripetal (Khopkar, 2010). Setelah
disentrifuga, diperoleh pemisahan yang ditandai dengan terbentuknya lapisan yang
berwarna bening jernih di bagian atas yang merupakan supernatant dan lapisan
bawah yang berupa endapan pada kelima tabung mikrosentrifuga. Terbentuknya
endapan menandakan bahwa zat pengendap protein yang digunakan berhasil
mengendapkan protein tersebut. Parameter yang dilihat pada percobaan
pengendapan protein plasma ini yaitu tinggi endapan.

Hasilnya pada tabung 1 yang berisi plasma dan zat 10% (b/v) TCA
menghasilkan tinggi endapan 0,7 cm dengan kejernihan pada supernatan ++. Hal
ini menandakan bahwa larutan TCA mengendapkan protein pada plasma.
Pengendapan protein dengan penambahan larutan TCA 10% (b/v) termasuk ke
dalam cara pengendapan protein dengan penambahan larutan yang mempunyai pH
ekstrim. Dimana protein dapat diendapkan karena memiliki 2 muatan yang
berlainan didalam 1 molekul. Muatan tersebut membuat protein dapat larut dalam
plasma pada rentang pH tertentu. Pada pH tertentu protein akan mencapai titik
isoelektrik, dimana jumlah total muatan protein sama dengan nol (netral) sehingga
akan mempengaruhi kelarutan protein. Ketika kelarutan protein sangat rendah
protein akan dapat diendapkan. TCA 10% sebagai zat pengendap protein memiliki
mekanisme dalam mengendapkan protein karena TCA memiliki muatan ion negatif
sehingga akan bergabung dengan protein yang ada pada kondisi kation (pH larutan
dalam kondisi asam hingga pH isoelektrik protein) sehingga akan membentuk
garam protein, beberapa garam yang dihasilkan tersebut tidak larut (mengendap)
sehingga plasma dan protein terpisah (Hurana et al, 2001).
Pada tabung 2 yang berisi plasma dan larutan jenuh (NH4)2SO4
menghasilkan tinggi endapan 2 cm dengan kejernihan pada supernatan +++. Hal ini
menandakan bahwa larutan (NH4)2SO4 mengendapkan protein pada plasma.
Pengendapan protein dengan penambahan larutan jenuh (NH4)2SO4 termasuk ke
dalam cara pengendapan protein dengan penambahan garam anorganik. Larutan
jenuh (NH4)2SO4 merupakan garam dengan konsentrasi tinggi dan (NH4)2SO4
sering disebut sebagai anti presipitasi protein (salting out). (NH4)2SO4 sebagai zat
pengendap protein memiliki mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu salting
out dimana terjadi penurunan kelarutan protein dengan adanya peningkatan
konsentrasi garam. Protein kurang terlarut ketika berada pada daerah yang
konsentrasi kadar garam anorganik tinggi sehingga kelarutan protein akan menurun
dan protein akan mengendap. Protein larut di dalam plasma yang sebagian besar
komponen utamanya yaitu air kemudian ditambahkan garam yang memiliki sifat
meretensi atau menarik air, sehingga terjadi kompetisi antara protein dengan garam
dalam menarik atau mengikat air. Pada konsentrasi tinggi, kekuatan ionik garam
semakin kuat sehingga garam lebih dapat mengikat molekul air, maka jumlah air
yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang. Dengan demikian, tidak cukup
banyak air yang terikat pada protein sehingga gaya tarik menarik antar molekul
protein lebih menonjol dibandingkan dengan tarik menarik antara air dan protein.
Dalam kondisi seperti itu protein akan mengendap (Mayes et al, 1990).
Pada tabung 3 yang berisi plasma dan 10% (b/v) ZnSO4 – NaOH 0,5 N (1:1)
menghasilkan tinggi endapan 1,8 cm dengan kejernihan pada supernatan ++++. Hal
ini menandakan bahwa 10% (b/v) ZnSO4 – NaOH 0,5 N (1:1) dapat mengendapkan
protein pada plasma. Pengendapan protein dengan penambahan 10% (b/v) ZnSO4
– NaOH 0,5 N (1:1) termasuk ke dalam cara pengendapan protein dengan
mengantur p H sampel pada p H ekstrim. Karena ZnSO4–NaOH sebagai zat
pengendap protein memiliki mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu NaOH
akan memberikan suasana basa pada larutan dan mengakibatkan protein berada
dalam keadaan ion negatif atau anion. Anion protein ini akan berikatan dengan ion
positif yang berasal dari Zn2+ sehingga membentuk logam protein yang tidak larut.
Ikatan dari ion logam bermuatan prositif akan menurunkan kelarutan protein.
Logam berat juga akan merusak struktur sekunder dan tersier dari protein. Ion
logam akan berkompetisi dengan proton pada larutan untuk berikatan dengan asam
amino, semakin kuat ikatan ion-ion logam untuk menggantikan ikatan oleh proton
maka akan menurunkan pH larutan. Kombinasi dari penurunan pH akan
menyebabkan protein mengendap (Moshage et al, 1995).
Pada tabung 4 yang berisi plasma dan acetonitril menghasilkan tinggi
endapan 1,5 cm dengan kejernihan pada supernatan ++++. Hal ini menandakan
bahwa acetonitril dapat mengendapkan protein pada plasma. Pengendapan protein
dengan penambahan acetonitril termasuk ke dalam cara pengendapan protein
dengan menggunakan pelarut polar. Acetonitril merupakan pelarut organik polar
yang dapat mengendapkan protein. Konstanta dielektrik menggambarkan tingkat
kepolaran suatu pelarut. Semakin tinggi nilai KD maka sifat pelarut semakin polar
sebaliknya semakin rendah nilai KD maka sifat pelarut semakin non polar. Suatu
zat akan terlarut sempurna dalam pelarut yang nilai KDnya sama. Protein larut
didalam plasma yang sebagian besar komponen utamanya yaitu air, sehingga KD
protein dianggap hampir sama dengan KD air atau plasma. Acetonitril sebagai zat
pengendap protein memiliki mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu plasma
yang sebagian besar komponen utamanya adalah air ditambahkan dengan
acetonitril (pelarut organik polar) akan menurunkan nilai konstanta dielektrik
plasma yang mengandung protein terlarut sehingga nilai KD plasma akan semakin
jauh dengan protein sedangkan nilai KD protein tetap karena merupakan zat terlarut
bukan pelarut, akibatnya nilai KD protein dengan plasma berbeda. Perbedaan nilai
KD tersebut menyebabkan protein menjadi tidak larut sempurna dan protein akan
mengendap. Pengendapan ini berkaitan dengan potensi Ion (pI) protein, dimana
semakin jauh dari titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin meningkat dan
semakin dekat dengan titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin menurun.
Penambahan pelarut organik pada larutan protein dalam air akan menurunkan nilai
KD. Pelarut atau air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan
dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga
akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan
protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air
dalam larutan sehingga kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan
terjadinya pengendapan (Guevara, 1998).
Pada tabung 5 yang berisi plasma dan metanol menghasilkan tinggi endapan
1,5 cm dengan kejernihan pada supernatan ++++. Hal ini menandakan bahwa
metanol dapat mengendapkan protein pada plasma. Pengendapan protein dengan
penambahan metanol termasuk ke dalam cara pengendapan protein dengan
menggunakan pelarut polar seperti halnya dengan asetonitril dan merupakan pelarut
organik yang bersifat polar sehingga mekanismenya dalam mengedapkan protein
oada plasma sama dengan asetonitril.
Berdasarkan hasil yang diperoleh kelima zat pengendap protein dapat
mengendapkan protein yang merupakan faktor pengganggu dan zat pengendap
proteinpaling baik dalam mengendapkan protein dari plasma adalah larutan jenuh
(NH4)2SO4 dilihat dari tinggi endapan yaitu 2 cm sehingga banyak protein yang
mengendap. Tetapi seharusnya hasil pengendapan protein yang paling baik
ditunjukkan pada penambahan larutan ZnSO4 10% (b/v) – NaOH 0,5 N (1:1)
sebagai zat pengendap protein yang bekerja maksimal karena ZnSO4-NaOH
memiliki mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu pembentukan kompleks
yang tidak larut antara logam dengan protein dan logam dapat merusak struktur
sekunder dan tersier dari protein.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kesalahan dan
ketidaktelitian praktikan pada saat proses awal mulai dari penambahan zat
pengendap protein yang tidak benar atau pada saat pemipetan, dan kesalahan dalam
mengukur tinggi endapan yang tidak tepat.

Selanjutnya dilakukan percobaan ekstraksi cair-cair yang bertujuan untuk


menarik senyawa obat menggunakan pelarut organik kloroform dan n-heksan.
Dimana prinsip metode ekstraksi cair-cair (ECC) ini adalah proses isolasi atau
penarikan senyawa obat dari dalam plasma dengan pelarut yang tidak saling
bercampur.
Percobaan ekstraksi cair-cair ini diawali dengan melarutkan plasma blanko
dalam 2 pelarut berbeda pada tabung yang berbeda yaitu kloroform dan n-heksan.
Digunakan kedua pelarut tersebut karena sifat kepolaran obat rata-rata semi polar
sampai non polar sehingga digunakan pelarut kloroform yang semi polar dan n-
heksan yang non polar agar obat dapat tertarik dari plasma ke dalam pelarut dan
juga untuk mengetahui pelarut mana yang melimiki pemisahan yang paling baik.
Selanjutnya kedua tabung divortex selama 15 menit. Tujuan dilakukannya vortex
ini adalah untuk membuat sampel plasma dan pelarut tercampur sempurna sehingga
senyawa obat dapat tertarik lebih banyak. Setelah kedua campuran homogen,
dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan plasma dan pelarutnya. Kemudian diamati perbedaan yang terjadi
pada kedua tabung.
Setelah dilakukan pecobaan diatas, didapatkan hasil sentrifugasi pada
tabung pertama yang berisi pelarut kloroform yaitu terdapat tiga lapisan yang
terbentuk, pertama lapisan berwarna kuning yaitu supernatan/plasma, yang kedua
lapisan tengah berwarna putih yaitu lapisan emulsi dan yang ketiga lapisan bening
yaitu pelarut kloroform yang berada pada lapisan paling bawah, sedangkan pada
pelarut n-heksan berada pada lapisan paling atas. Hal tersebut disebabkan karena
bobot jenis pada kedua pelarut, dimana BJ kloroform yaitu 1,49 g/mL lebih besar
dari BJ n-heksan yaitu 0,796-0,798 g/mL (Ditjen POM, 2014).
Parameter yang diamati pada ekstraksi cair-cair ini adalah lapisan emulsi
yang terbentuk pada tengah-tengah lapisan. Adanya lapisan emulsi tersebut
disebabkan karena obat yang masih terjebak dalam emulsi. Pada tabung yang berisi
pelarut kloroform terbentuk lapisan emulsi yang cukup tebal, hal tersebut
menunjukkan pemisahan pada pelarut kloroform yang kurang baik. Sedangkan
pada pelarut n-heksan terbentuk lapisan emulsi yang sangat tipis, hal tersebut
menunjukkan pemisahan yang cukup sempurna. Sehingga tabung sentrifuga yang
berisi pelarut n-heksan menunjukkan pemisahan yang paling baik.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi


V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Evelyn CP. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia.
Guevara et al. (1998). Determination of Nitrite/Nitrate in Human Biological
Material by the Simple Griess Reaction. Clin. Chim. Acta.
Hurana et al. (2001). Biochemistry. Partially Folded Intermediates as Critical
Precursor of Light Chain Amyloid Fibrils and Amorphous Aggregates.

Khopkar, S.M. (2010). Konsep dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.


Mayes, P.A., Granner, D.K., Rodwell, V.W., dan Martin, D.W. (1990). Biokimia
Harper Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Moshage et al. (1995). Nitrite and Nitrate Determination in Plasma: a Critical
Evaluation. Clin. Chem.
Shargel, Leon., Susanna Wu-Pong, Andrew B. C. Yu. (2005). Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan, Edisi V, terjemahan Fasich dan Budi Suprapti.
Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai